Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL

NEW NORMAL

DISUSUN OLEH : MAHMUDA YANTI

JURUSAN : DIPLOMA III GIZI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM DIPLOMA III JURUSAN GIZI

2020
Alasan New Normal Indonesia Berpotensi Gagal dan 3 Strategi Mengatasinya
Kompas.com - 27/06/2020, 17:02 WIB Bagikan: Komentar (1) Calon penumpang Kereta Rel
Listrik (KRL) Commuter Line antre di Stasiun Kota Bogor, Selasa (9/6/2020). Pihak stasiun
menerapkan protokol kesehatan kepada para penumpang antara lain penerapan pembatasan
jumlah kapasitas penumpang di dalam gerbong KRL. Lihat Foto Calon penumpang Kereta
Rel Listrik (KRL) Commuter Line antre di Stasiun Kota Bogor, Selasa (9/6/2020). Pihak
stasiun menerapkan protokol kesehatan kepada para penumpang antara lain penerapan
pembatasan jumlah kapasitas penumpang di dalam gerbong KRL.
(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO) Editor Shierine Wangsa Wibawa Oleh I
Nyoman Sutarsa, Elan A Lazuardi, Rabiah Al Adawiyah dan Rizki Fillaili JUMLAH kasus
baru Covid-19 di Indonesia masih terus mengalami peningkatan. Namun, pemerintah
Indonesia memutuskan untuk segera menerapkan ‘normal baru’ untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ‘normal baru’ memungkinkan masyarakat mulai masuk
kantor dan sekolah. Pusat perbelanjaan mulai dibuka dengan tetap mengindahkan protokol
kesehatan. Pekan lalu sangat berat bagi Indonesia karena kasus baru harian mencapai lebih
dari 1.000 selama tujuh hari berturut-turut. Pada Rabu, Indonesia telah menggeser posisi
Singapura sebagai negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi di Asia Tenggara.
Indonesia menghadapi tekanan kuat untuk segera membuka perekonomian demi merangsang
pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat pengangguran dan mencegah peningkatan angka
kemiskinan akibat pandemi Covid-19. Namun, kebijakan ‘normal baru’ di Indonesia
memiliki tiga kelemahan mendasar. Kami mengusulkan tiga strategi untuk mengatasinya.
Kurva epidemi tidak menurun Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengumumkan penerapan
kebijakan ‘normal baru’ pada 15 Mei lalu. Sejak pengumuman tersebut, politikus dan
pengusaha menggunakan narasi ‘normal baru’ untuk mendorong pemulihan ekonomi guna
menciptakan stabilitas ekonomi. Sayangnya, ‘normal baru’ dapat membangun rasa aman
yang semu karena masyarakat beranggapan bahwa pandemi sudah terkendali. Mengingat
jumlah kasus yang terus meningkat, arahan pemerintah Indonesia terkait implementasi
‘normal baru’ masih terlalu dini. Kurva pandemi di Indonesia belum menunjukkan tanda
penurunan sejak April 2020. Per 24 Juni, tercatat 49.009 kasus aktif, dengan angka kematian
mencapai 5.3%. Dalam 24 jam terakhir tercatat sebanyak 1.113 kasus baru. Cakupan tes
Covid-19 dengan menggunakan apus tenggorokan di Indonesia juga tergolong rendah
sedunia. Pada 24 Juni, proporsi tes di Indonesia hanya mencapai 2.444 orang per satu juta
penduduk. Ini jauh lebih rendah dibanding Singapura (116.996), Australia (84.459) atau
Malaysia (21.436). Jumlah infeksi Covid-19 juga tergolong yang tertinggi di dunia. Per 24
Juni, 11.8% dari 413.919 tes ditemukan positif - jauh lebih tinggi dibanding Italia (0,4%),
Malaysia (0,39%) atau Australia (0,05%). Dengan cakupan tes yang rendah, ditambah dengan
sistem kesehatan dan sistem pemantauan yang kurang memadai, serta kurangnya transparansi
data, kebijakan ‘normal baru’ dapat meningkatkan risiko terjadinya wabah yang mengganggu
stabilitas ekonomi dan sosial dalam jangka panjang. Dua hari setelah pemberlakuan ‘normal
baru’, Spanyol melaporkan 25 kasus baru di tiga distrik. Pemerintah Spanyol kembali
menerapkan sejumlah aturan pembatasan sosial. Hal serupa ditemukan di Jerman yang
menerapkan ‘normal baru’ per 20 April ketika kasus harian masih di atas 1.000. Saat ini,
Jerman melaporkan kasus aktif yang cukup tinggi yaitu 4.215 kasus dalam satu minggu
terakhir. Kebijakan diskriminatif Kedua, kebijakan ‘normal baru’ adalah kebijakan top-down
yang menggunakan satu pendekatan untuk semua. Pendekatan ini cenderung mengabaikan
realitas bahwa masyarakat memiliki kebutuhan dan kerentanan yang beragam semasa
pandemi. Sejauh ini, pemerintah belum mampu mengakomodasi kebutuhan sekitar 60-71%
pekerja informal di Indonesia, misalnya para pedagang kaki lima, pedagang pasar, dan buruh
harian. Secara global, sebagian besar protokol ‘normal baru’ dirancang berdasarkan
kebutuhan sektor formal. Indonesia juga menerapkan model serupa. Dalam protokol tersebut,
banyak aturan yang tidak dapat diterapkan pada sektor informal, misalkan saja protokol
kesehatan di warung-warung kelontong, tempat pembatasan fisik menjadi mustahil. Terakhir,
kebijakan ‘normal baru’ masih memihak pada kelas menengah atas. Protokol kesehatan di era
‘normal baru’ masih berpusat pada beberapa strategi populer seperti pembatasan fisik dan
penggunaan alat pelindung diri (APD). Strategi tersebut dinilai menguntungkan masyarakat
yang mampu, sedangkan kelompok masyarakat yang bergantung pada pendapatan harian
mengalami kesulitan untuk bekerja dari rumah atau menyediakan APD secara mandiri.
Strategi-strategi ini juga cenderung menempatkan individu sebagai pengemban tanggung
jawab. Sedangkan pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana meningkatkan sistem jaminan
kesehatan dan sosial serta bagaimana menciptakan penghidupan yang berkelanjutan dan
ketangguhan masyarakat cenderung diabaikan. Menimbang ulang normalitas Kebijakan
‘normal baru’ dapat menciptakan rasa aman dan stabilitas bagi sebagian kelompok
masyarakat semasa pandemi. Namun, hal ini tidak dapat dijadikan sebagai kerangka untuk
mengatasi krisis yang ditimbulkan oleh Covid-19. Bagi sebagian besar masyarakat, seperti
kelompok marjinal, banyak hal tidak pernah normal Pertama, panduan ‘normal baru’ harus
dirancang secara hati-hati untuk mencapai visi jangka panjang dalam mewujudkan
penghidupan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Memperkuat sistem
kesehatan, menciptakan sistem perlindungan sosial yang adaptif, serta membangun solidaritas
sosial, dan ketangguhan masyarakat harus menjadi muatan inti dari panduan ‘normal baru’.
Komponen tersebut telah terbukti efektif dalam pemulihan penghidupan berkelanjutan selama
dan setelah periode krisis, termasuk kedaruratan kesehatan masyarakat dan bencana alam.
Kedua, kebijakan ‘normal baru’ harus mempertimbangkan kompleksitas kebutuhan dari
berbagai segmen masyarakat selama pandemi. Untuk itu, diperlukan data termasuk yang
menyangkut gender, lokasi geografis, status sosial ekonomi, disabilitas dan situasi tempat
tinggal. Data tersebut sangat penting dalam pengembangan dan implementasi panduan
‘normal baru’. Pemerintah harus berkonsultasi dengan kelompok-kelompok masyarakat
menggunakan pendekatan bottom-up. Hal ini sangat penting untuk menjamin kesesuaian
kebijakan terhadap kebutuhan berbagai segmen masyarakat, misalkan wilayah perkotaan dan
pedesaan, atau sektor informal dan formal. Kebijakan ‘normal baru’ harus menyertakan
strategi komunikasi risiko yang lebih efektif bagi masyarakat lokal, dengan memanfaatkan
