Anda di halaman 1dari 7

Tugas mencari polimerisasi selain adisi dan kondensasi

Bagus Suciantoro/2017430029

Mata Kuliah Teknik Polimer

Semester 6

A. Polimerisasi Metatesis
Metatesis olefin dapat digunakan untuk sintesis polimer dimana ikatan rangkap
karbon-karbon pada olefin akan putus dan kemudian ditata ulang untuk membentuk
polimer. Pada proses polimerisasi lainnya, satu monomer vinyl diubah menjadi polimer,
ikatan rangkap karbon-karbon tidak berada pada backbone dari polimer. Bagaimanapun,
polimerisasi metatesis,ikatan rangkap karbon-karbon pada backbone rantai polimer dan
beberapa polimer disebut polialkenamer.

Reaksi metatesis yang paling dikenal, diusulkan oleh Chauvin. Dia mengikutsertakan
reaksi sikloadisi [2+2] antara kompleks logam transisi alkiliden dan olefin membentuk
intermediet metallosiklobutana.
Berikut adalah dua tipe polimerisasi metatesis yang berbeda:
a) Polimerisasi metatesis diena asiklik Dimulai dengan sebuah diena asiklik seperti
1,5 heksadiena dan ujungnya sebuah polimer dengan ikatan rangkap pada rantai
backbone dan etilen sebagai produk. Gambar 6 reaksi polimerisasi metatesis
diena asiklik.
b) Ring-opening metatesis polymerization (ROMP) Pada polimerisasi ini, olefin siklik
seperti siklopentena digunakan untuk membuat polimer sebuah polimer yang
tidak memiliki backbone struktur siklik. Norbornen dipolimerisasi menggunakan
ROMP untuk mendapatkan polinorbornen.

