Anda di halaman 1dari 80

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan mahluk bio, psiko, sosial dan spiritual yang

mempunyai keunikan tersendiri, dimana antara yang satu dengan yang lainnya

berbeda dan mempunyai kebutuhan yang berbeda pula. Manusia dikatakan

juga sebagai mahluk holistik, yang mempunyai berbagai kebutuhan dasar yang

harus dipenuhi setiap harinya, kebutuhan akan rasa nyaman adalah salah

satunya. Kebutuhan manusia akan rasa nyaman tidak kalah pentingnya jika

dibandingkan dengan kebutuhan dasar lainnya yang tentunya saling

mendukung dan berintegrasi.

Timbulnya gangguan rasa nyaman bisa diakibatkan oleh berbagai

faktor, adanya rangsangan nyeri merupakan salah satu faktor yang dapat

mengakibatkan rasa nyaman terganggu, dengan terjadinya gangguan ini maka

kecil ataupun besar dapat mengganggu aktivitas manusia dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Melihat permasalahan diatas tentunya peran serta perawat baik

sebagai fasilitator, edukator, organisator dan sekaligus pelaksana dari asuhan

keperawatan sangatlah dibutuhkan untuk dapat memberikan asuahan

keperawatan secara optimal.

Gangguan rasa nyaman nyeri yang akan dibahas dalam karya tulis ini

adalah nyeri yang diakibatkan oleh terputusnya kontinuitas jaringan akibat

luka apendiktomi. Kasus apendiktomi dari tahun ketahun mengalami

1
2

peningkatan meskipun tidak signifikan akan tetapi cukup mempengaruhi

terhadap derajat kesehatan masyarakat, kasus ini prevalensinya lebih sering

terjadi pada orang dewasa, hal ini diakibatkan oleh pola makan dan kebiasan-

kebiasan yang dapat merugikan kesehatan, tetapi meskipun demikian tidak

menutup kemungkinan dapat menyerang semua golongan usia, maka solusi

yang paling tepat adalah mencegah bagimana supaya permasalahan ini tidak

timbul.

Berdasarkan data yang kami peroleh dari Medikal Record RSU dr.

Salamet Garut klien yang mengalami apendiksitis yang telah dilakukan

operasi Apendiktomi dari bulan Januari sampai dengan bulan Juli adalah

sebagai berikut:

Tabel 1.1
Klasifikasi Jumlah Rawat Inap Penderita Apendiksitis
Yang Telah Dilakukan Operasi Apendiktomi

NO Bulan Jumlah Pasien


1 Januari 7 orang
2 Februari 3 orang
3 Maret 9 orang
4 April 7 orang
5 Mei 4 orang
6 Juni 3 orang
7 Juli 6 orang
Jumlah 39 orang
(Sumber : Medical Record RSU dr. Slamet Garut)

Maka tindakan apendiktomi adalah solusi tepat untuk mengatasi

komplikasi dari peradangan apendiks tersebut. Klien pasca apendiktomi

memerlukan perawatan dan perhatian khusus untuk segera memulihkan

kondisi tubuhnya, dan mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya sehingga

tidak terus-menerus tergantung pada bantuan orang lain.


3

Berdasarkan hal di atas, maka penulis mengambil kasus yang berjudul


“ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A DENGAN POST
APENDIKTOMI DI GEDUNG AGATE RSU dr. SLAMET GARUT”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Memperoleh pengetahaun dan pengalaman secara nyata dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan post apendiktomi

dengan menggunakan metode pendekatan proses keperawatan secara

komprehensif.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien post apendiktomi

b. Mampu membuat analisa data pada klien apendiktomi

c. Mampu merumuskan rencana keperawatan pada kasus apendiktomi

d. Mampu melaksanakan tindakan asuhan keperawatan. Pada klien post

apendiktomi.

e. Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan sesuai dengan

kriteria yang diharapkan.

f. Mengetahui masalah yang timbul pada saat melakukan asuhan

keperawatan pada klien post apendiktomi, yang selanjutnya dijadikan

sebagai analisis untuk mencari pemecahannya.

g. Mempunyai keterampilan dalam mendokumentasikan hasil asuhan

keperawatan.
4

C. Metode Penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ini metode yang digunakan adalah

metode deskriptif yaitu gambaran dari kasus nyata dengan pendekatan proses

keperawatan yang tertuju pada penaggulangan masalah yang aktual dan

potensial, tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Wawancara

Wawancara dilaksanakan dengan percakapan langsung dengan klien dan

keluarga klien serta perawat ruangan untuk mendapatkan data yang

akurat, dimana penulis bertanya langsung mengenai keluhan yang di

rasakan klien saat ini, riwayat kesehatan sekarang, dahulu, dan

keluarganya, data psikologis dan data-data penunjang lainnya yang

berhubungan dengan klien post apendiktomi.

2. Observasi

Data yang dikumpulkan pada saat observasi adalah keadaan umum, TTV,

pemenuhan kebutuhan sehari-hari sehingga didapat data yang berupa

masalah klien.

3. Pemeriksaan Fisik

Menentukan ada tidaknya kelainan, yang dilakukan berdasarkan

persistem tubuh.

4. Studi Dokumenter

Data yang diperoleh berasal wawancara, pengukuran/observasi dan

sumber, serta jenis data, yaitu:


5

a. Sumber Data

Pada dasarnya terbagi dua, yaitu:

1) Sumber data primer

diperoleh dari klien sendiri melalui wawancara dan observasi

langsung dari klien.

2) Sumber data sekunder.

Diperoleh dengan melakukan wawancara dari keluarga klien,

perawat ruangan dan status klien.

b. Jenis data.

Pada dasarnya terbagi menjadi dua:

1) Data Subjektif

Diperoleh dari klien berupa keluhan dan perasaan yang dirasakan.

2) Data Objektif

Diperoleh melalui observasi dan pemeriksaan fisik

5. Studi Kepustakaan

Adalah data yang didapatkan dari sumber dan literature yang menunjang

terhadap kasus post apendiktomi yang bertujuan untuk mengaplikasikan

teori dengan praktek keperawatan.

D. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan sistematika

sebagai berikut :
6

BAB I : Menjelaskan pendahuluan yang berisi tetang latar belakang

masalah, tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika

penulisan.

BAB II : Merupakan tinjauan teoritis yang menguraikan tentang :

Konsep penyakit yang meliputi pengertian, patofisiologi,

manifestasi klinis, evaluasi diagnostik, penatalaksanaan,

komplikasi, intervensi keperawatan serta dampak terhadap

kebutuhan dasar, dan pendekatan proses keperawatan.

BAB III : Yang berisi Tinjauan kasus dan pelaksanaan asuhan

keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan yang

meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, catatan

perkembangan, serta membahas kesenjangan yang terjadi antara

teori dan praktek dilapangan.

BAB V : Kesimpulan dan Rekomendasi

Berisi kesimpulan penulis setelah melaksanakan kegiatan

Asuhan Keperawatan dan Rekomendasi untuk perbaikan dimasa

yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit

7
7

1. Pengertian

Apendiks adalah ujung seperti jari-jari kecil panjangnya ± 10 cm

(4 Inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Brunner and

Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, 2002 : 1096).

Apendiksitis adalah Mengacu pada radang apendiks, suatu

tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior

dari sekum (Barbara Engram, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal

Bedah, 1999 : 215).

Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari,

melekat pada sekum dibawah katup ileosekal (R. Sjamoehidajat dan Wim

De Jong, Ilmu Bedah, 2000 : 45).

Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur

kedalam sekum, karena pengosongan tidak efektik dan lumennya kecil

apendiks cenderung untuk tersumbat dan rentan terhadap infeksi.

Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks ferivormis dan merupakan

penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi, walaupun apendiks dapat

terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada dewasa muda.

2. Anatomi dan Fisiologi Apendik

a. Anatomi
8

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, tonjolan apendiks pada

neonatus berbentuk kerucut yang menonjol dari afeks sekum

sepanjang 4,5 cm. Pada masa anak, panjang apendiks rata-rata

9-10 cm, terletak postero medial sekum kira-kira 3 cm infero dari

ileosekal, pada posisinya yang normal apendiks terletak pada dinding

abdomen, dibawah titik Mc Burnay dicari dengn cara menarik dari

spina iliaka anterior kanan ke umbilika. Fungsi apendiks tidak jelas

kadang-kadang disebut tonsil abdomen, karena banyak ditemukannya

jaringan limpoid sejak intra uteria akhir kehamilan dan mencapai

puncaknya pada kira-kira 15 tahun, yang kemudian mengatasi atropi

serba praktis menghilang pada usia 60 tahun. Diperkirakan apendiks

mempunyi peranan dalam mekanisme imunologi. Apendiks bersifat

basa mengeluarkan cairan yang bersifat basa, mengandung amilase

eripsin dan musin (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,

2001 : 1099)

Gambar 1: Anatomi apendik

b. Fisiologi
9

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara

normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan

pada patogenesis pada imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh

GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang terdapat disepanjang

saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat

efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian

pengangkatan apendiks tidak dipengaruhi oleh system imun tubuh

sebab jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

(Buku Ajar Ilmu Bedah : 1997)

3. Etiologi

Apendiksitis merupakan infeksi bakterial. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor

yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan

limfe, Fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula penyebab

sumbatan, penelitian epidemiology menunjukan peran kebiasaan makan

makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya

apendiksitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal.

(Ilmu Penyakit dalam : 1999)

4. Patofisiologi apendiksitis
10

Apendiks ter-inflamasi dan mengalami oedema sebagai Akibat

terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses),

tumor, atau benda asing, cacing, atau parasit lain. Proses inflamasi

meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau

menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi

dikuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang

terinflamasi berisi pus (Buku Ajar Medikal Bedah 2001 :1097).

Distensi mendadak dapat menyebabkan peristaltik dengan kram.

Tekanan vena berlebihan dan aliran arteriol ke dalam menyebabkan

kongesti vaskular apendiks, dengan refleks mual. Pembendungan serosa

merangsang peradangan peritoneum parietalis dengan pergeseran atau

nyeri yang lebih hebat ke kuadran kanan bawah. Gangguan mukosa

memungkinkan invasi bakteri, dan selanjutnya timbul demam, takikardi,

dan leukositosit. (Schwartz Shires, Spencer: Intisari Prinsip-prinsip Ilmu

Bedah; 2000 : 437).

Sumbatan lumen

Aliran mucus terhambat

Apendik teregang Menekan pusat
 lapar ke thalamus
Aliran darah terganggu 
 Anorexia
Peradangan 
 Terjadi inflamasi pada
Oedema dinding mukosa
 
Infeksi Ruftur HCL Meningkat
  
Insisi Nekrosis Mual, muntah
  
Kurang perawatan Apendiktomi
  Gangguan Pemenuhan
Luka masih basah Luka operasi kebutuhan terganggu
11

 
Mikroorganisme berkembag Jaringan rusak
 
Mengeluarkan zat serotonin,
Resti terjadinya bradikinin, histamine
Infeksi 
Merang sang saraf Respon terhadap
 nyeri
Thalamus 
 Takut untuk bergerak
Cortek selebri 
 Penurunan energi
Persepsi nyeri 
 Malaise
Gangguan rasa 
nyaman nyeri Gangguan
Luka Insisi
 ADL
Teputusnya continuitas 
jaringan Adanya peningkatan stressor
 dan rangsangan nyeri Mengaktifkan RAS
Nutrisi, O2, dan aliran darah  
terhambat Peningakatan kewaspadaan
Gangguan rasa aman
 
cemas
Nekkrosis Tidur terjaga
 
Gangguan integritas Gangguan
kulit istirahat tidur

5. Manifestasi Klinis

Rasa nyeri pada kuadaran bawah perut dan biasanya disertai

demam ringan, mual muntah dan anoreksia. Nyeri tekan lokal pada titik

Mc Burnay bila dilakukan tekanan. Bila apendiks melingkar dibelakang

sekum nyeri tekan dapat terasa didaerah lumbal nyeri pada defekasi
12

menunjukan ujung apendiks ada didekat kandung kemih atau ureter.

Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi.

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran

bawah kiri, yang secara paradoksal menyebabkan nyeri yang terasa

dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi

lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat illeus paralitik, dan

kondisi pasien memburuk. (Ilmu Medikal Bedah, 2001 : 1099).

6. Evalausi Diagnostik

Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap tes

laboratorium dan sinar X hitung darah lengkap dilakukan akan menujukan

peningkatan sel darah putih, jumlah lekosit mungkin lebih besar dari

10.000/mm3 dan pemeriksaan ultrasound menunjukan kadar aliran udar

terlokalisir, Ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi diagnosa,

(Schwartz shires, Spencer: intisari Prinsip-prinsip ilmu bedah; 2000 : 437)

7. Penata Laksanaan

Pembedahan Apendiktomi dilakuakan bila diagnosa apendiksitis

telah ditegakan, antibiotik dan cairan infus diberikan, sampai pembedahan

dilakukan, analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.

Apendiktomi dilakuan sesegera mungkin untuk mencegah perforasi.

8. Komplikasi
13

Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat

berkembang menjadi peritonitis atau abses kemungkinan perforasi adalah

10-32 % lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum

terjadi 24 jam setelah nyeri, gejala mencakup demam, nyeri tekan, nyeri

abdomen yang kontinue (Schwartz Shires, Spencer : Intisari Prinsip-

Prinsip Ilmu Bedah; 2000 : 437)

9. Intervensi Keperawatan

Tujuan keperawatan mencakup menghilangkan nyeri, mencegah

kehilangan volume cairan, mengurangi ansietas, menghilangkan infeksi,

mempertahankan, integerutas kulit dan mendapatkan nutrisi yang

optimum (Iin Inayah, Asuhan keperawatan pada klien gangguan system

pencernaan, 2004: 73)

10. Dampak Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

a. Gangguan rasa nyaman nyeri

Karena adanya luka insisi akibat pembedahan yang menyebabkan


terGangguanya ujung-ujung saraf bebas dalam kulit dan jaringan
sehingga menimbulkan rasa nyaman klien terganggu (Doenges, 1999)
b. Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari

Pada klien post apendiktomi akan menimbulkan rasa nyeri akibat

adanya insisi sehingga klien cenderung membatasi pergerakan dan

menyebabkan imobilisasi sehingga klien tersebut dihadapkan pada

masalah pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan pemenuhan gerak


14

optimal (Barbara Engram, Rencana Asuhan Keperawatan Medical

Bedah : 1999)

c. Gangguan pemenuhan istirahat tidur

Serabut nyeri merangasang sistem aktifitas retikulasi yang mempunyai

efek yang sanagt kuat dan menggiatkan seluruh sistem sarap untuk

membangunkan seseorang dari tidur. Oleh karena itu istirahat tidur

klien akan mengalaini gangguan (Marilynn E. Doenges, 2001)

d. Gangguan rasa aman cemas

Klien yang pertama kali operasi, belum dapat beradaptasi dengan

nyerinya dan belum mengetahui mekanisme dalam pengalihan.

(Marilynn E. Doenges, 2000)

e. Gangguan Pemenuhan kebutuhan nutrisi

Adanya gangguan fungsi mukosa sebagai barrier menyebabkan

mukosa lambung akan mengiritasi karena peningkatan as. lambung

akan mengiritasi as. lambung (adanya stimulan saraf cholinergik)

akibat peningkatan asam lambung akan merangsang medula vomiting

center sehingga menyebabkan intake nutrisi kedalam tubuh berkurang

(Marilynn E. Doenges, 2000).

f. Gangguan Integritas kulit

Pada klien dengan post akan menimbulkan gangguan pada kulit,

jaringan dan integritas otot (Doenges,1999 : 915).

g. Gangguan pengaturan suhu tubuh


15

luka yang terinfeksi akan menunjukan peningkatan suhu tubus sebagai

tanda adanya peradangan yang terinfeksi ( Marilynn E. Doenges,

2001)

h. Resiko tinggi terjadinya infeksi

Luka yang masih basah merupakan tempat yang paling rawan bagi

kuman, bakteri untuk berkembang biak/ bersarang.

(Marilynn E. Doenges, 2001).

11. Fisiologi nyeri

Nyeri merupakan perasaan yang kompleks karena menyertakan

sensasi, perasaan dan emosi. Informasi dan reseftor nyeri mencapai sistem

syaraf sentral melalui serabut syaraf asenden. Bila informasi ini telah

sampai di thalamus, maka seseorang akan merasakan adanya suatu sensasi

serta mempelajari tentang lokasi dan kekuatan stimulus.

a. Reseptor dan rangsangan nyeri

Respon yang terpilih terhadap stimulasi yang membahayakan

stimulasi kimiawi terhadap nyeri adalah histamin, bradikinin,

prostaglandin, bermacam-macam asam sebagai bahan tersebut

dilepaskan oleh jaringan yang rusak. Nyeri tidak menimbulkan

adaptasi yang berulang-ulang dan pada beberapa kejadian bisa

menjadi lebih sensitif untuk beberapa lama. Pada kondisi patologi

sensitif nyeri meningkat (hiperalgesia) peka terhadap nyeri walaupun

hanya sedikit sentuhan (stimulus mekanis).


16

b. Transmisi nyeri

Impuls-impuls nyeri disalurkan ke sumsum tulang belakang oleh kedua

serabut-serabut yang bermielin rapat tinggi serabut A dekat serabut-

serabut lamban, serabut C, nyeri dapat diterangkan sebagai nyeri tajam

atau menusuk yang mudah diketahui lokasinya. Akibat nyeri dari

impuls-impuls yang ditransmisi oleh serabut-serabut delta mempunyai

sifat inhibitor yang ditransmisi keserabut-serabut C. impuls-impuls

menyeberangi tulang-tulang pada kedua interneuron dan bersambung

dengan jalur spinalis asenden. Untuk impuls-impuls nociceptive terletak

pada belahan vertikal dan sum-sum belakang yang paling utama adalah

spinothalamic tract (STT). STT merupakan sistem yang diskriminatif

dan membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dan stimulus kepada

thalamus kemudian ke kortek untuk diinterpestasi.

c. Respon fisiologi nyeri

Dalam situasi tertentu nyeri viseral yang patah menyeberangi

mendadak pada waktu terjadi vasodilatasi dan menurunkan tekanan

darah dan terjadi shock. Stimulus yang merusak dan juga

menimbulkan repleks kontraksi dan otot-otot flextor. Respon yang

menjauh dan nyeri umpamanya meraba panas akan berakibat

konstraksi otot tangan dan lengan dan objek, stimulus yang merusak

terus menerus biasanya ada hubungan dan otot yang berhubungan jauh

dari fenomena adalah kekakuan perut pada orang yang menderita

nyeri intra abdomen.


17

d. Persepsi nyeri

Tempat persepsi nyeri adalah di cortex serebri (fungsi evaluatif-

kognitif) sebagai dampak dari stimulasi yang ditransmisi ke atas

spinothaloamik dan jalur thalamic vertikal. Persepsi nyeri bersifat

subjektif, sangat kompleks tersendiri, dipengaruhi oleh faktor-faktor

stimulus nocireseptor dan transmisi nocireseptor impuls seperti oleh

daya reseptif dan interprestasi cortical. Toleransi nyeri berhubungan

dengan intensius stimulus yang diperlukan bagi orang yang

menanggapi nyeri serta karakteristik nyeri dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain :

1) Lingkungan

Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsangan dari lingkungan

yang berlebihan misalnya kebisingan, cahaya sangat terang dan

kesendirian.

2) Umur

Toleransi terhadap nyeri meningkat sesuai dengan pertambahan

usia, inisal semakin bertambah usia seseorang maka semakin

bertambah pula pemahaman terhadap nyeri dan usaha

mengatasinya.

3) Kelelahan

Kelelahan dapat meningkatkan nyeri dan banyak orang merasa

lebih nyaman setelah tidur


18

4) Riwayat nyeri sebelumnya

Riwayat nyeri sebelumnya dan mekanisme pemecahan masalah

berpengaruh terhadap seseorang dalam mengatasi nyeri.

5) Kepercayaan agama / kebudayaan

Pada beberapa kebudayaan, inisal suku judeo shristian, nyeri

mungkin dianggap sehagai kutukan terhadap perbuatan jelek

seseorang oleh karena itu ia tidak sadar tanpa mengeluh dengan

tujuan bertobat atas dosanya.

6) Dukungan

Tersedianya orang-orang yang memberi dukungan sangat berguna

bagi seseorang dalam menghadapi nyeri, inisal anak-anak akan

merasa lebih nyaman bila dekat dengan orang tua.

e. Teori transmisi nyeri

Teori gate control pengendalian gerbang (Melzark dan Well, 1997)

menyatakan bahwa substansi dan gelatinosa (SG) pada sumsum tulang

belakang mempunyai peran sebagai mekanisme pintu gerbang yang

mengijinkan lewatnya impuls nyeri. Mekanisme pintu gerbang ini

dapat memodifikasi dan merubah sensor nyeri yang datang sebelum

mereka sampai di cortex serebri dan menimbulkan persepsi nyeri.

Ada 3 faktor utama yang berinteraksi pada saat pintu gerbang

(gate) yaitu:

1) Reseptor nyeri, serabut nyeri dan interaksinya di pintu gerbang


19

2) Efek pada pintu gerbang elemen kognitif dan emosional dan

disebut juga sebagai fungsi syaraf pusat lebih tmggi

3) Input neural di sendi batang otak

Dalam mempelajari nyeri ada dua jenis serabut nyeri yang utama

yaitu serabut reseptor dengan diameter kecil dan serabut reseptor

nyeri dengan diameter besar. Serabut diameter kecil

mentransmisikan nyeri yang keras yang mempunyai reseptor

berupa ujung-ujung syaraf bebas di kulit dan struktur dalam

sedangkan serabut suhu hangat dan tekanan halus. Serabut

berdiameter besar mempunyai reseptor yang terletak di struktur

permukaan interaksi serabut-serabut diameter besar dan kecil

dipintu gerbang merupakan penyebab medulasi sensasi nyeri.

Untuk mendetermasi beberapa banyak nyeri yang diterima oleh

seseorang, ada tiga gambaran yang membantu yaitu pertama, input

emosional dan kognitif yang terus menerus berkaitan dengan

stimulus nyeri. Kedua, adalah intensitas stimulus nyeri dalam arti

jumlah serabut yang terstimulasi dan frekuensi impuls. Ketiga,

adalah keseimbangan relatif aktivitas serabut besar terhadap

serabut serat yang keduanya terletak secara paralel dengan batang

sel pada akar dorsal ganglea. Serabut besar beraksi terhadap

substansi gelatmosa (SG) dan menstimulasinya, stimulasi ini

mencegah transmisi dan sel T yang diperlukan terhadap persepsi

nyeri. Sinyal-sinyal dapat bersifat inhibitor atau fasilitator, bila


20

fasilitatif maka hasilnya adalah firing dan sel T yang menghasilkan

persepsi nyeri dan respon otot dan endokrin.

f. Stimulus nyeri

Reseptor nyeri dinamakan nocireseptor distimulasi juga secara

langsung dengan merusak sel reseptor secara sekunder merangsang zat

kimia seperti bradikin nociceptor yaitu:

1) Mekanik

- Trauma jaringan tubuh, misal operasi menimbulkan nyeri

dengan cara merusak jaringan langsung pada reseptor nyeri

inflamasi.