sistem masyarakat dan jaringan sosial yang telah terbangun secara organik. Ketiga, persiapan
sebelum implementasi ‘normal baru’ sangat penting. Pengalaman Selandia Baru dan Vietnam
dapat menjadi sumber pembelajaran bagi Indonesia terkait pentingnya fase persiapan untuk
menyeimbangkan risiko kesehatan masyarakat dan risiko ekonomi selama dan sesudah
pandemi. Kedua negara tersebut telah memperkuat kapasitas dan strategi tes, dan hanya
melonggarkan sebagian pembatasan sosial beberapa minggu setelah kurva pandemi mencapai
puncak. Mereka menunggu sampai risiko penularan di komunitas menjadi minimal atau tidak
ada sebelum menerapkan kebijakan ‘normal baru’. ‘Normal baru’ bukanlah tahap akhir,
namun lebih merupakan proses untuk membangun ketangguhan. Pemahaman bahwa risiko
tidak tersebar secara merata sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang adil, dan harus
mencakup pemahaman struktural yang lebih luas seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial.
I Nyoman Sutarsa Lecturer in Rural Clinical School, ANU Medical School, Australian
National University Elan A Lazuardi PhD candidate, UNSW Rabiah Al Adawiyah PhD
candidate, The Kirby Institute, UNSW Rizki Fillaili Mahasiswa Doktoral, Australian
National University Artikel ini tayang di Kompas.com berkat kerja sama dengan The
Conversation Indonesia. Tulisan di atas diambil dari artikel asli berjudul "Mengapa ‘new
normal’ di Indonesia berpotensi gagal dan upaya apa yang dapat dilakukan" Isi di luar
tanggung jawab Kompas.com.
Panduan Lengkap Penerapan New Normal yang Wajib Dipatuhi Perusahaan
Kompas.com - 25/05/2020, 09:03 WIB Bagikan: Komentar (4) Jumlah pekerja yang terimbas
pemutusan hubungan kerja (PHK) karena wabah virus corona sudah mencapai lebih dari dua
juta orang Lihat Foto Jumlah pekerja yang terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK) karena
wabah virus corona sudah mencapai lebih dari dua juta orang (Aloysius Jarot
Nugroho/Antara) Penulis Muhammad Idris | Editor Muhammad Idris JAKARTA,
KOMPAS.com - Pemerintah menerbitkan protokol normal baru ( new normal) bagi
perkantoran dan industri dalam menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19 yang diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan. Implementasi new normal diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan
Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung
Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) dalam rangka percepatan penanganan
Covid-19 telah menyatakan bahwa PSBB dilakukan salah satunya dengan meliburkan tempat
kerja. Namun, dunia usaha tidak mungkin selamanya dilakukan pembatasan, roda
perekonomian harus tetap berjalan. Peliburan karyawan dalam jangka waktu yang lama
dinilai bisa mengakibatkan ekonomi terhenti. Baca juga: Sektor Mana yang Paling Cepat
Bangkit Saat New Normal? Ini Kata Sandiaga Berikut panduan lengkap aturan new normal
yang harus dipatuhi perusahaan di tempat kerja, baik di perkantoran maupun industri
( pabrik), sebagaimana dirangkum Kompas.com dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/328/2020, Senin (25/5/2020). Perusahaan wajib membentuk Tim
Penanganan Covid-19 di tempat kerja yang terdiri dari pimpinan, bagian kepegawaian,
bagian K3 dan petugas Kesehatan yang diperkuat dengan surat keputusan dari pimpinan
tempat kerja. Pimpinan atau pemberi kerja memberikan kebijakan dan prosedur untuk pekerja
melaporkan setiap ada kasus dicurigai Covid-19 (gejala demam atau batuk/pilek/nyeri
tenggorokan/sesak napas) untuk dilakukan pemantauan oleh petugas kesehatan. Tidak
memperlakukan kasus positif sebagai suatu stigma. Pengaturan bekerja dari rumah (work
from home) dengan menentukan pekerja esensial yang perlu tetap bekerja/datang ke tempat
kerja dan pekerja yang dapat melakukan pekerjaan dari rumah. Di pintu masuk tempat kerja
lakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermogun, dan sebelum masuk kerja
terapkan Self Assessment Risiko Covid-19 untuk memastikan pekerja yang akan masuk kerja
dalam kondisi tidak terjangkit Covid-19. Pengaturan waktu kerja tidak terlalu panjang
(lembur) yang akan mengakibatkan pekerja kekurangan waktu untuk beristirahat yang dapat
menyebabkan penurunan sistem kekebalan/imunitas tubuh. Jika memungkinkan tiadakan
shift 3 (waktu kerja yang dimulai pada malam hingga pagi hari). Bagi pekerja shift 3 atur
agar yang bekerja, terutama pekerja berusia kurang dari 50 tahun. Mewajibkan pekerja
menggunakan masker sejak perjalanan dari/ke rumah, dan selama di tempat kerja. Mengatur
asupan nutrisi makanan yang diberikan oleh tempat kerja, pilih buah-buahan yang banyak
mengandung vitamin C seperti jeruk, jambu, dan sebagainya untuk membantu
mempertahankan daya tahan tubuh. Jika memungkinkan pekerja dapat diberikan suplemen
vitamin C. Memastikan seluruh area kerja bersih dan higienis dengan melakukan
pembersihan secara berkala menggunakan pembersih dan desinfektan yang sesuai (setiap 4
jam sekali). Terutama pegangan pintu dan tangga, tombol lift, peralatan kantor yang
digunakan bersama, area dan fasilitas umum lainya. Menjaga kualitas udara tempat kerja
dengan mengoptimalkan sirkulasi udara dan sinar matahari masuk ruangan kerja,
pembersihan filter AC. Menyediakan hand sanitizer dengan konsentrasi alkohol minimal 70
persen di tempat-tempat yang diperlukan (seperti pintu masuk, ruang meeting, pintu lift, dll).
Menyediakan sarana cuci tangan (sabun dan air mengalir). Kemudian memberikan petunjuk
lokasi sarana cuci tangan. Lalu memasang poster edukasi cara mencuci tangan yang benar.
Physical distancing dalam semua aktivitas kerja. Pengaturan jarak antar-pekerja minimal 1
meter pada setiap aktivitas kerja (pengaturan meja kerja/workstation, pengaturan kursi saat di
kantin, dll). Mengampanyekan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) melalui Pola
Hidup Sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tempat kerja seperti makanan
seimbang dan olahraga teratur. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Mendorong pekerja
mencuci tangan saat tiba di tempat kerja, sebelum makan, setelah kontak dengan
pelanggan/pertemuan dengan orang lain, setelah dari kamar mandi, setelah memegang benda
yang kemungkinan terkontaminasi. Hindari penggunaan alat pribadi secara bersama seperti
alat shalat, alat makan, dan lain lain. Berdamai dengan Covid-19 Menteri Kesehatan Terawan
Agus Putranto mengatakan, dunia usaha dan masyakat pekerja memiliki kontribusi besar
dalam memutus mata rantai penularan karena besarnya jumlah populasi pekerja dan besarnya
mobilitas, serta interaksi penduduk umumnya disebabkan aktivitas bekerja. "Tempat kerja
sebagai lokus interaksi dan berkumpulnya orang merupakan faktor risiko yang perlu
diantisipasi penularannya," kata Terawan seperti dikutip dalam laman resmi Kemenkes.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia akan memasuki
tatanan new normal. Menurut Jokowi, new normal adalah kondisi di mana masyarakat harus
berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19 karena virus itu tak akan hilang.

