Anda di halaman 1dari 14

TEORI YANG BERPUSAT PADA KLIEN DALAM PELAKSANAAN

BIMBINGAN KONSELING

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah:


“Bimbingan Konseling”

Dosen Pengampu:
Fatimah S.Pd, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 4:

Fitmi Maulida NIM: 170102040116


Lana Maqfiroh NIM: 170102040105
Luthfiani Rahmina NIM: 170102040236
Muhammad Al Fazri NIM: 170102040109
Muhammad Syarasi NIM: 170102040469
Nor Asita NIM: 170102040127

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Penyusun memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt, serta salawat
serta salam selalu terlimpah ke hadirat Nabi Muhammad Saw. Berkat rahmat dan
karunia-Nya jualah dapat diselesaikan makalah yang berjudul “TEORI YANG
BERPUSAT PADA KLIEN DALAM PELAKSANAAN BIMBINGAN
KONSELING”.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari bantuan pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu, penyusun mengucapkan
terima kasih kepada:

1. Allah Swt., yang tak henti-hentinya kita sembah.


2. Ibu Fatimah, S.Pd, M.Pd., selaku Dosen Bimbingan Konseling.
3. Orang tua kami yang telah mendukung dan membiayai kuliah kami.
4. Teman-teman lokal A PMTK.

Penyusun menyadari dengan berbagai keterbatasan, makalah ini masih


jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, 27 Oktober 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
1
2
2
2
3

4
4
5
7
8
9

11
11
11

12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai bangsa yang multicultural terdiri dari suku-suku dan
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Banyaknya kelompok dalam
masyarakat tidak bisa dipungkiri lagi akan timbulnya masalah-masalah yang
bersumber dari latar belakang kelompok dan budaya yang berbeda-beda.
Dalam hal ini sangat diperlukan adanya bimbingan dan konseling yang dapat
menyatukan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Salah
satunya yakni dengan menggunakan bimbingan dan konseling kelompok.
Layanan kelompok memberikan manfaat kepada sejumlah individu.
Kemanfaatan yang lebih meluas inilah yang paling menjadi perhatian semua
pihak berkenaan dengan layanan kelompok tersebut. Apalagi pada zaman
sekarang ini, zaman yang menekankan perlunya efisiensi, perlunya perluasan
pelayanan jasa yang mampu menjangkau lebih banyak konsumen secara tepat
dan cepat, layanan kelompok semakin menarik. Dalam layanan kelompok
interaksi antarindividu anggota kelompok merupakan suatu yang khas, yang
tidak mungkin terjadi pada konseling perorangan.
Dalam pelaksanaannya, bimbingan dan konseling kelompok memerlukan
teknik-teknik atau cara-cara yang diterapkan berdasarkan teori yang ada agar
proses konseling tidak berjalan di luar jalur yang sudah ditentukan. Salah satu
teori yang dipakai untuk melaksanakan bimbingan dan konseling kelompok
ini adalah teori client-centered (teori yang berpusat pada klien) yang biasa
digunakan oleh para konselor sebagai pemahaman terhadap klien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan client-centered counseling ?
2. Apa saja karakteristik dasar dari teori client-centered ?
3. Bagaimana peran dan fungsi konselor berdasarkan teori client-centered ?
4. Apa saja tujuan client-centered counseling ?

iv
5. Bagaimana teknik-teknik client-centered counseling ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Memahami pengertian dari client-centered counseling
2. Mengetahui karakteristik dasar dari teori client-centered
3. Mengetahui peran dan fungsi konselor berdasarkan teori client-centered
4. Mengetahui tujuan client-centered counseling
5. Mengetahui dan dapat menerapkan teknik-teknik client-centered
counseling