- Perubahan pada jaringan tubuh misal udema dengan cara

menekan reseptor nyeri.

- Tumor dengan cara menekan reseptor nyeri iritasi ujung

syaraf.

2) Kimia

Iskemik jaringan, misal sumbangan arteri coronaria, menimbulkan

nyeri dengan cara stimulasi nyeri karena akumulasi asam laktat

(mungkin zat lam seperti bradikinin) dalam jaringan.

3) Termal

Panas atau jaringan yang ekstrim dapat menimbulkan kerusakan

jaringan, kemudian menstimulasi reseptor nyeri termosensitif.


21

g. Klasifikasi nyeri

1) Menurut tempatnya

(a) Periferal pain

Yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah permukaan tubuh

seperti kulit, mukosa.

(b) Deep pain

Nyeri yang dirasakan pada suatu daerah atau organ tubuh

bagian dalam.

(c) Refered pain (nyeri alihan)

Yaitu nyeri dalam yang disebabkan oleh penyakit organ atau

struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh di

daerah yang berbeda sehingga penderita merasakan nyeri pada

daerah tubuh tertentu tetapi sebetulnya bukan asal nyeri.

2) Menurut serangannya

a) Nyeri akut adalah rasa sakit yang hebat, pada

umumnya berlangsung relatif singkat (kurang dan 6 bulan)

seperti nyeri fraktur atau pembesaran perut.

b) Nyeri kronik, berkembang sangat lambat dan

berlangsung lebih lama dan pada nyeri akut

3) Menurut sifat-sifatnya

(a) Nyeri tertusuk


22

Nyeri jenis ini dirasakan apabila suatu jarum ditusukan ke

dalam kulit atau bila dipotong dengan pisau. Nyeri berdasarkan

sifat ini juga sering dirasakan bila daerah kulit yang luas

mengalaini iritasi kulit.

(b) Nyeri terbakar

Jenis ini dapat dirasakan bila kulit terbakar dapat bersifat nyeri

sekali dan merupakan nyeri yang paling besar kemungkinan

dapat menyebabkan penderitaan bagi pasien.

(c) Aching pain

Yaitu nyeri yang dirasakan dipermukaan tubuh tetapi

merupakan suatu nyeri bagian dalam dengan berbagai tingkat

gangguan. Aching dengan intensitas rendah terdapat di daerah

tubuh yang luas dapat bersatu menjadi satu sensasi yang tidak

enak.

4) Skala nyeri

Skala Nyeri

12. Patofisiologi nyeri pada apendiksitis

Pada kasus apendiksitis, gejala-gejala permulaan adalah nyeri,

mual, muntah, rasa ngilu dan sakit tekan di daerah apendiks dan panas
23

badan. Perasaan nyeri merupakan keluhan awal pada 97-100% kasus,

walaupun beberapa kasus mengeluh gangguan pencernaan satu atau dua

dan sebelumnya. Biasanya penderita terbangun di malam dan karena nyeri

perut kanan bawah yang makin hebat dan setiap gerakkan badan terutama

batuk dan ekstensi ektremitas akan menambah rasa nyeri.

Perpindahan lokasi nyeri ini merupakan tanda yang penting sekali

untuk diagnotik. Rasa nyeri yang pertama, merupakan nyeri viseral yang

menjalar dan apendiks ke organ-organ sekitamya. Ras nyeri yang kedua

di daerah kanan bawah merupakan nyeri somatik akibat peradangan

jaringan apendiks. Rasa nyeri ini sering disertai perasaan ingin defekasi.

13. Manajemen medik

Satu-satunya pengobatan pada kasus apendiksitis adalah operasi

membuang usus buntu/apendektomi, karena bila ditunda ada kemungkinan

terjadi gangren atau perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase

(mengeluarkan nanah), pada kasus perforasi, sebelum operasi perlu

diperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolitnya terlebih

dahulu. Dan bila keadaan sudah memungkinkan apendiks dibuang

sekaligus, bila tidak mungkin harus ditunggu 2-3 bulan kemudian, baru

apendiksnya diangkat melalui operasi kedua. Untuk pembedahan

dilakukan insisi sepanjang kira-kira 3-4 cm pada wanita dan 4-5 cm pada

laki-laki.

Bila pembedahan dilakukan sebelum ruptura dan tanda-tanda

peritonitis terjadi. Perjalanan pasca bedah umumnya tanpa komplikasi dan


24

klien bisa pulang dalam beberapa hari, untuk angkat jahitan dilakukan

minimal pada hari ke 6 dan maksimal pada hari ke 9. Perawatan pasca

operasi sama dengan perawatan operasi abdomen lainnya, yaitu puasa

sampai terdengar bising usus dan flatusi, baru boleh diberi bubur saring,

terapi antibiotik diberikan sesuai advis dokter.

14. Patofisiologi nyeri akibat putusnya continuitas jaringan kulit

Rusaknya continuitas jaringan kulit, hal ini diakibatkan karena

tekanan ekstern, klien yang menderita sakit pada luka operasi, tekanan

pada jaringan yang rusak, nyeri yang terus menerus dan disertai spasmus

otot akan memperlambat usaha pertumbuhan kulit dan jaringan. Nyeri

tersebut akibat terputusnya continuitas jaringan kulit yang dapat

merangsang reseptor kimia nyeri yaitu bradikinin, serotinin, histamin dan

prostaglandin. Bradikinin ini dikeluarkan ketika ada jaringan yang rusak.

Enzim yang merangsang bradikinin ada dalam dasar dan jaringan yang

aktivasi pada tempat nyeri injuri. Bradikinin juga mengikat ujung rerseptor

memproduksi impuls nyeri. Selama itu bradikinin mempercepat produksi

kimia yang menyebabkan radang seperti histamin yang memperlebar sel

dalam dinding kapiler sehingga lebih banyak cairan dan leukosit bergerak

pada area peradangan. Perpindahan ini menyebabkan area radang menjadi

kemerahan, bergerak dan lunak. Bradikinin juga menstimulasi

prostaglandin, prostaglandin adalah persenyawaan dan asam lemak dan

asam arachiodionik yang mensenitasi reseptor nyeri dan meningkatkan


25

efek bradikinin dan histamin. Toleransi nyeri berhubungan dengan

intensitas stimulus yang diperlukan orang yang menanggapi nyeri, seperti

karakteristik nyeri yang lain. Persepsi nyeri dapat menghilang pada

periode yang berat atau emosi. Kerusakan-kerusakan ujung syaraf dapat

memblok nyeri dan sumbemya seperti yang terjadi pada luka bakar

stadium III. orang-orang lanjut usia menderita kegagalan jaringan yang

dapat menimbulkan nyeri seperti yang dirasakan orang yang lebih muda.

Hal ini disebabkan karena atropi dan ujung-ujung syaraf perubahan

degeneratif pada jalur penyalur nyeri yang berkurangnya perasaan.

Sehingga diperlukan lebih banyak stimulus, juga membangkitkan respon.

15. Penanganan nyeri secara umum

a. Determinasi penyebab nyeri dan cobalah tindakan-tindakan paliatif

sebelum menggunakan obat-obatan, misalnya dengan mengatur posisi

yang tepat, massage, menghilangkan kegelisahan atau kompres

hangat.

b. Ikut sertakan klien dan keluarga dalam membuat perencanaan,

penanganan dan evaluasi pengelolaan nyeri.

c. Sebaiknya gunakan analgetika non narkotik dan pada narkotik apabila

nyeri bersifat ringan.

d. Menghindari penggunaan narkotik apabila nyeri bersifat ringan.

e. Kaji respon klien terhadap analgetik

f. Berikan analgetik secara teratur sesuai jadwal


26

g. Berikan analgetik sebelum klien mengeluh nyeri atau segera sewaktu

klien merasa nyeri.

h. Atur dosis analgetik sesuai kebutuhan.

i. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan blok syaraf (nerve block)

yang merupakan suatu interupsi kimia terhadap serabut syaraf inisal

dengan menginjeksikan anestesi lokal yaitu lidocaine maupun

procaine.

j. Stimulasi elektrik terkadang digunakan untuk mengatasi nyeri berat.

k. Pada beberapa rumah sakit akupunktur telah dipraktekan sebagai salah

satu cara untuk mengatasi nyeri

l. Hipnotis telah digunakan untuk menangani nyeri psikogenetik,

mencapai kondisi anestesia dan meningkat keefektipan pengobatan

nyeri

m. Tindakan pembedahan merupakan alternatif lanjut untuk mengatasi

nyeri hebat yaitu dengan memotong serabut-serabut yang

menghancurkan nyeri.

B. Proses Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metoda yang sistematis untuk mengkaji

respon manusia terhadap masalah-masalah kesehatan dan membuat rencana

keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan dapat

herhubungan dengan klien, keluarga, orang terdekat atau masyarakat. Proses


27

keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi atau

mengatasi masalah-masalah klien.

Asuhan keperawatan yang diberikan pada klien post apendektomi ini

melalui pendekatan proses keperawatan yang dimulai dan pengkajian,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan hasil yang diharapkan. Adapun

proses keperawatan tersebut adalah:

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai

sumber data untuk dapat mengevaluasi dan mengidentifikasi status klien

(Nurrasalam,2001: 17).

Merupakan tahap awal dengan landasan proses keperawatan. Diperlukan

pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat

memberi arah pada tindakan keperawatan.

a. Biodata atau Identitas klien dan penanggung jawab

Menurut Marylinn. E. Dongoes dalam Buku Rencana Asuhan

Keperawatan Edisi 3, (2000). pendekatan proses keperawatan pada

klien dengan gangguan sistem pencernaan ; post op apendiktomi,

yaitu meliputi identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur,

alamat, pendidikan, agama, pekerjaan, dan sebagainya.

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama
28

Keluhan yang paling menonjol dirasakan oleh klien pada saat

dilakukan pengkajian. Pada klien yang mengalami operasi biasanya

mengeluh nyeri pada luka operasi.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan penjabaran dari keluhan utama yang dirasakan saat dikaji

dengan menggunakan unsur PQRST, dimana :

P (Provokatif/Paliatif) :

Q (Qualitatif) : kualitas nyeri klien.

(Quantitatif) : ukuran nyeri klien.

R (Regional) : daerah gejala yang terasa dan tingkat

penyebarannya.

S (Skala keparahan) : Tingkat keparahan yang dirasakan.

T (Timing) : waktu gejala dirasakan.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Menjelaskan tentang pernah atau tidaknya klien menderita penyakit

atau gangguan dimasa lalu dan dapat mempengaruhi kesehatan

sekarang.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Menerangkan apakah diantara anggota keluarga ada yang mengalami

penyakit serupa atau ada yang diturunkan atau penyakit menular yang

berhubungan dengan kesehatan sekarang.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum
29

Klien dengan post biasanya dalam keadaan lemah dengan kesadaran

compos mentis.

b. Tanda-tanda vital

Meliputi tekanan darah, nadi, penafasan dan suhu tubuh.

c. Sistem integumen

Pada klien dengan operasi terjadinya suatu pemutusan kontinuitas

jaringan yang mana proses ini akan berakibat perubahan kulit pada

daerah sekitar luka bekas operasi (Doenges, 1999 : 917).

1) Rambut dan kulit kepala

Dikaji penyebaran rambut, warna, tekstur, kebersihan, kerontokan,

kaji adanya lesi, pada kulit kepala.