Buka 29 Juli, Ini Panduan Nonton di Bioskop saat New Normal


Kompas.com - 11/07/2020, 14:33 WIB Bagikan: Komentar (3) Menonton di bioskop dengan
protokol kesehatan era new normal Lihat Foto Menonton di bioskop dengan protokol
kesehatan era new normal(Dok. Biro Komunikasi Publik Kemenparekraf) Penulis Nabilla
Ramadhian | Editor Ni Luh Made Pertiwi F. JAKARTA, KOMPAS.com – Bioskop di
Indonesia secara serentak akan dibuka kembali pada 29 Juli 2020. Bioskop-bioskop ini akan
menerapkan serangkaian protokol kesehatan era new normal. Protokol kesehatan yang telah
diuji coba secara resmi oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menpakrekraf),
Wishnutama Kusubandio, Jumat (10/7/2020), termasuk dalam kampanye Indonesia Care.
Baca juga: Tingkatkan Kepercayaan di Sektor Parekraf, Kemenparekraf Kampanyekan
Indonesia Care “Indonesia Care merupakan komitmen bersama bangsa Indonesia untuk
menunjukkan ke dunia bahwa Indonesia sepenuh hati peduli akan kualitas kebersihan tanpa
celah,” kata Wishnutama dalam acara peluncuran Indonesia Care di Plaza Senayan, Jakarta,
Jumat (10/7/2020) seperti disiarkan melalui akun youtube resmi Kemenparekraf. Uji coba
protokol kesehatan untuk bioskop turut dipandu oleh Division Head, Corporate
Communications & Brand Management Cinema XXI, Dewinta Bandaranaike. Antrean jaga
jarak di loket tiket bioskop Lihat Foto Antrean jaga jarak di loket tiket bioskop(Dok. Biro
Komunikasi Publik Kemenparekraf) Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut protokol
kesehatan dalam alur menonton bioskop di era new normal: Penonton Wajib menggunakan
masker. Wajib melalui prosedur pemeriksaan suhu tubuh sebelum memasuki area bioskop.
Wajib mencuci tangan menggunakan hand sanitizer yang telah disediakan. Pastikan ponsel
memiliki aplikasi pemindai kode QR untuk memasukkan data diri. Mengantre sesuai jalur
yang telah ditentukan bagi pengguna M-Tix atau pembeli tiket manual. Patuhi aturan jaga
jarak saat mengantre tiket bioskop, memesan makanan, duduk di ruang tunggu, saat berada di
dalam bioskop, dan saat di kamar mandi. Penonton yang menunggu di ruang Premiere boleh
duduk bersama jika keluarga. Pembelian tiket diimbau melalui M-Tix atau menggunakan
metode non-tunai. Pemesanan makanan diimbau melalui M-Tix. Baca juga: Pempek Megaria,
Kedai Pempek Legendaris Sejak 1989 di Bioskop Metropole Cikini Pengelola bioskop
Sediakan tiga baris untuk memisahkan pelanggan M-Tix, pelanggan yang membeli tiket
secara manual, dan penonton yang akan keluar usai menonton. Petugas menggunakan
masker, sarung tangan, dan penutup wajah. Petugas mengarahkan penonton untuk merobek
tiketnya sendiri, dan ditaruh di atas keranjang. Sebelum pemutaran film berlangsung, selalu
tayangkan imbauan protokol kesehatan yang berisi anjuran pemakaian masker, selalu
mencuci tangan, dan jaga jarak. Beberapa bangku bioskop dikosongkan agar masing-masing
penonton bisa jaga jarak. Petugas bioskop mengenakan masker dan face shield Lihat Foto
Petugas bioskop mengenakan masker dan face shield(Dok. Biro Komunikasi Publik
Kemenparekraf) “Kalau tidak pakai masker, tidak diperkenankan untuk masuk. Scan kode
QR untuk pelacakan kontak. Kalau terjadi apa-apa, mudah dilacak,” ujar Dewinta. Sementara
untuk pemesanan makanan, Dewinta menganjurkan penonton menggunakan aplikasi M-Tix
untuk mengurangi adanya antrean. “Langsung beli dari M-Tix, konfirmasi pesananan,
masukkan pin. Saat selesai, ambil pesanan ke tempat pickup nanti scan barcode,” tutur
Dewinta

Tren Wisata di Yogyakarta Selama New Normal, Alam dan Budaya


Kompas.com - 13/07/2020, 10:35 WIB Bagikan: Komentar Grebeg Maulud di Keraton
Yogyakarta Lihat Foto Grebeg Maulud di Keraton Yogyakarta(SHUTTERSTOCK) Penulis
Nicholas Ryan Aditya | Editor Kahfi Dirga Cahya JAKARTA, KOMPAS.com - Pariwisata
Yogyakarta diprediksi bakal ada perubahan tren wisata dalam menyambut era new normal.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Singgih Raharjo, tren
wisata ke Yogyakarta akan lebih digandrungi pada budaya dan alam. "Jadi saya lihat bahwa
yang akan menjadi primadona pariwisata Yogyakarta itu lebih mengarah pada culture and
nature, dan ini Jogja banget," kata Singgih saat dihubungi Kompas.com, Jumat (10/7/2020).
Baca juga: Sejarah, Peraturan Unik, dan Wisata Keraton Yogyakarta Singgih meyakini,
kekayaan pariwisata Yogyakarta terletak pada sisi budaya dan alam. Kedua hal tersebut
mampu menarik hati wisatawan untuk kembali berwisata ke Yogyakarta saat era new normal.
Saat ini pihaknya tengah menggencarkan uji coba pada tempat-tempat wisata budaya dan
alam. "Misalnya pantai, gunung, pegunungan, kemudian juga sungai di bawah tanah seperti
Kalisuci di Gunungkidul. Itu kan nature semua," terangnya.
Adapun tempat wisata budaya di Yogyakarta yang telah diujicoba yakni Taman Sari. Tempat
wisata budaya seperti Kraton dan museum akan segera menyusul untuk diuji coba kembali.
Sementara untuk Museum Benteng Vredeburg yang berada di bawah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Singgih mengaku belum mendapat informasi
pembukaan. "Sepertinya belum dibuka, saya belum dapat kabar Museum Vredeburg kapan
buka," ujarnya. Baca juga: Yuk Ngulik Seputar Liburan ke Yogyakarta di Live Instagram
Kompas.com Candi-candi di Yogyakarta mulai lakukan uji coba Singgih menjelaskan,
beberapa candi yang berada di Yogyakarta juga telah melakukan uji coba operasional wisata.
Ia mencontohkan Candi Prambanan yang sudah melakukan uji coba operasional. Hasil uji
coba didapat, jumlah pengunjung stabil. "Kemudian candi-candi kecil seperti Candi Ijo,
Sambisari, mereka belum buka, tapi sedang disiapkan," jelasnya