B. Polimerisasi larutan
Pada teknik polimerisasi secara industri, monomer dilarutkan dengan larutan
nonreaktif yang mengandung katalis. Pada metoda ini, kedua monomer menghasilkan
polimer yang dapat larut dalam pelarut. Panas dilepaskan selama reaksi yang diserap oleh
pelarut dan mengurangi laju reaksi. Jika konversi maksimum yang diinginkan telah dicapai,
kelebihan pelarut akan dihilangkan untuk mendapatkan polimer murni. Berat molekul dari
produk yang didapatkan pada metoda ini realatif rendah dikarenakan kemungkinan
perpindahan rantai. Proses ini cocok untuk produksi polimer basah, karena penghilangan
kelebihan pelarut sulit dilakukan dan juga pelarut menutup dan membuat polimer terjebak.
Oleh karena itu teknik polimerisasi ini daplikasikan ketika larutan dari polimer diperlukan
untuk aplikasi teknik seperti pernis, lem dan pelapis permukaan. Proses ini digunakan pada
produksi natrium poliakrilat, polimer superabsorben dan neopren digunakan pada popok
sekali pakai dan pakian pakaian renang. Polimer yang umu diproduksi menggunakan metoda
ini adalah polyacrylonitrile (PAN), asam polyacrylic, dan polytetrafluoroethylene.
C. Polimerisasi padatan (Bulk)
Polimerisasi padatan terjadi dalam monomer itu sendiri. Reaksi dikatalisis
menggunakan aditif sebagai inisiator dan agen transfer dibawah pengaruh panas dan
cahaya. Karena proses polimerisasi sangat eksotermik sangat sulit untuk mengontrol
kesragaman berat molekul polimer yang didapatkan. Bagaimananpun distribusi berat
molekul dapat dengan mudah diubah dengan penggunaan agen pengubah rantai.
Temperatur dan tekanan dapat divariasikan untuk mengkontrol sifat dari polimer yang
dihasilkan. Jika polimer tidak larut dalam monomernya, akan didapatkan sebagai bubuk atau
padatan berpori. Karena kandungan polimer utama, polimer yang terbentuk biasnya murni.
Produk yang didapatkan memiliki kejernihan optik yang tinggi yang cocok untuk produk
seperti lapis tipis polimetil metakrilat. Polimer dengan berat molekul rendah dapat juga
disiapkan dengan metoda untuk perekat, plastisizer dan pelumas
D. Polimerisasi suspensi
Ini adalah proses polimerisasi heterogen radikal. Pertumbuhan polimer seperti
poliester dibuat dengan menggunakan teknik ini. Dalam polimerisasi ini, monomer yang
mengandung inisiator, modifier, dan lain-lain, yang terdispersi dalam pelarut (umumnya air)
dengan pengadukan yang kuat. Monomer dan inisiator tidak larut dalam fasa cair, sehingga
membentuk manik-manik dalam matriks cair. Agen suspensi seperti PVA atau metil selulosa
biasanya ditambahkan untuk menstabilkan tetesan monomer dan menghambat tetesan
monomer agar tidak datang bersamaan. Campuran reaksi biasanya memiliki perbandingan
volume monomer terhadap fasa cair 0,10-0,50. Keuntungan utama adalah perpindahan
panas sangat efisien dan karena itu reaksi mudah dikontrol. Reaksi biasanya dilakukan dalam
reaktor tangki yang diaduk dan selanjutnya dicampur larutan dengan menggunakan tekanan
turbulen. Pengadukan membantu untuk menjaga tetesan monomer terpisah dan membuat
suspensi yang lebih seragam, yang menyebabkan distribusi ukuran manik-manik polimer
akhir semakin sempit. Manik-manik terlihat seperti mutiara, sehingga namanya polimerisasi
mutiara. Polimerisasi ini tidak berlaku untuk polimer nyang rekat seperti elastomer karena
kecenderungan aglomerasi. Proses ini banyak digunakan dalam produksi resin komersial,
termasuk polivinil klorida (PVC), plastik bekas secara luas; resin stirena termasuk
polystyrene, expanded polystyrene, dan high impact polystyrene, PAN dan PMMA
E. Polimerisasi presipitasi
Ini adalah proses polimerisasi heterogen yang dimulai awalnya sebagai sistem
homogen pada fasa selanjutnya dimana monomer dan inisiator benar-benar larut, tapi
setelah inisiasi, terbentuk polimer yang terbentuk tidak larut dan kemudian akan
mengendap. Polimer yang diendapkan dapat dipisahkan dalam bentuk gel atau bubuk
melalui sentrifugasi atau filtrasi sederhana. Derajat polimerisasinya tinggi karena tidak ada
masalah dalam pembuangan panas. Polivinil ester dan poliakrilat ester diperoleh secara
komersial menggunakan hidrokarbon sebagai pelarut. PAN disiapkan menggunakan air
sebagai pelarut.
F. Polimerisasi emulsi
Ini adalah jenis polimerisasi radikal di mana cairan monomer terdispersi dalam
cairan yang tidak larut yang menyebabkan emulsi. Jenis polimerisasi emulsi yang paling
umum adalah emulsi minyak dalam air, dimana tetesan air monomer (minyak) diemulsi
(dengan surfaktan) dalam fase kontinu air. Polimer larut air, seperti polivinil alkohol tertentu
atau hidroksietil selulosa, juga bisa digunakan untuk bertindak sebagai pengemulsi /
stabilisator. Polimerisasi terjadi pada partikel lateks yang terbentuk secara spontan dalam
beberapa menit pertama prosesnya. Partikel lateks ini biasanya berukuran 100 nm dan
terbuat dari banyak rantai polimer individu. Partikel dihentikan dari koagulasi satu sama lain
karena masing-masing partikel dikelilingi oleh surfaktan (sabun); muatan pada surfaktan
mengusir partikel lain secara elektrostatis. Saat larut dalam air polimer digunakan sebagai
stabilisator bukan sabun, tolakan antara partikel muncul sebagai polimer larut air
membentuk lapisan berbulu di sekitar partikel yang mengusir partikel lainnya, karena
dorongan partikel bersama terlibat dalam mengompresi rantai ini. Karena molekul polimer
terkandung di dalam partikel, viskositas media reaksi tetap dekat dengan air dan tidak
tergantung pada berat molekul. Polimerisasi emulsi dirancang untuk beroperasi pada
konversi yang tinggi monomer menjadi polimer. Hal ini dapat mengakibatkan transfer rantai
yang signifikan untuk polimer. Untuk polimer kering (terisolasi), penghilangan air adalah
proses intensif energi. Teknik polimerisasi emulsi digunakan untuk pembuatan beberapa
polimer komersial yang penting. Banyak dari polimer ini digunakan sebagai material padat
dan harus diisolasi dari dispersi berair setelah polimerisasi. Dalam kasus lain, penyebaran itu
sendiri merupakan produk akhir. Dispersi yang dihasilkan dari teknik polimerisasi emulsi
sering disebut lateks (terutama jika berasal dari karet sintetis) atau emulsi (meskipun emulsi
secara ketat mengacu pada dispersi dari cairan tak bercampur air).
G. Polimerisasi Radikal
Dalam langkah inisiasi, sebuah inisiator radikal terbentuk dan kemudian
berpasangan dengan salah satu monomer, membentuk radikal karbon. Perantara yang
sangat reaktif ini kemudian mengalami langkah propagasi yang berpasangan dengan
monomer lain. Proses ini berulang, menyebabkan rantai polimer tumbuh. Proses berakhir
dengan langkah pemutusan di mana dua radikal berpasangan bersama. Sejak konsentrasi
radikal cukup rendah setiap saat, kemungkinan dua radikal berpasangan lebih kecil.
Akibatnya, ribuan monomer dapat dirangkai dalam satu polimer rantai sebelum langkah
terminasi terjadi. Dengan cara ini, etilen dapat diubah menjadi polietilen di hadapan inisiator
radikal. Bahkan, sebagian besar turunan etilen juga akan mengalami radikal polimerisasi
dalam kondisi yang sesuai.
H. Polimerisasi kationik.
Proses polimerisasi kationik diawali dengan adanya asam, yang mentransfer sebuah
proton ke ikatan p dari monomer, sehingga menghasilkan karbokation. Katalis asam yang
paling banyak sering digunakan dibentuk dengan mengolah BF3 dengan air.
Karbokation yang dihasilkan selama tahap inisiasi kemudian diserang oleh monomer lain
dalam langkah propagasi, dan proses berulang dengan sendirinya, memungkinkan rantai
polimer tumbuh. Fungsi kelompok donor-elektron adalah untuk menstabilkan perantara
karbokation yang terbentuk setelah penambahan masing-masing monomer ke rantai
polimer tumbuh. Misalnya, isobutylene mudah mengalami polimerisasi kationik karena zat
antara karbokation tersier terbentuk selama setiap langkah propagasi.

Sebaliknya, etilen tidak mudah mengalami polimerisasi kationik, karena prosesnya akan
melibatkan pembentukan karbokation primer, yang tidak cukup stabil untuk terbentuk pada
suatu tingkat yang cukup besar.

Untuk monomer yang mengalami polimerisasi kationik, proses ini diterminasi ketika zat


antara karbokation dideprotonasi oleh basa atau diserang oleh nukleofil, seperti terlihat
pada mekanisme polimerisasi kationik.
I. Polimerisasi adisi anionik.
Polimerisasi anionik dimulai dengan adanya anion yang sangat reaktif, seperti butil
lithium. Anion berfungsi sebagai nukleofil dan menyerang ikatan p dari monomer
menghasilkan carbanion baru. Carbanion yang dihasilkan selama tahap inisiasi kemudian
berfungsi sebagai donor Michael (silahkan cek apa itu donor Michael) dan menyerang
monomer lain, yang berfungsi sebagai akseptor Michael:
Langkah propagasi ini diulangi, memungkinkan rantai polimer tumbuh. Fungsi dari gugus
penarik elektron adalah untuk menstabilkan intermediet carbanion yang terbentuk setelah
penambahan setiap monomer ke rantai polimer tumbuh.

Untuk monomer yang mengalami polimerisasi anionik, proses berlanjut hingga semua
monomer telah dihabiskan. Tetapi bahkan setelah semua monomer telah habis, itu proses
sebenarnya tidak diterminasi sampai asam yang cocok (seperti air) atau elektrofil (seperti
CO2) ditambahkan ke dalam campuran reaksi. Dengan tidak adanya asam atau elektrofil
yang cocok, akhirnya dari setiap rantai polimer akan memiliki situs carbanion yang stabil,
dan proses polimerisasi dapat berlanjut jika lebih banyak monomer ditambahkan ke
campuran reaksi. Untuk alasan ini polimer dihasilkan melalui proses ini sering
disebut polimer hidup
Superglue adalah contoh umum dari monomer yang mudah dipolimerisasi melalui
anionik proses penambahan. Superglue adalah larutan murni metil-α-sianoakrilat, yang
merupakan monomer mengandung dua kelompok penarik elektron.

Dengan dua gugus penarik elektron, senyawa ini sangat reaktif terhadap polimerisasi anion
bahkan nukleofil yang lemah, seperti air, akan memulai proses polimerisasi. Ketika superglue
diaplikasikan pada permukaan logam, uap air di permukaan logam cukup untuk
mengkatalisasi polimerisasi, yang kemudian terjadi dengan sangat cepat. Bahkan, air dan
nukleofil lain yang ada di kulit Anda akan memulai proses polimerisasi, menjelaskan
alasannya ikatan superglue ke kulit begitu erat. Dalam beberapa kasus, dokter menggunakan
senyawa seperti superglue tutup luka, alih-alih menggunakan jahitan. Senyawa-senyawa ini
secara struktural sangat mirip dengan superglue, kecuali bahwa gugus metil ester diganti
dengan gugus alkil yang sedikit lebih besar. Untuk contoh, Dermabond®, ester sianoakrilat
dengan gugus 2-oktil, dikembangkan untuk menggantikan jahitan dalam situasi tertentu.

Anda mungkin juga menyukai