2) Kulit muka

Kaji kebersihan, kemerahan pada kulit.

3) Kuku

Dikaji warna, tekstur, kebersihan, wama dasar kuku, CRT.

d. Sistem penglihatan

Dikaji keadaan konjungtiva, sklera, fungsi penglihatan, pergerakan bola

mata, kebersihan, reaksi pupil terhadap cahaya.

e. Sistem penafasan

Dikaji tentang kesimetrisan, kebersihan, dan fungsi penciuman pada

klien post biasanya pola nafas tidak efektif.

f. Sistem pendengaran

Dikaji tentang kesimetrisan, kebersihan dan fungsi pendengaran.


30

g. Sistem gastrointestinal

Pada sistem gastrointestinal perlu dikaji mengenai kebiasaan defekasi

pasien dan gaya hidup sebelumnya. Auskultrasi bising usus, tinjau

ulang pola diet dan jumlah/tipe masukan cairan (Doenges, 199 : 494).

Dikaji keluhan yang dirasakan, mukosa mulut, keadaan bibir dan gigi,

lidah, fungsi pengecapan dan fungsi penelanan.

h. Sistem cardiovaskuler

Kaji irama jantung, denyut nadi, bunyi jantung dan keadaan JVP

i. Sistem muskuloskeletal

Kaji tentang keluhan yang dirasakan, kaji adanya varices, pergerakan

dan kebersihan, pada klien post akan mengalami gangguan pada

aktivitas karena pergerakan lemah.

j. Pola Kegiatan Sehari-Hari

1) Pola makan dan minum

Adakah perubahan pola, jenis perubahannya, jenis makanan dan

minuman yang disukai, diet khusus, frekuensi dan porsi.

2) Eliminasi

Adakah perubahan pola dan jenis perubahannya.

3) Pola istirahat tidur

Adakah perubahan pola tidur, lama tidur serta kualitasnya.

4) Personal hygiene

Bagaimana cara mandi, cuci rambut, gunting kuku, gosok gigi,

ganti pakaian serta frekuensinya.


31

k. Data Psikologis

Pada klien post umumnya mengalami kecemasan terhadap kondisi

penyakitnya sehubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang

penyakitnya dan tidak mengenal sumber informasi (Doenges,1999 :

919).

l. Data Sosial

Perlu dikaji hubungan klien dengan yang lainnya baik dengan keluarga

sendiri, klien yang lain maupun petugas kesehatan lainnya.

m. Data Spiritual

Hal yang dikaji yaitu tentang keyakinan dan kepercayaan klien terhadap

agama yang dianutnya.

n. Data penunjang

Hasil pemeriksaan diagnosa dapat memberikan informasi tentang hal-

hal yang mendukung keadaan penyakit klien, serta therapi medis untuk

membantu proses penyembuhan.

4. Analisa data

Analisa berarti atau menghubungkan sesuatu yang diperoleh dengan

konsep, teori konsep yang relevan untuk mengetahui masalah kesehatan

pasien yang dilakukan dengan mengesahkan data.

Mengelompokan data, membandingkan dengan standar membuat

kesenjangan dan merumuskan masalah yang mungkin timbul pada klien

post apendiktomi antara lain:


32

a. Adany

a gangguan rasa nyaman nyeri: Nyeri pada luka operasi

b. Adany

a gangguan pola aktivitas sehari-hari

c. Adany

a gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

d. Adany

a gangguan kebutuhan istirahat tidur

e. Adany

a gangguan integritas kulit

f. Gangg

uan pengaturan suhu tubuh

g. Adany

a gangguan rasa aman Ceamas

h. Resiko

tinggi terjadinya infeksi.

5. Diagnosa Keperawatan

Adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status

kesehatan atau perubahan pola) dan individu atau kelompok dimana

perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan

intervensi untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,

mencegah dan merubah. (Nurassalam, 2001 : 35).


33

Menurut Effendy, 1995 diagnosa keperawatan adalah respon individu pada

masalah kesehatan yang aktual dan potensial. Yang dimaksud dengan

masalah aktual adalah masalah yang ditemukan pada saat dilakukan

pengkajian. Sedangkan masalah potensial adalah kemungkinan akan

timbul kemudian.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yang berhubungan dengan

post op apendiktomi antara lain :

a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubung dengan adanya luka insisi

di daerah perut bagian bawah. (Doenges, 1999).

b. Gangguan kebutuhan nutrisi berhubung dengan anorexia, nusea.

(Doenges, 1999).

c. Gangguan pola aktivitas sehari-hari berhubung dengan adanya

rasa nyeri pada luka operasi.

d. Gangguan integritas kulit dan jaringan berhubung dengan insisi

luka operasi (Lynda Juan Carpenito, Diagnosa Keperawatan, 2001).

e. Resiko tinggi terhadap infeksi sehubungan pertahanan tubuh yang

kurang adekuat.

f. Gangguan pola istirahat tidur berhubung dengan adanya nyeri.

(Doenges, 1999).

g. Gangguan aman cemas berhubung kurangnya pengetahuan

mengenai kondisi penyakitnya (Tucker, 1998)

6. Intervensi dan Rasionalisasi


34

a. Diagnosa ke I : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubung terputusnya

kontinuitas jaringan kulit akibat luka operasi.

1) Tujuan

Rasa nyaman klien terpehuhi dengan kritria:

a) Jangka pendek

Dalam keadaan 1 - 2 han nyeri berkurang.

b) Jangka panjang

Dalam waktu ± 1 minggu:

(1) Nyeri hilang / tidak ada

(2) Luka sembuh

(3) Tidak ada nyeri bila digerakan

2) Intervensi

a) Kaji karakteristik nyeri

b) Atur posisi klien senyaman mungkin

c) Lakukan tehnik relaksasi setiap ada nyeri

d) Lakukan tehnik distraksi setiap ada nyeri

e) Pemberian obat analgetik sesuai dengan advis

dokter

f) Catat dan observasi tanda-tanda vital

3) Rasionalisasi

a) Dengan mengkaji karakteristik rasa nyeri, maka akan diketahui

bagaimana nyeri tersebut dapat dirasakan oleh klien.


35

b) Dengan mengatur posisi klien maka klien akan merasakan

nyaman

c) Dengan melakukan tehnik dan cara melemaskan otot-otot yang

tegang diseluruh tubuh sehingga klien akan merasa tenang

d) Dengan melakukan tehnik dengan cara mengalihkan perhatian

klien supaya tidak tertuju pada nyerinya.

e) Dengan mencatat dan mengobservasi tanda-tanda vital, maka

dapat diketahui keadaan dan perkembangan kesehatan klien

f) Dengan melakukan perawatan dengan tehnik septik dan

antiseptik dapat mencegah timbulnya mfeksi dan dapat

mengatasi rasa nyeri sehingga infeksi dapat memberikan

kenyamanan pada klien.

g) Pemberian obat dapat memblokir reseptor-reseptor nyeri

terhadap ujung syaraf besar untuk membawa impuls nyeri ke

sum sum tulang belakang yang ditujukan ke talamus sehingga

rasa nyeri klien berkurang.

b. Diagnosa ke II : Gangguan pola aktifitas sehari-hari sehubungan dengan

adanya nyeri pada luka operasi.

1) Tujuan

Kebutuhan aktifitas klien terpenuhi

a) Jangka pendek
36

Dalam waktu enam jam tidak merasa sakit dan dapat bergerak,

dengan kriteria klien dapat menggerakan kedua tangan dan

kakmya.

b) Jangka panjang

Dalam waktu tiga sampai empat hari klien dapat melakukan

aktivitas sehari-hari tanpa bantuan dan orang lain.

2) Intervensi

a) Kaji kemampuan klien terhadap aktifitas yang dilakukan

b) Jelaskan kepada keluarga klien dan klien tentang pentmgnva

latihan gerak.

c) Ajarkan/bantu klien untuk ambulasi dmi secara bertahap seuai

dengan kemampuan.

3) Rasionalisasi

a) Dengan mengkaji kemampuan klien terhadap aktifitas

yang dilakukannya, maka dapat diketahui tingkat

ketergantungan Jclien dalam memenuhi kebutuhannya.

b) Dengan memberi penjelasan tentang pentmgnya gerak

imobilisasi, akan membuat klien tahu dan mengerti tentang

pentingnya melakukan imobilisasi sedini mungkin akan

membantu mempercepat proses penyembuhan, juga timbul

rasa percaya sehingga klien tidak takut lagi untuk beraktifitas

dan tingkat ketergantungan klien menurun.


37

c) Dengan ambulasi demi dan aktifitas secara bertahap

akan memperlancar peredaran darah dan melatih otot-otot yang

sakit sehubungan dengan luka post sehingga klien dapat

mandiri.

c. Diagnosa ke III : Gangguan kebutuhan istirahat tidur sehubungan

dengan adanya nyeri pada luka operasi.

1) Tujuan

Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.

- Jangka pendek

Dalam waktu 4-5 jam klien dapat tidur dengan kriteria klien

mengatakan tidak terjaga lagi dan klien kelihatan segar.

- Jangka panjang

Dalam waktu 3-4 han klien dapat tidur dengan pulas tanpa

terjaga.

2) Intervensi

- Atur posisi tidur klien senyaman mungkin dan sesuai

dengan keinginan klien.

- Atur lingkungan yang tenang dan nyaman.

- Anjurkan klien untuk minum air susu hangat sebelum

tidur.

3) Rasionalisasi
38

- Dengan mengatur posisi klien yang nyaman akan

merangsang keinginan klien untuk tidur dan mempertahankan

tidurnya itu sehingga klien dapat tidur dengan tenang.

- Dengan mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman

maka klien merasa nyaman dan dapat tidur dengan tenang tanpa

ada gangguan.

- Dengan minum air susu hangat maka akan

memudahkan klien untuk tidur, karena dalam air susu terdapat

zat tritofan yang dapat merangsang susu tersebut dapat

merangsang pusat tidur.

d. Diagnosa Ke IV : Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubung

tindakan operasi.

1) Tujuan

Perubahan integritas kulit dapat ditanggulangi.

Kriteria : Mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa

komplikasi.

2) Intervensi :

- Pantau tanda-tanda vital, perhatikan demam, perhatikan

keadaan luka lakukan perawatan luka.

3) Rasionalisasi

Memungkinkan induktif dari pembentukan pemiulihan luka

dan meningkatkan resiko pemulihan.(Doenges, 1999;505)


39

e. Diagnosa ke V : Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan

ketidaktahuan klien dengan keadaan lukanya.

1) ujuan

Rasa aman klien terpenuhi

- Jangka pendek

Dalam waktu 1-2 hari klien kelihatan tenang dengan kriteria

klien mengerti tentang keadaan lukanya dan tidak

menanyakan kapan dia boleh pulang.

- Jangka panjang

Dalam waktu 3 - 4 hari klien dapat menerima keadaannya

dan rasa cemas hilang.

2) Intervensi

Jelaskan kepada klien dan keluarga klien tentang keadaan

lukanya.

Motivasi dan dorong klien bahwa lukanya akan cepat sembuh.

3) Rasionalisasi

Dengan memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga

tentang

keadaan lukanya, akan mengurangi atau menghilangkan

keraguan, kecemasan klien, juga menghilangkan pemikiran

dan informasi yang salah.


40

Dengan memotivasi klien, klien dapat termotivasi dan

mengerti bahwa lukanya akan segera sembuh sehingga rasa

cemas akan berkurang.

4. Implementasi

Adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

spesifik (Nurassalam, 2001,63).

Tujuannya adalah membentuk tujuan klien yang telah ditetapkan yang

mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan penyaklit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Tujuan dapat tercapai

jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisisipasi dalam

melaksanakan tindakan keperawatan.