Peringatan WHO untuk Indonesia soal Persiapan New Normal


Kompas.com - 13/06/2020, 12:15 WIB Bagikan: Komentar (4) Pegawai kampus Itera
Lampung menjalani pemeriksaan suhu tubuh sebelum masuk area kampus, Senin (8/6/2020).
Itera Lampung mulai memberlakukan new normal mulai hari ini. Lihat Foto Pegawai kampus
Itera Lampung menjalani pemeriksaan suhu tubuh sebelum masuk area kampus, Senin
(8/6/2020). Itera Lampung mulai memberlakukan new normal mulai hari ini.
( KOMPAS.com/TRI PURNA JAYA) Penulis Nur Fitriatus Shalihah | Editor Rizal Setyo
Nugroho KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) merilis laporan terkait
kondisi Covid-19 setiap negara di dunia. Salah satunya adalah Indonesia. Dalam WHO
Indonesia Situation Report yang diterbitkan 10 Juni 2020, salah satu poinnya menyebutkan
mengenai new normal. Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan protokol skenario new
normal di berbagai lini. Gubernur DKI Jakarta memperpanjang PSBB sampai akhir Juni dan
merilis jadwal untuk membuka kembali kegiatan ekonomi selama fase pertama periode
transisi. Selama periode ini, rumah ibadah akan dibuka kembali dengan kapasitas
setengahnya, demikian juga kantor, toko, restoran, pabrik, pengecer, serta usaha kecil dan
menengah milik kota. Bisnis non-pasar di pasar dan pusat perbelanjaan akan diizinkan untuk
dibuka pada minggu ketiga bulan Juni. Baca juga: WHO: Pelaporan Hasil Tes Covid di
Indonesia Memakan Waktu Seminggu "Kebijakan rem darurat" akan diberlakukan untuk
menghentikan pembukaan kembali jika implementasi protokol kesehatan gagal dan kasus-
kasus muncul kembali. Asosiasi dokter dan rumah sakit juga tengah mempersiapkan skenario
new normal. Skenario tersebut termasuk screening pasien untuk Covid-19. Selain itu,
membatasi jumlah pasien, pengunjung, dan prosedur di fasilitas kesehatan dengan lebih
mengandalkan telemedicine. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)
menyatakan bahwa protokol bertujuan untuk meminimalkan risiko wabah Covid-19 di
fasilitas perawatan kesehatan. Selain itu, juga membangun kembali kepercayaan pasien dalam
mengunjungi rumah sakit untuk tujuan yang tidak terkait dengan Covid-19. Kriteria new
normal WHO mendukung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mengkaji rencana
respons operasional provinsi untuk seluruh 34 provinsi. WHO juga terus mendukung
pemerintah dalam analisis data provinsi untuk menilai kriteria epidemiologis guna
mengurangi pembatasan sosial skala besar (PSBB). Menurut WHO, ada tindakan-tindakan
yang tidak bisa ditawar untuk menentukan new normal, yaitu: isolasi cepat dari semua kasus
yang diduga dan dikonfirmasi perawatan klinis yang sesuai untuk mereka yang terkena
Covid-19 pelacakan kontak ekstensif dan karantina semua kontak setidaknya 80 persen kasus
baru dilacak dan kontaknya dikarantina dalam 72 jam setelah konfirmasi setidaknya 80
persen kontak kasus baru dipantau selama 14 hari memastikan bahwa orang sering mencuci
tangan; memakai masker di tempat umum dan tempat kerja; serta menjaga jarak fisik
minimal 1 meter dari yang lain Baca juga: Mengenal Cordyceps Militaris, Obat Herbal LIPI
yang Diujikan pada Pasien Covid-19 Sementara itu, yang terjadi di Indonesia, dilaporkan
dalam situation report tersebut, jumlah kasus yang dilaporkan setiap hari tidak sama dengan
jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 pada hari itu. Hal itu karena pelaporan hasil yang
dikonfirmasi laboratorium dapat memakan waktu hingga satu minggu sejak pengujian. Selain
memberikan panduan apa saja yang harus dipenuhi jika Indonesia ingin menerapkan new
normal, WHO juga memberikan langkah-langkah perlindungan dasar new normal untuk
orang. Langkah-langkah tersebut adalah: sering-seringlah membersihkan tangan Anda
dengan gosok atau sabun dan air berbasis alkohol hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut
pertahankan jarak fisik, setidaknya 1 meter dari orang lain tinggalkan rumah hanya untuk
kebutuhan esensial dan bila memungkinkan bekerja dari rumah jika Anda keluar rumah, di
tempat umum dan tempat kerja, kenakan masker kain (non-medis) Sementara itu, masker
medis harus dipertimbangkan untuk populasi yang rentan, yaitu: Orang berusia lebih dari 60
tahun. Orang dengan kondisi yang mendasarinya (penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit
paru-paru kronis, penyakit serebrovaskular, kanker, dan imunosupresi)

Saat Pemerintah Akui Salah Gunakan Diksi "New Normal"...


