Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS BESAR

KEKERUHAN BADAN VITREUS PADA KATARAK SENILIS


IMATUR OD DAN KATARAK SENILIS IMATUR OS

Pembimbing :
dr. Siti Asfani, SpM

Disusun oleh :
M. Ilyas Saputera
NIM 1112103000082

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga laporan kasus yang berjudul “Kekeruhan Badan Vitreus pada Katarak
Senilis Imatur OD dan Katarak Senilis Imatur OS” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat
serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan
sahabatnya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Siti Asfani, SpM yang telah membimbing dan
mengarahakan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus besar ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus besar ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulisan ini. Semoga
laporan kasus besar ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis yang
sedang menempuh kegiatan kepaniteraan klinik Stase Mata RSUP Fatmawati Jakarta.

Jakarta, 11 April 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................4
BAB III ILUSTRASI KASUS..................................................................................................30
BAB IV PENGKAJIAN MASALAH......................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................43

2
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak merupakan keadaan lensa yang mengalami kekeruhan sehingga cahaya sulit
mencapai retina. Kekeruhan lensa disebabkan hidrasi (penambahan cairan) lensa, pemecahan
protein karena proses oksidasi, hidrasi lensa, ataupun keduanya. Klasifikasi katarak berdasarkan
usia terjadinya dibagi menjadi katarak kongenital, katarak juvenile, dan katarak senilis.1,2
Katarak menimbulkan gangguan penglihatan seperti penglihatan kabur, penglihatan bagian
sentral hilang sampai menjadi buta. Kebutaan menurut WHO didefinisikan sebagai tajam
penglihatan dibawah 3/60. Berdasarkan WHO, penderita kebutaan di dunia mencapai 45 juta
dimana sepertiganya terdapat di Asia Tenggara. Kebutaan dapat memberikan dampak kepada
penderitanya baik segi sosial maupun ekonominya.1,2
Indonesia sebagai negara berkembang tak lepas dari masalah kebutaan. Prevalensi
kebutaan di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sekitar 1,5 % dengan 52
% dari jumlah tersebut disebabkan katarak. Prevalensi kebutaan katarak ditemukan semakin
tinggi seiring bertambahnya umur, yaitu 20/1000 pada usia 45-59 tahun, dan tertinggi (50/1000)
pada usia > 60 tahun.3
Penyebab katarak masih belum jelas dan multifaktorial. Etiologi yang paling sering
dijumpai terutama karena usia lanjut, yang dapat menimbulkan perubahan pada mata. Faktor lain
yang dapat menyebabkan terjadinya katarak diantaranya trauma, toksin, penyakit sistemik (mis.,
diabetes mellitus), merokok, dan herediter. 1,2
Corpus vitreum / badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dengan retina. Corpus vitreum adalah bahan gelatin yang jernih dan avaskuler yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. (1,3) Corpus vitreum terdiri dari 99% air dan 1
% lainnya terdiri dari jaringan kolagen dan hyaluronic acid yang memberi badan kaca
konsistensi seperti agar, karena kedua komponen tersebut mempunyai potensi yang sangat besar
untuk menyerap air. Tidak berwarna dan tembus pandang.
Kekeruhan vitreus dapat disebabkan oleh berbagai hal termasuk perdarahan. Kondisi ini
dapat diakibatkan langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina, atau dapat
berhubungan dengan perdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya.
Makalah ini akan membahas tentang katarak senilis yang disertai dengan kekeruhan vireus.
Selain itu, akan ditampilkan ilustrasi kasus, dan kajian masalah dari kasus tersebut. Dengan
demikian, diharapkan pemahaman penulis dan pembaca tentang 2 hal ini lebih mendalam dan
dapat dimanfaatkan di masa mendatang.

3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa merupakan sturktur bikonveks, avaskular, tidak ada serat nyeri dan transparan
yang terletak diantara iris dan badan kaca. Diameter lensa 9 mm dengan ketebalan 4 mm.
Lensa disangga oleh serat-serat zonula yang berasal dari badan siliar. Lensa berperan sebagai
media refraksi yang memiliki kekuatan hingga 10 – 20 Dioptri.4

Gambar 2.1. Bentuk dan posisi lensa mata5


Permukaan anterior anterior lensa lebih melengkung dibandingkan bagian posterior lensa.
Lensa terdiri dari kapsul, epitel, dan serat lensa. Kapsul lensa merupakan membran
semipermeabel yang tersusun dari kolagen tipe IV dan berperan dalam mempertahankan
bentuk lensa saat akomodasi. Tepat dibelakang kapsul anterior terdapat lapisan epitel anterior.
Sel-sel epitel subkapsular yang memanjang akan membentuk serat lensa. Serat lensa di bagian
sentral disebut nukleus sedangkan serat lensa yang terbentuk di perifer disebut korteks.6

Gambar 2.2. Anatomi Lensa

5
Lensa berperan dalam akomodasi yang merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata
untuk mengubah fokus dari objek jarak jauh ke jarak dekat dengan mengubah bentuk lensa. Hal
ini bertujuan agar bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Perubahan lensa akibat badan
siliar terhadap serat zonula menyebabkan terjadinya akomodasi. Saat musculus ciliaris
berkontraksi mengendurkan tegangan pada serat zonula sehingga lensa menjadi lebih bulat dan
daya dioptri pun lebih kuat untuk memfokuskan objek pada jarak dekat. Dengan bertambahnya
usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan-lahan seiring dengan penurunan
elastisitasnya.4
Lensa terdiri dari 65 % air, protein sebanyak 35 %, dan sedikit sekali mineral
dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Protein lensa dapat terbagi menjadi yang larut air dan
tidak larut air. Protein lensa larut air terdiri atas kristalin merupakan protein intraselular yang
terdapat pada epitel dan membran plasma dari serat lensa. Sedangkan protein lensa tidak larut
air dapat dibagi menjadi dua yaitu yang larut urea dan tidak larut urea. Fraksi yang larut urea
yaitu protein sitoskeletal yang berperan dalam rangka struktural dari sel lensa. Sedangkan
fraksi yang tidak larut urea yaitu major intrinsic protein (MIP) merupakan protein yang
menyusun membran plasma. Dengan bertambahnya usia, protein lensa menjadi tidak larut air
dan beragregasi satu sama lain sehingga mengaburkan cahaya. Selain itu, seiring dengan
bertambahnya usia, semakin banyak protein yang larut urea menjadi tidak larut urea.4
Lensa bersifat avaskular dan tidak memiliki sistem persarafan, oleh sebab itu lensa
mendapatkan nutrisinya dari aqueous humor. Metabolisme lensa bersifat anaerob karena
rendahnya kadar oksigen di aqueous humor. Adapun tujuan metabolisme lensa adalah untuk
mempertahankan transparansinya.4
Faktor terpenting dalam menjaga ketransparan lensa adalah keseimbangan cairan dan
elektrolit. Lensa memiliki kadar kalium dan asam amino yang tinggi dibandingkan aqueous
humor dan vitreus dan kadar natrium dan klorida yang lebih rendah dari sekitarnya. Hal ini
diatur oleh sistem pump-leak lensa. Sistem ini membolehkan terjadinya transportasi aktif
natrium, klorida, kalsium dan asam amino dari aqueous humor lensa. Sedangkan perpindahan
secara difusi pasif terjadi pada kapsul lensa posterior.7

6
Gambar 2.3. Mekanisme pump-leak system pada lensa mata
2.2. Katarak Senilis
Katarak senilis disebut juga ‘age-related cataract’, merupakan tipe katarak yang umum
dijumpai pada individu dengan usia diatas 50 tahun. Dan pada individu umur 70 tahun, sekitar
90 % akan mengalami katarak senil. Katarak senilis biasanya terjadi bilateral, tapi hampir
selalu satu mata yang terkena lebih awal dibanding mata lainnya.
2.3.1. Definisi
Katarak senilis adalah kekeruhan pada lensa yang perlahan dan progresif pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun.1
2.3.2. Klasifikasi
Secara klinis, katarak senilis dikenal dalam 4 stadium, yakni stadium insipien, stadium
imatur, stadium matur, dan stadium hipermatur. 1Berikut pembagian klinis dari katarak senilis:
Tabel 2.1. Klasifikasi dan gambaran klinis katarak senilis
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Seluruh
Cairan lensa Normal Bisa Normal Bisa Berkurang (air +
Bertambah massa lensa keluar)
(air masuk)
Iris Normal Bisa Normal Bisa Tremulans
Terdorong
Bilik mata Normal Bisa Dangkal Normal Bisa Dalam

7
depan
Sudut bilik Normal Bisa Sempit Normal Bisa Terbuka
mata
Shadow test Negatif Bisa Positif Negatif Bisa Pseudopositif

Penyulit - Glaukoma - Uveitis,


Fakomorfik Glaucoma Fakolitik

Katarak senilis dapat dibagi menjadi 3 tipe morfologinya, yaitu tipe nuklear, tipe kortikal,
dan tipe subkapsular. Berdasarkan tipe morfologinya, pada katarak senilis banyak dijumpai
katarak dengan tipe nuklear lalu tipe kortikal. Sedangkan, tipe subkapsular dapat ditemui
subkapsular posterior.4,8
Katarak nuklear merupakan katarak yang melibatkan nukleus lensa akibat proses penuaan
lensa yang berlebihan sehingga terjadi sklerosis nuklear. Nukleus dapat terlihat kuning sawo,
coklat (katarak brunescens) atau hitam (katarak nigra). Bentuk kekeruhan nuklear dapat
menyebabkan terjadinya miopia akibat meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral. Hal
ini menyebabkan gejala awal penderita berupa membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata
koreksi seperti seharusnya (second sight of the aged).8
Pada katarak senilis kortikal merupakan kekeruhan lensa yang melibatkan korteks lensa.
Hal ini disebabkan oleh hidrasi cairan yang masuk pada lensa sehingga terbentuk celah-celah
dalam pola radial (radial spoke-like) di sekeliling daerah ekuator. 8
Katarak senilis subkapsular dapat berupa anterior ataupun posterior. Bila terjadi
kekeruhan tepat dibawah kapsula lensa akibat dari metaplasi fibrosa dari sel epitel anterior
lensa dapat menyebabkan katarak tipe subkapsular anterior. Sedangkan bila terjadi migrasi sel
epitel posterior lensa sehingga terjadi kekeruhan lensa di depan kapsula posterior disebut
katarak subkapsular posterior. Adanya kekeruhan lensa pada tipe ini dapat timbul akiibat
penggunaan kortikosteroid, trauma, peradangan, dan paparan radiasi pengion. Pasien katarak
tipe ini mengeluhkan penglihatan menurun pada pencahayaan terang. 8

8
Gambar 2.4 Gambaran morfologi lensa pada katarak senilis
2.3.3. Patofisiologi
Patofisiologi katarak masih belum dipahami sepenuhnya. Pada usia lanjut, terjadi
perubahan lensa berupa peningkatan berat dan tebalnya sementara terjadi penurunan
kemampuan akomodasi lensa. Seiring lapisan kortikal bertambah secara konsentrik, nukleus
sentral akan mengalami pemadatan dan pengerasan yang disebut sklerosis lensa. Dan dengan
bertambahnya umur , terjadi peningkatan protein yang tidak larut air, sehingga dapat
menyebabkan deposisi pigmen urochrome dan atau melanin yang merupakan turunan asam
amino di lensa.7
Terjadinya modifikasi kimiawi dan proses proteolitik pada kristalin menyebabkan
terbentuknya agregat protein sehingga mengurangi transparansi lensa. Selain itu, terjadinya
penurunan transparansi lensa dipengaruhi beberapa mekanisme. Semakin tua umur, akan terjadi
penurunan fungsi dari pompa Na+/K+ sehingga rasio antara Na dan K berbalik. Terjadi
penurunan kadar kalium dan peningkatan kadar natrium sehingga terjadilah hidrasi serat lensa
yang akan mempengaruhi transparansi lensa. 7

9
Selain itu, terjadi penurunan reaksi oksidatif sehingga kadar asam amino menurun. Kadar
asam amino yang menurun akan berdampak pada penurunan sintesis protein serat lensa lalu
dapat terjadi denaturasi protein lensa. Adanya denaturasi protein lensa itu dapat mempengaruhi
transparansi lensa.7

2.3.4. Gambaran Klinis


Manifestasi gejala yang dirasakan penderita katarak terjadi secara progresif dan proses
yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung jenis katarak yang diderita pasien.
Gejala penderita katarak :
1. Glare (silau)
Penderita katarak pada awalnya akan mengeluhkan silau atau tidak tahan dengan cahaya
terang. Penderita mengeluh silau bila melihat sumber cahaya misalnya lampu motor dari
arah depan.
2. Uniocular polyopia
Penderita mengeluhkan penglihatan ganda atau triple ketika melihat objek. Ini merupakan
salah satu gejala awal.
3. Coloured halos
Hal ini terjadi karena adanya adanya droplet cairan di lensa yang memecah cahaya putih
menjadi beberapa spektrum warna.
4. Black spot di depan mata
5. Pandangan blur, distorsi gambar, dan berkabut
6. Penurunan penglihatan
Penurunan penglihatan pada katarak senilis bersifat progresif gradual. Pasien dengan
kekeruhan sentral (mis. katarak cupuliform) lebih awal mengeluh kehilangan penglihatan.
Pasien ini lebih baik melihat pada cahaya gelap (day blindness). Sedangkan, penderita
yang mengalami kekeruhan perifer (mis. katarak kuneiform) penglihatan berkurang
dengan lambat dan lebih baik melihat saat cahaya terang. Dan pada sklerosis nuklear,
penderita mengeluh penglihatan dekat membaik tanpa kacamata.7

10
Gambar 2.5. Gambaran pandangan pada katarak senilis
Adapun tanda pada penderita katarak ialah :
1. Ketajaman penglihatan
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Tes shadow iris
4. Oftalmoskop direk
5. Pemeriksaan slit lamp7

11
Gambar 2.7. Tanda katarak senilis
2.3.5. Diagnosis
Diagnosa katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Adapun
pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit
yang menyertainya, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, kita harus menilai tajam penglihatan pasien untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk menilai
kekeruhan lensa selain itu juga dapat dinilai struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea,
iris, bilik mata depan. Pemeriksaan terhadap lensa perlu diperiksa juga sebab bila ada
subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik,
atau katarak hipermatur. Selain itu, pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan
stadium pada katarak senilis. Dan pemeriksaan oftalmoskop direk maupun indirek dilakukan
untuk menilain bagian posterior bola mata.

