Anda di halaman 1dari 11

Tema : Bangsa Indonesia Yang Demokratis

Judul : Peran Demokratis dalam Hubungan Antar Agama di Indonesia

ABSTRAK

Dalam hubungannya dengan demokrasi yang dipahami sebagai kekuasaan rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat, rakyatlah yang berdaulat. Dalam bingkai politik yang disepakati, semua anggota yang ada
dalam komunitas atau wilayah pemerintahan akan diperlakukan sama, tanpa membedakan agama, suku
atau kepercayaannya, termasuk kepercayaan atau agama baru yang minoritas.
Demokrasi sebagai sistem negara Indonesia, yang memilki keberagaman agama, mempunyai tujuan
salah satunya dalam membangun kerukunan antara umat beragama. Dengan adanya keberagaman
agama, pasti banyak menimbulkan perbedaan antara umat beragama, akan tetapi dengan dijalankannya
sistem demokrasi dapat membantu setiap agama yang berbeda untuk saling hidup berdampingan,
dengan sikap toleransi, saling menghargai, saling membantu, tanpa adanya penghinaan antara agama
yang satu dengan yang lainnya

Beragam agama harus hidup bersama dengan hak-hak asasi manusia sebagai payungnya.
Beragama agama tersebut harus saling membantu satu sama lain, supaya bisa mencapai /kemakmuran
dan keadilan bersama. Hanya dengan begitu masyarakat demokratis yang kita inginkan bisa tercipta.
Tidak ada pilihan lain.

Dengan prinsip kebebasan itu, orang tidak merasa tertekan untuk menyalurkan aspirasinya dan
bebas menjalankan agama yang diyakininya. Orang yang beragama, berdemokrasi akan menjadikan
agama sebagai sumber dan dasar-dasar inspirasi, spiritual, dan moral dalam setiap tarikan nafasnya dan
perilakunya.

Karena itu, dalam berdemokrasi dan beragama, kita dituntut untuk mendewasakan sikap mental
dengan mengutamakan toleransi, menebarkan cinta kasih, mengokohkan persaudaraan, menumbuhkan
kedamaian dan bekerja sama dalam membangun masyarakat sebagai manifestasi substansi agama.
Inilah tugas terpenting kita bersama sebagai anak bangsa untuk merajut demokrasi dan merawat
kerukunan umat beragama.

PENDAHULUAN
Tidak pernah sebelumnya demokrasi begitu didukung oleh konsensus yang begitu luas di Indonesia
. Selama 20 tahun pertama Republik ini hanya Partai Islam yang modernis Masyuni, Partai Sosialis
Indonesia (PSI) dan dua partai Kristen (Partai Katolik dan Parkindo) yang menjadi pendukung utama
demokrasi (Barat).Partai yang lain, terutaa PNI yang berbasis di Jawa, komunis (PKI) dan Nahdlatul
Ulama (NU), mendukung demokrasi terpimpinnya Soekarno. Kemudian, pada masa Orde baru-nya
Soeharto, nama sistemnya adalah demokrasi Pancasila yang berarti “bukan demokrasi liberal tetapi
juga bukan ‘demokrasi rakyat’ ”.Tetapi sekarang, hampir delapan tahun setelah “orde pasca-Soeharto”,
yang pernah dan masih dipenuhi berbagai kekacauan,tidak ada kelompok yang menonjol yang
menentang demokrasi.Tidak ada tanda-tanda kudeta militer yang muncul.

Dua pemiliha umum berturut-turut yang berhasil memberikan alasan bagi harapan bahwa kali ini
demokrasi memiliki kesempatan nyata untuk behasil di Indonesia. Rakyat Indonesia telah
membuktikan kemampua politiknya. Hak Asasi manusia terbangun. Militer menerima hilangnya
kekuasaan politiknya walaupun masih terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Tetapi
yang utama, ancaman bagi hak asasi manusia sekarang bukan berasal dari pemerintahan, melainkan
dari kelompok ekstrim, teruma konotasi relijius, dalam masyarakat. Kejatuhan pemerintahan Soeharto
seharusnya membuat jelas bahwa persatuan suatu negara yang begitu luas dan plural seperti Indonesia
hanya bisa terjaga jika semua komponennya mau hidup bersama, dan ini mensyaratkan keterlibatan
demokratis mereka. Pemeritahan yang didominasi militer, kemungkinan dengan aliansi dengan
kelompok islam, merupakan alternatif lain yang paling mungkin bagi demokrasi, dam merupakan
prospek yang menakutkan.