Kompas.com - 14/07/2020, 05:55 WIB Bagikan: Komentar (6) Taksi terparkir di dekat mural
bertema tatanan normal baru di Jalan TB Simatupang, Jakarta, Sabtu (6/6/2020). Berdasarkan
data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 hingga Sabtu (6/6), terdapat
penambahan kasus positif COVID-19 sebanyak 993 orang sehingga total mencapai 30.514
kasus dengan total jumlah pasien sembuh 9.907 orang dan total kasus meninggal dunia 1.801
orang. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj. Lihat Foto Taksi terparkir di dekat mural
bertema tatanan normal baru di Jalan TB Simatupang, Jakarta, Sabtu (6/6/2020). Berdasarkan
data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 hingga Sabtu (6/6), terdapat
penambahan kasus positif COVID-19 sebanyak 993 orang sehingga total mencapai 30.514
kasus dengan total jumlah pasien sembuh 9.907 orang dan total kasus meninggal dunia 1.801
orang. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.(ANTARA FOTO/Aprillio Akbar) Penulis Sania
Mashabi | Editor Diamanty Meiliana JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Pemerintah
untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengatakan, istilah new normal yang
sering digunakan selama pandemi ini adalah diksi yang salah. Yuri mengatakan, sebaiknya
new normal diganti dengan kebiasaan baru. "Diksi new normal dari awal diksi itu segera
ubah. New normal itu diksi yang salah dan kita ganti dengan adaptasi kebiasaan baru," kata
Yurianto dalam acara peluncuran buku Menghadang Corona: Advokasi Publik di Masa
Pandemi karya Saleh Daulay secara virtual, Jumat (10/7/2020). Yuri menjelaskan, istilah new
normal yang sering digaungkan pemerintah belum cukup dipahami masyarakat. Baca juga:
Istilah New Normal Salah, Menko PMK Minta Tak Diributkan Ia menilai, masyarakat hanya
fokus pada kata "normal"-nya. "Dan kemudian yang dikedepankan bukan new-nya, tapi
normal-nya. Padahal, ini sudah kita perbaiki dengan adaptasi kebiasaan baru," ujarnya. Lebih
lanjut, Yuri mengatakan, saat ini pemerintah tidak akan menyampaikan aturan pencegahan
Covid-19 karena dikhawatirkan dapat membuat masyarakat semakin bingung. Yuri
mengatakan, akan lebih baik masyarakat langsung menjalankan aturan-aturan selama
pandemi Covid-19. "Mungkin kami akan bicara ke depan tidak lagi dalam berbicara aturan
yang dibuat lagi. Jalankan saja, kalau banyak aturan yang dibuat makin pusing kita, makin
pusing, jalankan saja," kata dia. Baca juga: Dibanding New Normal, Ahli Sarankan
Pemerintah Sosialisasikan Ini... Senada dengan Yuri, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf
Presiden (KSP) Brian Sriphastuti juga mengatakan, kalimat new normal memang tidak
mudah dimengerti sebagian masyarakat. Menurut Brian, hal ini salah satunya disebabkan
adanya unsur bahasa asing di dalam kalimat new normal. "Pemahaman menggunakan new
normal sendiri karena ada unsur bahasa asingnya, kemudian tidak mudah dipahami," kata
Brian dalam diskusi Polemik bertema "Covid-19 dan Ketidaknormalan Baru" di MNC
Trijaya, Sabtu (11/7/2020). Ia mengatakan, new normal semestinya dimaknai sebagai
adaptasi perilaku terhadap situasi yang saat ini terjadi, yaitu pandemi Covid-19. Perilaku
yang dimaksud, misalnya menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan dengan
sabun. Baca juga: Diksi New Normal Salah, Pemerintah Disarankan Pakai Istilah yang
Dimengerti Publik "Jadi yang ditonjolkan bukan situasinya, tapi perilaku kita yang harus
disesuaikan dengan situasi yang terjadi," kata Brian. "Perilaku yang bisa membatasi atau
menghindari transimisi persebaran lebih lanjut dari orang ke orang supaya tidak terinfeksi
atau terpapar virus ini," ujar dia. Brian pun mengamini pernyataan Yuri bahwa banyak orang
yang hanya fokus pada kata "normal". Padahal, kata dia, virus corona saat ini masih ada di
lingkungan sekitar. "Padahal, konidisinya tidak seperti itu, kita harus menerima fakta bahwa
virus ini masih ada di sekitar kita," ucap Brian Sriphastuti. Diminta perbaiki Menanggapi hal
itu, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono menyarankan pemerintah
segera memperbaiki kesalahan penggunaan diksi new normal dan cara berkomunikasi dengan
masyarakat pada masa pandemi Covid-19. "Kalau memang sudah mengakui salah ya
kemudian apa yang harus dilakukan, perbaiki," kata Pandu kepada Kompas.com, Senin
(13/7/2020). Baca juga: Komisi VIII: Banyak Masyarakat Salah Paham soal New Normal
Menurut Pandu, kekurangan pemerintah bukan hanya dalam menyusun diksi terkait new
normal, melainkan juga menjalin komunikasi dengan masyarakat. Oleh karena itu, ia
menyarankan agar dilakukan perbaikan komunikasi terkait risiko Covid-19 serta penting
memperbaiki cara penyebaran informasi risiko dan berbagai macam pencegahannya.
"Diperbaiki dengan tadi meningkatkan komunikasi untuk perubahan perilaku pada
penduduk," ujarnya. Pandu juga meminta pemerintah terus memberikan edukasi pada
masyarakat terkait pentingnya menjaga jarak, menggunakan masker, serta mencuci tangan
menggunakan sabun dan air yang mengalir. Edukasi tersebut pun harus dilakukan dengan
melibatkan tokoh yang berpengaruh di masyarakat. "Apakah tokoh agama, atau tokoh
masyarakat lain, dari semua elemen masyarakat," imbuhnya. Baca juga: Diksi New Normal
Salah, Ahli: Berdampak pada Masyarakat, Kasus Tidak Turun-turun Ia pun menyarankan
pemerintah untuk menggunakan istilah yang lebih obyektif dan jelas mengenai apa saja yang
harus dilakukan masyarakat demi mencegah penularan Covid-19. Pandu kemudian memberi
contoh salah satu narasi yang mudah dipahami masyarakat terkait penerapan protokol
kesehatan pada masa pandemi Covid-19, yakni "Tiga M". "Tiga M" adalah memakai makser,
menjaga jarak, dan mencuci tangan menggunakan sabun dan air yang mengalir. "Tadi kan
dibilang masyarakat harus 'Tiga M', sudah jelas kan. (Kalau) adaptasi kebiasaan baru, nanti
apa sih adaptasi? Kebiasaan barunya apa? Masih panjang lagi kan. Jadi to the point saja,"
ucap Pandu. Dampak salah diksi "new normal" Pandu Riono menjelaskan, penggunaan diksi
yang salah pada masa pandemi Covid-19 ini bisa memengaruhi tingkat kepatuhan masyarakat
dalam menjalani protokol kesehatan. Masyarakat, menurut dia, tidak mengerti apa yang
disampaikan pemerintah. Baca juga: Kerap Diucapkan Jokowi, Frasa New Normal Kini
Direvisi Pemerintah... Alhasil, penerapan protokol kesehatan tak maksimal yang berakibat
pada angka penularan yang tetap tinggi. Menurut dia, banyak dari masyarakat yang justru
menilai Indonesia sudah tidak lagi memiliki risiko Covid-19. "Karena mereka (masyarakat)
merasa tidak berisiko. Karena enggak tahu kenapa mereka harus menggunakan masker, dia
enggak tahu bahwa risiko penularan masih tinggi," ujarnya. Pandu berharap pemerintah bisa
lebih terbuka dan jujur mengenai kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia. Dengan demikian,
lanjut dia, masyarakat lebih peduli dan mau mematuhi protokol kesehatan dalam kondisi
pandemi saat ini. "Jangan takut masyarakat panik atau enggak, masyarakat itu enggak panik,
masyarakat itu hanya butuh penjelasan yang jernih dan jujur," kata dia. Jangan dibesar-
besarkan Kendati demikian, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Muhadjir Effendy meminta kesalahan diksi new normal itu tak perlu lagi
diributkan. Baca juga: Pemerintah Akui Diksi New Normal Salah, Ahli: Kalau Sudah Akui
Salah, Perbaiki... Menurut Muhadjir, pemerintah tak akan menggunakan istilah new normal
lagi dan menggantinya dengan adaptasi kebiasaan baru. "Soal new normal, setahu saya sudah
dipertegas sekarang tidak gunakan new normal, sekarang istilahnya adaptasi dengan keadaan
yang baru," kata Muhadjir dalam jumpa pers seusai rapat dengan Presiden Jokowi, yang
disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden, Senin (13/7/2020). "Kita enggak perlu ribut
dengan istilahlah," tuturnya. Muhadjir menyebut kesalahan dalam pengguna istilah ini terjadi
karena memang Indonesia belum memiliki undang-undang yang memadai dalam menghadapi
bencana non-alam seperti pandemi Covid-19. Menurut Muhadjir, jika merujuk pada Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, saat ini Indonesia
harusnya masuk dalam masa transisi rehabilitasi ekonomi atau transisi pra-ekonomi. Baca
juga: Tenaga Ahli KSP: Ada Unsur Bahasa Asing, New Normal Tidak Mudah Dipahami
Namun, Muhadjir menilai UU ini tidak terlalu sesuai untuk menggambarkan kondisi bencana
non-alam seperti pandemi Covid-19. Oleh karena itu, menurut dia, UU Penanggulangan
Bencana akan segera direvisi. Kemungkinan, kata Muhadjir, di revisi UU yang baru, akan
ditetapkan istilah yang paling sesuai untuk kondisi saat ini. "Mungkin nanti ada istilah khusus
dengan UU yang baku. Istilah new normal, lockdown tak sesuai UU sehingga kalau kita
gunakan harus hati-hati, termasuk adaptasi baru," ujar Muhadjir. "Kita harus hati-hati, tapi
juga tak dilarang. Apalagi wartawan punya kebebasan memilih diksi yang mengundang
pembaca menarik perhatian," kata dia.

