Anda di halaman 1dari 5

MASALAH KESEHATAN KOMUNITAS POPULASI PENYAKIT KRONIK

Disusun Oleh :
Ainnun Rafiqah Fimbay

PRODI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
1. PPOK
a. Definisi
Global initiative for chronic obstructive lung disease (GOLD) mengartikan PPOK
adalah suatu penyakit yang bisa dilakukan pencegahan dan pengobatan. PPOK memiliki
tanda gejala terdapatnya hambatan aliran udara dalam saluran pernafasan yang bersifat
progresif. PPOK juga terdapat peradangan atau inflamasi pada saluran pernafasan dan
paru-paru yang diakibatkan oleh adanya partikel dan gas yang berbahaya (GOLD, 2013).
PPOK merupakan keadaan irreversible yang ditandai adanya sesak nafas pada saat
melakukan aktivitas dan terganggunya aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru
(Smeltzer et al, 2013). PPOK merupakan penyakit kronis ditandai dengan terhambatnya
aliran udara karena obstruksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh paparan yang lama
terhadap polusi dan asap rokok. PPOK merupakan istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama (Agustin and Yunus 2008)
PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang secara umum ditandai
dengan keterbatasan aliran udara yang terus21 menerus biasanya progresif dan
berhubungan dengan peradangan kronis, peningkatan respon dalam saluran udara dan
paru-paru dari partikel berbahaya atau gas. (Vestbo et.al., 2013). Penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) adalah penyakit radang saluran nafas utama ditandai dengan keterbatasan
aliran udara sebagian besar ireversibel yang menghasilkan hypoxemia dan hiperkapnia
b. Epidemiologi
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) disebabkan oleh adanya keterbatasan aliran
udara yang terus menerus yang diikuti respon inflamasi pada saluran napas dan paru-paru
akibat adanya partikel asing atau gas beracun (GOLD, 2013). Respon inflamasi pada
saluran nafas yang dipicu oleh infeksi bakteri, virus atau polusi lingkungan akan
menyebabkan PPOK eksaserbasi akut yang ditandai dengan gejala dyspnea, batuk dan
produksi sputum. Patofisiologi dari respon inflamasi belum banyak diketahui tetapi
biasanya ditandai dengan meningkatnya neutrofil dan eosinofil pada dahak (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia, 2011) Pada tahun 2020 diperkirakan PPOK akan menjadi
penyakit 3 besar penyebab kematian tertinggi (GOLD, 2017). Di Indonesia angka
kejadian dari beberapa sampel cukup tinggi yaitu di daerah DKI Jakarta 2,7%, Jawa Barat
4,0%, Jawa Tengah 3,4%, DI Yogyakarta 3,1%, Jawa Timur 3,6% dan Bali 3,6%
(Kemenkes, 2013). Angka dari penderita PPOK ini diperkirakan akan terus bertambah
dikarenakan semakin tingginya perokok di Indonesia dan udara yang tidak bersih akibat
dari penggunaan kendaraan bermotor serta asap yang ditimbulkan industri. Risiko
kegagalan pengobatan lebih rendah pada pasien PPOK eksaserbasi akut yang diobati
dengan antibiotik (Rothberg, 2010). Namun, tidak semua PPOK eksaserbasi perlu diterapi
dengan menggunakan antibiotik karena pemicu terjadinya eksaserbasi akut tidak hanya
disebabkan oleh bakteri, tetapi ada juga yang disebabkan oleh non bakteri. Sehingga
antibiotik harus digunakan dengan bijak karena dapat menyebabkan resisten (Bathoorn, et
al., 2017).
Menurut penelitian Ram et al., (2009) Penggunaan antibiotik (terlepas dari jenisnya)
mengurangi risiko kematian pasien sebesar 77% dan 53% pasien dengan risiko tidak
menanggapi intervensi antibiotik. Penelitian tersebut mendukung penggunaan antibiotik
(terlepas dari jenisnya) untuk pasien dengan PPOK eksaserbasi dengan tingkat keparahan
sedang dengan batuk dan dahak yang meningkat. Pasien dengan 2 risiko tidak
menanggapi intervensi dari penggunaan antibiotik dengan persentase sebesar 53%
membuktikan bahwa penyebab PPOK eksaserbasi akut tidak hanya disebabkan oleh
bakteri tetapi dapat juga disebabkan oleh infeksi virus atau bahkan tanpa infeksi. Terapi
antibiotika untuk pasien PPOK eksaserbasi akut diberikan jika mengalami minimal dua
dari tiga gejala, yaitu peningkatan dyspnea, peningkatan volume sputum dan
meningkatnya purulence sputum (perubahan warna sputum) (Dipiro et al, 2008).
Antibiotik merupakan zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi atau bakteri dan
berkhasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman atau bakteri dengan
toksisitas yang relatif kecil (Tjay & Rahardja, 2007). Pemberian antibiotika yang tidak
tepat pada pasien PPOK eksaserbasi akan meningkatkan risiko kegagalan terapi, lamanya
