NEW NORMAL
2020
Alasan New Normal Indonesia Berpotensi Gagal dan 3 Strategi Mengatasinya
Kompas.com - 27/06/2020, 17:02 WIB Bagikan: Komentar (1) Calon penumpang Kereta Rel
Listrik (KRL) Commuter Line antre di Stasiun Kota Bogor, Selasa (9/6/2020). Pihak stasiun
menerapkan protokol kesehatan kepada para penumpang antara lain penerapan pembatasan
jumlah kapasitas penumpang di dalam gerbong KRL. Lihat Foto Calon penumpang Kereta
Rel Listrik (KRL) Commuter Line antre di Stasiun Kota Bogor, Selasa (9/6/2020). Pihak
stasiun menerapkan protokol kesehatan kepada para penumpang antara lain penerapan
pembatasan jumlah kapasitas penumpang di dalam gerbong KRL.
(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO) Editor Shierine Wangsa Wibawa Oleh I
Nyoman Sutarsa, Elan A Lazuardi, Rabiah Al Adawiyah dan Rizki Fillaili JUMLAH kasus
baru Covid-19 di Indonesia masih terus mengalami peningkatan. Namun, pemerintah
Indonesia memutuskan untuk segera menerapkan ‘normal baru’ untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ‘normal baru’ memungkinkan masyarakat mulai masuk
kantor dan sekolah. Pusat perbelanjaan mulai dibuka dengan tetap mengindahkan protokol
kesehatan. Pekan lalu sangat berat bagi Indonesia karena kasus baru harian mencapai lebih
dari 1.000 selama tujuh hari berturut-turut. Pada Rabu, Indonesia telah menggeser posisi
Singapura sebagai negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara.
Indonesia menghadapi tekanan kuat untuk segera membuka perekonomian demi merangsang
pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat pengangguran dan mencegah peningkatan angka
kemiskinan akibat pandemi Covid-19. Namun, kebijakan ‘normal baru’ di Indonesia
memiliki tiga kelemahan mendasar. Kami mengusulkan tiga strategi untuk mengatasinya.
Kurva epidemi tidak menurun Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumumkan penerapan
kebijakan ‘normal baru’ pada 15 Mei lalu. Sejak pengumuman tersebut, politikus dan
pengusaha menggunakan narasi ‘normal baru’ untuk mendorong pemulihan ekonomi guna
menciptakan stabilitas ekonomi. Sayangnya, ‘normal baru’ dapat membangun rasa aman
yang semu karena masyarakat beranggapan bahwa pandemi sudah terkendali. Mengingat
jumlah kasus yang terus meningkat, arahan pemerintah Indonesia terkait implementasi
‘normal baru’ masih terlalu dini. Kurva pandemi di Indonesia belum menunjukkan tanda
penurunan sejak April 2020. Per 24 Juni, tercatat 49.009 kasus aktif, dengan angka kematian
mencapai 5.3%. Dalam 24 jam terakhir tercatat sebanyak 1.113 kasus baru. Cakupan tes
Covid-19 dengan menggunakan apus tenggorokan di Indonesia juga tergolong rendah
sedunia. Pada 24 Juni, proporsi tes di Indonesia hanya mencapai 2.444 orang per satu juta
penduduk. Ini jauh lebih rendah dibanding Singapura (116.996), Australia (84.459) atau
Malaysia (21.436). Jumlah infeksi Covid-19 juga tergolong yang tertinggi di dunia. Per 24
Juni, 11.8% dari 413.919 tes ditemukan positif - jauh lebih tinggi dibanding Italia (0,4%),
Malaysia (0,39%) atau Australia (0,05%). Dengan cakupan tes yang rendah, ditambah dengan
sistem kesehatan dan sistem pemantauan yang kurang memadai, serta kurangnya transparansi
data, kebijakan ‘normal baru’ dapat meningkatkan risiko terjadinya wabah yang mengganggu
stabilitas ekonomi dan sosial dalam jangka panjang. Dua hari setelah pemberlakuan ‘normal
baru’, Spanyol melaporkan 25 kasus baru di tiga distrik. Pemerintah Spanyol kembali
menerapkan sejumlah aturan pembatasan sosial. Hal serupa ditemukan di Jerman yang
menerapkan ‘normal baru’ per 20 April ketika kasus harian masih di atas 1.000. Saat ini,
Jerman melaporkan kasus aktif yang cukup tinggi yaitu 4.215 kasus dalam satu minggu
terakhir. Kebijakan diskriminatif Kedua, kebijakan ‘normal baru’ adalah kebijakan top-down
yang menggunakan satu pendekatan untuk semua. Pendekatan ini cenderung mengabaikan
realitas bahwa masyarakat memiliki kebutuhan dan kerentanan yang beragam semasa
pandemi. Sejauh ini, pemerintah belum mampu mengakomodasi kebutuhan sekitar 60-71%
pekerja informal di Indonesia, misalnya para pedagang kaki lima, pedagang pasar, dan buruh
harian. Secara global, sebagian besar protokol ‘normal baru’ dirancang berdasarkan
kebutuhan sektor formal. Indonesia juga menerapkan model serupa. Dalam protokol tersebut,
banyak aturan yang tidak dapat diterapkan pada sektor informal, misalkan saja protokol
kesehatan di warung-warung kelontong, tempat pembatasan fisik menjadi mustahil. Terakhir,
kebijakan ‘normal baru’ masih memihak pada kelas menengah atas. Protokol kesehatan di era
‘normal baru’ masih berpusat pada beberapa strategi populer seperti pembatasan fisik dan
penggunaan alat pelindung diri (APD). Strategi tersebut dinilai menguntungkan masyarakat
yang mampu, sedangkan kelompok masyarakat yang bergantung pada pendapatan harian
mengalami kesulitan untuk bekerja dari rumah atau menyediakan APD secara mandiri.
Strategi-strategi ini juga cenderung menempatkan individu sebagai pengemban tanggung
jawab. Sedangkan pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana meningkatkan sistem jaminan
kesehatan dan sosial serta bagaimana menciptakan penghidupan yang berkelanjutan dan
ketangguhan masyarakat cenderung diabaikan. Menimbang ulang normalitas Kebijakan
‘normal baru’ dapat menciptakan rasa aman dan stabilitas bagi sebagian kelompok
masyarakat semasa pandemi. Namun, hal ini tidak dapat dijadikan sebagai kerangka untuk
mengatasi krisis yang ditimbulkan oleh Covid-19. Bagi sebagian besar masyarakat, seperti
kelompok marjinal, banyak hal tidak pernah normal Pertama, panduan ‘normal baru’ harus
dirancang secara hati-hati untuk mencapai visi jangka panjang dalam mewujudkan
penghidupan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Memperkuat sistem
kesehatan, menciptakan sistem perlindungan sosial yang adaptif, serta membangun solidaritas
sosial, dan ketangguhan masyarakat harus menjadi muatan inti dari panduan ‘normal baru’.
Komponen tersebut telah terbukti efektif dalam pemulihan penghidupan berkelanjutan selama
dan setelah periode krisis, termasuk kedaruratan kesehatan masyarakat dan bencana alam.
Kedua, kebijakan ‘normal baru’ harus mempertimbangkan kompleksitas kebutuhan dari
berbagai segmen masyarakat selama pandemi. Untuk itu, diperlukan data termasuk yang
menyangkut gender, lokasi geografis, status sosial ekonomi, disabilitas dan situasi tempat
tinggal. Data tersebut sangat penting dalam pengembangan dan implementasi panduan
‘normal baru’. Pemerintah harus berkonsultasi dengan kelompok-kelompok masyarakat
menggunakan pendekatan bottom-up. Hal ini sangat penting untuk menjamin kesesuaian
kebijakan terhadap kebutuhan berbagai segmen masyarakat, misalkan wilayah perkotaan dan
pedesaan, atau sektor informal dan formal. Kebijakan ‘normal baru’ harus menyertakan
strategi komunikasi risiko yang lebih efektif bagi masyarakat lokal, dengan memanfaatkan
sistem masyarakat dan jaringan sosial yang telah terbangun secara organik. Ketiga, persiapan
sebelum implementasi ‘normal baru’ sangat penting. Pengalaman Selandia Baru dan Vietnam
dapat menjadi sumber pembelajaran bagi Indonesia terkait pentingnya fase persiapan untuk
menyeimbangkan risiko kesehatan masyarakat dan risiko ekonomi selama dan sesudah
pandemi. Kedua negara tersebut telah memperkuat kapasitas dan strategi tes, dan hanya
melonggarkan sebagian pembatasan sosial beberapa minggu setelah kurva pandemi mencapai
puncak. Mereka menunggu sampai risiko penularan di komunitas menjadi minimal atau tidak
ada sebelum menerapkan kebijakan ‘normal baru’. ‘Normal baru’ bukanlah tahap akhir,
namun lebih merupakan proses untuk membangun ketangguhan. Pemahaman bahwa risiko
tidak tersebar secara merata sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang adil, dan harus
mencakup pemahaman struktural yang lebih luas seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial.
I Nyoman Sutarsa Lecturer in Rural Clinical School, ANU Medical School, Australian
National University Elan A Lazuardi PhD candidate, UNSW Rabiah Al Adawiyah PhD
candidate, The Kirby Institute, UNSW Rizki Fillaili Mahasiswa Doktoral, Australian
National University Artikel ini tayang di Kompas.com berkat kerja sama dengan The
Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambil dari artikel asli berjudul "Mengapa ‘new
normal’ di Indonesia berpotensi gagal dan upaya apa yang dapat dilakukan" Isi di luar
tanggung jawab Kompas.com.
Panduan Lengkap Penerapan New Normal yang Wajib Dipatuhi Perusahaan
Kompas.com - 25/05/2020, 09:03 WIB Bagikan: Komentar (4) Jumlah pekerja yang terimbas
pemutusan hubungan kerja (PHK) karena wabah virus corona sudah mencapai lebih dari dua
juta orang Lihat Foto Jumlah pekerja yang terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK) karena
wabah virus corona sudah mencapai lebih dari dua juta orang (Aloysius Jarot
Nugroho/Antara) Penulis Muhammad Idris | Editor Muhammad Idris JAKARTA,
KOMPAS.com - Pemerintah menerbitkan protokol normal baru ( new normal) bagi
perkantoran dan industri dalam menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19 yang diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan. Implementasi new normal diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan
Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung
Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) dalam rangka percepatan penanganan
Covid-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat
kerja. Namun, dunia usaha tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda
perekonomian harus tetap berjalan. Peliburan karyawan dalam jangka waktu yang lama
dinilai bisa mengakibatkan ekonomi terhenti. Baca juga: Sektor Mana yang Paling Cepat
Bangkit Saat New Normal? Ini Kata Sandiaga Berikut panduan lengkap aturan new normal
yang harus dipatuhi perusahaan di tempat kerja, baik di perkantoran maupun industri
( pabrik), sebagaimana dirangkum Kompas.com dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/328/2020, Senin (25/5/2020). Perusahaan wajib membentuk Tim
Penanganan Covid-19 di tempat kerja yang terdiri dari pimpinan, bagian kepegawaian,
bagian K3 dan petugas Kesehatan yang diperkuat dengan surat keputusan dari pimpinan
tempat kerja. Pimpinan atau pemberi kerja memberikan kebijakan dan prosedur untuk pekerja
melaporkan setiap ada kasus dicurigai Covid-19 (gejala demam atau batuk/pilek/nyeri
tenggorokan/sesak napas) untuk dilakukan pemantauan oleh petugas kesehatan. Tidak
memperlakukan kasus positif sebagai suatu stigma. Pengaturan bekerja dari rumah (work
from home) dengan menentukan pekerja esensial yang perlu tetap bekerja/datang ke tempat
kerja dan pekerja yang dapat melakukan pekerjaan dari rumah. Di pintu masuk tempat kerja
lakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermogun, dan sebelum masuk kerja
terapkan Self Assessment Risiko Covid-19 untuk memastikan pekerja yang akan masuk kerja
dalam kondisi tidak terjangkit Covid-19. Pengaturan waktu kerja tidak terlalu panjang
(lembur) yang akan mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang dapat
menyebabkan penurunan sistem kekebalan/imunitas tubuh. Jika memungkinkan tiadakan
shift 3 (waktu kerja yang dimulai pada malam hingga pagi hari). Bagi pekerja shift 3 atur
agar yang bekerja, terutama pekerja berusia kurang dari 50 tahun. Mewajibkan pekerja
menggunakan masker sejak perjalanan dari/ke rumah, dan selama di tempat kerja. Mengatur
asupan nutrisi makanan yang diberikan oleh tempat kerja, pilih buah-buahan yang banyak
mengandung vitamin C seperti jeruk, jambu, dan sebagainya untuk membantu
mempertahankan daya tahan tubuh. Jika memungkinkan pekerja dapat diberikan suplemen
vitamin C. Memastikan seluruh area kerja bersih dan higienis dengan melakukan
pembersihan secara berkala menggunakan pembersih dan desinfektan yang sesuai (setiap 4
jam sekali). Terutama pegangan pintu dan tangga, tombol lift, peralatan kantor yang
digunakan bersama, area dan fasilitas umum lainya. Menjaga kualitas udara tempat kerja
dengan mengoptimalkan sirkulasi udara dan sinar matahari masuk ruangan kerja,
pembersihan filter AC. Menyediakan hand sanitizer dengan konsentrasi alkohol minimal 70
persen di tempat-tempat yang diperlukan (seperti pintu masuk, ruang meeting, pintu lift, dll).
Menyediakan sarana cuci tangan (sabun dan air mengalir). Kemudian memberikan petunjuk
lokasi sarana cuci tangan. Lalu memasang poster edukasi cara mencuci tangan yang benar.
Physical distancing dalam semua aktivitas kerja. Pengaturan jarak antar-pekerja minimal 1
meter pada setiap aktivitas kerja (pengaturan meja kerja/workstation, pengaturan kursi saat di
kantin, dll). Mengampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) melalui Pola
Hidup Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tempat kerja seperti makanan
seimbang dan olahraga teratur. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Mendorong pekerja
mencuci tangan saat tiba di tempat kerja, sebelum makan, setelah kontak dengan
pelanggan/pertemuan dengan orang lain, setelah dari kamar mandi, setelah memegang benda
yang kemungkinan terkontaminasi. Hindari penggunaan alat pribadi secara bersama seperti
alat shalat, alat makan, dan lain lain. Berdamai dengan Covid-19 Menteri Kesehatan Terawan
Agus Putranto mengatakan, dunia usaha dan masyakat pekerja memiliki kontribusi besar
dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya
mobilitas, serta interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja. "Tempat kerja
sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang perlu
diantisipasi penularannya," kata Terawan seperti dikutip dalam laman resmi Kemenkes.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia akan memasuki
tatanan new normal. Menurut Jokowi, new normal adalah kondisi di mana masyarakat harus
berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19 karena virus itu tak akan hilang.
https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/27/170200723/alasan-new-normal-indonesia-
berpotensi-gagal-dan-3-strategi-mengatasinya?page=all.
https://money.kompas.com/read/2020/05/25/090300826/panduan-lengkap-penerapan-new-
normal-yang-wajib-dipatuhi-perusahaan?page=all.
https://travel.kompas.com/read/2020/07/11/143346227/buka-29-juli-ini-panduan-nonton-di-
bioskop-saat-new-normal?page=all.
https://travel.kompas.com/read/2020/07/13/103500427/tren-wisata-di-yogyakarta-selama-
new-normal-alam-dan-budaya?page=2.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/13/121500765/peringatan-who-untuk-indonesia-
soal-persiapan-new-normal?page=all.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/14/05554601/saat-pemerintah-akui-salah-
gunakan-diksi-new-normal?page=all.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/20/063100865/mengenal-apa-itu-new-normal-di-
tengah-pandemi-corona-?page=all.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/10/20263581/new-normal-bandara-soekarno-
hatta-terapkan-tiga-lapis-keamanan.