Mengenal Apa Itu New Normal di Tengah Pandemi Corona...


Kompas.com - 20/05/2020, 06:31 WIB Bagikan: Komentar (1) New normal di restoran
dengan menerapkan physical distancing. Lihat Foto New normal di restoran dengan
menerapkan physical distancing.(Shutterstock) Penulis Dandy Bayu Bramasta | Editor Sari
Hardiyanto KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 merubah tatanan masyarakat dunia. Guna
mencegah penularan wabah virus corona yang meluas, masyarakat diimbau bahkan dipaksa
untuk tinggal di rumah. Sekolah, bekerja bahkan beribadah pun dianjurkan untuk dilakukan
di rumah saja. Hampir semua negara mengimbau warganya untuk tidak beraktivitas di luar
rumah jika tidak ada kepentingan yang mendesak. Terkecuali, memang bagi mereka yang
harus keluar dan kegiatannya tidak bisa dilakukan dari rumah. Baca juga: Gejala Baru Virus
Corona, Muncul Ruam pada Kaki Pasien Positif Covid-19 Perubahan tersebut tentu juga
berdampak luas di banyak sektor. Pasalnya berubahnya aktivitas masyarakat tersebut
membuat dunia usaha sepi, seperti bidang pariwisata, transportasi online, penjuaan retail dan
masih banyak lagi. Berjalannya waktu, tinggal di rumah dinilai tidak bisa selamanya
diterapkan untuk menjaga keseimbangan perekonomian. Sejumlah negara pun mulai
melonggarakan kebijakan terkait mobilitas warganya. Di sisi lain, virus SARS-CoV-2
penyebab Covid-19 masih terus mengancam. Korban jiwa akibat virus corona pun terus
bertambah. Di sinilah, pola hidup baru atau new normal akan diimplementasikan. Baca juga:
Bukan China, India Jadi Episentrum Baru Virus Corona di Asia Lantas, apa dan seperti apa
new normal tersebut? Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku
Adisasmita mengatakan, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan
aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah
terjadinya penularan Covid-19. Menurut Wiku, prinsip utama dari new normal itu sendiri
adalah dapat menyesuaikan dengan pola hidup. "Secara sosial, kita pasti akan mengalami
sesuatu bentuk new normal atau kita harus beradaptasi dengan beraktivitas, dan bekerja, dan
tentunya harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari kerumunan,
serta bekerja, bersekolah dari rumah," kata Wiku kepada Kompas.com, baru-baru ini. Baca
juga: Kenali Tanda dan Gejala Infeksi Virus Corona pada Anak-anak Protokol kesehatan
Terlihat garis-garis pembatas yang ditempel di perumukaan trotoar untuk membatasi jarak
antar pembeli yang sedang mengantre membeli makanan di Yaowarat, Bangkok, Thailand
Lihat Foto Terlihat garis-garis pembatas yang ditempel di perumukaan trotoar untuk
membatasi jarak antar pembeli yang sedang mengantre membeli makanan di Yaowarat,
Bangkok, Thailand(Asia City Media Group) Wiku menerangkan, secara sosial disadari
bahwa hal ini akan berpengaruh. Pasalnya, ada aturan yang disebutkan dalam protokol
kesehatan untuk menjaga jarak sosial dengan mengurangi kontak fisik dengan orang lain.
Masyarakat, kata Wiku, akan menjalani kehidupan secara new normal hingga ditemukannya
vaksin dan dapat digunakan sebagai penangkal virus corona. "Transformasi ini adalah untuk
menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke
depannya sampai tertemukannya vaksin untuk Covid-19," katanya lagi. Beberapa ahli dan
pakar kesehatan dunia telah memastikan bahwa kemungkinan paling cepat dapat
ditemukannya vaksin adalah pada 2021. Baca juga: Berikut Cara Membuat Hand Sanitizer
Sendiri dengan Lima Bahan Sederhana Terlihat dua orang yang sedang makan di meja yang
sama di Yaowarat, Bangkok, tapi dibatasi dengan papan di antara mereka untuk menjaga
jarak aman dalam masa lockdown di Bangkok, Thailand Lihat Foto Terlihat dua orang yang
sedang makan di meja yang sama di Yaowarat, Bangkok, tapi dibatasi dengan papan di antara
mereka untuk menjaga jarak aman dalam masa lockdown di Bangkok, Thailand(Asia City
Media Group) Artinya, masyarakat harus menjalani kehidupan secara new normal hingga
tahun depan, bahkan lebih. Oleh karenanya, perubahan perilaku akan menjadi kunci
optimisme dalam menghadapi Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai
anjuran pemerintah atau yang dikenal sebagai new normal. "Tapi kita harus berpikiran
positif, karena Indonesia punya kapasitas yang besar dan gotong royong, marilah kita gotong
royong agar terbebas dari Covid-19," imbuhnya. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com,
Selasa (19/5/2020), konsep pola hidup normal baru ini merupakan salah satu yang ditekankan
oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom
Ghebreyesus menyebutkan sejumlah hal yang harus diperhatikan pemerintah suatu wilayah
atau negara untuk melonggarkan pembatasan terkait pandemi Covid-19. Hal itu diunggahnya
melalui Twitter-nya baru-baru ini. Salah satu yang diungkapkan oleh Tedros yakni mendidik,
melibatkan dan memberdayakan masyarakatnya untuk hidup di bawah new normal