5. Evaluasi

Adalah tindakan intelektual untuk melengkapi tindakan proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa, rencana, dan

pelaksanaan keperawatan yang sudah dicapai. Melalui evaluasi

memungkinkan perawata untuk memonitor kesalahan-kesa;lahan yang

terjadi selama tahap pengkajian analisa data dan pelaksanaan tindakan

keperawatan. (Nurassalam, 2001,31).


41

BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Laporan Kasus
1. Pengkajian
a. Biodata
Biodata Klien
Nama : An. A
42

Umur : 13 Tahun
Jenis Klamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kp Pandai Desa Pakuwon Kec.
Bayongbong.
Suku Bangsa : Sunda
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Masuk : 29 Juli 2006
Tanggal Pengkajian : 07 Agustus 2006
No Cm : 94-97-07
2) Biodata penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 46 Tahun
Jenis Klamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Hubungan Dengan klien : Ayah

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri pada perut bawah bagian kanan karena luka
operasi,

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 07 Agustus 2006 post op hari
ke 7 klien mengeluh sakit pada perut bagian kanan bawah akibat luka
operasi, nyeri yang dirasakan bertambah apabila banyak bergerak atau
saat ganti balutan dan cara mengatasinya dengan menangis, pada saat
dikaji skala nyeri yang klien dirasakan skala 5 dalam rentang 0-10,
tampak luka operasi ± 8 cm , klien juga mengeluh mual-mual, balutan
sering basah, tampak hipersalivasi.
43

3) Riwayat Kesehatan Yang Dahulu


Menurut penuturan klien + 4 hari sebelum masuk RS, klien mengeluh
nyeri perut bagian kanan bawah, panas dingin dan terasa mules dan
mual-mual. Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan hilang
timbul, keluhan bertambah bila klien banyak beraktivitas dan
berkuang bila banyak istirahat, oleh keluarganya klien dibawa ke
Puskesmas terdekat, klien disarankan untuk dibawa ke Rumah sakit
Pada Tanggal 29 juli 2006 klien dibawa ke RSU dr. Slamet Garut,
setelah diperiksa dinyatakan usus buntu dan klien harus segera
dioperasi. dan menjalani rawat inap diruang agate, pada tanggal 31
klien menjalani operasi Apendiktomi mulai jam 0900 dan selesai jam
11 00 WIB.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut penuturan keluarga klien bahwa di kelurganya tidak ada yang
mempunyai penyakit seperti yang diderita oleh klien sekarang ini,
juga penyakit menular atau keturunan lainnya.

c. Pengkajian Fisik
1) Penampilan Umum
Keadaan umu : Lemah
Kesadran : Kompos mentis
TTV : TD : 100/60 mmHg, R : 20x/mnt
P : 82x/mnt S : 36,3o C

2) Sistem Integumen

(a) Rambut dan Kulit kepala.


Warna rambut hitam, distribusi merata, tidak tampak adanya
kerontokan, tidak tampak adanya pedikulosis, ketombe,
kebersihan tidak tampak adanya kotoran, tekstur kulit halus
halus, bentuk kepala, kepala tampak simetris, tidak tampak
adanya lesi, benjolan, ataupun nyeri tekan.
44

(b) Kulit
Warna kilit sawo matang, tekstur halus, turgor kulit baik
terbukti pada saat dicubit kembali dalam waktu ± 2 detik dan
tidak tampak adanya kotoran. Pada bagian abdomen tampak
luka operasi, luka masih tampak basah dan keluar pus
(c) Kuku
Warna transparan, tidak tampak adanya sianosis, kuku pendek,
CRT 2 dtk setelah ditekant, tidak nampak adanya kotoran.
3) Sistem Penglihatan
Mata kanan dan kiri simetris, seklera putih kemerahan,
konjungtiva pucat, kedua mata dapat digerakan kesegala arah,
fungsi penglihatan baik terbukti klien dapat membaca papan nama
perawat dalam jarak 30 Cm.
4) Sistem Pendengaran
Letak telinga kanan kiri simetris, serumen tidak nampak, warna
sama dengan kulit sekitas, fungsi pendengaran baik terbukti klien
dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat dari
jarak ± 50 cm.
5) Sistem Respirasi
Warna hidung sama denagn kulit sekitarnya, kedua lubang hidung
simetris, mukosa hidung merah muda, ekspirasi dan inspirasi
pergerakanya sama, tidak nampak sekret dihidung, resfirasi nafas
20x/menit, kotoran tidak nampak, fungsi penciuman baik terbukti
klien dapat membedakan bau alkohol dan bau kayu putih,
6) Sistem Kardio Vaskuler
Posisi torak simetris antara dada kanan dan kiri irama jantung
reguler, N.82x/menit, KGB tidak nampak adanya pembesaran, JVP
Tidak tampak adanya peninggian, TD.100/60 mmHg.
7) Sistem Gastro Intestinal
a) Mulut
45

Membran mukosa merah muda, lembab, gigi berjumlah 32


buah, tidak tampak adanya karies, tidak tampak adanya kotoran,
tidak tampak adanya sianosis, fungsi motorik lidah dapat
digerakan kekanan dan kekiri, dapat dijulurkan kedepan dan
dapat menelan dengan baik, fungsi sensorik lidah dapat
membedakan rasa manis dan pahit.
b) Abdomen
Bentuk permukaan datar, warna sama dengan kulit sekitar bising
usus 10 x/mnt, hepar tidak teraba, terdapat keluhan yaitu klien
mengeluh nyeri pada perut bawah bagian kanan pada luka
operasi dengan panjang luka + 8 Cm dibalut kasa, klien tampak
meringis kesakitan bila bergerak.
c) Pola eliminasi BAB
Klien mngatakan klien BAB 2 hari 1X, warna kuning
kecoklatan, bau khas peces, konsistensi lembek, dengan bantuan
khas feces.
8) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran KGB, tidak terjadi exoptalmus,
posisi leher simetrik antara bahu kiri dan bahu kanan dan kelenjar
thyroid, tidak tampak moon face.

9) Sistem Geneto urinaria


Klien mengatakan tidak ada keluhan pada daerah genetalia tidak
tampak adanya kotoran, BAK 3-5 x/hari, warna kuning jernih,
bau khas urine.
10) Sistem persyarafan

a) Fungsi Cerebral

1) Respon membuka mata :

Menutup mata saat ada rangsangan nyeri

2) Verbal :
46

Meringis terhadap nyeri

3) Motorik :

Dapat menahan gravitasi

b) Fungsi nerveus kranialis

(1) Nervus I (Olfaktorius)

Klien dapat membedakan bau alkohol dan kayu putih.

(2) Nervus II (Optikus)

Klien dapat memabaca angka dan hurup pada jarak ± 30 cm

(3) Nervus III, IV, V (Okulomotorius, Trokhleuris,

Abdusen)

Pupil kiri dan kanan mengecil saat diberi cahaya,

pergerakan bola mata dapat mengiktui perintah, kelopak

mata dapat membuka dan menutup secara spontan.

(4) Nervus VI (Trigeminus)

Klien dapat menggerakan rahang ke atas dan ke bawah,

klien dapat menelan makanan dengan baik.

(5) Nervus VII (Fasialis)

Klien dapat mengkerutkan wajahnya ketika dirangsang

dengan panas dan dingin dan klien dapat membedakan rasa

manis, pahit, asin.

(6) Nervus VIII (Auditorius)

Klien dapat menjawab pertanyaan perawat dengan baik

pada jarak ± 50 cm.


47

(7) Nervus IX, X (Glosofaringeal, Vagus)

Klien cukup jelas dalam berbicara dan refleks menelan ada.

(8) Nervus XI (Aksesorius)

Bahu dapat digerakan tanpa ada keluhan.

(9) Nervus XII (Hifoglosus)

Kliern dapat menjulurkan lidahnya dan dapat digerakan ke

samping kiri dan kanan.

11) Sistem Muskulo Skeletal


a) Ekstremitas Atas
Kuku tidak tampak sianosis, tangan kiri terpasang infus,
pergerakan dapat digerakan tangan kiri agak kaku tangan
kanan dapat digerakan secara bebas.
b) Ekstremitas Bawah
Kaki kanan dan kiri dapat digerakan dengan bebas sesuai
dengan arah gerakan, akan tetapi kalau banyak bergerak
rasa nyeri akan bertambah, Tidak ada sianosiss dan lesi,
oedema tidak tampak.

e. Pola aktivitas sehari-hari

No Jenis Aktivitas Sebelum sakit Saat sakit


1 Pola nutrisi
a. Makan
Frekuensi 3x / hari 3x / hari
Jenis Nasi, lauk pauk , sayur BNTKTP
Jumlah porsi 1 porsi ¼ porsi
Cara Mandiri Dibantu/didekatkan
Keluhan Tidak ada Mual, muntah
b. Minum
48

Frekuensi ± 6-8 gelas/hari ± 6-7 gelas/hari


Jenis Air putih Air putih
Cara Mandiri Dibantu/didekatkan
2 Pola Eliminasi
BAK
Frekuensi ± 3-5 x/hari ±1500 ml/hari
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Bau Khas amoniak Khas amoniak
Cara Mandiri Dibantu dengan
pispot
3 Pola istirahat tidur ± 2 jam ± 1 ½ jam
Tidur siang ± 6-8 jam ± 4-5 jam
Tidur malam Tak ada Tak ada
Keluhan Nyenyak Terjaga
Kualitas
4 Personal Hygiene
Mandi 2 x/hari Belum pernah
Gosok gigi 2 x/hari Kadang-kadang
Ganti pakaian 2 x/hari 1 x/hari
- Cara Mandiri Dibantu

e. Data Psiko Sosial Dan Spiritual


1) Data Psikologi
Klien tampak gelisah dan klien sering bertanya tentang penyakitnya dan
lukanya klien selalu mengatakan ingin segera sembuh. Klie tampak
cemas.
2) Data Sosial
Selama sakit klien ditemani oleh keluarga dan orang tuanya secara
bergantian, hubungan klien dengan keluarganya yang lain baik terbukti
banyak anggota keluarga yang menjenguknya, hubungan klien dengan
49

perawat baik terbukti klien dapat diajak kerjasama dalam pelaksanaan


tindakan keperawatan dan tindakan pengobatan.
3) Data Spiritual
Klien beragama Islam, Sebelum sakit klien selalu melaksanakan shalat
yang 5 waktu tetapi selama di rumah sakit klien tidak pernah
melaksanakannya, dan klien selalu berdo’a untuk keselamatan dan
kesembuhannya.

f. Data Penunjang
1) Laboratorium tanggal 31- juli 2006

NO JENIS HASIL NILAI NORMAL


PEMERIKSAAN
1 Hb 13,3 gr/dl 14-18 gr/dl
2 Leukosit 20800 /mm3 5000-10000/mm3
3 Trombosi 439.000 mm3 450.000-450.000 mm3
4 Hematokrit 37 % 30-40 %
5 Ureum 25 mg/dl 10-50 mg/dl
6 SGOT 27 u/lt Sampai 31 u/lt
7 SGPT 21 u/lt Sampai 32 u/lt
8 LED 55/ 75 < 15 mm/ jam
9 Waktu Perdarahan 2` 1-3 menit
10 Waktu Pembekuan 9` 1-11 menit
11 Natrium 132 Mmol/ Lt 136-145 mmol

2) Diagnosa Medis : POST APPENDICTOMI


3) Therapy : Infus RL, D5 20 Gtts/mnt,
Civel 2x1/ hari (IV)
Metronidazole 2x1/ hari (IV)
Ranitidin tab 2x1/ hari (oral)
Kaltropen sups 2x1 (Anal)
4) Radiologi : Photo Torak AP