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Client-Centered Counseling


Istilah Client-Centered sukar diganti dengan istilah bahasa Indonesia
yang singkat dan mnegena; paling-paling dapat dideskripsikan dengan
mengatakan: corak konseling yang menekankan peranan konseli sendiri
dalam proses konseling. Mula-mula corak konseling ini disebut konseling
nondirektif untuk membedakannya dari corak konseling yang mengandung
banyak pengarahan dan control terhadap proses konseling di pihak konselor,
seperti dalam Konseling Klinikal dan Psikoanalisis. Kemudian mulai
digunakan nama Client-Centered Counseling, dengan maksud
menggarisbawahi individualitas konseli yang setaraf dengan individualititas
diri pada konselor. Pelopor dan promotor utama adalah Carl Rogers.
Corak konseling ini berpijak pada beberapa keyakinan dasar tentang
martabat manusia dan hakikat kehidupan manusia . Keyakinan-keyakinan itu
untuk sebagian bersifat falsafah dan untuk sebagian bersifat psikologis,
sebagai berikut:
1. Setiap manusia berhak mempunyai setumpuk pandangan sendiri dan
menentukan haluan hidupnya sendiri, serta bebas untuk mengejar
kepentingannya sendiri selama tidak melanggar hak-hak orang lain.
2. Manusia pada dasarnya berakhlak baik, dapat diandalkan, dapat diberi
kepercayaan, cenderung bertindak secara konstruktif.
3. Manusia, seperti makhluk-makhluk hidup yang lain, membawa dalam
dirinya sendiri kemampuan, dorongan dan kecenderungan untuk
mengembangkan diri sendiri semaksimal mungkin.
4. Cara berperilaku seseorang dan cara menyesuaikan dirinya terhadap
keadaan hidup yang dihadapinya, selalu sesuai dengan pandangannya
sendiri terhadap diri sendiri dan keadaan yang dihadapi.

vi
5. Seseorang akan menghadapi persoalan jika di anatara unsur-unsur dalam
gambaran terhadap diri sendiri timbul konflik dan pertentangan, lebih-
lebih antara real self dan ideal self.1

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Teori Client-


Centered merupakan teori yang lebih menekankankan pusatnya kepada
konseli, konseli dibiarkan untuk menyadari sepenuhnya tentang konsep dirinya
selama proses konseling, serta dipercayai dengan nalurinya sendiri konseli
mampu mencapai perubahan dalam konsep diri dan tingkah lakunya yang lebih
sesuai dengan diri dan kondisi hidup hidup yang dihadapinya ke arah yang
lebih optimal dan maksimal.

B. Karaktristik Dasar Client Centered

Rogers tidak mengemukakan bahwa teori terpusat pada pribadi sebagai


pendekatan pada terapi yang pasti dan komplit. Dia berharap orang lain akan
memandang teorinya sebagai suatu perangkat prinsip yang tentatif yang
berkaitan dengan bagaimana proses terapi itu berkembang, bukan sebagai
dogma. (Corey, 1996 : 201). Rogers dan Wood (1974) melukiskan karaktristik
yang membedakan pendekatan terpusat pada pribadi dengan model yang lain.
Adaptasi dari deskripsi itu adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan terpusat pada pribadi difokuskan pada pertanggungjawaban


dan kapasitas klien untuk menemukan cara agar bisa menghadapi realitas.
2. Klien yang paling tahu tentang dirinya, adalah yang harus menemukan
perilaku yang lebih tepat baginya yang didasarkan pada kesadaran diri
yang sedang tumbuh.
3. Pendekatan ini menekankan dunia fenomena si klien. Dengan usaha untuk
bisa mengantisipasi kerangka referensi internal si klien maka konselor
menaruh kepeduliannya terutama pada persepsi klien akan dirinya dan
dunia.

W.S Winkel dan M.M Sri Hastuti, BIMBINGAN DAN KONSELING DI INSTITUSI
1

PENDIDIKAN, (Yogyakarta: MEDIA ABADI, 2010), h. 397-399

vii
4. Prinsip psikoterapi yang sama berlaku untuk semua klien “normal”,
“neurotik”, dan “psikotik”. Berdasarkan pandangan bahwa usaha untuk
bisa bergerak ke kedewasaan psikologi berakar kuat pada sifat dasar
manusia, maka prinsip terapi terpusat pada pribadi berlaku bagi mereka
yang berfungsi pada tingkat yang relatif normal dan juga pada mereka
yang mengalami salah penyesuaian psikologis pada tingkat yang lebih
tinggi.
5. Psikoterapi hanyalah satu contoh dari hubungan pribadi yang konstruktif.
Klien mengalami pertumbuhan psikoterapeutik dalam dan lewat hubungan
dengan orang lain yang menolongnya berbuat sesuatu yang tidak bisa dia
perbuat sendirian.
6. Psikoterapi merupakan hubungan dengan konselor yang kongruen
(menjadikan perilaku dan pengungkapan eksternal berpasangan dengan
perasaan dan pikiran internal), yang mau menerima, dan empati yang
memberikan fasilitas kepada klien untuk bisa mengalami perubahan
terapeutik.
7. Konselor adalah orang yang segera hadir dan bisa dihubungi oleh klien
dan untuk berfokus pada pengalaman "di sini dan sekarang".
8. Terapi terpusat pada pribadi telah mengembangkan lewat penelitian pada
suatu proses dan hasil akhir dari terapi. Teorinya tidaklah tertutup
melainkan telah tumbuh melalui observasi konseling selama bertahun-
tahun dan terus berubah pada saat penelitian baru mendapatkan
pemahaman tentang sifat dasar manusia yang terus bertambah dan proses
terapeutiknya.
9. Terapi terpusat pada pribadi bukanlah seperangkat teknik ataupun dogma.
Dengan berakar pada suatu perangkat sikap dan kepercayaan yang
didemonstrasikan oleh konselor maka terapi ini bisa dikarakterisasikan
sebagai cara keberadaan dan sebagai perjalanan yang sama-sama
dilakukan oleh konselor dan klien di mana masing-masing saling

viii
mengungkapkan kemanusiaan masing-masing dan saling berpartisipasi
dalam pengalaman pertumbuhan.2

C. Peran dan Fungsi Konselor dalam Teori Client-Centered


Menurut Rogers pada hakikatnya konselor dalam client-centered lebih
menekankan aspek sikap daripada teknik konseling, sehingga yang lebih
diutamakan dalam konseling adalah sikap konselor. Sikap konselor inilah yang
memfasilitasi perubahan pada diri klien. Konselor menjadikan dirinya sebagai
instrument perubahan. Konselor bertindak sebagai fasilitaor dan
mengutamakan kesabaran dalam proses konselingnya.
Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang
memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri. Dalam proses konseling
peran konselor yaitu mempertahankan tiga kondisi inti yaitu menunjukkan
sikap yang selaras dan keaslian, peneriamaan tanpa syarat, dan pemahaman
empati, yang tepat. Ketiga kondisi inti tersebut menghadirkan iklim kondusif
untuk mendorong terjadinya perubahan terapeutik dan perkembangan konseli.
Jadi, konselor berperan membantu klien dalam merefleksikan perasaan-
perasaannya.
Konselor berfungsi membangun iklim konseling yang menunjang pertumbuhan
klien. Iklim konseling yang menunjang akan menciptakan kebebasan dan
keterbukaan pada diri klien untuk mengeksplorasi masalahnya. Hal terpenting
yang harus ada adalah seorang konselor bersedia untuk memasuki dunia klien
dengan memberikan perhatian yang tulus, kepedulian, penerimaan, dan
pengertian. Apabila ini dilakukan, klien diharapkan dapat menghilangkan
pertahanan dan persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi
pribadi yang lebih tinggi.3

2
Abdul Hayat, Teori dan Teknik Pendekatan Konseling: Psikoanalisis, Terapi Terpusat pada Pribadi,
Behavioral, dan Terapi Rasional Emotif, (Kalimantan Selatan: Lanting Media Aksara Publishing House, 2010),
h.70-72
3
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik,
(Jakarta: Kencana, 2011), h. 156-157.

ix
D. Tujuan Client Centered

Tujuan dasar client centered adalah menciptakan suasana konseling


yang kondusif untuk membantu klien menjadi pribadi yang dapat berfungsi
secara utuh dan positif. Titik berat dari tujuan client centered adalah
menjadikan tingkah laku klien kongruen atau autentik ( tidak lagi berpura-
pura dalam kehidupannya). Klien yang tingkah lakunya bermasalah
cenderung mengembangkan kepura-puraan yang digunakan sebagai
pertahanan terhadap hal-hal yang dirasakannya mengancam. Kepura-puraan
ini menghambatnya tampil secara utuh di hadapan orang lain sehingga ia
menjadi asing terhadap dirinya sendiri.

Melalui terapi client centered ini diharapkan klien yang


mengembangkan kepura-puraan tersebut dapat mencapai tujuan terapi antara
lain :

a. Keterbukaan pada pengalaman.


b. Kepercayaan terhadap diri sendiri.
c. Menghilangkan sikap dan perilaku yang kaku.
d. Bersikap lebih matang dan teraktualisasi.

Hal penting lainnya yang ingin dicapai dari client centered adalah
menjadikan klien sebagai pribadi yang berfungsi sepenuhnya (fully
fungctioning person) yang memiliki arti sama dengan aktualisasi diri.

Sahakian (dikutip dari Latipun, 2001) menjelaskan secara detail yang


dimaksud dengan fully functioning person sebagai berikut :

a. Klien terbuka terhadap pengalamannya dan keluar dari kebiasaan


defensif nya.
b. Suruh pengalamannya dapat disadari sebagai sebuah kenyataan.
c. Tindakan dan pengalaman yang dinyatakan akurat sebagaimana
pengalaman yang sebenarnya.
d. Struktur self-nya kongruensi dengan pengalamannya.

x
e. Struktur self-nya dapat berubah secara fleksibel sejalan dengan
pengalaman baru.
f. Klien memiliki pengalaman self regard.
g. Klien dapat bertingkah laku kreatif untuk beradaptasi terhadap
peristiwa baru.
h. Dapat hidup dengan orang lain secara harmonis karena menghargai
perbedaan individual.

Untuk mencapai tujuan tersebut konselor dan klien diharuskan untuk


dapat membangun kerjasama yang baik. Sikap dan keterampilan konselor
adalah yang utama untuk menciptakan peran serta klien secara aktif terlibat
dalam konseling secara keseluruhan. Faktor intelegensi klien juga
mempengaruhi apakah tujuan konseling dapat tercapai atau tidak. Hal ini
disebabkan karena kalianlah yang bertindak paling banyak dalam menentukan
pilihan atau keputusan yang ditujukan untuk dirinya sendiri. Pemahaman dan
penalaran yang baik dari klien akan mempermudah pemecahan masalah
sekaligus proses aktualisasi dirinya.4

E. Teknik - Teknik Client Centered

1. Acceptance

Menerima dan memperhatikan sepenuhnya apa yang diucapkan, apa yang


dibicarakan, dan apa pendapat klien . Hal ini dimaksudkan agar dalam proses
konseling bisa mengungkapkan apa yang menjadi masalah klien dengan lebih
terbuka dan bebas .

2. Respect

Menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan


kewajiban serta tanggung jawab .

3. Understanding

4
Namora Lumongga Lubis, h. 157-158.

xi
Yakni sebagai konselor harus mengerti dan memahami tentang apa masalah
yang sedang dihadapi kliennya.

4. Reasutance

Sikap konselor untuk menghargai, menenangkan, merenteramkan hati terhadap


apa yang diutarakan atau pendapat klien .

5. Reflection of feeling

Memantulkan perasaan klien agar mereka diperhatikan dan bisa menceritakan


lebih lanjut serta mencurahkan isi hatinya dengan sepenuhnya .

6. Restatement

Mengungkapkan kembali pernyataan - pernyataan klien agar ia dapat


mengungkapkan lebih lanjut tentang apa yang diperrmasalahkan. 5

5
Potensia, Jurnal Kependidikan Islam, Juri: tahun 2011, h. 156-157.

xii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendekatan Client Centered Therapy (CCT) atau terapi berpusat pada


klien. Client centered mendasarkan diri pada pandangannya tentang sifat dan
hakikat manusia. Pandangannya terutama tertuju pada penghargaan martabat
manusia. Dasar pendekatan client centered adalah bahwa kekuatan-kekuatan
atau kemampuan-kemampuan tertentu dalam diri individu untuk tumbuh dan
berkembang untuk menyesuiakan diri, dan memiliki dorongan kuat ke arah
kedewasaan dan harus dihargai.

Pada hakikatnya konselor dalam client-centered lebih menekankan aspek


sikap daripada teknik konseling, sehingga yang lebih diutamakan dalam
konseling adalah sikap konselor. Sikap konselor inilah yang memfasilitasi
perubahan pada diri klien. Konselor menjadikan dirinya sebagai instrument
perubahan. Konselor bertindak sebagai fasilitaor dan mengutamakan kesabaran
dalam proses konselingnya.

B. Saran

Menurut pendapat kami , seorang guru bisa dinilai memiliki mutu kerja
yang berkualitas jika membimbing siswa dengan baik, jadi hendaknya lebih
bisa memahami, mendalami dan menguasai bidang bimbingan dan konseling
ini. Dengan adanya makalah dari kami ini, diharapkan adanya perbaikan
kedepannya.

xiii
DAFTAR PUSTAKA

Adi, Kukuh Jumi. Esensial Konseling: Pendekatan Trait And Factor Dan
Client Centered. Yogyakarta: Garudhawaca, 2013.

Hastuti, M.M. Sri dan Winkel, W.S. BIMBINGAN KONSELING DI


INSTITUSI PENDIDIKAN. Jakarta: PT. Grasindo, 1997.

Hayat, Abdul. Teori Dan Teknik Pendekatan Konseling : Psikoanalsis,


Terapi Terpusat Pada Pribadi, Behavioral, Dan Terapi Rasional
Emotif. Banjarmasin: LANTING MEDIA AKSARA PUBLISHING
HOUSE, 2010.

Lubis, Namora Lamongga. Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori


dan Praktik. Jakarta: KENCANA. 2018.

Sulistyarini dan Jauhar, Mohammad. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta:


Prestasi Pustakarya, 2014.

xiv

Anda mungkin juga menyukai