tinggal di rumah sakit serta meningkatkan risiko kematian (Barbara et al., 2012).
Pada pasien PPOK eksaserbasi akut di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2011-
2012 data menunjukkan sejumlah 36,2% masih sensitif terhadap antibiotik, sedangkan
32,4% mengalami tingkat resistensi mikroorganisme jenis MDR (Multi Drugs Resistence)
dan 31,4% jenis monoresistan (Ria et al., 2012). Munculnya resistensi ini akan merugikan
pasien dan beban negara menjadi lebih besar. Sebagai gambaran, pemerintah USA
mengeluarkan tambahan 20 milyar USD untuk menanggung biaya kesehatan, 35 milyar
USD untuk biaya sosial karena resistensi ini, dan terjadi kematian 2x lebih besar karena
resistensi antibiotik (APUA, 2010). Berdasarkan latar belakang diatas perlu dilakukan
evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien PPOK eksaserbasi akut di instalasi rawat
inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2016-2017. Pemakaian antibiotik perlu evaluasi apakah
terapi antibiotik yang diberikan di rumah sakit tersebut tepat indikasi, tepat pasien, tepat
obat dan tepat dosis.
c. Penatalaksanaan
PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan irreversible.
Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan stabil dan eksaserbasi akut.
Penatalaksanaan PPOK berdasarkan PDPI (2016):
1) Tujuan penatalaksanaan berdasarkan GOLD (2006) dan dan PDPI (2016):
a) Meminimalkan gejala
b) Pencegahan terjadinya eksaserbasi
c) Pencegahan terjadinya penurunan fungsi paru
d) Peningkatan kualitas hidup
2) Penatalaksanaan umum PPOK terdiri dari:
a) Edukasi Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada PPOK keadaan stabil yang
dapat dilakukan dalam jangka panjang karena PPOK merupakan penyakit kronis
yang progresif dan irreversible. Intervensi edukasi untuk menyesuaikan
keterbatasan aktifitas fisik dan pencegahan kecepatan penurunan fungsi paru.
Edukasi dilakukan menggunakan bahasa yang singkat, mudah dimengerti dan
langsung pada inti permasalahan yang dialami pasien. Pelaksanaan edukasi
seharusnya dilakukan berulang dengan materi edukasi yang sederhana dan
singkat dalam satu kali pertemuan. Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
b) Mengetahui proses penyakit
c) Melakukan pengobatan yang optimal
d) Mencapai aktifitas yang maksimal
e) Mencapai peningkatan kualitas hidup Materi edukasi yang dapat diberikan yaitu:
(1) Dasar- dasar penyakit PPOK
(2) Manfaat dan efek samping obat-obatan
(3) Mencegah penyakit tidak semakin memburuk
(4) Menjauhi faktor penyebab (seperti merokok)
(5) Menyesuaikan aktifitas fisik Materi edukasi menurut prioritas yaitu:
(a) Penyampaian berhenti merokok dilakukan pada saat pertama kali
penegakan diagnosis PPOK.
(b) Penggunaan dari macam-macam dan jenis obat yang meliputi: cara
penggunaan, waktu penggunaan dan dosis yang benar serta efek
samping penggunaan obat.
(c) Waktu dan dosis penggunaan oksigen. Mengenal efek samping
kelebihan dosis penggunaan oksigen dan cara mengatasi efek samping
penggunaan oksigen tersebut.
(d) Mengetahui gejala eksaserbasi akut dan penatalaksanannya seprti
adanya sesak dan batuk, peningkatan sputum, perubahan warna sputum,
dan menjauhi penyebab eksaserbasi.
(e) Penyesuaian aktifitas hidup dengan berbagai keterbatasan aktifitasnya.
f) Terapi obat yaitu: bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti oksidan,
mukolitik dan antitusif.
g) erapi oksigen Pasien PPOK mengalami hipoksemia yang progresif dan
berkepanjangan sehingga menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian
terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya.
h) Ventilasi mekanis Ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada eksaserbasi
dengan adanya gagal nafas yang akut, gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
atau PPOK derajat berat dengan gagal nafas kronis. Ventilasi mekanis dapat
dilakukan di rumah sakit (ICU) dan di rumah.
i) Nutrisi Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan
meningkatnya kebutuhan energi sebagai dampak dari peningkatan otot pernafasan
karena mengalami hipoksemia kronis dan hiperkapni sehingga terjadi
hipermetabolisme. Malnutrisi akan meningkatkan angka kematian pada pasien
PPOK karena berkaitan dengan penurunan fungsi paru dan perubahan analisa gas
darah.
j) Rehabilitasi Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan toleransi
pasien PPOK terhadap katifitas fisik yaitu: menyesuaikan aktifitas, latihan batuk
efektif dan latihan pernafasan.

Anda mungkin juga menyukai