Oral Habit
Oral bad habit (kebiasaan buruk pada rongga mulut) adalah pola perilaku yang
dilakukan seseorang secara berulang dan spontan secara tidak normal pada rongga
mulut sehingga mengganggu fungsi rongga mulut (Shahraki et al., 2012 dan
Goenharto et al., 2016). Oral habit memiliki peranan penting dalam perkembangan
fisik dan emosional individu, tetapi oral habit menjadi masalah apabila dilakukan
lebih lama dari waktunya sehingga mempengaruhi perkembangan fisik dan sosial
(Muthu dan Sivakumar, 2009).
Oral bad habit memiliki keterkaitan dengan masalah pada rongga mulut. Oral bad
habit dapat berdampak terhadap perkembangan dentoalveolar, sehingga
membutuhkan perhatian dalam kontrol dan pencegahan untuk memperbaiki
perubahan dentoalveolar. Selain itu, efek stress yang ditimbulkan selama
perkembangan oral habit ditemukan meningkat pada masyarakat modern
dibandingkan dengan dekade terdahulu (Shahraki et al., 2012).
Terdapat beberapa macam kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi gigi geligi,
diantaranya adalah kebiasaan bernapas melalui mulut, menghisap jari, menghisap
bibir, menggigit kuku, tounge thrusting dan bruxism.
a. Bernapas melalui mulut
Salah satu jenis oral bad habit yaitu bernapas melalui mulut atau mouth
breathing yang memiliki prevalensi yang tinggi tanpa perbedaan yang signifikan
berdasarkan jenis kelamin (Menezes et al., 2006). Mouth breathing dapat
mempengaruhi pertumbuhan dentofasial dan profil jaringan lunak (Budianto et
al.,2008; Basheer et al.,2014).
Kebiasaan bernapas melalui mulut) terjadi karena adanya obtruksi
nasopharyngeal (Cobourne dan DiBiase,2010). Kebiasaan bernapas melalui mulut
dapat didiagnosis melalui beberapa cara antara lain nasal resistance, lip-sealing
function, dan subjective symptoms yang dipastikan dengan bertanya langsung
kepada penderita (Fujimoto et al.,2009). Bibir atas yang pendek dan tetap terbuka
saat diam, meningkatnya overjet dan peningkatan tekanan dari pipi yang tertarik
mungkin menyebabkan lengkung gigi rahang atas sempit merupakan tanda klinis
dari penderita yang memiliki kebiasaan bernapas melalui mulut (Jain et al.,2014).
Seseorang yang memiliki riwayat nasal blockage dan mouth breathing memiliki
bibir yang iinkompeten dan adanya peningkatan tinggi wajah yang dikenal dengan
adenoidal face (Cobourne dan DiBiase,2010). Selain itu, kebiasaan bernapas
melalui mulut juga dapat didiagnosis dengan tes klinis berupa graded minor test,
water retention test, dan lip seal test (Pacheco et al.,2015).
b. Menghisap jari
Mengisap ibu jari atau jari mereka pada waktu singkat selama masa bayi
atau anak usia dini merupakan salah satu kebiasaan yang dianggap normal jika
terjadi selama 2 tahun pertama kehidupan. Ketika terlihat pengurangan aktiitas
menghisap jari, maka kebiasaan akan hilang sendiri tanpa intervensi. Usia rata-
rata hialngnya kebiasaan menghisap jari yaitu pada umur 3,8 tahun, penelitian lain
menunjukkan insidensi persisten hingga 20% pada usia 4 tahun. Jika intensitas
kebiasaan itu berlanjut atau meningkat ketika melampaui usia4 tahun, tindakan
korektif mungkin diperlukan untuk menghindari masalah oklusi yang tidak
diinginkan. (Mcdonald, 2011)
. Tekanan yang dihasilkan dari kebiasaan tersebut dapat menghasilkan
perubahan segmen anterior lengkung gigi dengan flare labial dan jarak protrusif
gigi anterior rahang atas dan peningkatan overjet. Selain itu terjadi remodelling
proses alveolar rahang atas dan perpindahan vertikal dari gigi anterior rahang atas
dapat menghasilkan open-bite. Selain itu, digit positioning dapat mengganggu
erupsi gigi insisif bawah sehingga memperjelas kesan openbite. Menghisap jari
dengan pola intens yang berkelanjutan akan berpengaruh pada inklinasi insisif
mandibla kea rah lingual sehingga meningkatkan oerjet. Selanjutnya peningkatan
open bite dan oerjet menyebabkan aktiitas otot yang abnormal sehingga lidah
cenderung ke depan saat menelan sebagai adaptasi pada ruang di anterior.
(Mcdonald, 2011)
c. Tongue thrusting
Tongue thrust adalah kondisi yang ditandai dengan kontak lidah dengan
gigi anterior saat proses penelanan. Tulley (1969) mendefinisikan tongue
thrusting sebagai pergerakan lidah diantara gigi anterior untuk bertemu dengan
bibir bawah pada saat menelan. Tongue thrusting merupakan oral habit yang
berhubungan dengan pola menelan pada masa kecil yang berkelanjutan sehingga
menyebabkan gigitan terbuka di anterior. (Gowrisankar & Chetan, 2009)
Klasifikasi sederhana tongue thrust :
o Simple tongue thrust dicirikan sebagai kontak normal gigi sepanjang aksi
pengunyahan disertai dengan pergerakan lidah maju kedepan ke open bite untuk
menjaga penutupan anterior selama pengunyahan. (Gowrisankar & Chetan, 2009)
o Complex tongue thrust dicirikan sebagai oklusi yan terbuka selama
pengunyahan.
Tongue thrust terkadang dapat terjadi sebagai hasil dari tekanan
dari habit yang lain yang tidak berkelanjutan seperti thumb sucking .
Terkadang dapat dilihat ada anak yang dipaksa meninggalkan thumb sucking ,
malah memiliki kebiasaan tongue thrusting. (Gowrisankar & Chetan, 2009)
(Gowrisankar & Chetan, 2009)
Tanda klinis yang muncul yaitu berupa proklinasi pada gigi anterior,
anterior open bite, bimaxilarry protrusti, posterior open bite, pada kasus lateral
tongue thrusting dapat muncul tanda klinis seperti posterior crossbite.
(Gowrisankar & Chetan, 2009)
Manajemen tongue thrusting dapat dilakukan dengan menghilangkan
etiologi dan diikuti dengan perawatan otodontik untuk mengkoreksi maloklusi
dan dilanjutkan dengan piranti lepasan untuk mengkoreksi kebiasaan buruk. Pada
umumnya kebiasaan buruk tongue thrust akan terkoreksi pada usia 8-9 tahun
ketika gigi anterior permanen telah tumbuh sempurna karena terdapat peningkatan
keseimbangan otot saat penelanan. Namun terlihat bahwa intersepsi ortodontik
biasanya lebih berhasil daripada koreksi jika dimulai selama tahap awal
pertumbuhan gigi campuran atau antara usia 9-11 tahun. (Gowrisankar & Chetan,
2009)
d. Bruxism
Bruxism adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan karakteristik
kepribadian tertentu, kecemasan dan hiperaktif - terutama dipicu oleh peristiwa
kehidupan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin.
Prevalensi bruxism pada anak-anak diperkirakan berkisar dari 7% sampai 15,1%.
Beberapa penelitian menunjukkan frekuensi kejadian lebih tinggi pada wanita
dibandingkan laki-laki. Bruxism adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan
karakteristik kepribadian tertentu, kecemasan dan hiperaktif - terutama dipicu
oleh peristiwa kehidupan, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis
kelamin. Prevalensi bruxism pada anak-anak diperkirakan berkisar dari 7%
sampai 15,1%. Beberapa penelitian menunjukkan frekuensi kejadian lebih tinggi
pada wanita dibandingkan laki-laki. (Antonio, 2006)
Bruxism dapat terjadi pada siang atau malam hari. Biasanya pasien
mengoklusikan gigi sepanjang hari dan menggertakkan gigi pada saat tidur.