New Normal, Bandara Soekarno-Hatta Terapkan Tiga Lapis Keamanan Kompas.com -


10/07/2020, 20:26 WIB Bagikan: Komentar Smart helmet petugas keamanan Bandara
Soekarno-Hatta Lihat Foto Smart helmet petugas keamanan Bandara Soekarno-Hatta(Dok
Humas Angkasa Pura II) Penulis Singgih Wiryono | Editor Irfan Maullana TANGERANG,
KOMPAS.com - PT Angkasa Pura II akan menerapkan tiga tingkat keamanan di 19 Bandara
yang dikelola Angkasa Pura II di masa tatanan normal baru dunia penerbangan, termasuk di
Bandara Soekarno-Hatta. Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin
mengatakan, peningkatan keamanan berlapis tersebut bertujuan untuk mencegah penyebaran
Covid-19 di seluruh bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II. Pertama adalah physical
security atau keamanan fisik yang terfokus pada ancaman kriminalitas dan terorisme di
Bandara. Baca juga: Ini Fasilitas Baru di Bandara Soetta untuk Terapkan Protokol Kesehatan
di Era New Normal "Di saat kondisi normal, aspek keamanan bandara fokus melakukan apa
yang disebut dengan Physical Security," tutur Awaluddin dalam keterangan tertulis diterima
Kompas.com, Jumat (10/7/2020). Awaluddin mengatakan, personel di bandara menjaga akses
publik dan akses terbatas di bandara, lalu melakukan pemeriksaan terhadap calon penumpang
pesawat guna memastikan tidak ada benda berbahaya di pesawat. Kemudian keamanan
tersebut ditingkatkan d fase new normal dengan keamanan yang disebut dengan bio-security.
Baca juga: Bea Cukai Musnahkan Ribuan Botol Miras yang Diambil dari Penumpang di
Bandara Soetta Awaluddin mengatakan, bandara juga fokus pada Bio-Security guna
memastikan adanya jaga jarak atau physcal distancing, pengawasan terhadap kesehatan atau
health screening dan menyediakan fasilitas yang dapat berjalan tanpa sentuhan atau touchless.
"Juga memastikan kebersihan dan memastikan kesehatan karyawan," kata Awaluddin.
Kemudian pengamanan ketiga adalah cyber security yang memanfaatkan teknologi untuk
memperkuat keamanan data dan integrasi sistem di bandara. "Sektor penerbangan sangat
bergantung pada integrasi berbagai sistem yang kompleks dan perlu dilindungi secara
holistik, karena itu kami juga fokus pada cyber security," ujar dia
Daftar Pustaka

https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/27/170200723/alasan-new-normal-indonesia-
berpotensi-gagal-dan-3-strategi-mengatasinya?page=all.

https://money.kompas.com/read/2020/05/25/090300826/panduan-lengkap-penerapan-new-
normal-yang-wajib-dipatuhi-perusahaan?page=all.

https://travel.kompas.com/read/2020/07/11/143346227/buka-29-juli-ini-panduan-nonton-di-
bioskop-saat-new-normal?page=all.

https://travel.kompas.com/read/2020/07/13/103500427/tren-wisata-di-yogyakarta-selama-
new-normal-alam-dan-budaya?page=2.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/13/121500765/peringatan-who-untuk-indonesia-
soal-persiapan-new-normal?page=all.

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/14/05554601/saat-pemerintah-akui-salah-
gunakan-diksi-new-normal?page=all.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/20/063100865/mengenal-apa-itu-new-normal-di-
tengah-pandemi-corona-?page=all.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/07/10/20263581/new-normal-bandara-soekarno-
hatta-terapkan-tiga-lapis-keamanan.

Anda mungkin juga menyukai