Tetapi demokrasi Indonesia masih rawan. Partai-partai politik belum stabil. Masih ada
kekurangdewasaan politik ketidakmampuan menghadapi kesulitan. Kampanye pemilihan umum dan
perilaku pemilih masih ditentukam terutama oleh pribadi dan sikap budaya-agama, sementara program
praktis tidak menonjol. “Politik Uang” pada semua tingkatan kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikataif mengancam merusak seluruh kemapanan politik dari dalam. Rakyat sinis terhadap anggota
parlemen. Walaupun “otonomi daerah” sudah terbangun, situasinya jauh dari memuaskan.

Salah satu faktor yang menentukan apakah demokrasi Indonesia akan menjadi dewasa menjadi
demokratis yang tegar di bawah aturan hukum dan mengabdikan diri bagi perlindungan hak asasi
manusia, menjadi demokratischer Rechtsstaat (negara hukum demokratik), adalah orang Islam
Indonesia.Paling sedikit 85 % orang Indonesia beragam Islam seentara hampir 10 %-nya beragama
Kristen(sepertiganya adalah Katolik). Mungkin ada 1,5 % beragama Hindu, yang lainnya beragama
Budha, Konfusius, penganut agama asli dan lain-lain.Sementara ini semua partai Islam tegas
mendukung konsep demokrasi. Kedua organisasi besar Islam, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah,
berulang kali menegaskan komitmennya tidak hanya pada demokrasi tetapi juga pada prakondisinya,
menghormati hak asasi manusia, pluralisme dan pancasila (filsafah negara Indonesia yang secara tegas
menyatakan bahwa Indonesia menjadi milik bersama semua rakyatnya tanpa memandang agamanya).

Tapi yang paling menentukan adalah perkembangan hubungan anatara gama-agama di Indonesia,
khususnya hubungan antara Islam dan Kristen(Khususnya ? karena jika hubungan Islam dan Kristen
baik, hubungan antara komunitas relijius yang lain secara otomatis juga memuaskan). Jika toleransi
pada tingkat akar-rumput bisa dibangun kembali,jika kemauan yang sudah dijanjikan agama-agama
besar untuk menerima eksistensi pihak lain terukti dalam praktik politik dan sosia,demokrasi Indonesia
akan berakar, walaupun mungkin dengan naik-turun. Sebaliknya, jika ekstrimisme agama tumbuh,
rakyat akan menjadi makin sektarian dan primodialistis, adu kekuatan dan kekerasan akan mengemuka
dan ini akan berarti akhir demokrasi Indonesia.

Itu malahan bisa menjadi akhir Indonesia sebagai negara yang beradab, negara kesatuan.Indonesia
tidak biasa disatukan hanya dengan kekerasan. Tetapi jika suatu kelompok memaksakan pemikirinnya
pada pihak lain yang tidak sepakat,mereka tidak akan menerima dan, pada akhirnya, berupaya
memisahkan diri. Tetapi peggulangan orde baru-nya Soeharto jangan sampai terjadi.Pengambilan ahli
oleh militer-misalnya dalam keadaan kekacauan – tidak akan berumur panjang. Militer Indonesia
terlalu kecil sehingga hanya bisa, pada saat bersamaan, mengamankan tidak lebih dari dua propinsi atau
empat kota besar. Tentu saja, pengambilan alih oleh militer terkait dengan pembentukan negara agama
(sindroms Zia ul-Haq) menjadi sutau kemungkinana yang nyata, tetapi hal ini akan membawa
Indonesia ke dalam jurang perang saudara. Jadi hubungan baik yang stabil antara agama-agama
merupaka kondisi penting untuk pendewasaan demokrasi Indonesia.

ISI

1. Hubungan Antara Agama-Agama di Indonesia

Pada tanggal 18 Agustus 1945, satu hari setelah Soekrano dan Hatta memproklamirkan
kemerdekaan Indonesia di depn penjajah Jepang, dewan konstitusionalnya (PPKI) menganut sebuah
konstitusi yang dinyatakan berdasarkan lima prinsisp fundamental (disebut pancasila sejak Soekarno
pertama kali memformulasikannya pada tanggal 1 juni 1945 ) yang pertamanya adalah “ Ketuhanan
Yang Maha Esa ” dan di dalam pasal 29 dinyatakan kebebasan beragama dan beribadah. Di samping
secara tegas dinyatakan kebebasan beragam, Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa di
Indonesia tidak ada pembedaan atas dasar agama.

Pancasila secara implisit menyatakan kemauan mayoritas Islam untuk tidak mendapatkan
perlakuan khusus. Jadi Indonesia menjadi negara berdasarkan kebebasan beragama. Walaupun ada
berbagai ketegnagan, diskriminasi kecil dan sejumpah konflik kebebasan ini pada dasarnya telah
menjadi kenyataan. Juga kelompok Islam radikal tidak pernah menolak prinsip di mana orang non-
Islam mendapatkan status hukum dan kewarganegaraan yang sama seperti orang islam dan tidak
dibedakan sebagai warga negara.

Tetapi hubungan Islam dan Kristen berbalik menjadi buruk dimulai dengan sikap Soeharto yang
membaik kepada Islam sekitar tahun 1990. Atas nama proposionalisme orang Kristen merasa makin
dikecualikan dari posisi publik. Serangan terhadap gereja Kristen, kebanyakan di Jawa, meningkat
secara dramatis. Membangun gereja hampir tidak mungkin. Yang khususnya menakutkan adalah
adanya sejumlah serangan yang tidak diprovokasi ketika semua gereja di daerah tertentu secara
sistematis dibakar habis oleh kelompok massa yang besar. Sejumlah orang terbunuh. Negara tidak
memberikan perlindungandan tidak adapun satu pihak yang bersalah dibawa ke pengadilan. Teror anti-
Kristen mencapai puncakmya pada malam Natal tahun 2000 ketika dalam satu jam 30 bom diledakan
di dalam dan di sekitar gereja selama misa di Indonesia bagian Barat dan Tengah, yang mengakibatkan
19 korban jiwa dan lebih dari 100 orang terluka. Selama hampir dua tahun tidak ada penangkapan.
Hanya setelah pelaku pemboman di Kuta(tahun 2002) ditangkap, terungkaplah bahwa mereka juga
terlibat dalam pengeboman Natal.

Pada tahun 1999 konfli berdarah pecah antara orang Kristen dan orang Islam yang berlangsung
sampai tahun 2002 dan menghancurkan sejumlah daerah di Maluku dan Sulawesi. Akibatnya 8000
orang tewas dan ratusan ribu mengungsi, beberapa daari mereka belum bisa kembali ke rumahnya.
Alasan di balik kekerasan sangat rumit, ada yang berlatar belakang historis dan malahan budaya lokal,
yang lain terkait denngan etnografis dan perubahan ekonomi dan, sebagaimana sejumlah orang
percaya, terkait degan politik baik lokal maupun di Jakarta. Tetapi untuk mengatakan, sebagaimana
beberapa orang katakan, bahwa konflik ini, faktanya, bukan berdasarkan agama, adalah hal yang tidak
masauk akal. Faktanya adalah selama lebih dari tiga tahun bagi sejumlah orang jawaban atas
pertanyaan “ kamu Islam atau Kristen“ menentukan hidup atau mati. Mungkin gambaran yang paling
tepat adalah sebagai konflik komunal, agama menjadi faktor yang paling penting dalam
mengidentifikasi komunitas lain. Selalu ketika ketegangan yang ada tampil dipermukaan, seluruj
kecurigaan dan prejudis dimobilisasi sebagai motivasi tambahan. Karenanya, kebencian relijius bisa
tumbuh dan berkembang mengikuti momentumnya. Kemudian kekuatan luar makin terlibat dan
memnuat upaya perdamain makin sulit.

Faktanya konflik Ambon dan Poso hanyalah bagian dari suasana umum kekerasan dan
kebrutalan yang muncul di Indonesia belakangan ini. Perkelahian kecil secara mudah berembang
menjadi perselisihan komunal di seluruh Indonesia. Konflik ini harus dipahami sebagai salah satu
ekspresi kecendrungan umum disintegrasi sosial dalam masyarakat Indonesia sekarang yang, dalam
konstelasi lokal tertentu, bisa meledak menjadi perang komunal yang kemudian, karena agama
merupakan unsur terkuat untuk mengidentifikasi, menyederhanakan menjadi konflik antara komunitas
agama.

Semua perkembangan ini meninggalkan luka dalam komunitas agama. Beberapa orang Kristen
bertanya-tanya mengenai masa depannya di Indonesia. Munculnya kelompok-kelopok garis keras yang
kadang-kadang menggunakan kekerasan dan banjir publikasi ekstrim yang secara terbuka menyuarakan
pandangan yang sangat ekstrim menambah atmosfir ketidakpastian. Orang Kristen juga mencemaskan
pemerintah daerah yang menerapkan aturan syariat semaunya, malahan terhadap orang non-Islam,
sementara upacara agama kaum minoritas dipersulit.

Perkembangan ini bisa memberikan kesan bahwa hubungan antara orang Kristen dan oran Islam
bergeser dari buruk menjadi makin buruk. Tetapi faktanya, hubungan antara orang Kristen dan orang
Islam berkembang secara signifikan selam sembilan tahun terakhir. Konsensus nasional Pancasila
bahwa Indonesia milik semua orang Indonesia masih utuh. Perang yang seolah-olah antara orang
Kriten dan Orang Islam di Indonesia bagia Timur antara tahun 1992 dan 2002 tidak menyebar ke
wilayah lain dan tidak dipergunakan untuk untuk kepentingan politis selama kampanye pemilihan
umum 2004. Khususnya yang signifikant adalah adanya hubungan yang menghangat antara orang
Kristen da Organisasi Islam yang besar Nahdlatul Ulama, setelah peristiwa Situbondo pada tahun 1996
di mana 26 gereja seluruhnya dibakar habis.Selama beberapa tahun sekarang Banser, milisi Nu,
menjaga gereja selama misa pada malam Natal dan Paskah. Hubungan dengan Muhammadiyah juga
berkembang, Khususnya pada tingakat pimpinan. Dlama partai politiknya NU (PKB) dan partai
politiknya Muhammadiyah (PAN) sejumlah orang Kristen berpartisipasi.

2. Hubungan Antar Agama Yang Makin Erat

Di Indonesia toleransi dan pluraisme dalam artian bahwa orang dari agama yang berbeda hidup dan
bekerja sama tanpa masalah masih tergantung pada tradisi budaya yang kuat. Berbeda dengan di Eropa
dimana orang Islam merupakan Imigran yang sering hidup di gettho mereka sendiri yang terisolasi dan
karenanya asing bagi populasi pribumi, orang Indonesia sejak dahulu biasa hidup bersama dalam
konstelasi yang sagat plural. Mereka dengan mudh bercampur, saling kenal dan secara budaya
memahami satu sama lain. Ancaman terhadap toleransi bukan dari budaya, melainkan bermotifkan
ideologi.

Toleransi tradisional ini sekarang terancam oleh sikap sektarian yang menguat dan meningkatnya
pengaruh ekstrimisme agama. Tetapi akar budaya masih ada. Dalam situasi ini, cara paling penting
memperbaharui hubungan yang positif dalam komunikasi. Inisiatif harus datang dari kelompok
minoritas. Komunikas bisa dibangun lewat sejumlah saluran.

Hubungan antar-agama tergantung pada apakah kita berhasil menyebarka sikap pluralitas dalam
komunitas agama. Hal ini harus diujung tombaki oleh pemimpin intelektual agama, oleh ahli teologi,
oleh guru agama yang berpikiran terbuaka. Pluralisme tidak berarti seperti ”kaum plurakis” ungkapan
bahwa semua agama sama benarnya, atau, bahwa agama harus meninggalkan klaim kebenaran masing-
masing. Tuntutan semacam itu berlawan dengan pluralisme sebenarnya yang harus berasal dari apa
yang komunitas agama benar-benar percaya. Menuntut bahwa mereka meninggalkan kepercayaan
mereka yang paling dalam adalah arogan dan tidak menyelesaikan masalah. Apa yang harus kita
pelasjari adalah menirima pihak lain, saling menghargai, saling meninggikan, bahwa kita bisa
memandang sejumlah jilai yang kita miliki bersama- tanpa harus meninggalkan kepercayaan yang
paling dalam masing-masing. Pluralisme tidak berarti bahwa semua agama pada dasranya sama, tetapi,
sebaliknya, menerima pihak lain atas dasar adanya pihak-pihak yang berbeda dandalam perbedaan.

Pluralisme seperti itu tumbuh dalam komunitas Kristen dan Islam. Hal ini memutuhkan refleksi dan
dialog teologis baik dalam komunitas Kristen dan Islam, maupun diantara ahli teologi kedua
komunitas. Kita harus berjuang bersama untuk merealisasi bagaimana krusialnya demokrasi dan hak
asasi manusia bagi kualitas humanitas negara pasca-tradisional. Kita harus bisa mengakui bahwa dalam
demokrasi dan hak asasi manusia pasca-tradisional cocok bagi ekspresi politik posisi kemanusiaan
yang ditempati secara khusus dalam penciptaan Tuhan menurut Islam maupun Kristen. Jadi tepatnya,
sebagai orang beragama kita harus menjadi pejuang kebebasan demokratis dan hak asasi manusia.

Kunci penting, masih sensitif, adalah kebebasan beragama. Dalam kondisi sosial dan politik pasca-
tradisional, ditandai dengan kepercayaan agama yang bermacam-macam, komitmen yang jelas agi
semua orang untuk mengikuti apa yang ia percayai, walaupun ini akan berarti berpindah agama,
menjadi suatu tuntutan. Bukan negara, atau kelompok agama yang bisa mengklaim hak untuk
menentukan apakah dan bagimana orang beribadah. Hal ini juga berimplikasi pengakuan hak
komunitas agama untuk membuat kepercayaan mereka diketahui masyarakat. Tetaoi hal ini hnaya
diterima secra sosial jika, dalam praktik, pembedaan yang jelas diuat antara berpindah agama dan
bersaksi mengenai kepercayaan. Jadi komitmen pada kebebasan beragama yang di Indonesia diakui
konstitusi harus menjadi titik sentral suau masyarakat yang demokratis dan beradab.

3. Peran Demokrasi Dalam Hubungan Antar Agama di Indonesia

Agama merupakan sistem yang mengatur keimanan atau kepercayaan, peribadatan kepada Tuhan
yang Maha Kuasa serta hubungan pergaulan manusia dan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana yang
diketahui tidak hanya ada satu agama resmi yang diakui di Indonesia, akan tetapi ada agama resmi lain
yang diakui. Walaupun telah berkembang beberapa agama di Indonesia, wajib bagi penduduk indonesia
untuk   menghormati anatara agama yang satu dengan agama yang lain. Dalam UUD 1945 telah
dinyatakan “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan
kepercayaannya dan menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau
kepercayaannya.

Maraknya  konflik sosial yang terjadi di belahan bumi Indonesia, terutama yang berbasis isu
agama terjadi beberapa tahun terakhir ini. Kekerasan berbasis isu agama begitu cepat menyebar ke
berbagai lapisan masyarakat. Ketentraman hidup masyarakat sangat terganggu oleh kerentanan yang
luar biasa oleh kondisi keberagamaan tersebut. Sedikit saja ego keagamaan disinggung, maka reaksi
yang ditimbulkan sangat besar dan berlebihan. Reaksi tersebut saat ini hampir selalu berupa kekerasan
yang menciptakan kecemasan dan kaitannya dengan hubungan antar umat beragama di masyarakat.
Agama sering kali dijadikan titik singgung paling sensitif dalam pergaulan masyarakat yang majemuk.
Maka dari itu sangat perlu usaha manusia untuk mewujudkan hubungan yang harmonis antar umat
manusia, salah satu caranya yaitu mengembangkan sikap toleransi.

Sila Ketuhanan yang maha Esa mempunyai makna bahwa segala aspek penyelenggaraan hidup
bernegara harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan. Karena sejak awal pembentukan
bangsa ini, bahwa negara Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan. Maksudnya adalah bahwa masyarakat
Indonesia merupakan manusia yang mempunyai iman dan kepercayaan terhadap Tuhan, dan iman
kepercayaan inilah yang menjadi dasar dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan antar umat
beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan
beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak
ada seorang pun yang boleh mencabutnya. Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama
adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak
dapat diabaikan.

Dasar dari demokrasi adalah hak-hak asasi manusia. Hak-hak asasi adalah hak yang dimiliki
manusia, semata karena ia adalah manusia, lepas dari kewarganegaraannya, status ekonominya,
maupun latar belakang lainnya. Seringkali ada konflik antara HAM dengan ajaran agama, seperti dalam
soal perpindahan agama.

Dari kaca mata HAM, perpindahan agama adalah hak asasi. Orang bebas memilih agama yang
memberi makna bagi hidupnya. Sementara dari kaca mata mayoritas agama di Indonesia, perpindahan
agama adalah suatu tindakan murtad. Hukumnya cuma satu yakni masuk neraka. Cita-cita kita sebagai
bangsa adalah menciptakan masyarakat demokratis yang adil dan makmur. Di dalamnya setiap orang
hidup dalam kebebasan, kesetaraan, keadilan, serta kemakmuran, lepas dari status ataupun latar
belakangnya Sementara di sisi lain, kita adalah bangsa “pecinta” agama. Ajaran agama merasuk ke
dalam berbagai dimensi kehidupan bangsa kita.

Mentalitas agama sulit sekali berjalan bersama dengan mentalitas demokrasi. Solusi untuk hal
ini cuma satu, yakni wajah agama haruslah berubah dengan memberikan ruang untuk sikap kritis,
pertimbangan rasional, keterbukaan pada ajaran lain, kebebasan umatnya, dan perubahan tata moral,
supaya selalu bisa menanggapi perkembangan jaman secara bijak. Beragam agama di Indonesia harus
lebih demokratis, dan memberi ruang untuk hak-hak asasi manusia universal.

Kita harus lebih proporsional dalam soal beragama. Sikap kritis tetap perlu, supaya perilaku
beragama kita tetap rasional, sehat, manusiawi, dan bijaksana. Hanya dengan mengubah wajahnya,
beragam agama di Indonesia bisa mendorong bangsa kita menjadi masyarakat demokratis yang adil,
makmur, dan bebas untuk semua warga.

Beragam agama harus hidup bersama dengan hak-hak asasi manusia sebagai payungnya.
Beragama agama tersebut harus saling membantu satu sama lain, supaya bisa mencapai /kemakmuran
dan keadilan bersama. Hanya dengan begitu masyarakat demokratis yang kita inginkan bisa tercipta.
Kita harus menyepakati prinsip penolakan kekerasan atas nama agama. Kekerasan berdasarkan agama
harus dilarang. Kita harus mendidik komuitas kita untuk memiliki prinsip sikap anti-kekerasan. Kita
harus membuat komitmen berprinsip untuk hidup bersama dengan cara yang adil beradab. Maslah
diantara komunitas harus diselesaikan lewat dialog yang jujur dan, penyelesainnya tidak didapatkan,
harus diselesaikan lewat pengadilan dan bukan lewat kekerasan emosional.

Dengan prinsip kebebasan itu, orang tidak merasa tertekan untuk menyalurkan aspirasinya dan
bebas menjalankan agama yang diyakininya. Orang yang beragama, berdemokrasi akan menjadikan
agama sebagai sumber dan dasar-dasar inspirasi, spiritual, dan moral dalam setiap tarikan nafasnya dan
perilakunya. Karena itu, dalam berdemokrasi dan beragama, kita dituntut untuk mendewasakan sikap
mental dengan mengutamakan toleransi, menebarkan cinta kasih, mengokohkan persaudaraan,
menumbuhkan kedamaian dan bekerja sama dalam membangun masyarakat sebagai manifestasi
substansi agama. Inilah tugas terpenting kita bersama sebagai anak bangsa untuk merajut demokrasi
dan merawat kerukunan umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA

[1] C. S. Bob Sugeng Hadiwinata, dalam Demokrasi di Indonesia Teori dan Praktik, Yogyakarta,
Graha Ilmu, 2010, pp. 1-290.
[2] “agama dan demokrasi,” rumahfilsafat, 10 07 2011. [Online]. Available:
http://rumahfilsafat.com. [Diakses 22 11 2017].
[3] “kerukunan umat agama dalam demokrasi,” [Online]. Available: http://citizen6.liputan6.com.
[Diakses 22 11 2017].
[4] “toleransi beragama untuk mewujudkan negara demokrasi dan masyarakat madani di Indonesia,”
05 05 2014. [Online]. Available: https://mariayovinia.wordpress.com. [Diakses 22 11 2017].
[5] “agama di Indonesia dan tempat ibadahnya,” [Online]. Available: http://kamuiyakamu.com.
[Diakses 22 11 2017].
[6] “demokrasi perspektif lima agama menuju,” 05 2015. [Online]. Available:
http://nasehmaulana.blogspot.co.id. [Diakses 22 11 2017].

Anda mungkin juga menyukai