1.Analisa Data

N0 SYMPOM ETIOLOGI PRABLEM


50

1 Ds. Tindakan operasi  Gangguan rasa


Klien mengeluh nyeri terputusnya nyaman nyeri
pada daerah luka kontinyuitas jaringan 
operasi pada perut mengeluarkan
bagian bawah bradikinin dan serotinin
 saraf besar
Do. membawa infuls nyeri
- Terdapat luka kesumsum tulang
operasi didaerah belakang  talamus ke
abdoman bagian
otak besar  persepsi
kanan bawah
nyeri
panjangnya  8 cm
- Klien tampak
meringis kesakitan
bila banyak
bergerak dan saat
ganti balutan.
2 Ds; Adanya rasa nyeri Gangguan
Klien mengeluh mual- Menekan pusat lapar ke pemenuhan
mual, dan tidak mau thalamus Anorexia kebutuhan nutrisi
makan. Terjadiinflamasi
DO dinding mucosa
Klien tampak mual, HCl meningkat
mintah merangsang saraf
Porsi makan habis ¼ vomiting Mual,
porsi. muntah
Tampak hipersalivasi menyebabkan intake
nutrisi kedalam tubuh
berkurang.
3 Ds Insisi Terputusnya Gangguan
Klien mengatakan ada contituitas jaringan integritas kulit
51

luka operasi di perut nekrosis integritas


DO kilit
- tampak luka operasi
didaerah abdomen
- panj luka operasi ±
8 cm, tampak masih
basah
4 Ds. Adanya luka operasi  Gangguan pola
- Klien mengeluh rasa nyeri  klien takut aktivitas sehari-
sakit bila bergerak bergerak  pola hari
dan takut bila akan aktivitas sehari-hari
bergerak. terganggu
Do.
- Akltivitas klien
dibantu.
5 Ds Apendiksitis Insisi Resiko tinggi
Klien Mengatakan Luka masih penyebaran
Balutan Sering Basah basah Kurang infeksi
dan kotor. perawatan
Do Mikroorganisme
- Balutan tampak berkembang
basah
- Saat dipalpasi Resti terjadinya
didaerah luka penyebaran Infeksi
tampak banyak
keluar pus.

6 Ds. Adnya rasa nyeri . Gangguan pola


- Klien mengeluh istirahat tidur
susah tidur Mengaktifkan RAS
- Klien mengeluh
52

tidurnya tidak merangsang pusat tidur


nyenyak di hipotalamus
Do.
- Konjungtiva pucat Tidur terjaga
- Seclera tampak
putih kemerahan Gangguan istirahat tidur

7 DS: Ketidaktahuan klien Gangguan rasa


Klie sering bertanya dan kuluarganya aman cemas
tentang keadaan luka tentang penyakit
dan penyakitnya, dan lukanya
bertanya kapan
pulang? Peningkatan stressor
- Klien mengatakan dan rangsangan nyeri
Cemas dengan
lukanya. Menimbulkan
DO kecemasan.
- Klien tampak cemas
dengan lukanya.

2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas


a. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan akibat operasi yang ditandai dengan :
Ds.
- Klien mengeluh nyeri pada daerah luka operasi pada perut
bagian bawah

Do.
53

- Terdapat luka operasi didaerah abdoman bagian kanan bawah


panjangnya  8 cm
- Klien tampak meringis kesakitan

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubugan dengan Intake


kedalam tubuh kurang. Yang ditandai dengan:
Ds:
- Klien mengeluh Mual-mual, tidak mau makan
Do:
- Porsi makan habis ¼ Porsi
- Tampak mual, muntah
- Tampak hipersalivasi.

c. Gangguan integritas kulit sehubungan dengan luka operasi yang


ditandeai dengan :
DS :
 Klien mengatakan ada luka opersi di perut
DO :
 Tampak luka operasi di daerah abdomen
 Panjang luka ± 8 cm, luka tampak masih basah.
d. Gangguan pola aktivitas sehari-hari sehubungan dengan adanya nyeri
pada luka operasi yang ditandai dengan
Ds.
- Klien mengatakan aktivitasnya selalu dibantu
- Klien mengeluh sakit bila bergerak
Do.
- Akltivitas klien dibantu
e. Resiko tinggi terjadinya perluasan infeksi sehubungan dengan luka
masih basah yang ditandai dengan :
Ds
54

 Klien mengatakan balutan sering basah


Do
 Balutan tampak basah dan kotor
 Saat di palpasi tampak keluar PUS
f. Gaangguan pola istirahat tidur sehubngan dengan adanya nyeri luka
operasi ditandai dengan:
Ds.
- Klien mengeluh susah tidur
- Klien mengeluh tidurnya tidak nyenyak.
Do.
- Konjungtiva tampak pucat.
- Sklera tampak putik kemerahan

g. Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan ketidak tahuan klien


tentang keadaan lukanya, yang ditandai dengan:
DS:
- Klien Bertanya-tanya tentang Keadaan luka dan penyakitnya.
- Klien bertanya kapan bias pulang.
- Klien Mengatakan cemas dengan lukanya.

DO
Klien tampak Cemas
55

h. Proses Keperawatan
Nama : An. A No CM : 94-97-07
Umur : 13 Tahun Ruangan : Agate
Jenis Klamin : Laki- laki DX : Post op Apendiktomi
PERENCANAAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN IMPLEMENTASI EVALUASI
TUJUAAN INTERVENSI RASIONALISASI
1 Gangguan rasa nyaman nyeri Gangguaan rasa Tanggal 7- 8-2006 Tgl 07-08-06
sehubungan dengan terputusnya nyaaman nyeri teratasi  Obesevasi tanda-  Dengan melakukan Pukul 08:05 WIB Pkl 13: 00 WIB
kontinuitas jaringan akibat operasi dengan kriteria: tanda Vital observasi tanda-tanda  Mengobservasi Gangguan rasa
yang ditandai dengan : Jangka Pendek vital maka dapat tanda-tanda Vital: nyaman nyeri belum
Ds.  Dalm waktu 1 hari diketahui keadaan dan T: 100/60MmHg teratasi dengan
- Klien mengeluh nyeri pada nyeri berkurang, perkembangan kondisi R: 20 X/ Menit kriteria:
daerah luka operasi pada wajah klien kesehatan klien, sehingga P: 82 X/ menit  Klien masih
perut bagian bawah kanan. tampak tenang. dapat melakukan S: 36,3 C mengeluh nyeri
Do.  Jangka panjang tindakan selanjutnya. pada daerah
- Terdapat luka operasi di dalam waktu 3-4 perut bagian
daerah abdoman bagian hari rasa nyeri  Kaji karakteristik,  Dapat di ketahui sejauh Pukul 08: 15 WIB bawah bekas
kanan bawah panjangnya  hilang dan luka dan tingkat nyeri mana nyeri yang  Mengkaji pada luka
8 cm tampak kering. dirasakan klien karakteristik dan operasi.
tingkat nyeri dengan
- Klien tampak meringis  Klien masih
palpasi pada daerah
kesakitan saat ganti balutan, tampak
abdomen, nyeri yang
meringis
dirasakan skala 2
kesakitan
Pukul 08: 00 WIB
 Atur posisi klien  Posisi yang nyaman  Dengan saat ganti
senyaman dapat mengurangi rasa memposisikan klien balutan
56

mungkin. sakit posisi terlentang.  Luka masih


Pukul 09: 45 WIB
tampak
 Lakukan Tekhnik  Dengan melakukan  Melakukan tekhnik
basah.
relaksasi tekhnik relaksasi yaitu relaksasi dengan cara
dengan cara melemaskan menganjurkan  Skala nyeri 2
otot-otot yang tegang kepada klien untuk
diseluruh tubuh. menarik nafas saat
Sehingga klien akan nyeri terasa.
merasa tenang.
Pukul 09: 50 WIB
 Lakukan tekhnik  Dengan tekhnik distraksi  Melakukan tekhnik
distraksi dapat mengalihkan distraksi dengan cara
perhatian klien sehingga mengajak ngobrol
perhatian klien tidak klien saat nyeri
tertuju pada rasa nyeri. dirasakan klien.

Pukul 08: 20 WIB


 Lakukan  Dengan melakukan  Melakukan
perawatan luka perawatan luka dengan perawatan luka
operasi dengan tekhnik septic Aseptik dengan tekhnik
tekhnik septic dapat mencegah septic aseptic.
aseptic. timbulnya infeksi dan
luka akan cepat kering
sehingga dapat
mempercepat proses
penyembuhan.
57

 Berikan terapy  Dapat memblokir rasa Pukul 08: 30 WIB


Analgetik dan nyeri dan mencegah  Memberikan terapi
Antibiotik sesuai terjadinya infeksi. - kaltropen sups 1x1
advis dokter (anal)
- Metronidazole 500
Mg (IV)
- Civel (IV)
( Penulis )
2 Gangguan pemenuhan kebutuhan Dalam waktu 1 hari - Sajikan makanan  Air hangat dan Tgl 07-08-2006
gangguan pemenuhan selagi hangat, dan makanan yang hangat Pukul 09:11
nutrisi kurang dari kebutuhan
kebutuhan nutrisi anjurkan minum dapat mengurangi  Menyajikan
sehubungan dengan intake teratasi dengan kriteria : air hangat sebelum rasa mual. makanan selagi
- Mual hilang/tidak makan. hangat, dan
kedalam tubuh berkuran yang
ada - Anjurkan kepada menganjurka
ditandai dengan. - Porsi makan habis keluarga klien untuk minum
1 porsi untuk memberikan air hangat
Ds: Klien mengatakan mual-mual,
makanan sedikit- sebelum
tidak mau makan. sedikit tapi sering. makan.
 Dengan sediki-sedikit Tgl 08-08-2006
Do:
- Berikan terapi maka sampai habis Pukul 08: 55
- makanan dimuntahkan Antasid sesuai maka kebutuhan  memberikan
dengan advis nutrisi klien terpenuhi makanan sedikit-
kembali
dokter : sedikit tapi sering.
- Porsi makan habis ¼ porsi
Pukul 08: 33 WIB
Tampak hipersalivasi  Untuk menetralisir Memberikan therapy
asam lambung
sesuai advise dokter
sehingga rasa mual
klien hilang dengan memberikan obat
Ranitidin Amp (IM)
IX2Menganjurkan untuk
58

3 Gangguan integriras kulit Gangguan integritas  Laku  Untuk


sehubungan dengan luka operasi kulit teratasi dengan kan perawatan luka mempercepat proses
yang ditandai dengan : kriteria: dengan tehnik septic penyembuhan dan
Ds : Setelah dilakukan aseptic mencegah terjadinya infeksi
Do : perawatan selama  5
 Tampak ada luka di hari diharapkan:
daerah abdomen, 
panjang luka ± 8 cm
 Luka masih tampak
basah

Lakukan Message/ Melakukan message/ dan


memijat daerah sekitar memijat daerah sekitar
luka untuk luka
4 Gangguan pola aktivitas sehari- Gangguaan pola 07-08-2006 Gangguan aktivitas
hari sehubungan dengan adanya aktivitas teratasi Pukul 08:05 WIB sehari-hari belum
nyeri pada luka operasi yang dengan kriteria:  Kaji kemampuan  Mengetahui tingkat  Mengkaji teratasi dengan
ditandai dengan a. Jangka pendek klien terhadap ketergantungan dan kemampuan klien criteria:
Ds. Dalam waktu 6 jam aktivitas yang kemampuan klien dalam dalam geraknya  Aktivitas klien
- Klien mengatakan klien dapat dilakukan beraktivitas ( Penulis ) masih dibantu
aktivitasnya selalu dibantu menggerakan seperti makan,
- Klien mengeluh sakit bila kedua tangan dan 08-08-2006 minum BAB,
bergerak kakinya tanpa rasa  Jelaskan kepada  Dengan memberikan Pukul 09: 00 WIB BAK dll
Do. takut klien dan penjelasan tentang gerak,  Menjelaskan dan  Gerakan klien
- Akltivitas klien dibantu keluarganya maka akan membuat Mengajarkan masih terbatas
59

b. Jangka panjang tentang klien dan keluarganya gerakan kaki dan


Dalam waktu 3-4 pentinganya tahu dan mengerti akan tangan
hari klien dapat latihan gerak. pentingnya mobilisasi ( Penulis )
melakukan aktifitas sedini mungkin akan
sehari-hari secara mempercepat proses
mandiri. penyembuhan. Dan
menghindari kekakuan
otot-otot pergerakan.