Dilaporkan bruxism nocturnal lebih sering dengan variasi antar individu yang
biasanya berhubungan dengan emosional atau stres fisik. Faktor etiologi yang
mungkin terkait dengan bruxism dilaporkan multifaktor, beberapa teori
menunjukkan etiologi dibagi dalam beberapa kategori, yaitu kondisi yang
berhungan dengan psikologis, faktor lokal dan sistemik. Faktor lokal terkait
dengan ganguan oklusi, maloklusi dan kelainan sendi temporomandibular. Faktor
sistemik terkait dengan penyakit alergi.(Antonio, 2006)
Bruxism umumnya akan menyebabkan kerusakan permukaan gigi,
hipersensitif terhadap termal, mobilitas gigi, gangguan ligamen periodontal,
hipersementosis, fraktur mahkota, pulpitis dan pulpa nekrosis. Dengan demikian,
praktisi hendaknya memperhatikan, karena faktor etiologinya yang multifaktor,
maka penanganannya dapat meliputi pengurangan oklusal (occlusal adjustment),
penggunaan piranti interoklusal, modifikasi perilaku dan obatobatan. (Antonio,
2006)
Pengobatan anak-anak dengan bruxism dapat dirujuk ke psikolog, karena
diketahuia bahwa tingkat stres emosional yang dihasilkan oleh peristiwa
kehidupan yang dialami oleh pasien merupakan faktor yang menyebabkan
bruxism mereka.
e. Menggigit kuku
Menggigit kuku atau onikofagia adalah kebiasaan buruk yang dapat
menghilangkan stres. Onychophagia, kebiasaan menggigit kuku umumnya
diamati pada anak-anak dan dewasa muda. Menggigit kuku termasuk menggigit
kutikula dan jaringan lunak yang mengelilingi kuku serta menggigit kuku itu
sendiri. Onychophagy adalah penyakit kuku yang disebabkan oleh luka berulang
pada kuku. Kebutuhan untuk menggigit atau memakan kuku berkaitan dengan
keadaan kecemasan emosional emosional. Seorang anak yang menggigit kuku
menunjukkan gangguan evolusi yang berkaitan dengan tahap perkembangan
psikologis secara oral.
Anak-anak yang menggigit kuku berisiko mengembangkan maloklusi
pada gigi anterior. Kekuatan non-fisiologis yang bekerja pada gigi, seperti dari
gigitan kuku, dapat mempercepat resorpsi atau menyebabkan resorpsi akar apikal.
(Odenrick et al, 1985) Pemeriksaan gigi pada pasien-pasien ini dapat
menunjukkan crowding, rotasi, dan gesekan pada tepi insisal dari insisivus
mandibula dan tonjolan pada insisivus rahang atas. (Maloklusi ini diciptakan oleh
tekanan dari kebiasaan onychophagia. Kebiasaan menggigit kuku yang kuat dan
terus-menerus menyebabkan kerusakan alveolar di area gigi yang terlibat.
Menggigit kuku kronis dapat menghasilkan fraktur kecil di tepi gigi seri, dan
gingivitis mungkin diakibatkan oleh gigitan kuku yang terus-menerus. Anak yang
menggigit kuku berisiko mengalami maloklusi gigi anterior. Kekuatan non-
fisiologis yang bekerja pada gigi, seperti dari gigitan kuku, dapat mempercepat
resorpsi atau menyebabkan resorpsi akar apikal. Pemeriksaan gigi pada pasien-
pasien ini dapat menunjukkan crowding, rotasi, dan gesekan pada tepi insisal dari
insisivus mandibula dan tonjolan pada insisivus rahang atas. Maloklusi ini
diciptakan oleh tekanan dari kebiasaan onychophagia. Kebiasaan menggigit kuku
yang kuat dan terus-menerus menyebabkan kerusakan alveolar di area gigi yang
terlibat. Menggigit kuku kronis dapat menghasilkan fraktur kecil di tepi gigi seri,
dan gingivitis dapat terjadi akibat gigitan kuku yang berkelanjutan. (Hideharu,
2003)
Tingkat keparahan maloklusi yang terkait dengan menggigit kuku
tergantung pada intensitas, durasi, dan frekuensi kebiasaan. Cara terbaik untuk
menghilangkan kebiasaan menggigit kuku adalah dengan mengedukasi,
merangsang kebiasaan baik, mengembangkan kesadaran, dan dengan demikian
menjamin hasil yang efektif, Selama perawatan, anak harus diberikan dukungan
dan dorongan emosional. Pendekatan multidisiplin harus fokus pada upaya
membangun kepercayaan diri dan harga diri anak. (Tanaka et al, 2008)
II. Ankyloglossia
Ankyloglossia didefinisikan sebagai sisa embriologis dari jaringan membran
frenulum di garis tengah antara permukaan bawah lidah dan dasar mulut – yang
pendek, tebal, dan tidak elastis sehingga membatasi gerakan lidah normal
(International Affiliation of Tongue-Tie Professionals = IATP,2011). Insidens
ankyloglossia dilaporkan berkisar 4,2-10,7% pada bayi baru lahir, dan hanya sekitar
25% dari keseluruhan kasus mengalami kesulitanmenyusui. Kondisi ankyloglossia
dapat merupakan varian genetik dalam keluarga.
Diagnosis ankyloglossia berdasarkan klasifikasi anatomis dibagi menjadi:2
Diagnosis dan Tata Laksana Ankyloglossia (Tongue-Tie)
• Tipe I : insersi frenulum pada ujung permukaan bawah lidah
• Tipe II : insersi frenulum di belakang ujung permukaan lidah
• Tipe III : frenulum tebal dan ketat (tidak elastis)
• Tipe IV : frenulum ketat di pangkal lidah
Ankyloglossia tipe I dan II dikenal dengan ankyloglossia anterior, tipe III disebut
ankyloglossia posterior, dan tipe IV tergolong ankyloglossia submukosa. Indikasi
frenotomi ditegakkan berdasar penilaian tampilan struktur dan fungsi frenulum
lingual.
6. Herpangina
Herpangina adalah infeksi coxsackievirus A. Herpangina dapat
dibedakan dari infeksi herpes primer dengan lokasi vesikel yang
berbeda, yang ditemukan di tonsil atau faring. Lesi herpangina tidak
menyatuuntuk membentuk area ulserasi yang luas. Kondisi ini berumur
pendek. (Badrinatheswar, 2010)
7. Hand, foot mouth disease
Infeksi coxsackievirus A ini menghasilkan ruam makulopapular pada
tangan dan kaki. Vesikel intraoral pecah untuk menghasilkan ulserasi
yang menyakitkan. Kondisi itu berlangsung selama 10-14 hari.
(Badrinatheswar, 2010)
d. Kelainan darah
1. Hemofilia
Hemofilia adalah kelainan hemostasis akibatdari kekurangan
procoagulant. Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan bawaan yang
mempengaruhi sekitar 1 dari 7500 laki-laki.1 Hemofilia A, atau hemofilia
klasik, terjadi akibat defisiensi faktor VIII, juga dikenal sebagai faktor
antihemofilik. Defisiensi Faktor VIII adalah yang paling umum dari
hemofili dan diwariskan sebagai sifat resesif terkait kromosom X.
Hemofilia B atau dkenal sebagai Christmas disease disebakan defisiensi
factor IX yaitu komponen plasma tromboplastin yang juga diwariskan
sebagai sifat resesif pada kromosom X. (Mcdonald, 2011)
Penyakit Von Willebrand adalah kelainan perdarahan herediter
yang dihasilkan dari kelainan faktor Von Willebrand (VWF) ditemukan
dalam plasma, trombosit, megakaryocytes, dan sel endotel. VWF beredar
bersamaan dengan faktor VIII dan merupakan komponen penting dalam
pembentukan sumbat trombosit primer. (Mcdonald, 2011)
Faktor VIII konsentrat digunakan untuk pengobatan hemofilia A.
Pada hemofilia defisiensi faktor VIII ringan, DDAVP (1-deamino-8-D-
arginine vasopressin) (Sanofi-Aventis, Bridgewater, NJ) dapat digunakan
untuk mencapai kondisi hemostasis. DDAVP (desmopressin asetat) adalah
sintetis analog dari hormon hipofisis alami 8-arginin vasopresin (hormon
antidiuretik) yang mempengaruhi konservasi air pada ginjal. Level puncak
diperoleh sekitar 1 jam setelah pemberian melalui intravena dan subkutan
dan 90 menit setelah administrasi intranasal. Sedangkan hemofilia
defisiensi faktor IX diobati dengan konsentrat faktor koagulasi IX
(monoklonal dan rekombinan). (Mcdonald, 2011)
Agen antifibrinolitik adalah terapi tambahan untuk manajemen gigi
pasien dengan gangguan perdarahan dan penting untuk pencegahan
perdarahan pada perawatan gigi. Agen-agen ini termasuk -Aminocaproic
acid (Amicar, Xanodyne Pharmaceuticals, Florence, KY) dan asam
traneksamat (Cyklokapron, Pfi zer, New York). Pasien hemofilik
membentuk fibrin clot yang mungkin mudah lepas atau cepat larut,
terutama dalam mulut. di mana fibrinolisis lokal meningkat.
Antifibrinolitik mencegah lisis bekuan di dalam rongga mulut. Terapi ini
digunakan sebagai tambahan untuk faktor penggantian konsentrat.
(Mcdonald, 2011)
Pada anak-anak, asam-Aminocaproic diberikan segera sebelum
perawatan gigi dengan dosis pemuatan awal 100 hingga 200 mg / kg
melalui mulut hingga dosis total maksimum 10 g. Selanjutnya, 50 hingga
100 mg / kg per dosis hingga total dosis maksimum 5 g diberikan secara
oral setiap 6 jam selama 5 hingga 7 hari. Atau, untuk pasien dengan
ukuran dewasa kira-kira atau lebih berat dari 30 kg, rejimen dari 3 g
melalui mulut empat kali sehari tanpa dosis pemuatan dapat digunakan.
Keuntungan asam -Aminocaproic untuk anak-anak adalah tersedia dalam
bentuk tablet dan cair. Dosis asam traneksamat orang dewasa dan anak-
anak adalah 25 mg / kg diberikan segera sebelum perawatan gigi. Dosis
yang sama dilanjutkan setiap 8 jam selama 5 hingga 7 hari. (Lee et al,
2005)
Daftar Pustaka :
1. Antonio AG. Bruxism in Children: A Warning Sign for Psychological
Problems. J Can Dent Assoc 2006;72(2):155–60
2. Asnani, Kanchan Harikishan. Essentials of Pediatric Dentistry. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd., 2010.
3. Badrinatheswar, G. V. (2010). Pedodontics Practice and
Management. \India: Jaypee.
4. Cameron, Angus C., Richard P Widmer. 2008. Handbook of
pediatricdentistry.China: Elsevier. Edisi 3. Hal 49.
5. Gowri sankar, Singaraju & Chetan, kumar. (2009). Tongue Thrust Habit
-A Review. Annals and Essences of Dentistry.
6. Muthu, M.S, and Sivakumar,N, 2009, Pediatric Dentistry : Principles
andPractice, Elsevier, New Delhi,pp 196
7. Mc Donald, Dean, Avery. Dentistry for The Child and Adolescent.
9thed.Missouri: Mosby-Year Book, Inc. 151-175. 2011
8. Shahraki N, Yassaei S, Moghadam GM. Abnormal oral habits: A
review.Journal of Dentistry and Oral Hygiene 2012; 4(2): 12-5.
9. Odenrick L, Brasttstrom V. Nailbiting: Frequency and association with root
resorption during orthodontic treatment. Br J Orthod 1985;12:78-81.
10. Lee AP, et al. Effectiveness in controlling haemorrhage after dental
scaling in people with haemophilia by using tranexamic acid
mouthwash, Br Dent J 198(1):33-38; discussion 26, 2005