2.3.6. Tatalaksana
Tidak terdapat tatalaksana medikamentosa yang terbukti membalikkan, menghambat,
atau mencegah perkembangan katarak senilis.9 Namun penelitian obat-obat antikatarak masih
dilakukan, termasuk aldose reduktase inhibitor, obat-obatan penurun kadar sorbitol, aspirin,
obat-obat untuk meningkatkan glutation, antioksidan seperti vitamin C dan E.9
Pengobatan terhadap katarak adalah teknik pembedahan. Indikasi yang paling sering dari
operasi katarak ialah indikasi sosial yaitu pasien menginginkan operasi untuk memperbaiki
penglihatannya. Apabila pasien memiliki katarak bilateral dengan fungsi penglihatan yang
12
signifikan maka operasi dilakukan pertama pada mata dengan katarak yang lebih berat. Indikasi
medis dari operasi katarak antara lain glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis
fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke kamera okuli anterior. Tambahan indikasi dari operasi
katarak yaitu apabila lensa sudah keruh seluruhnya sehingga tidak dapat dinilai fundus dan
dapat mengganggu diagnosis dan manajemen penyakit mata lain misalkan retinopati diabetik
dan glaukoma. Selain itu, indikasi lain adalah kosmetik bila pasien ingin pupilnya kembali
hitam.7,8
Penatalaksanaan definitif katarak senilis adalah pembedahan. Pembedahan katarak
dilakukan dengan ekstraksi lensa dengan prosedur intrakapsular ekstraksi, ekstrakapsular
ekstrasi, atau fakoemulsifikasi.
a. ICCE (Intracapsular Cataract Extraction)
 Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul1
 Indikasi
- Subluksasi lensa
- Dislokasi lensa7
 Kontraindikasi absolut : usia < 40, anak-anak, dan dewasa muda dengan katarak dan
ruptur kapsuler traumatik. Kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindroma
marfan, katarak morgagni dan adanya vitreus pada kamera okuli anterior10
 Keuntungan : tidak ada kemungkinan katarak sekunder karena seluruh lensa diangkat
 Kerugian : dapat terjadi prolaps badan kaca kedalam bilik mata depan atau melekat
pada luka pembedahan
 Cara-cara ICCE :
a. Superior rectus suture
b. conjuctival flap
c. Membuat garis tebal pada area limbus pada jam 09.30 – 2.30
d. Pemotongan korneoskleral
e. Iridektomi
f. Ekstraksi cryolens
g & h. Insersi lensa intraokular multifex Kelmann pada anterior chamber
i. penjahitan korneoskleral

13
b. ECCE (Extracapsular Cataract Extraction) + Intraokular lens (IOL)
 Pembedahan lensa dimana mengeluarkan isi lensa dengan memecah atau merobek
kapsul anterior dan meninggalkan bagian posterior kapsul lensa. Penanaman lensa
intraokular merupakan bagian dari prosedur ini1
 ECCE dilakukan pada pasien katarak imatur, kelainan endotel, keratoplasti,
implantasi lensa intraocular, kemungkinan dilakukan bedah galukoma, predisposisi
prolaps vitreus, sebelumnya mata mengalami ablasio retina, dan stioid macular
edema. 10
 Keuntungan : badan kaca terlindung karena kapsula posterior masih tuh, menurunkan
insiden edema makula kistoid.10

14
 Kerugian : kemungkinan terjadi katarak sekunder sebab sisa-sisa bahan lensa masih
tertinggal di dalam mata.10
 Cara ECCE
a. Anterior capsulotomy dengan teknik can-opener
b. Pengeluaran kapsul anterior
c. Insisi korneoskleral
d. Pengeluaran nukleus
e. Aspirasi korteks
f. Insersi inferior haptic posterior chamber IOL pada bagian posterior kapsul lensa
g. Insersi superior haptic PCIOL
h. Memutar IOL
i. Penjahitan korneo-skleral7

Gambar 2.8. Ekstraksi ekstrakapsular


c. Fakoemulsifikasi + lensa intraokular

15
 Teknik ekstrakapsular ini menggunakan vibrator ultrasonik untuk mengangkat
nukleus dan korteks yang sudah mengeras dengan insisi 2,5 – 3 mm.1
 Keuntungan : pemulihan visus lebih cepat, induksi astigmati akibat operasi minimal,
komplikasi dan inflamasi pasce bedah minimal.1
 Cara-cara phacoemulsifikasi :
a. Continous curvilinear capsulorrhexis
b. Hidrodiseksi
c. Hidrodelineasi
d & e. Emulsifikasi nukleus dengan divide and conquer technique
f. aspirasi korteks

Gambar 2.9. Fakoemulsifikasi

2.3. Anatomi dan Fisiologi Badan Vitreus


Corpus vitreum / badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dengan retina. Corpus vitreum adalah bahan gelatin yang jernih dan avaskuler
yang membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. (1,3)
Corpus vitreum terdiri dari 99% air dan 1 % lainnya terdiri dari jaringan kolagen dan
hyaluronic acid yang memberi badan kaca konsistensi seperti agar, karena kedua komponen
tersebut mempunyai potensi yang sangat besar untuk menyerap air. Tidak berwarna dan tembus
pandang.(2)
16
Corpus viterum mengisi sebuah rongga yang diliputi oleh lensa, zonula zinii, badan silier,
retina. Hubungan dengan jaringan tersebut tidak erat, terkecuali pada tempat tertentu yang
disebut basis badan kaca (vitreus base) yaitu daerah lensa, pars plana badan silier, retina
dibelakang ora serata, makula, papil saraf optik. Hubungan dengan lensa menghilang dengan
bertambahnya umur, sehingga ekstraksi lensa intrakapsuler, tanpa prolaps badan kaca hanya
dapat dilakukan pada orang dewasa, tidak pada anak-anak. (2)
Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan
sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian yang disebut ora serrata, pars plana
dan papil saraf optik.(1)
Nutrisi badan kaca diperoleh dari badan silier, koroid dan retina oleh karena badan kaca
sendiri tidak mengandung pembuluh darah A. Hilloidea yang semula ada didalamnya tetapi
kemudian menghilang pada bulan-bulan terakhir penghidupan fetal.(2)

Gambar 2.10. Anatomi Vitreus

2.4. Pemeriksaan Badan Vitreus


Korpus vitreous normal tidak dapat dilihat dengan ofthlmoskopi direk atau indirek.
Ofthalmoskopi direk biasanya tidak cocok untuk mengamati vitreus sedangkan
ofthalmoskopi indirek memberikan lapangan pandang yang besar sehingga pengamat dapat
memeriksa kekeruhan lentikular dan vitreus, dan menyediakan suatu pandangan stereoskopik.3
Berbagai gambaran yang terlihat secara ofthalmoskopis adalah anomali- anomali yang
disebabkan oleh perubahan struktural, misalnya adanya floaters (benda-benda yang terlihat
melayang/mengapung) pada sinersis dan bentuk mirip cincin akibat terlepasnya korpus vitreus

17
posterior, atau adanya unsur-unsur invasif, misalnya darah, massa sel darah putih, atau
proliverasi fibrovaskular dari jaringan-jaringan sekitarnya.2

A. Pemeriksaan dengan Slit Lamp


Slit lamp ( biomikroskop ) adalah suatu mikroskop dengan sistem iluminasi tertentu
dapat membuat cairan yang tembus pandang / hampir tembus pandang menjadi dapat
terlihat. Untuk badan kaca anterior dapat dipakai slit lamp biasa, sedang untuk yang lebih
dalam harus dipakai slit lamp yang biomikroskop.(2)
Corpus vitreum normal tidak dapat dilihat dengan oftalmoskopi langsung atau tidak
langsung. Berbagai gambaran yang terlihat secara oftalmoskopi adalah anomali-anomali
yang disebabkan oleh perubahan-perubahan struktural atau adanya unsur-unsur invasif.(3)
Corpus vitreum normal insitu dan banyak anomali penting ( misal, refraksi,
kondensasi dan penciutan corpus vitreum yang khas untuk diabetes atau cedera), hanya
dapat dilihat dengan slit lamp.(3)

B. Lensa kontak sebagai alat bantu pemeriksaan corpus vitreum


Corpus vitreum sentral anterior adalah satu-satunya bagian dari bagian dalam mata
( di belakang lensa ) yang hanya dapat dilihat dengan slit lamp saja. Untuk melihat
bagian-bagian lain dimata pasien harus diletakkan lensa kontak khusus.
 untuk memodifikasi kekuatan lensa humor aquous dan lensa-lensa ( kristalin )
memfokuskan cahaya, dan
 untuk memperluas rentang sudut berkas pencahayaan slit lamp yang terbatas dalam
hubungannya dengan sumbu penglihatan bola mata.
Digunakan lensa kontak yang relatif tipis dengan permukaan depan yang datar untuk
menetralisir sifat membelokkan cahaya oleh mata sehingga jaringan pada dan di dekat
sumbu penglihatan mata, diskus optikus, koroid dan retina posterior dan corpus vitreum
aksial dapat diterangi secara detil tiga dimensi.(3)

C. Ultrasonografi
Ultrasonografi memberi gambaran anatomik dan topografik jaringan intraokuler.
Merupakan suatu alat yang mempergunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi (8-

18
10 MHZ). Untuk mendapatkan pantulan suara yang didapat dari jaringan-jaringan lunak
dengan bermacam-macam kepadatan.
Pada pemeriksaan ultrasonografi di kenal A-Scan dan B-scan.
A-scan : memberi gambaran 1 dimensi
B-Scan : memberi gambaran 2 dimensi mengenai penampang jaringan sehingga didapat
gambaran tofografik.
A-scan menambah keterangan yang lebih pasti terhadap gambaran B-scan, dengan
demikian kedua cara tersebut saling membantu. Dengan USG, dapat ditentukan adanya
kekeruhan di dalam badan kaca, vitreus membrane, hubungan badan kaca dengan retina,
ablasi retina, juga adanya benda asing inraokuler bahkan plasik dan kaca.(2)
Ultrasonografi B-Scan adalah alat diagnostik dan prognostik penting
yang digunakan pada banyak kelainan segmen posterior yang berkaitan dengan

kekeruhan korpus vitreus.2 Ultrasonografi B-scan penting dalam menilai dasar dan
tingkat keabnormalan mata dengan opasitas vitreus. Alat ini juga berguna untuk menilai
tingkat progresifitas penyakit retina. Mata dengan vitreus yang keruh dapat dilakukan
vitrektomi, evaluasi ultrasonik membantu dalam mendiagnosa penyebab patologi,
waktu yang tepat untuk dilakukan operasi, pengoptimalan penggunaan alat-alat
vitrektomi dan memprediksi kualitas pengelihatan pasien pasca operasi. Sementara
slitlamp dan ofthalmoskop cahaya kurang bermanfaat, pemakaian ultrasonografi B-
scan secara optimal dapat memberi banyak informasi mengenai korpus vitreum dan

struktur-struktur di dekatnya.7
D. Pemeriksaan Faal elektrik
Memberi gambaran fungsional dari retina dan saraf optik. Dengan elektrotinogram
(ERG) didapat gambaran faal retina, sedang dengan visual evoked Respons (VER)
didapatkan gambaran sejauh mana saraf optik masih berfungsi. Kedua pemeriksaan ini
penting dalam persiapan tindakan operasi vitrektomi.(2)

2.5. Kekeruhan Badan Vitreus


Bila terdapat kekeruhan di dalam badan kaca maka akan terjadi gangguan penglihatan.
Gangguan ini dapat berupa suatu bercak hitam yang mengapung dan bergerak (moscae

19
volitantes). Keadaan ini dapat disebabkan oleh setiap benda yang menutupi masuknya sinar
(jalan sinar) ke dalam bola mata.(1)
Gejala subyektif yang paling sering ialah Fotopsia "Floaters". Fotopsia ialah keluhan
berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan
cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu beberapa menit.
Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redap atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga
oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.(4,5,6)
"Floaters" ialah kekeruhan vitreus yang sangat halus yang memberi rangsang kepada
retina dan dilihat penderita sebagai bayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila
mata digerakkan. Bayangan kecil tersebut dapat berupa : (1, 2, 3, 4, 6)

 Titik hitam
 Benang halus
 Cincin
 Lalat kecil dan sebagainya.
"Floaters" tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila "floaters" ini
datangnya tiba tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut mendapat perhatian yang serius,
karena keluhan "floaters" ini dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula,
misalnya retina atau perdarahan di vitreus.
Adapun derajat kekeruhan badan vitreus berdasarkan funduskopi terdapat 5 tingkatan,
yaitu:
1 : Tidak ada kekeruhan
1+ : Sedikit kekeruhan yang tersebar halus atau kasar. Fundus terlihat jelas
2+ : Kekeruhan yang tersebar halus dan kasar. Fundus terlihat samar-samar
di beberapa tempat
3+ : Beberapa kekeruhan dan ditandai dengan fundus yang kabur
4+ : Kekeruhan yang tebal. Fundus tidak terlihat

2.5.1. Gambaran klinis


“floaters” digambarkan sebagai benang-benang, jaring laba-laba, objek-objek serupa
piring-piring kecil atau sebuah cincin tembus pandang. Sebanyak 70 % populasi
20
mengeluhkan gejala ini. Gambaran ini muncul akibat adanya serat-serat dan permukaan
kolagen vitreous yang telah ada sebelumnya. Adanya eritrosit dan kadang-kadang sel-sel
radang dalam vitreus dapat menyebabkan pasien dapat melihat floaters yang digambarkan
sebagai objek mirip piring. Floaters seperti cincin biasanya terlihat saat memvisualisasikan
daerah korteks vitreus posterior yang sebelumnya melekat pada nervus opticus.2,3,5,13
Floaters sentral yang relatif tidak bergerak akan menganggu dan bahkan dapat
menghalangi penglihatan. Floaters di bagian perifer sering tidak disadari, karena umumnya
intermiten dan memerlukan gerakan mata besar atau posisi khusus agar terlihat. Floaters
sangat sering terjadi pada pengidap miopia dan pasien sineresis.2

Gambar 2.11. Floaters


2.5.2. Penyebab kekeruhan vitreus
Kekeruhan vitreus diklasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu:
 Kongenital
 Didapat (acquired)
- Endogenus
- Eksogenus
Seiring dengan berkembangnya teknologi diagnostik, etiologi dari kekeruhan vitreus
menjadi semakin berkembang. Penyebab kekeruhan vitreus yang didapat dikategorikan
menjadi:
 Genetic
 Inflammatory non infectious
21
 Inflammatory infectious
 Inflammatory iatrogenic
 Degenerative
 Traumatic
 Neoplastic
 Idiopathic
Berikut ini adalah beberapa kondisi yang sering terjadi yang menyebabkan timbulnya
kekeruhan vitreus :

A. Muscae Volitantes
Ini merupakan suatu keadaan fisiologi opasitas dan merupakan residu dari hyaloid
primitive pembuluh darah. Pandangan pasien seperti titik halus dan filament, yang sering
hanyut kedalam dan keluar dari lapangan visual, dengan latar belakang terang.

B. Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV)


Ini merupakan hasil dari gagalnya struktus vitreous primer untuk mengurangi
hubungan dengan hypoplasia dari bagian posterior vascular. Secara klinis
dikarakteristikkan dengan adanya refleks putih pupil yang dapat dilihat setelah lahir.

C. Proses degenerasi (4)


Kekeruhan karena proses degenerasi biasanya ditemukan antara lain pada:
 myopia tinggi
 keadaan senil
 degenerasi vitreo - retina.
Pada degenerasi vitreo - retina terjadi tarikan vitreus pada retina di tempat dimana
vitreus melekat erat pada retina. Apabila juga terjadi degenerasi retina, maka tarikan tadi
dapat mengakibatkan timbulnya lobang retina atau dialisis retina di ora serata. Tarikan di
daerah makula dapat menimbulkan kista makula.

D. Peradangan (2,3,4)
22
Kekeruhan vitreus karena peradangan ditemukan pada penyakit korioretinitis,
endoftalmitis dan sarkoidosis. Peradangan corpus vitreum mencakup bermacam-macam
gangguan yang berkisar dari beberapa sel darah putih sampai pembentukan abses. Pada
umumnya disebabkan peradangan koroid atau retina, yang menimbulkan invasi sel-sel
radang ke dalam badan kaca, sehingga menjadi keruh. Penderita pada keadaan ini mungkin
agak terganggu visusnya dan merasa adanya vitreus floaters. Dengan bertambah
banyaknya infiltrasi ini, ketajaman penglihatannya menurun dan fundus menjadi tidak
tampak. Di dalam badan kaca tampak masa yang berwarna putih kekuning-kuningan.
Karena keadaan ini mengenai segmen posterior, penderita tidak merasa sakit dan mata
bagian luar tampak tenang.

E. Abses Badan Kaca (2,3)


Merupakan peradangan bagian dalam mata yang disertai dengan rasa sakit yang
sangat, fotofobia, mata merah, palpebra dan konjungtiva bengkak, suhu badan tinggi.
Abses korpus vitreum dapat terjadi setelah trauma tembus mata, termasuk bedah mata.
Diagnosis abses corpus vitreum dipastikan dengan melakukan aspirasi 0,5 – 1 ml corpus
vitreum di bawah anestesi lokal melalui sklerotomi pars plana dengan menggunakan jarum
berukuran 20 sampai 23. Aspirat diperiksa secara mikroskopik.

F. Perdarahan (2,3,4)
Kekeruhan vitreus akibat perdarahan ditemukan pada diabetes melitus, hipertensi,
leukemi, rudapaksa, tarikan vitreus pada neovaskularisasi dan robekan retina. Perdarahan
halus di dekat ora serrata biasanya merupakan tanda dini robekan retina, kemudian dapat
disusul oleh ablasi retina. Perdarahan pada diabetes melitus biasanya oleh karena adanya
neovaskularisasi yang mudah berdarah.
Perdarahan vitreus adalah ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa ruang
potensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreus. Kondisi ini dapat
diakibatkan langsung oleh robekan retina atau neovaskularisasi retina, atau dapat
berhubungan dengan perdarahan dari pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya.
Perdarahan vitreus dapat terjadi akibat dari retinitis proliferans, oklusi vena sentral, oklusi
vena cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus akut tanpa harus ada robekan. Etiologi
terjadinya perdarahan vitreus menjadi tiga kategori utama yaitu :

23
1. Pembuluh darah retina abnormal
Pembuluh darah retina abnormal biasanya akibat iskemia pada penyakit seperti
diabetik retinopati, sickle cell retinopati, oklusi vena retina, retinopati prematuritas
atau sindrom iskemik okular. Retina mengalami pasokan oksigen yang tidak memadai,
Vascular Endotel Growth Factor (VEGF) dan faktor kemotaktik lainnya menginduksi
neovaskularisasi. Pembuluh darah baru ini terbentuk karena kurangnya endotel tight
junction yang merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan spontan. Selain itu,
komponen berserat yang sering menempatkan tekanan tambahan pada pembuluh darah
yang sudah rapuh serta traksi vitreus normal dengan gerakan mata dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh tersebut

2. Pecahnya pembuluh darah normal


Pecahnya pembuluh darah normal dapat diakibatkan kekuatan mekanik yang
tinggi. Selama PVD, traksi vitreus pada pembuluh darah retina dapat membahayakan
pembuluh darah. Hal ini bisa terjadi dengan robekan retina atau ablasio. Namun,
perdarahan vitreus dalam bentuk sebuah PVD akut harus diwaspadai dokter karena
risiko robeknya retina bercukup tinggi (70-95 persen). Trauma tumpul atau perforasi
bisa melukai pembuluh darah utuh secara langsung dan merupakan penyebab utama
perdarahan vitreus pada orang muda terutama umur kurang dari 40 tahun. Penyebab
yang jarang dari perdarahan vitreus adalah sindrom Terson, yang berasal dari
ekstravasasi darah ke dalam vitreus karena perdarahan subaraknoid. Sebaliknya
peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan venula retina pecah

3. Darah dari sumber lainnya


Darah dari sumber lainnya, keadaan patologi yang berdekatan dengan vitreus
juga dapat menyebabkan perdarahan vitreus seperti pada perdarahan dari
makroaneurisma retina, tumor dan neovaskularisasi koroidal, semua dapat
memperpanjang melalui membran batas dalam vitreus dan menyebabkan perdarahan.

24
Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan mata kabur atau
berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia, seperti ada bayangan dan jaring
laba-laba. Gejala subyektif yang paling sering ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah
keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di
lapangan. Kilatan cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam
waktu beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup atau dalam
suasana gelap. Fotopsia diduga oleh karena rangsangan abnormal vitreus terhadap retina.
Floaters adalah kekeruhan vitreus yang sangat halus, dilihat penderita sebagai
bayangan kecil yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan. Bayangan
kecil tersebut dapat berupa titik hitam, benang halus, cincin, lalat kecil dan sebagainya.
Floaters tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila floaters ini datangnya
tiba-tiba dan hebat, maka keluhan tersebut patut mendapat perhatian yang serius, karena
keluhan floaters ini dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula,
misalnya ablasio retina atau perdarahan di vitreus. Perdarahan vitreus ringan sering
dianggap sebagai beberapa floaters baru, perdarahan
Vitreus moderat dianggap sebagai garis-garis gelap, dan berat pada perdarahan vitreus
cenderung untuk secara signifikan mengurangi penglihatan bahkan persepsi cahaya.
Biasanya, tidak ada rasa sakit yang terkait dengan perdarahan vitreus. Pengecualian
mungkin terjadi apabila termasuk kasus glaukoma neovaskular, hipertensi okular akut

25
sekunder yang parah atau trauma. Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat trauma,
operasi mata, diabetes, anemia sickle sel, leukemia dan miopia tinggi.Pemeriksaan lengkap
terdiri dari oftalmoskopi langsung dengan depresi skleral, gonioskopi untuk mengevaluasi
neovaskularisasi sudut, TIO dan B-scan ultrasonografi jika tampilan lengkap segmen
posterior tertutup oleh darah. Pemeriksaan dari mata kontralateral dapat membantu
memberikan petunjuk etiologi dari perdarahan vitreus, seperti retinopati diabetik
proliferative.
Gambaran perdarahan pada vitreus melalui ultrasonografi berbentuk kecil dan
semakin banyak terlihat dan semakin tebal diartikan banyak perdarahan di dalamnya.
Dapat pula dibedakan perdarahan yang masih baru “fresh hemorrhage” atau sudah lama
“clotted hemorrhage”. Bila perdarahan disebabkan oleh PVD, akan terlihat gambaran
membran yang sejajar di B-scan ultrasonografi. Kehadiran perdarahan vitreus tidak sulit
untuk dideteksi. Pada slit lamp, sel darah merah dapat dilihat di posterior lensa dengan
cahaya set "off-axis" dan mikroskop pada kekuatan tertinggi. Dalam perdarahan vitreus
ringan, pandangan ke retina dimungkinkan dan lokasi dan sumber perdarahan vitreus dapat
ditentukan.Perdarahan vitreus hadir dalam ruang subhialoid juga dikenal sebagai
perdarahan preretinal. Perdarahan berbentuk seperti perahu dimana darah terperangkap
dalam ruang potensial antara hialoid posterior dan basal membran, dan mengendap keluar
seperti hifema. Perdarahan vitreus yang tersebar ke dalam korpus vitreus tidak memiliki
batas dapat berkisar dari beberapa bintik sel darah merah sampai memenuhi keseluruhan
dari segmen posterior.

G. Neoplasma (4)
Kekeruhan vitreus akibat neoplasma retina misalnya pada retinoblastoma lanjut.

H. Fluid Vitreus (Synchisis) (2,3)


Berarti mencairnya badan kaca. Keadaan ini didapatkan pada orang tua, disini badan
kaca hanya sedikit mencair. Yang cair sekali didapatkan pada proses degenerasi dari badan
kaca, seperti akibat penyakit badan silier, koroid, retina atau pada miopia tinggi.
Tanda Klinik :
 Bilik mata depan
 Tensi intraokuler
26
 Iris tremulans
 Ligamentum suspensorium lentis melemah akibat gangguan akomodasi.

I. Asteroid Hyalosis (2,3)


Biasanya didapatkan pada orang tua dengan mata yang sehat. Pada pemeriksaan
didapatkan kekeruhan berbentuk bula-bulat, kecil-kecil berwarna kuning, banyak sekali,
bergerak-gerak di dalam mata, tetapi selalu kembali pada tempatnya semula karena melekat
pada jaringan yang ada di dalam badan kaca.

J. Ablasi Badan Kaca (2,3)


Adalah pemisahan antara badan kaca dan jaringan sekitarna yang terjadi di bagian
depan yang dapat berupa retrolensa, retrozonula, atau gabungan antara keduanya. Hal-hal
ini dapat disebabkan oleh :
 Perdarahan badan kaca
 Peradangan
 Trauma mata
 Ablasi retina
 Orang tua ( syneresis )

K. Ablasi bagian belakang


Hal ini dapat disebabkan oleh masuknya eksudat, perdarahan di ruangan antara badan kaca
dan retina. Ataupun tarikan badan kaca yang disebabkan eksudat dan perdarahan badan
kaca yang lama.

2.5.3. Penatalaksanaan
Floaters di mata adalah tidak berbahaya dan hanya mengganggu penglihatan. Kebanyaka
akan hilang dengan sendirinya dan menjadi kurang mengganggu. Bila floaters tersebut benar-
benar menghalangi penglihatan, dokter akan menganjurkan dilakukan tindakan operasi. Cara
yang dapat dilakukan untuk membersihkan vitreus dari bintik-bintik dan jaringan-jaringan
adalah dengan mengangkat substansi gel dari mata melalui prosedur vitrektomi.
Vitrektomi dibagi atas 3 tipe :
 Anterior vitrektomi : pengangkatan bagian anterior vitreus
27
 Core vitrektomi : pengangkatan bagian sentral vitreus
 Subtotal dan total vitrektomi : pengangkatan seluruh bagian vitreus
Terdapat 2 teknik vitrektomi yaitu :
 Open-sky vitrektomi
Teknik ini dipakai untuk anterior vitrektomi. Adapun indikasi teknik ini adalah :
- kehilangan vitreous sewaktu ekstraksi katarak
- aphakic keratoplasty
- rekonstruksi ruang anterior pasca trauma yang menyebabkan hilangnya vitreus
- pemindahan lensa yang dislokasi
 Closed vitrektomi
Teknik ini dipakai untuk core, subtotoal dan total vitrektomi. Adapun indikasi teknik ini :
- endoptalmitis disertai abses vitreus
- perdarahan vitreus
- proliferative diabetes retinopati
- komplikasi pelepasan retina
- pemindahan benda asing di intraocular
- hyperplasia vitreus primer yang persisten
- pemindahan lensa intraocular dari ruang vitreus

28
Subsitusi vitreus pasca vitrektomi bertujuan untuk mengembalikan tekanan intraokular
dan sebagai tamponade intraokular. Substitusi vitreus yang ideal harus memiliki tekanan
permukaan yang tinggi dan jernih. Jika tidak ada substitusi yang ideal, kita dapat
menggunakan:4

1. Udara secara umum digunakan sebagai tamponade pada kasus yang tidak
memiliki komplikasi. Substitusi ini diserap dalam 3 hari.
2. Cairan fisiologis seperti ringer laktat atau cairan NaCl digunakan pada
kasus endopthalmitis atau perdarahan vitreus yang tidak memiliki komplikasi.

29
3. Expanding gases digunakan untuk kasus-kasus kompleks yang membutuhkan
tamponade intraokular dalam jangka panjang. Contoh sulphur hexaflouride (SF6) dan
perfluoropropane.
4. Perflurocarbon liquids (PFCL) adalah cairan berat yang digunakan untuk
memindahkan nukleus yang jatuh atau IOL dari ruang vitreous dan menstabilkan retina
posterior selama pengelupasan membran epiretina.
5. Minyak silikon dapat digunakan sebagai tamponade intraokular jangka panjang
pasca operasi pelepasan retina.

Komplikasi vitrektomi frekuensinya sudah berkurang seiiring dengan meningkatnya


teknik, teknologi, dan keterampilan operasi. Tetapi walaupun begitu kemungkinan untuk
terjadinya kompikasi masih dapat ditemui, seperti: katarak progresif, infeksi
(endopthalmitis), retinal tear, retinal detachment, hipotony, glaukoma, vitreous cavity
hemorrhage, dan suprachoroidal hemorrhage.9

Harus diingat bahwa kemunculan secara tiba-tiba floaters dengan jumlah yang
signifikan, khususnya jika diikuti dengan kilatan cahaya atau gangguan penglihatan, dapat
mengindikasikan terjadinya pelepasan retina atau suatu masalah yang serius di mata.
Pelepasan retina (retinal detachment) adalah sesuatu yang emergensi, butuh perhatian segera.12

Pemilihan penatalaksanaan alternatif adalah dengan Neodym-YAG laser telah


digunakan untuk kekeruhan vitreus lokal pada pasien bergejala, tapi mungkin membutuhkan
banyak sesi. Beberapa pasien melaporkan masih adanya kekeruhan kecil walaupun
pengobatan laser telah dilakukan. Prosedur ini kurang efektif bila kekeruhan tidak lokal,
melainkan menyebar dan diperlukan energi yang besar pada kekeruhan lentikular.
Pengobatan ini berpotensi komplikasi termasuk pendarahan retina dan koroid dan kerusakan
pada epitel pigmen retina. Oleh karena itu, kekeruhan pada posterior vitreus dan dekat retina
serta berpotensi menyebabkan gejala, harus hendaknya tidak diperlakukan dengan metode
ini. Dibandingkan Nd: YAG vitreolisis dan pars plana vitrektomi untuk pengobatan floaters
vitreus. Hanya sepertiga pasien yang diobati dengan laser dinilai prosedur sebagai cukup
efektif sementara mayoritas menemukan tidak ada perbaikan. Vitrektomi, bagaimanapun,
mencapai hasil yang lebih unggul.

30
2.5.4. Komplikasi
Komplikasi tersering yang terjadi adalah retinal detachment, meskipun hal ini
jarang terjadi. Hal ini terjadi karena penarikan retina oleh vitreous. Setelah terjadinya
floaters dan flashes, perlu dilakukan follow up selama 30-60 hari karena dalam periode
waktu ini retinal detachment seing terjadi. Ketika gejala tiba-tiba meningkat, penting untuk
dilakukan pemeriksaan mata pada waktu onset terjadi.8

31
BAB III
ILUSTRASI KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. EK
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 69 tahun
Alamat : Bogor
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Masuk Poli Mata : 11 April 2016

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 11 April 2016 di Poli Mata
RSUP Fatmawati

Keluhan Utama
Penglihatan kedua mata buram

Keluhan Tambahan
Buram seperti tertutup kabut, silau jika melihat cahaya, dan merasa seperti terdapat
benda yang melayang di mata.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan penglihatan mata
kanan buram sejak 1 tahun yang lalu. Buram dirasakan mendadak dan menutupi seluruh
lapang pandang. Pasien sering merasa terdapat benda yang melayang di mata kanannya dan
tidak hilang walaupun mata dibersihkan, akhirnya pasien hanya membiarkan dan akan hilang
sendiri. Pasien tidak pernah merasakan adanya kilatan cahaya dan pandangan seperti tertutup
tirai pada mata kanan. Beberapa bulan sebelumya, pasien sudah mengeluhkan penglihatan
mata kedua yang semakin buram. Buram dirasakan seperti ada kabut yang menutupi
penglihatan kedua mata. Namun, setelah penglihatan mata kanan buram mendadak 1 tahun
yang lalu, penglihatan mata kiri semakin bertambah buram dan mulai dirasakan mengganggu
sejak 3 bulan terakhir. Pasien mengatakan bahwa buram pada mata kiri mengakibatkan ia

32
tidak bisa membaca teks di televisi yang sebelumnya dapat ia lakukan. Pasien juga
mengeluhkan silau pada mata kiri jika melihat cahaya, namun pasien merasa lebih baik saat
berada ditempat terang. Pasien tidak memiliki riwayat mata merah berulang pada kedua mata
dan riwayat trauma baik yang langsung ataupun tidak langsung pada kedua mata.
Pasien sebelumnya berobat ke Rumah Sakit di Kota Bogor dan didiagnosis katarak
pada kedua mata, serta sudah direncanakan untuk dilakukan operasi. Namun, saat hari
operasi dokter menemukan kelainan lainnya pada mata kanan, sehingga operasi tidak
dilakukan. Pasien pun di rujuk ke RSUP Fatmawati untuk tindakan dan tatalaksana lebih
lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat menggunakan kacamata untuk membaca jauh sejak berada
di bangku SMP, dan menyatakan sering berganti kacamata karena sudah tidak sesuai, namun
pasien tidak dapat mengingat ukuran dioptri lensa yang digunakan untuk kacamatanya.
Pasien tidak memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, anemia, leukemia, hipotensi,
trauma pada mata, infeksi mata, dan alergi. Pasien memiliki riwayat gangguan katup jantung
dan 6 bulan terakhir rutin mengkonsumsi obat spironolakton 1 x 25 mg dan Cilostazol 1 x
50 mg.

III. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : tidak diperiksa
Nadi : 84 x / menit
Suhu : tidak diperiksa
Pernapasan : 16 x / menit
Kepala : Normocephali
THT : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thoraks
Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara napas vesikuler, wheezing -/-, rhonkii -/-
33
Abdomen : Supel, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema --/--

Status Oftalmologi
Pemeriksaan kamar terang
OD OS
Visus 1/300 tidak dapat 2/60 S-6,5 C-1,25 x 60 
dikoreksi
Proyeksi Sinar 5/15f1

 Kedudukan bola mata


Posisi Ortoposisi Ortoposisi
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -

 Pergerakan bola mata

 Palpebra superior
Edema - -
Spasme - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Kalazion - -
Ptosis - -

 Palpebra inferior
Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Ulkus - -
Fistel - -
Hordeolum - -
Kalazion - -

 Margo Palpebra Superior et silia

34
Edema - -
Hiperemis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
Poliosis - -
Ulkus - -
Fistel - -

 Margo Palpebra Inferior et silia


Edema - -
Hiperemis - -
Ektropion - -
Entropion - -
Sekret - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
Madarosis - -
Poliosis - -
Ulkus - -
Fistel - -

 Area Kelenjar Lakrimalis


Edema - -
Hiperemis - -
Benjolan - -
Fistel - -

 Punctum Lakrimalis
Edema - -
Hiperemis - -
Sekret - -
Epikantus - -

 Karunkul lakrimal
Benjolan - -

 Konjungtiva Tarsal Superior


Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
35
Folikel - -
Papil - -
Litiasis - -
Simblefaron - -

 Konjungtiva Tarsal Inferior


Kemosis - -
Hiperemis - -
Anemis - -
Folikel - -
Papil - -
Litiasis - -
Simblefaron - -

 Konjungtiva Fornix Superior et Inferior


Kemosis - -
Hiperemis - -
Folikel - -
Simblefaron - -
 Konjungtiva bulbi
Kemosis - -
Pterigium - -
Pinguekula - -
Flikten - -
Simblefaron - -
Injeksi konjungtiva - -
Injeksi silier - -
Injeksi episklera - -
Perdarahan - -
subkonjungtiva

 Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema - -
Ulkus - -
Flikten - -
Makula - -
Leukoma - -
Leukoma adheren - -
Stafiloma - -
Neovaskularisasi - -
Pigmen iris - -
Bekas jahitan - -
Tes fluoresein Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan

36
 Limbus kornea
Arkus senilis + +
Bekas jahitan - -

 Sklera
Episkleritis - -
Skleritis - -
 Tekanan intraokuler
Tonometri Schiotz 12/7,5 = 7,5 mmHg 10/7,5 = 10,9 mmHg

Pemeriksaan kamar gelap


 Kornea
OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
Keratik presipitat - -
Infiltrat - -

 Kamera Okuli Anterior


Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Flare - -
Sel - -
Hipopion - -
Hifema - -

 Iris
Warna Coklat tua Coklat tua
Gambaran radier Normal Normal
Eksudat - -
Atrofi - -
Sinekia anterior - -
Sinekia anterior - -
perifer
Sinekia posterior - -
Iris bombe - -
Iris tremulans - -

 Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar 3 mm 3 mm
Isokoria + +
Letak Sentral Sentral
Refleks cahaya + +
37
langsung
Refleks cahaya tak + +
langsung

 Lensa
Kejernihan Keruh sebagian Keruh sebagian
Shadow test + +
Refleks kaca - -
Pigmen iris - -
Luksasi - -
Subluksasi - -
Lensa intra okular - -

 Corpus vitreus
Kejernihan Keruh Grade III-IV Jenih
Perdarahan + -

 Funduskopi
Refleks fundus + ( Sangat Menurun) + (Menurun)
Papil
 Bentuk Sulit dinilai Bulat
 Batas Sulit dinilai Tegas

 Warna Sulit dinilai Tidak Pucat


C/D ratio Sulit dinilai 0,2
A/V ratio Sulit dinilai 2/3
Retina Sulit dinilai Perdarahan -, eksudat -,
Sikatrik -
Makula lutea Sulit dinilai Refleks + Normal

Gambar refleks fundus

(+) Sangat Menurun (+) Menurun


Gambar funduskopi
Keruh
Terdapat benda grade III-IV 38
yang melayang
Bagian yang lebih merah
susp perdarahan
Normal Normal
IV. Resume
Ny. EK, 69 tahun datang ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan penglihatan
mata kanan buram sejak 1 tahun yang lalu. Buram dirasakan mendadak dan menutupi seluruh
lapang pandang. Pasien sering merasa terdapat benda yang melayang di mata kanannya dan
tidak hilang walaupun mata dibersihkan, akhirnya pasien hanya membiarkan dan akan hilang
sendiri. Beberapa bulan sebelumya, pasien sudah mengeluhkan penglihatan mata kedua yang
semakin buram. Buram dirasakan seperti ada kabut yang menutupi penglihatan kedua mata.
Namun, setelah penglihatan mata kanan buram mendadak 1 tahun yang lalu, penglihatan
mata kiri semakin bertambah buram dan mulai dirasakan mengganggu sejak 3 bulan terakhir.
Pasien mengatakan bahwa buram pada mata kiri mengakibatkan ia tidak bisa membaca teks
di televisi yang sebelumnya dapat ia lakukan. Pasien juga mengeluhkan silau pada mata kiri
jika melihat cahaya, namun pasien merasa lebih baik saat berada ditempat terang. Pasien
memiliki riwayat menggunakan kacamata untuk membaca jauh sejak berada di bangku SMP,
dan menyatakan sering berganti kacamata karena sudah tidak sesuai, namun pasien tidak
dapat mengingat besarnya dioptri lensa yang digunakan untuk kacamatanya. Pasien memiliki
riwayat gangguan katup jantung dan 6 bulan terakhir rutin mengkonsumsi obat spironolakton
1 x 25 mg dan Cilostazol 1 x 50 mg.
Status Oftalmologi:
OD Pemeriksaan OS
1/300 Visus s.c 2/60 S-6,5 C-1,25x60
Tidak dapat dikoreksi Visus c.c 5/15f1
Ortoposisi Posisi bola mata Ortoposisi
Bebas ke segala arah Pergerakan bola mata Bebas ke segala arah
Tenang Palpebra Tenang
Tenang Konjungtiva tarsal Tenang
Tenang Konjungtiva fornix Tenang
Tenang Konjungtiva bulbi Tenang
Jernih, arkus senilis + Kornea Jernih, arkus senilis +
Jernih, dalam Kamera okuli anterior Jernih, dalam
Coklat tua, radier Iris Coklat tua, radier

Bulat, reguler, diameter 3mm, Pupil Bulat, reguler, diameter


RCL (+), RCTL (+) 3mm, RCL (+), RCTL (+)
Keruh, shadow test (+) Lensa Keruh, shadow test (+)

39
Keruh derajat III-IV, Perdarahan Cairan vitreus Jernih
(+)
7,5 mmHg Tekanan bola mata 10,9 mmHg
Refleks fundus (+) sangat Funduskopi Refleks fundus (+) menurun
menurun
Papil
- Warna - Kuning orange
- Bentuk - Bulat
Sulit dinilai - Batas - Tegas
- CDR - 0,3
- aa/vv - 2/3
Retina Eksudat (-), perdarahan (-),
fibrosis (-)
Reflek Makula (+)
V. Diagnosis Kerja
OD : kekeruhan vitreus ec. susp perdarahan pada katarak senilis imatur
OS : Katarak senilis imatur, astigmat miopia simpleks

VI. Diagnosis Banding


OD : Ablasio Retina, Oklusi pembuluh darah retina.
OS :-

VII. Rencana Pemeriksaan


- USG OD
- Konsultasi penyakit dalam dan jantung

VIII. Penatalaksanaan
- Pro Fekoemulsifikasi + Vitrectomi + IOL OD
- Catarlens 3x1 tetes ODS

IX. Prognosis
OD
Ad vitam : Dubia et bonam
Ad functionam : Dubia et bonam
40
Ad sanationam : Dubia et bonam

OS
Ad vitam : Dubia et bonam
Ad functionam : Dubia et bonam
Ad sanationam : Dubia et bonam

41
BAB IV
PENGKAJIAN MASALAH

Penglihatan turun mendadak tanpa tanda radang ekstraokular dapat disebabkan oleh
beberapa kelainan. Kelainan ini dapat terlihat pada neuritis optik, ablasi rtetina, obstruksi vena
retina sentral, kekeruhan dan perdarahan badan kaca, ambliopia toksik, histeria, retibopati serosa
sentral, amaurosis fugaks, dan koroiditis.(1-3,12)
Salah satu kelainan yang dapat terjadi pada badan kaca yaitu kekeruhan badan vitreus.
Kekeruhan badan vitreus dapat disebabkan oleh genetik, inflamasi, degeneratif, traumatik,
neoplasma, idiopatik, dan perdarahan. Perdarahan vitreus dapat terjadi spontan pada diabetes
mellitus, ruptur retina, ablasi badan kaca posterior, oklusi vena retina dan pecahnya pembuluh
darah neovaskular. (1,3,12)
Pasien pada kasus ini mengalami mata kanan buram mendadak sejak 1 tahun yang lalu,
dan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan tanda radang ekstraokular. Oleh
karena itu, penyakit mata pasien tergolongkan dalam mata tenang penglihatan turun mendadak.
Adapun yang menyebabkan hal tersebut adalah kekeruhan vitreus, hal ini dibuktikan dengan
adanya keluhan pasien berupa floater atau benda yang melayang pada mata kanan dan pada
pemeriksaan fisik didapatkan refleks fundus yang sangat menurun dan pada funduskopi
didapatkan vitreus keruh dengan derajat III-IV.
Kekeruhan yang terjadi pada badan vitreus pasien diduga disebabkan oleh perdarahan,
hal ini dikarenakan terdapat bagian yang lebih merah pada saat funduskopi yang dicurigai adalah
perdarahan. Adapun perdarahan yang terjadi diduga berhubungan dengan kelainan katup jantung
yang diderita pasien yang meningkatkan resiko terjadinya emboli pada pembuluh darah termasuk
pembuluh darah mata sehingga dapat terjadi CRVO, BRVO, CRAO, dan BRAO, yang berujung
pada terbentuknya neovaskularisasi yang rentan menyebabkan perdarahan pada vitreus. Selain
itu, resiko terjadinya perdarahan menjadi semakin tinggi dengan adanya faktor obat yang
diminum oleh pasien yaitu cilostazol yang merupakan golongan antiplatelet.
Adapun kelainan lain yang mungkin menyebabkan terjadinya penurunan penglihatan
yang mendadak pada mata kanan pasien adalah ablasi retina. Walaupun faktor resiko seperti
miopia tinggi dan terdapatnya TIO yang rendah pada mata kanan, namun diagnosis ini tidak
diambil karena berdasarkan anamnesis pasien tidak pernah merasakan kilatan cahaya dan
penglihatan seperti tertutup tirai serta tidak ditemukan riwayat trauma pada mata kanan.
Sedangkan pada funduskopi tidak dapat tentukan apakah retina mata kanan pasien mengalami
ablasi atau tidak, karena kekeruhan vitreus.

42
Dalam rangka menegakkan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan penunjang seperti USG
agar keadaan bagian posterior mata yang tidak dapat dilihat dengan funduskopi akibat kekeruhan
vitreus dapat ketahui. Selain itu, karena diduga terdapat hubungan antara keluhan pasien dengan
kelainan katup jantung yang dimiliki maka pasien disarankan untuk konsultasi kepada spesialis
kardiologi dan penyakit dalam.
Katarak merupakan keadaan lensa yang mengalami kekeruhan sehingga cahaya sulit
mencapai retina. Kekeruhan lensa disebabkan hidrasi (penambahan cairan) lensa, pemecahan
protein karena proses oksidasi, hidrasi lensa, ataupun keduanya. Klasifikasi katarak berdasarkan
usia terjadinya dibagi menjadi katarak kongenital, katarak juvenile, dan katarak senilis. Katarak
senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Dan
berdasarkan maturitasnya katarak dibagi menjadi 4 stadium, yaitu: insipien, imatur, matur,
hipermatur. (1-3,12)
Pasien mengeluhkan penglihatan buram seperti tertutup kabut sejak beberapa bulan
sebelum mata kanan mengalami penurunan penglihatan mendadak. Selain itu, mata kiri pasien
juga dirasakan semakin memburuk dan silau dirasakan saat melihat cahaya, terutama 3 bulan
terakhir. Dan pada pemeriksaan fisik didapatkan kekeruhan pada lensa kedua mata. Hal ini
mengarah pada diagnosis katarak. Karena usia pasien sudah lebih dari 50 tahun dan tidak
ditemukan faktor lain yang mempengaruhi katarak pasien, maka katarak yang dialami pasien
adalah katarak senilis. Adapun stadium maturitas dari katarak senilis yang dialami pasien adalah
katarak senilis imatur, hal ini dibuktikan dengan adanya shadow test pada pemeriksaan fisik dan
kekeruhan hanya terjadi pada sebagian lensa pada kedua mata. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kedua mata pasien mengalami katarak senilis imatur.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4.Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013
2. Nana Wijana S.D., Ilmu Penyakit Mata, Jakarta, 1989
3. Vaughan MD, Asbury T, Paul Riordan-Eva.Trauma, Ofthalmologi Umum, Edisi 14,
Widya Medika, Jakarta 2000
4. Radjamin T., Akman S.M., Marsetio M., dkk.,Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University
Press, Surabaya, 1993
5. Eye Anatomi, Available at, www.acucentrs.Iv/Eng/images/Glaza
6. Vitreuous Floaters, Available at, www.tulsaworld.com/health
7. Tana L, Delima, Hastuti E, Gondhowiardjo T. Katarak pada petani dan keluarganya di
kecamatan teluk jambe barat. Media Litbang Kesehatan XIV Nomor 4, 2006
8. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Buku pedoman
penyelenggaraan bakti sosial operasi katarak.Jakarta: PERDAMI, 2013
9. Riordan-Eva P dan Whitcher JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum; alih bahasa,
Brahm U. Pendit; editor edisi bahasa indonesia, Diana Susanto.Ed 17.Jakarta: EGC, 2009
10. Lang, Gerhard K. Ophthalmology. Thieme: New York. 2000
11. Junqueira CL and Carneiro. Basic histology: text & atlas. 11th ed. New York: The
McGraw-Hill; 2005
12. Khurana AK. Comprehensive ophtalmology. 4th Ed. New Delhi: New Age International
(P) Limited, 2007
13. American Academi of Ophtalmology. Lens and Cataract, basic and clinical science
course. AAO. 2011
14. Victor V and Foster CS. Senile cataract.
https://lionsden.molloy.edu/ICS/icsfs/Cataracts_Senile.pdf?target=31d0e87a-c5f8-4b95-
9012-b400a8d0bae5
15. Wong, Tien Yin, The Cornea in The Ophthalmology Examination Review. Singapore,
World Scientific 2001 : 89 – 90

44

Anda mungkin juga menyukai