 Anjurkan/ Bantu  Dengan ambulasi dini Pukul 09:05 WIB


klien untuk secara bertahap dapat  Mengajarkan/
ambulasi dini memperlancar peredaran membantu klen
secara bertahap darah dan dapat melatih untuk ambulasi dini
sesuai dengan otot-otot yang sakit secara bertahap
kemampuannya sehubungan dengan luka sesuai dengan
operasi sehingga klien kemampuan klien
akan mandiri (Penulis)
5 Ds Penyebaran infeksi  Observasi  Untuk mengetahui Tgl
Klien mengatakan balutan sering tidak terjadi dengan tanda-tanda infeksi keadaan luka klien dan  Mengobservasi
basah kriteria: Seperti: demam, merah terjadinya infeksi tanda-tanda infeksi .
Do ada pus pada luka. nasokomial dan untuk  Melakukan
 Luka tampak  Klien  Lakukan menentukan intervensi perawatan dengan cara
masih basah dan kotor mengataka perawatan luka dengan selanjutnya mengganti balutan,
 Saat dipalpasi luka sembuh tehnik septic aseptic.  Untuk mencegah membersihkan luka
tampak keluar Pus.  Luka tamapak  Berikan terapi terjadinya infeksi dengan Nacl 0,9% +
 Tampak luka kering antibiotic nasokomial dan luka sagestam lalu ditutup
60

didaerah abdomen  8 cm  Tidak ada pus  menjadi kering sehingga dengan kasa steril.
didaerah luka mempercepat proses  Memberikan
operasi penyembuhan therapy antibiotic
 Untuk menginfasi metronidazole (IV),
kuman, bakteri yang masuk. cipel (IV)

6 Gangguan istirahat tidur Gangguaan  Atur posisi tidur  Dengan mengatur posisi  Mengatur posisi Gangguan istirahat
sehubngan dengan adanya nyeri senyaman mungkin yang nyaman akan klien senyaman tidur belum teratasi
istirahat tidur
luka operasi yang ditandai dan sesuai dengan merangsang keinginan mungkin dan sesuai dengan criteria:
teratasi dengan
dengan: keinginan klien. klien untuk tidur dan dengan keinginan  Klien masih
Ds.
kriteria mempertahankannya klien. mengeluh susah
- Klien mengeluh susah tidur - dalam waktu 12 sehingga dapat tidur tidur
- Klien mengeluh tidurnya jam klien dapat dengan nyenyak.  konjungtivamas
tidak nyenyak tidur, klien ih pucat
 Mengatur lingkungan
 Ciptakan  Klien akan merasa tenang  sklera tampak
mengatakan yang nyaman dengan
Do. lingkunagn yang dan nyaman sehingga kemerahan
- Konjungtiva pucat
tidur tidak cara membatasi
nyaman dan memudahkan klien untuk
- Seclera tampak putih terjaga lagi dan jumlah pengunjung
tenang. tidur
dan mengatur
kemerahan klien tampak
ventilasi serta
segar.
bembersihkan tempat
tidur.

 Klien tidak susah  Anjurkan munum  Zat tritopin dapat  Menganjurkan

tidur susu hangat merangsang pusat tidur. minum susu hangat

 Konjungtipa tidak sebelum tidur sebelum tidur

pucat
61

 Seclera putih
 Kualitas tidur klien
nyenyak.
7 Gangguan rasa aman cemas Rasa cemas klien  Jelaskan kepada  Dengan memberikan Tgl 08-08-2006 Pkl 12: 00 WIB
sehubungan dengan ketidak berkurang dengan klien dan keluarga penjelasan kepada klien Pukul 10: 00 WIB Ganggauan rasa
tahuan klien tentang keadaan kriteria: klien tentang dan keluarganya tentang Menjelaskan kepada klien aman cemas teratasi
penyakit dan lukanya yang  Jangka pendek keadaan lukanya. keadaan luka dan dan keluarganya tentang dengan kriteria:
ditandai dengan: dalam waktu 1-2 penyakitnya maka akan keadaan luka dan - Klien tamoak
DS: hari klien kelihatan mengurangi atau penyakitnya. tenang
- Klien sering bertanya tenang, klien dan menghilangkan keraguan, - Klien mengerti
tentang Keadaan luka dan keluarganya kecemasan klien, juga keaadaan
penyakitnya. mengerti tentang menghilangkan pemikiran lukanya
- Klien bertanya kapan penyakit, dan dan informasi yang salah. sehingga klien
bias pulang. keadaan lukanya. tidak bertanya
- Klien Mengatakan cemas  Jangka panjang  Berikan motivasi  Dengan memotivasi klien Pkl 10: 05 WIB lagi tentang
dengan lukanya. dalam waktu 3 hari kepada klien bahwa maka akan timbul rasa Memotivasi klien bahwa keadaan
klien dapat lukanya akan percaya dirinya. Sehingga lukanya akan segera lukanya.
DO
mengerti dan sembuh. timbul rasa keyakinannya sembuh apabila bilan
Klien tampak Cemas.
menerima bahwa lukanya akan lukanya selalu dirawat
keadaannya dan sembuh, sehigga rasa mengikuti program
rasa cemas klien cemas klien berkurang. perawatan yang ada.
hilang.
Catatan Perkembangan

No. Tanggal DP Catatan Perkembangan Paraf


1 8-7-2006 I S:
- Klien mengatakan nyeri pada daerah luka operasi
pada perut bawah bagian kanan.
O:
- Klien tampak meringsi saat lukanya ditekan atau
pada saat ganti balutan
- Terdapat luka opersipada daerah abdomen
bawah kanan.
- Pus keluar pada jahitan ke 2
A:
- Gangguan rasa nyman nyeri belum teratasi
P:
- Kaji tingkat nyeri
- Atur posisi klien senyaman mungkin
- Observasi TTV
- Lakukan perawatan luka operasi.
- Berika terapi analgesic, antibibiotik sesuai
dengan advis dokter
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi bila nyeri
dirasakan
I:
- Mengkaji tingkat nyeri skala: 2
- Mengatur posisi klien dengan telentang
- Observasi TTV
T : 100/70 mmHg R : 20x/menit
P : 82x/menit S : 36,2oc
- Melakukan perawatan luka, ganti balutan
Kaltropen sups (anal), Metronidazole 500 Mg
(IV), Civel (IV)
- Memberikan therapy analgetik, antibiotic
E:
- Masalah belum teratasi
- Rasa nyeri masih ada

II
8

S:
- klien mengeluh nyeri bila bergerakdan dan
takut untuk bergerak
O:
- aktivitas klien masih dibantu.
A:
- Gangguan pola aktivitas belum teratasi

P:

- Bantu ADL klien yang tidak bisa dilakukan


klien.
- Beri motivasi/reward bila klien sudah
melakukannya.
- Kaji kemampuan klien terhadap aktivitas yang
dilakukan
- Jelaskan kepda klien dan keluarganya tentang
pentingnya latihan gerak
- Ajarkan dan Bantu untuk ambulasi dini
I:
- Membantu klien BAB ke kamar mandi
- Mengkaji kemampuan klien terhadap kegiatan
yang dilakukan
- Memberikan reward bila klien sudah
melakukannya.
- Mengajarkan/ membantu ambulasi dini secara
bertahap
E:
- Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi sebagian,

III Waupun masih dibantu.

S:
- Klien mengatakan mual masih ada, tidak ada
nafsu makan
O:
- Makan habis ¾ porsi
- Tampak hipersalivasi
A:
- Masalah teratasi sebagian
9

P:
- Berikan motovasi pada klien untuk makan
- Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik.
- Berikan terapi anti emesis : ranitidin (2x1
ampul) (IV).
I:
- Berikan motovasi pada klien untuk makan
- Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik.
- Berikan terapi anti emesis : ranitidin (2x1
ampul) (IV).
E:
- Mual sudah berkurang
IV
- Masalah teratasi sebagian

S:
 Klien mengeluh susah tidur.
 Tidur sering terjaga.
O:
 Klien tampak lemah
 Frekwensi tidur malam klien ± 4-5 jam.
 Sklera tampak kemerahan.
A:
 Gangguan istirahat tidur belum teratasi.
P:
 Atur posisi tudur klien
 Atur lingkungan yang nyaman dan tenang.
I:
 Mengatur posisi klien dengan terlentang.
 Mengatur posisi yang nyaman dan tenang
dengan membatasi jumlah pengunjung.
E : Klien masih sulit tidur.
Tidur masih terjaga.
V
10

S:
 Klien mengatakan ia tidak merasa cemas lagi
dengan keadaannya
O:
 Klien tampak tenang
A:
 Gangguan rasa aman cemas teratasi.
P:
 Pertahankan keyakinan dan percaya diri klien
akan kesembuhannya.
I:
 Memotivasi terus klien agar tetap yakin dan
percaya diri akan kesembuhannya
E:
 Klien masih tampak tenang.
11

Catatan Perkembangan

No. Tanggal DP Catatan Perkembangan Paraf


1 9-8-2006 I S:
- Klien mengatakan nyeri sudah berkurang
O:
- Klien tampak tenang
- Pus tidak tampak
A:
- Gangguan rasa nyman nyeri teratasi sebagian
P:
- Observasi TTV
- Lakukan perawatan luka operasi.
- Berika terapi analgesic, antibibiotik sesuai
dengan advis dokter
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi bila nyeri
dirasakan
I:
- Mengkaji tingkat nyeri skala: 1
- Mengatur posisi klien dengan duduk
- Observasi TTV
T : 100/70 mmHg R : 20x/menit
P : 82x/menit S : 36,2oc
 Melakukan perawatan luka, ganti balutan,
 Memberikan therapy analgetik, antibiotic
Metronidazole 500 Mg (IV), Civel (IV)
E:
- Masalah teratasi sebagian
- Rasa nyeri masih ada dengan skala berkurang.
II
S:
- klien mengeluh nyeri berkurang bila
bergerakdan dan mau coba berjalan-jalan.
O:
- Aktivitas klien masih dibantu.
A:
- Gangguan pola aktivitas belum teratasi secara

optimal.

P:
12

- Bantu ADL klien yang tidak bisa dilakukan


- Beri motivasi/reward bila klien sudah
melakukannya.
- Kaji kemampuan klien terhadap aktivitas yang
dilakukan
- Jelaskan kepada klien dan keluarganya tentang
pentingnya latihan gerak
- Ajarkan dan Bantu untuk ambulasi dini
I
- Mengkaji kemampuan klien terhadap kegiatan
yang dilakukan
- Memberikan reward bila klien sudah
melakukannya intervensi
- Mengajarkan/ membantu ambulasi dini secara
bertahap dengan cara mengajak klien untuk
duduk
E:
- Kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi sebagian,
Walaupun masih bertahap.

III

S:
- Klien mengatakan mual masih ada, tidak ada
nafsu makan
O:
- Makan habis ½ porsi
- Tampak hipersalivasi
A:
- Masalah teratasi sebagian

P:
- Berikan motivasi pada klien untuk makan
- Kaji penurunan berat badan klien
- Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik.
- Berikan terapi anti emesis : ranitidin (2x1
ampul) (IV).
13

I:
- Berikan motovasi pada klien untuk makan
- Mengkaji penurunan berat badan klien berat
badan klien menurun 1,2 kg
- Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan
menarik.
- Berikan terapi anti emesis : ranitidin (2x1
ampul) (IV).
E:
- Mual sudah berkurang
IV - Masalah teratasi sebagian

S:
 Klien mengatakan tidurnya sudah agak nyeyak.
O:
 Klien tampak segar
 Frekwensi tidur malam klien ± 7-8 jam.
 Sklera tampak kemerahan.
A:
 Gangguan istirahat tidur teratasi.
P:
 Pertahankan lingkungan yang nyaman dan
tenang.
 Atur jadwal tidur klien
I:
 Mempertahankan lingkungan yang nyaman dan
tenang dengan membatasi jumlah pengunjung.
 Mengatur jadwal tidur klien (jam 21 00 waktu
maksimum tidur)
E
 Kebutuhan istirahat tidur klien teratasi.
 Tidur tidur klien nyeyak.
V

S:
14

 Klien mengatakan ia tidak merasa cemas lagi


dengan keadaannya
O:
 Klien tampak tenang
A:
 Gangguan rasa aman cemas teratasi.
P:
 Pertahankan keyakinan dan percaya diri klien
akan kesembuhannya.
I:
 Memotivasi terus klien agar tetap yakin dan
percaya diri akan kesembuhannya
E:
 Klien masih tampak tenang.
15

B. Pembahasan

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien An. A diruang Agate RSU

dr Salamet Garut, yang dilaksanakan dari mulai tanggal 07-11 Agustus 2006, penulis

menemukan sedikit kesenjangan antara konsep teori dengan praktek yang ditemukan

dilapangan, serta hal-hal yang mendukung dan menghambat dalam pemberian asuhan

keperawatan pada klien dengan post apendiktomi. Adapun kesenjangan yang muncul sebagai

berikut:

1. Pengkajian

Tahap pengkajian adalah tahap awal proses asuhan keperawatan, pengkajian dilakukan

melalui pendekatan sistematis yang meliputi kegiatan pengumpulan data atau informasi

tentang masalah kesehatan dan perawatan klien.

Dalam melakukan pengkajian penulis tidak mengalami hambatan yang berarti. Hal

ini dikarenakan adanya bantuan dan bimbingan dari perawat ruangan, pembingbing dari

akademik, dan partisipasi aktif klien dan keluarganya yang memberikan kepercayaan

kepada penulis dalam setiap tindakan yang dilakukan.Adapun kesenjangan yang ditemukan

oleh penulis, Dalam tinjauan teoritis disebutkan bahwa masalah atau diagnosa yang

mungkin muncul pada kasus klien post apendiktomi adalah:

a. Gangguan rasa nyaman nyeri.

b. Gangguan istirahat tidur

c. Gangguan aktivitas sehari-hari

d. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan

e. Gangguan integritas kulit

f. Gangguan rasa aman cemas.

g. Gangguan eliminasi BAB/ konstipasi.

h. Gangguan pengaturan suhu tubuh.

Sedangkan pada kasus yang penulis temukan dilapangan diagnosa keperawatan yang

muncul adalah:
16

a. Gangguan rasa nyaman nyeri.

b. Gangguan aktivitas sehari-hari.

c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan.

d. Ganguan integritas kulit.

e. Gangguan istirahat tidur.

f. Gangguan rasa aman cemas

Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori tetapi tidak muncul dilapangan

diantaranya:

a. Gangguan eliminasi BAB/ konstipasi tidak terjadi hal ini dibuktikan

dengan tidak adanya keluhan ataupun yang mengarah pada gangguan eliminasi BAB.

Gangguan yang terjadi pada manusia mungkin berbeda-beda oleh karena manusia

dikatakan sebagai mahluk yang unik.

b. Gangguan pengaturan suhu tubuh tidak terjadi hal ini terjadi

dikarenakan demam itu terjadi sebagai akibat adanya infeksi bakteri, sedangkan pada

kasus ini tidak ditemukan adanya tanda-tanda peradangan atau infeksi.

c. Resiko tinggi terhadap infeksi, tidak terjadi karena luka operasi selalu

dirawat dan dibersihkan serta selalu tertutup dengan kasa. tidak tampak adanya

tanda-tanda infeksi.

2. Perencanaan

Dalam penyusunan perencanaan, asuhan keperawatan disusun sesuai dengan permasalahan

yang muncul dengan mengacu pada perencanaan yang disesuaikan dengan situasi dan

kondisi klien dan keadaan dilapangan. Dalam penyusunan perencanaan ini penulis tidak

terlalu banyak menemukan hambatan dan kendala yang berarti hal ini disebabkan adanya

faktor pendukung antara lain:

a. Klien dan keluarganya dapat bekerja sama dalam pelaksanan asuhan keperawatan

b. Pembingbing baik dari akademik maupun dari ruangan yang senantiasa memberikan

arahan dan bimbingan kepada penulis


17

c. Tersedianya literatur yang cukup mendukung baik sebagai panduan bagi penulis

dalam perencanaan asuhan keperawatan, tindakan, evaluasi bahkan sampai penulisan

karya tulis ini.

3. Tahap pelaksanaan

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan tetap memegang konsep dan teori pada tahap

ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah

ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan klien. Selama 5 hari penulis

melaksanakan asuhan keperawatan pada An. A terjalin kerja sama yang baik dengan

penulis, perawat ruangan dan keluarga. Namun penulis mendapat kesulitan dalam

mengikuti perkembangan terutama siang dan malam, karena penulis tidak dapat

melaksanakan asuhan keperawatan selama 24 jam. Akan tetapi penulis menggunakan

alternative pemecahan masalah yakni dengan menanyakan langsung kepada perawat

ruangan tentang kondisi perkembangan klien, dan meminta bantuan perawat ruangan dalam

melaksanakan intervensi yang sudah direncanakan. Adapun tahapan pelaksanaan yang tidak

dapat dilaksanakan oleh perawat yaitu:

a. Diagnosa keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

Rencan intervensi menyajikan makan dalam keadaan hangat dan menarik dan

memberikan makanan sedikit-sedikit tapi sering. Tidak dilaksanakan karena

keterbatasan waktu dari penulis akan tetapi perawat ruangan membantu untuk

melakukan internvensi tersebut

b. Diagnosa keperawatan gangguan istirahat tidur

Rencan intervensi mengkaji pola, frekuensi, kualitas tidur klien dan juga menyiapkan

lingkungan yang nyaman bagi klien. Tidak dilaksanakan karena keterbatasan waktu

penulis, tetapi perawat ruangan membantu untuk melakukan internvensi tersebut Dan

penulis menanyakan langsung kepada klien dan keluarganya tentang kualitas, frekuensi

tidur klien .
18

4. Tahap Evaluasi

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang bertujuan menilai

kemajuan klien setelah mendapat asuhan keperawatan. Secara umum hasil pelaksanaan

penulis tidak mengalami hambatan yang berarti karena hamper semua tindakan dapat di

evaluasi secara langsung sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Setelah melakukan

asuhan keperawatan selama lima hari dari tanggal 7 sampai dengan 11 Agustustus 2006,

kondisi secara umum mengalami kemajuan kearah penyembuhan. Pada dasarnya semua

masalah yang didapat pada klien belum teratasi seluruhnya sesuai dengan kriteria hasil pada

tujuan, hal ini terjadi berhubung dengan keterbatasan waktu dan tenaga yang penulis miliki.
19

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Setelah memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pada Sistem

Pencernaan ; Post Apendiktomi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Umum

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk mempercepat proses penyembuhan pada

klien yang dilakukan melalui pendekatan proses keperawatan meliputi 5 tahap yaitu ;

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi agar asuhan

keperawatan yang diberikan dapat berjalan dengan baik maka diperlukan asuhan

keperawatan yang sifatnya menyeluruh, terarah, sistematis dan berkelanjutan.

2. Khusus

a. Dalam tahap pengkajian penulis mampu melaksanakan anamnesa baik kepada klien

maupun keluarga, baik secara langsung melalui wawancara ataupun melalui

pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi yang

dilakukan secara persystem. Sehingga didapat data yang di jadikan sebagai diagnosa

keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien gangguan sistem

pencernaan ; post apendiktomi adalah : gangguan rasa nyaman nyeri, gangguan

integritas kulit, gangguan pola aktivitas sehari-hari, gangguan pemenuhan kebutuhan

nutrisi, gangguan istirahat tidur dan gangguan rasa aman cemas.

b. Dalam tahap perencanaan perlu dilakukan kerjasama yang baik antara perawat dan

tim kesehatan yang lain guna mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh klien

sehingga tujuan yang diharapkan tercapai. dalam perencanaan tindakan keperawatan

harus disesuaikan dengan sarana dan prasaran yang ada agar rencana keperawatan

dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Perencanaan asuhan keperawatan pada

klien gangguan sistem pencernaan ; post apendiktomi antara lain ; kaji tingkat nyeri,

anjurkan klien tekhnik relaksasi, dengan tarik nafas dalam, lakukan perawatan luka
20

dengan tehnik septik aseptic dan pemberian therapy sesuai advis dokter. Serta

mengevaluasinya.

c. Pelaksanaan asuhan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan yang telah

ditetapkan, disamping itu harus disesuaikan pula dengan situasi, kondisi dan

kemampuan yang ada. Pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan penulis

terhadap klien tidak terlepas dari adanya kerja sama yang baik dari klien, keluarga

dan perawat ruangan lainnya. Walaupun penulis mendapatkan kesulitan dalam

melakukan kolaborasi dengan tim medis.

d. Evaluasi yang dibuat untuk menilai tentang perkembangan keadaan klien disesuaikan

dengan tujuan yang diharapkan serta sesuai dengan acuan yang telah ditetapkan

dengan melibatkan peran serta klien dan keluarga baik secara langsung atupun tidak

langsung.

B. Rekomendasi

Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan pada klien An. A dengan gangguan

sistem pencernaan : post apendiktomi secara sistematis dan berkelanjutan, penulis akan

memberikan beberapa rekomendasi yang sifatnya membangun diantaranya kepada:

1. Klien dan keluarga agar tetap ikut serta dalam pelaksanakan tindakan

keperawatan ataupun tindakan medik lainnya guna mempercepat proses penyembuhan

klien. Disamping itu diharapkan klien dan keluarganya mau mengikuti semua anjuran

baik dari perawat maupun dari dokter agar mau menghindari semua faktor-faktor yang

dapat memperburuk kondisi kesehatan klien.

2. Perawat ruangan, agar dapat memberikan asuhan keperawatan dengan

lebih baik. untuk mencapai hasil yang lebih optimal, diharapkan lebih melengkapi sarana

yang ada khususnya yang berkaitan dengan perawatan pada klien dengan gangguan

sistem pencernaan : post apendiktomi, dan meningkatkan kerjasama antara perawat


21

dengan tim kesehatan lain untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dan juga penulis

berharap kepada para perawat ruangan agar senantiasa tidak melupakan prinsip tekhnik

septi aseptic dalam setiap tindakan untuk mencegah kondisi yang tidak diharapkan

sebagai side efek dari tindakan yang tidak profesional.


22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai