Anda di halaman 1dari 23

DINAMIKA ISU LAUT TIONGKOK SELATAN: ANALISIS

SUMBER-SUMBER KEBIJAKAN LUAR NEGERI TIONGKOK DALAM


SENGKETA
Arief Bakhtiar Darmawan1

1
Universitas Jenderal Soedirman
Email: ariefbakhtiar@rocketmail.com

ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk mengamati perilaku kebijakan luar negeri Tiongkok dalam konflik Laut
Tiongkok Selatan (LTS), dengan menganalisis faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi
kebijakan luar negeri Tiongkok. Tiongkok merupakan salah satu pihak yang memiliki klaim langsung atas
wilayah di kawasan LTS. Klaim Tiongkok tersebut tumpang tindih dengan klaim pihak-pihak lain seperti
Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei. Untuk mempertahankan klaimnya, Tiongkok berusaha melakukan
dominasi, baik di wilayah sengketa maupun dalam perundingan multilateral. Di wilayah sengketa, Tiongkok
merebut area, melakukan reklamasi, dan menyerang kapal-kapal negara lain dengan berbagai dalih. Dalam
perundingan multilateral, Tiongkok menolak adanya intervensi negara besar luar kawasan dan
mempertahankan kode tata berperilaku yang bersifat ambigu dan tidak mengikat. Tiongkok juga terus
meningkatkan kekuatan militernya untuk menekan negara lain. Penulis berargumen bahwa faktor ego
(internal) yang berupa kapabilitas militer, kebutuhan ekonomi dan nilai nasionalisme, memiliki pengaruh
yang lebih besar dalam pembuatan keputusan dan tindakan kebijakan luar negeri Tiongkok dalam sengketa
LTS daripada faktor alter (eksternal) yang berupa nilai-nilai ASEAN, komitmen terhadap perjanjian, dan
opini dunia internasional. Hal itulah yang membuat Tiongkok terus berusaha mendominasi isu sengketa LTS.

Kata kunci: Tiongkok; sengketa Laut Tiongkok Selatan; kebijakan luar negeri; faktor internal; faktor
eksternal

ABSTRACT
This article aims to observe the behaviour of China’s foreign policy in the conflict of South China Sea
(SCS), by analyzing the internal factors and external factors that affect China’s foreign policy. China is one
of the parties that take direct claim on the SCS. China’s claim is overlapping with other parties such as
Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. In defending its claims, China seeks to dominate both in the dispute
area and in multilateral negotiations. In the dispute area, China seized the area, building land reclamation,
and attacked other countries’ ships under various pretexts. In multilateral negotiations, China rejects the
intervention of great power countries outside the region and maintains ambiguous and non-binding code of
conduct. China also continues to increase its military power to press other countries. The author argues that
the internal factors, such as military capabilities, economic needs, and nasionalism, has greater influence on
Chinese foreign policy decision and action in the SCS dispute than the external factors, such as ASEAN
values, treaty commitments, and world opinion. Thus, it could trigger China to keep dominating the issue of
SCS disputes.

Keywords: China; South China Sea dispute; foreign policy; internal factors; external factors

Pendahuluan selain beberapa negara-negara Association of


Southeast Asian Nations (ASEAN) seperti
Tulisan ini berusaha untuk memaparkan
Filipina, Malaysia, Vietnam dan Brunei. Klaim
mengenai sumber-sumber kebijakan luar negeri
kedaulatan wilayah Tiongkok atas LTS seluas
Tiongkok dalam isu Laut Tiongkok Selatan
kira-kira 1,7 juta kilometer persegi dan
(LTS). Tiongkok merupakan salah satu pihak
berbentuk seperti huruf U didasari oleh alasan
yang melakukan klaim kedaulatan atas LTS,
historis, bahwa sudah sejak lama Tiongkok kepentingan yang berkaitan dengan isu vital
menguasai dan memanfaatkan pulau-pulau di seperti isu LTS tersebut.
LTS. Menurut Tiongkok, mereka telah
Untuk menganalisis mengenai
memanfaatkan kedua kepulauan itu semenjak
sumber-sumber kebijakan luar negeri tersebut,
Kaisar Wu dari Dinasti Han berkuasa pada abad
penulis menggunakan Teori Peran sebagai pisau
ke 2 SM untuk kepentingan ekonomi, militer,
analisis. Prosedur yang dipakai penulis sesuai
dan ilmu pengetahuan bagi rakyat Tiongkok. 1
dengan prosedur penelitian Holsti ketika
Tiongkok, sebagai pewaris tahta dinasti-dinasti
menganalisis kebijakan luar negeri
tersebut, merasa berhak mengklaim wilayah atas
negara-negara di dunia menggunakan teori peran
kedua kepulauan itu.
dalam National Role Conceptions in the Study of
Untuk memastikan dan mempertahankan Foreign Policy.2 Dalam penelitian ini, penulis
klaimnya, Tiongkok melakukan berbagai cara, menganalisis pernyataan atau dokumen para
seperti kerja sama eksplorasi minyak dengan penentu dan para pihak yang mempengaruhi
Amerika Serikat (AS), membuat peta klaim pada kebijakan luar negeri Tiongkok sebagai sumber
tahun 1947, melakukan reklamasi serta konsepsi utama. Menurut David Shambaugh,
membangun infrastruktur di LTS, tidak segan terdapat lima lingkaran utama yang menentukan
dengan pengerahan militer, serta berusaha dan mempengaruhi kebijakan luar negeri
mempertahanan deklarasi tata berperilaku yang Tiongkok.3 Penentu kebijakan Tiongkok berada
tidak mengikat daripada melangkah pada dalam lingkaran pertama dan kedua. Lingkaran
pembahasan tata berperilaku yang lebih pertama terdiri dari pemimpin dan pejabat dari
mengikat. Penulis berargumen bahwa sumber institusi tertinggi, yaitu para pejabat Politbiro
konsepsi atau faktor ego (internal) memiliki Partai Komunis, Komisi Militer Pusat (Central
pengaruh lebih besar dalam pembuatan Military Commission), Panitia Kerja (Standing
keputusan dan tindakan kebijakan luar negeri Comittee). Lingkaran kedua terdiri dari para
Tiongkok dalam konflik LTS daripada faktor pejabat kementrian, seperti kementrian luar
alter (eksternal). Hal itu menyebabkan Tiongkok negeri, kementrian pertahanan, kementrian
berperilaku sebagai hegemon. Perilaku sebagai
hegemon ditunjukkan dengan perilaku Tiongkok 2
Dalam penelitiannya, Holsti mengemukakan
yang merugikan negara lain, cari selamat sendiri
beberapa prosedur agar data menjadi valid (reliable)
dan melakukan gangguan terhadap pihak yang dan cukup untuk menjadi bahan perbandingan
lemah. Tiongkok ingin mempertahankan (comparable). Pertama, pernyataan pejabat tinggi dan
klaimnya atas LTS dan berusaha mewujudkan dokumen yang dipakai berasal dari pembuat
kebijakan level tertinggi yang merefleksikan
stabilitas kawasan untuk menjaga kebijakan luar negeri, misalnya perdana menteri,
kepentingannya tersebut dengan menuntut presiden, atau menteri luar negeri. Termasuk di
kepatuhan dari negara lain. Tiongkok selalu dalamnya duta besar atau perwakilan suatu negara
ingin mendominasi melalui perilaku multilateral dalam forum internasional atau organisasi
internasional yang memiliki tugas mewakili suatu
maupun perilaku unilateral. Perilaku sebagai pemerintahan. Pada negara-negara tertentu, seperti
hegemon mampu dijalankan Tiongkok karena negara komunis, siaran radio atau surat kabar yang
kapabilitas negara sangat kuat untuk melindungi biasanya menjadi corong pemerintah bisa dipakai
sebagai data. Kedua, pernyataan atau dokumen yang
digunakan minimal sepuluh sumber. Penentuan
jumlah sumber itu merupakan jalan tengah dalam
1
penelitian. Bila kurang dari itu, hasil analisis bisa
Syamsumar Dam, Politik Kelautan (hlm. 243). dikatakan kurang valid. Kalevi J. Holsti, National
Jakarta: Bumi Aksara. 2010. Syamsumar Role Conceptions in the Study of Foreign Policy.
mengambilnya dari Tang Cheng Yuan, The Legal Internatiional Studies Quarterly 14, No. 3, 256-260.
Basis of China Sovereignity over the Xisha and 1970.
3
Nansha Islands in Workshop Report on Managing David Shambaugh, China Goes Global: The
Potential Conflicts in the South China Sea (hlm. Partial Power (hlm. 50-56). New York: Oxford
241-246). Bandung. Juli 1991. University Press. 2013.
keuangan, kementrian keamanan negara dan negara bisa dibuat lebih presisi daripada empat
Kantor Berita Xinhua. Dokumen negara yang peran tradisional yang telah disebutkan dengan
bisa menjadi sumber utama atas perilaku menggunakan konsep “ego” dan “alter” yang
Tiongkok adalah buku putih pertahanan atau dibawa Holsti ke ranah studi hubungan
pedoman strategi militer tahunan. Sementara itu, internasional, yang mana “ego” berarti konteks
lingkaran ketiga terdiri dari domestik dari dalam negara, dan “alter”
universitas-universitas ternama di Tiongkok merupakan faktor eksternal atau harapan
yang menyediakan informasi, saran, serta lingkungan internasional terhadap suatu negara.7
analisis untuk pembuatan keputusan. Lingkaran
Holsti memberikan empat konsep yang
keempat terdiri dari perusahaan-perusahaan
akan membantu menganalisis kebijakan luar
Tiongkok yang beroperasi di luar negeri, dan
negeri: (1) role performance, meliputi keputusan
lingkaran kelima terdiri dari individu-individu
dan tindakan suatu pemerintahan, (2) national
atau para ahli dari pusat studi atau universitas di
role conceptions, merupakan ego atau faktor
Tiongkok, yang tulisan-tulisannya tercermin
internal dari negara itu sendiri, (3) role
dalam beberapa media massa atau jurnal yang
prescriptions, meliputi alter atau harapan
dikontrol oleh pemerintah Tiongkok. Ketiga
lingkungan luar, dan (4) position, yaitu status/
lingkaran yang terakhir, meskipun bukan
posisi nasional suatu negara (lihat Gambar 1).8
sebagai pembuat keputusan, namun bisa
Dengan demikian, melalui analisis terhadap
mempengaruhi kebijakan luar negeri Tiongkok.
perubahan satu atau dua sumber konsepsi peran
Aktor yang beragam merupakan implikasi dari
nasional atau preskripsi peran, peran suatu
struktur birokrasi Tiongkok yang melibatkan
negara mungkin bergeser.
banyak institusi pemerintahan dalam manajemen
di LTS.4

Teori Peran dalam Analisis Kebijakan Luar


Negeri

Teori peran berusaha menganalisis kaitan


antara sumber konsepsi peran suatu negara dan
konsekuensinya terhadap keputusan dan
tindakan dari negara tersebut. Teori ini
dikemukakan oleh Holsti dalam sebuah
penelitian berjudul National Role Conceptions
in the Study of Foreign Policy yang
dipublikasikan tahun 1970.5 Holsti mengambil
ide George Herbert Mead yang mengemukakan
bahwa perilaku orang lain bisa berpengaruh
terhadap konsepsi individu. Mead menggunakan
konsep “ego” dan “alter”, di mana “ego” berarti
konsepsi yang bersumber dari diri, sementara
“alter” berarti konsepsi yang bersumber dari
luar. 6 Holsti berpendapat bahwa peran suatu

4
International Crisis Group, Stirring up the South
China Sea (I) (hlm. 8). Brussels: International Crisis
Group. 2012.
5 7
Holsti melakukan penelitian terhadap 71 Kalevi J. Holsti, International Politics: A
pemerintahan dalam rentang waktu 1965-1967. Framework for Analysis, 7th edn. (hlm. 253). New
Holsti, National Role Conceptions (hlm. 233-309). Jersey: Prentice-Hall International, Inc. 1995.
6 8
Holsti, National Role Conceptions (hlm. 237). Holsti, National Role Conceptions (hlm. 240).
PERFORMA KEBIJAKAN LUAR
NEGERI (KEPUTUSAN DAN
TINDAKAN)

KONSEPSI PERAN EGO STATUS NASIONAL PRESKRIPSI PERAN


ALTER

SUMBER: SUMBER:
LOKASI SISTEM STRUKTUR
SUMBER DAYA NEGARA SISTEM NILAI
KAPABILITAS PRINSIP-PRINSIP UMUM YANG LEGAL
KEBUTUHAN EKONOMI KOMITMEN TERHADAP PERJANJIAN
NILAI NASIONAL PEMAHAMAN INFORMAL
IDEOLOGI OPINI DUNIA
PERAN TRADISIONAL
OPINI PUBLIK
PERSONALITAS
KEBUTUHAN POLITIK

Sumber: Holsti, 1970.


GAMBAR 1
Teori Peran dan Kebijakan Luar Negeri

Teori Peran yang dipopulerkan Holsti, berkembang dari level individu ke level negara.
menurut Cameron G. Thies, menjembatani Pertama, negara bisa disamakan dengan pejabat
perspektif realis, liberalis dan konstruktivis tinggi. Kedua, negara bisa diperlakukan sebagai
dalam menganalisis studi politik luar negeri aktor institusional, di mana pejabat tinggi
suatu negara. 9 Dalam berbagai aplikasi untuk mengekspresikan kontinuitas institusi. Ketiga,
riset kebijakan luar negeri, teori peran negara dapat digambarkan sebagai entitas
menyatukan antara level analisis individu dan bersama dengan identitas yang stabil. 10 Hal
negara. Thies, mengutip Michael Barnett, inilah yang menjadi keuntungan menggunakan
menawarkan tiga pendekatan bagaimana teori teori peran.

9
Menurut catatan Thies, riset-riset yang telah
dilakukan menggunakan teori peran selalu dekat
dengan tradisi realis, misalnya dengan memakai
kata-kata seperti “agresor”, “defender”, dan
“balancer”. Selain itu, teori peran juga menyatukan
teori tentang sistem hubungan internasional yang
merupakan versi perspektif liberalisme. Teori peran
pun memasukkan faktor-faktor non-material, seperti
identitas, norma, atau nasionalisme, yang lekat dalam
perspektif konstruktivisme. Cameron G. Thies, Role
Theory and Foreign Policy. International Studies
Association Compendium Project: Foreign Policy
10
Analysis, 31-32. 2009. Ibid., 14.
Stephen G. Walker mencoba Dalam kolom yang lain, bila suatu isu
mengembangkan Teori Peran yang dipopulerkan merupakan isu vital namun kapabilitas negara
Holsti untuk memahami hubungan internasional. terbatas atau kurang untuk bisa meraihnya, ada
Stephen G. Walker membuat model Teori Peran indikasi negara tersebut akan menjadi
yang bisa memberi kontribusi dan pemahaman “balancer”.
yang lebih baik mengenai keunikan dinamika
Dengan menggunakan Teori Peran dan
internasional.11 Gambar 2 menunjukkan strategi
Kebijakan Luar Negeri dari Holsti, kebijakan
yang dipakai suatu negara bila berada dalam
atau politik luar negeri Tiongkok diperoleh
situasi ego dan alter yang berbeda. Strategi
melalui pengamatan penulis terhadap pernyataan
tersebut terbagi dalam dua perilaku, yaitu
atau pidato pemimpin kunci dan
perilaku kerja sama (dilambangkan dengan CO
dokumen-dokumen resmi negara yang
dari kata cooperation), dan perilaku yang
memperlihatkan adanya pengaruh faktor-faktor
mengarah konflik (dilambangkan denga CF, dari
internal (ego) dan eksternal (alter) dalam
kata conflict). Strategi hegemon, misalnya,
menentukan tindakan dan kebijakan luar negeri
mendudukkan perilaku yang mengarah konflik
Tiongkok terhadap isu LTS, untuk kemudian
dalam bentuk dominasi sebagai strategi utama
mengamati konsekuensi atau kaitannya dengan
yang dijalankan suatu negara. Strategi
perilaku Tiongkok di forum multilateral dan di
penyeimbang, sebagai contoh lain, ditunjukkan
lapangan. Kemudian, mengacu pada orientasi
dengan mengusahakan “deadlock” terhadap isu
strategi, tipe peran dan definisi situasi ego dan
vital tersebut. Suatu negara bisa menjalankan
alter dari Walker, penulis berusaha mengamati
perilaku atau mengambil peran yang berbeda
pola situasi ego dan alter seperti apa yang
berdasarkan derajat kepentingan dan kapabilitas
mempengaruhi kebijakan luar negeri Tiongkok.
negara tersebut. Bila suatu isu merupakan isu
Tesis penelitian ini berusaha fokus pada analisis
vital bagi suatu negara dan negara memiliki
satu perilaku tertentu karena meneliti kebijakan
kapabilitas kuat untuk memenuhi kepentingan
luar negeri yang spesifik, yaitu mengenai
vital tersebut, ada indikasi negara tersebut akan
perilaku Tiongkok dalam isu LTS.
menjadi hegemon.

11
Stephen G. Walker, “Binary Role Theory and the
Uncertainty Problem in International Relations
Theory,” dalam Role Theory and the Cognitive
Architecture of British Appeasement Decisions:
Symbolic and Strategic Interaction in World Politics,
(hlm. 1-43). London & New York: Routledge. 2013.
Pembahasan kapal ditahan selama sepekan. Filipina segera
melakukan protes atas insiden dan bangunan
Kebijakan Luar Negeri Tiongkok dalam
oktagonal tersebut. Meskipun pada awalnya
Sengketa LTS
membantah adanya insiden atau bangunan,
Sejak melakukan reformasi ekonomi dan namun bukti foto yang dirilis Filipina membuat
memutuskan untuk masuk dalam arus Tiongkok tidak bisa mengelak. Tiongkok
liberalisasi perdagangan dunia, Tiongkok kemudian meralat pernyataannya bahwa
menjadi negara yang mengalami kemajuan bangunan tersebut didirikan tanpa otoritas dari
dalam bidang ekonomi dan militer. Perilaku pusat. Insiden ini memperlihatkan bahwa
Tiongkok dalam sengketa LTS. Dalam lingkup Tiongkok berperilaku demi kepentingannya
regional, termasuk dalam isu LTS, Tiongkok sendiri terhadap klaim negara lain dengan
berusaha mencari dominasi regional. 12 merebut paksa Gugusan Karang Mischief yang
Dominasi ini merupakan karakteristik yang sebelumnya dikuasai Filipina. Tiongkok juga
melekat pada hegemon. Menurut Robert Gilpin, mengancam kapal AS USNS Impeccable yang
negara yang berperilaku sebagai hegemon melintasi perairan internasional di LTS. Pada
memiliki tiga karakteristik. 13 Pertama, negara tahun 2005, Tiongkok dengan semena-mena
hegemon berperilaku merugikan negara lain dan menembaki dan membunuh nelayan Vietnam
mementingkan diri sendiri. Kedua, hegemon dengan alasan kapal Vietnam memasuki wilayah
selalu berusaha menginginkan tatanan tertentu teritorial Tiongkok. Tiongkok membunuh
demi mewujudkan kepentingan nasionalnya. sembilan orang dan menahan satu kapal yang
Ketiga, hegemon berusaha meningkatkan berisi delapan orang ke Pulau Hainan.
kekuatannya untuk menekan negara-negara kecil Kementrian Luar Negeri Tiongkok mengklaim
di sekitarnya. bahwa orang-orang tersebut adalah bajak laut
yang menembak ke arah kapal Tiongkok terlebih
Dalam kasus Tiongkok, karakteristik dahulu. Penembakan terhadap kapal nelayan
perilaku merugikan negara lain demi negara lain oleh kapal Tiongkok terjadi cukup
mementingkan diri sendiri ditunjukkan dengan sering. Pada tahun 2013, Tiongkok
perilaku Tiongkok yang merebut area dan menembakkan peluru ke arah kapal nelayan
menyerang kapal-kapal negara lain di area Vietnam di sekitar Kepulauan Paracel. Video
sengketa dengan berbagai dalih. Pada insiden yang dilansir Vietnam tentang penembakan
Gugusan Karang Mischief tahun 1995, awalnya kapal Tiongkok terhadap kapal Vietnam pada
Tiongkok menahan kapal Analita yang dipimpin tahun 2014 terus membuat tensi kawasan
Kapten Joefel Alipustain dari Filipina. Pada memanas.
waktu itu, kapal Analita sedang melakukan
survei di LTS dan menemukan empat bangunan Karakteristik hegemon yang berusaha
oktagonal yang disangga dengan patok besar di membuat tatanan tertentu demi mewujudkan
atas permukaan laut di Gugusan Karang kepentingan nasional ditunjukkan dengan
Mischief. Dalam waktu singkat, kapal Tiongkok keberhasilan upaya Tiongkok yang menolak
telah mengepung kapal Analita. Kapal dan awak adanya intervensi negara luar kawasan dalam isu
LTS, mempertahankan Declaration of Conduct
12
Hochul Lee, Power Politics Behind the (DOC) yang bersifat ambigu dan tidak mengikat,
Transforming Geopolitics in East Asia. East Asia An menunda pembentukan Code of Conduct (COC)
International Quarterly 34, No. 132, 12. 2017. yang akan mengatur perilaku negara secara lebih
13
Robert Gilpin, The Theory of Hegemonic War.
ketat di LTS, serta menghukum kapal-kapal
The Journal of Interdisciplinary History 18, No. 4,
611-612. 1988. negara lain yang memasuki wilayahnya dengan
Ma Shaohua, China’s Multilateralism and the South cara kekerasan. Dalam menolak intervensi
China Sea Conflict: Quest for Hegemonic Stability? negara luar kawasan, Tiongkok sudah
(hlm. 41). Tesis, National University of Singapore. memulainya sejak pertemuan Managing
2006.
Potential Conflicts in the South China Sea manajemen dalam DOC tidak efektif untuk
(MPCSCS) ke-4 tahun 1993 di Surabaya. mencegah konflik.15
Tiongkok menolak usulan Indonesia melalui
Karakteristik hegemon yang selalu
Menteri Luar Negeri Ali Alatas agar lokakarya
berusaha meningkatkan kekuatannya untuk
melibatkan negara luar kawasan seperti AS,
menekan negara lain ditunjukkan dengan terus
Jepang dan negara Eropa untuk membantu
meningkatkan anggaran militer, memodernisasi
proyek kerja sama dari sisi teknis dan finansial.
peralatan militer, terutama angkatan laut, serta
Tiongkok menolak usulan tersebut karena
melakukan reklamasi, diantaranya untuk
pembicaraan kerja sama masih baru dimulai.
membuat landasan pesawat dan pembangunan
Tiongkok menyatakan, “It is not the time for us
yang dicurigai instalasi militer di pulau-pulau
to involve them as we are just at the stage of
yang dikuasai, baik di Kepulauan Paracel
discussing cooperation amongst ourselves”. 14
maupun Kepulauan Spratly. Sebagaimana data
Tiongkok juga melakukan hal yang sama dalam
pada tabel 1 yang dirilis Stockhlom International
ASEAN Regional Forum (ARF), yang mana
Peace Research Institute, belanja militer
negara-negara seperti AS, Rusia dan India turut
Tiongkok relatif sama pada awal tahun 1990
serta dengan berbagai macam kepentingan.
sampai pertengahan 1990-an, yaitu 19.735 juta
Tiongkok khawatir proses-proses di ARF
dollar AS, 20.732 juta dollar AS, 25.202 juta
didominasi oleh pengaruh AS dan forum seperti
dollar AS, 23.368 juta dollar AS, 22.329 juta
ARF hanya digunakan untuk mengkritik
dollar AS, dan 22.992 juta dollar AS.16 Pada
perilaku-perilaku Tiongkok dalam isu LTS. Oleh
tahun 1996 dan seterusnya, belanja militer
karena itu, dalam pertemuan ARF ke-2 di Brunei
Tiongkok terus meningkat sedikit demi sedikit.
pada tahun 1995 juru bicara Menteri Luar
Pada fase ini, Tiongkok tengah mengembangkan
Negeri Tiongkok menegaskan bahwa Tiongkok
militer angkatan laut sesuai dengan strategi baru
menolak peran ARF dalam mendiskusikan
untuk menguasai lautan jauh. Mulai tahun 2003,
masalah LTS. Pada ARF ke-2 ini, Tiongkok
belanja militer Tiongkok mengalami rata-rata
akhirnya menyatakan kesediaan untuk
peningkatan yang cukup signifikan sebesar
menyelesaikan isu LTS dengan negara ASEAN
sekitar 10.000 juta dollar per tahunnya.
berbasis hukum internasional, namun tanpa
keterlibatan dari pihak luar kawasan. Untuk
mengimbangi pengaruh AS kepada Filipina dan
Rusia kepada Vietnam, Tiongkok menanamkan
pengaruh ke Kamboja sehingga ketika Kamboja
menjadi ketua ASEAN pada tahun 2012,
Kamboja menolak memasukkan agenda isu LTS
dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
ASEAN. Tiongkok juga menawarkan diri
menjadi donatur MPCSCS ketimbang
mempersilakan adanya penyandang dana dari
negara-negara besar di luar kawasan. Menurut
Tiongkok, negara-negara besar di luar kawasan
15
Ian Storey, “Presentation of Dr. Ian Storey at the
Angara Centre Forum on Maritime Disputes,”
yang menjadi penyandang dana berpotensi
Angara Centre for Law and Economics, 7 Desember
mempengaruhi proses dan hasil lokakarya. 2013,
Tiongkok juga berhasil menunda adanya kode https://www.youtube.com/watch?v=EHpsouUaOBw
tata perilaku yang lebih ketat di LTS selain DOC. (diakses 20 Desember 2017).
Ian Storey menyebut persetujuan mengenai LTS
16
SIPRI, “Recent Trends in Military Expenditure,”
masih jauh dari harapan karena desain dan 2015, http://www.sipri.org/research/
armaments/milex/research/armaments/milex/research
/armaments/milex/milex_database (diakses 20
14
Shaohua, China’s Multilateralism (hlm. 83). Desember 2017).
TABEL 1
Perbandingan Anggaran Militer Tiongkok, Filipina, Vietnam, 2004-2014 (dalam
Juta Dollar AS)*

TAHUN TIONGKOK FILIPINA VIETNAM


2004 63.503 2.279 1.507
2005 71.425 2.322 1.572
2006 83.850 2.401 1.850
2007 96.702 2.630 2.386
2008 106.592 2.631 2.350
2009 128.701 2.530 2.581
2010 136.220 2.657 2.878
2011 147.258 2.701 2.687
2012 161.409 2.739 3.128
2013 174.047 3.114 3.271
2014 190.974 3.039 3.587
*) Menggunakan kurs tahun 2011.
SUMBER: Stockhlom International Peace Research Institute (SIPRI), 2015.

Pada periode 2001 dan seterusnya, yang berpengaruh terhadap suatu negara).
agresivitas Tiongkok beranjak pada tahapan Faktor-faktor tersebut berasal dari analisis
baru untuk menjadi kekuatan yang paling terhadap pernyataan-pernyataan dari para
dominan di LTS. Tiongkok mengembangkan pembuat kebijakan atau pejabat tinggi Tiongkok
senjata nuklir serta peralatan dan kendaraan kemudian dicocokan dengan tindakan Tiongkok
militer yang memiliki kemampuan daya di lapangan. Dari situ akan terlihat bagaimana
jangkauan yang jauh. Tiongkok semakin percaya faktor-faktor tersebut saling berkaitan sehingga
diri. Tiongkok bahkan tidak ragu terlibat insiden membentuk kebijakan luar negeri Tiongkok
dan bentrokan dengan kapal militer AS. Pada dalam menghadapi konflik LTS ini.
fase ini, Tiongkok bahkan menggenjot anggaran
Faktor Internal (Ego) yang Mempengaruhi
militer ketika mengalami perlambatan
17 Perilaku Tiongkok
ekonomi. Tindakan-tindakan tersebut
membuat negara-negara lain di kawasan curiga Menurut penulis, sumber konsepsi ego
dan berhati-hati terhadap Tiongkok. yang berakar dari konteks domestik memiliki
pengaruh yang besar dalam membentuk
Sumber-sumber Kebijakan Luar Negeri
kebijakan luar negeri Tiongkok di lautan.
Tiongkok dalam Sengketa LTS
Analisis penulis menunjukkan bahwa
Pada bagian ini, penulis berusaha sumber-sumber konsepsi ego yang
menganalisis sumber-sumber kebijakan luar mempengaruhi politik luar negeri Tiongkok di
negeri Tiongkok dalam konflik LTS. Untuk lautan adalah kebutuhan ekonomi, kapabilitas
melakukan analisis mengenai hal tersebut, Teori militer dan kebutuhan akan kontrol politik
Peran menggunakan konsep ego (atau domestik. Dalam lingkaran pertama penentu
faktor-faktor yang bersumber dari dalam negara) kebijakan, penulis menganalisis faktor internal
dan konsep alter (atau faktor-faktor eksternal dari sumber-sumber seperti Presiden Xi Jinping,
Presiden Hu Jintao dan Perdana Menteri Li Peng.
17
“Pertumbuhan RRT Melambat,” Kompas, 5 Maret
2015.
Pemimpin-pemimpin tersebut, selain laut”. 21 Pernyataan yang tidak kalah tegas
merupakan pejabat negara, juga merupakan dikeluarkan oleh Laksamana Muda Yin Zhuo
pejabat ditubuh Partai Komunis Tiongkok. yang melihat ada potensi ekonomi “amount to
Presiden dan perdana menteri biasanya more than two quadrillion US dollars, about
merupakan anggota elit Panitia Kerja Politbiro four times our GDP. Such immense resources
(Politbiro Standing Committe) yang merupakan [exist there that] we must out and them”. 22
kelompok elit terkuat di Tiongkok. 18 Dalam Dengan demikian, Tiongkok secara jelas
lingkaran militer, penulis mengambil sumber memang ingin menjadikan LTS sebagai ladang
dari pernyataan Laksamana Muda Yin Zhuo, pendapatan nasional.
Laksamana Huang Jiaxang, Letnan Jenderal
Menurut perkiraan Tiongkok, LTS
Zhong Zhiming, Wakil Laksamana Tiongkok
memiliki kandungan minyak sekitar 105-213
Cheng Mingshang dan Laksamana Liu Huaqing.
miliar barrel. Perkiraan tersebut beberapa kali
Pihak militer, meskipun berada di luar birokrasi
lipat lebih banyak dari perkiraan U.S.
sipil, memiliki kekuatan yang menentukan
Geological Survey yang menyebut angka 28
dalam upaya pemerintah merespon tensi di LTS.
miliar barrel.23 Dalam 10 sampai 15 tahun ke
Dalam jalur koordinasi, militer Tiongkok
depan, pencarian Tiongkok terhadap pasokan
melapor langsung kepada Komisi Militer Pusat
minyak akan banyak menentukan kebijakan luar
yang diatur oleh Panitia Kerja Politbiro. 19
negeri Tiongkok.24 Salah satunya adalah dengan
Sementara di dalam Politbiro, ada Xi Jinping
mengamankan sumber-sumber minyak dan gas
yang memiliki pengaruh dalam pengambilan
alam di LTS. Dari segi hasil tangkapan laut,
keputusan. Posisi Xi Jinping juga semakin kuat
meskipun belum ada data resmi mengenai
dengan memimpin Leading Small Group (LSG)
perkiraan jumlah persediaan ikan di LTS karena
yang fokus pada keamanan maritim, termasuk
negara-negara di sekitarnya belum bersedia
menangani isu LTS.20
bekerja sama melakukan investigasi yang
Kebutuhan Ekonomi memadai, LTS menyumbang setidaknya 10
persen dari total penangkapan ikan di seluruh
Pertama, Tiongkok ingin meningkatkan
dunia. LTS juga menjadi sumber protein penting
pendapatan ekonomi nasional dengan
bagi 600 juta orang yang hidup di sekitarnya.25
mengambil sumber daya yang ada di LTS. Pada
tahun 1990, Perdana Menteri Li Peng telah
menyatakan bahwa Tiongkok bersedia untuk 21
“Hu Jintao: Cina akan Kuat Secara Maritim,”
bekerja sama mengembangkan Kep. Spratly Republika, 8 November 2012,
demi meningkatkan pendapatan ekonomi http://m.republika.co.id/berita/in-ternasional/global/1
2/11/08/md5kcm-hu-jintao-cina-akan-kuat-secara-ma
nasional. Pada tahun 2012, hal yang sejalan
ritim (diakses 21 Desember 2017).
dinyatakan oleh Presiden Hu Jintao. Hu Jintao 22
Lyle Goldsetin, “Chinese Naval Strategy in the
mengatakan bahwa Tiongkok “harus South China Sea: An Abundance of Noise and
meningkatkan kapasitas kita untuk Smoke, but Little Fire,” Contemporary Southeast
mengeksplorasi sumber daya laut yang ada, Asia 33, No. 3, 332. Special Focus: The South China
menjaga kepentingan dan hak teritorial kita di Sea Dispute. December 2011.
23
Donald E. Weatherbee, International Relations in
Southeast Asia The Struggle for Autonomy (hlm. 134).
18
Dalam sistem politik di Tiongkok, level kekuasaan Lanham: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.
anggota Partai Komunis lebih tinggi dibandingkan 2005.
24
level institusi negara. Linda Jakobson & Ryan Daniel Novotny, Torn between America and
Manuel, “How are Foreign Policy Decisions Made in China: Elite Perceptions and Indonesian Foreign
China?” Asia & the Pacific Policy Studies, 3(1), 102. Policy (hlm. 315). Singapore: ISEAS Publishing.
19
International Crisis Group, Stirring up the South 2010.
China Sea (I) (hlm. 11). 25
Gao Zhiguo, “South China Sea: Turning Suspicion
20
Jakobson & Manuel, How are Foreign Policy into Mutual Understanding and Cooperation,” dalam
Decisions Made in China? (hlm. 108). ASEAN-China Relations: Realities and Prospects, ed.
Untuk mengambil kekayaan alam tersebut, Tiongkok telah menjadi konsumen minyak
menurut penelitian Zhang Hongzhou dari terbesar kedua di dunia setelah AS. Sebagai
Rajaratnam School of International Studies, konsekuensinya, sejak tahun 2004, Tiongkok
sejak tahun 1998 kapal-kapal penangkapan ikan merupakan importir minyak terbesar ketiga di
Tiongkok berkembang lebih besar dan memiliki dunia setelah AS dan Jepang. Pada tahun 2008,
peralatan yang lebih canggih dan efektif dari Tiongkok mengimpor 45 persen dari total
tahun ke tahun. Hasilnya, kapal-kapal Tiongkok kebutuhan minyak nasional. Sekitar 76 persen
bisa berlayar dan melakukan penangkapan ikan dari total impor tersebut didatangkan dari Timur
di wilayah yang lebih jauh dari sebelumnya. Tengah dan Afrika. 29 Pelayaran jalur sutra
Menurut data tahun 1988, 90 persen industri tersebut melewati Samudera Hindia, masuk ke
penangkapan ikan Tiongkok masih merupakan Selat Malaka, kemudian melalui LTS. Selama
industri yang mengandalkan lautan dekat pantai ini, jumlah kapal yang melewati jalur LTS
(inshore). Pada tahun 2002, jumlah itu hanya sekitar lebih dari 40.000 kapal setiap tahunnya.30
tinggal 64 persen. Dengan kata lain, sekitar Di antara jumlah itu, lebih dari separuh kapal
sepertiga industri penangkapan ikan Tiongkok supertanker dan kapal niaga di seluruh dunia
mulai merambah lautan jauh (offshore). Pada melewati perairan LTS. 31 Dengan menguasai
tahun 2006, 60 persen penangkapan ikan di kawasan ini, suatu negara akan memiliki
provinsi Guangdong, provinsi Tiongkok yang kekuasaan dan posisi yang jauh lebih luas dan
terdekat dengan LTS, merupakan hasil dari kuat.
penangkapan di lautan jauh.26
Kapabilitas Militer
Kedua, Tiongkok memiliki kebutuhan
Tiongkok memiliki kepercayaan diri yang
untuk membangun proyek jalur sutra maritim
tinggi akan kemampuan armada militernya,
yang memasukkan LTS sebagai jalur pelayaran
seperti yang dikatakan Laksamana Huang
utama. 27 Hal ini juga berkaitan dengan
Jiaxang dari Armada Laut Tiongkok Selatan:
kepentingan Tiongkok mengamankan pasokan
“We have the confidence and we have the ability
minyak di masa depan. Selama ini, keamanan
to protect our interests in the South China
jalur pengiriman minyak merupakan isu utama
Sea.” 32 Letnan Jenderal Zhong Zhiming
keamanan energi Tiongkok.28 Sejak tahun 2003,
menyatakan bahwa Tiongkok “harus
Saw Swee-Hock, Sheng Lijun, dan Chin Kin Wah mengembangkan persenjataan”, “meningkatkan
(hlm. 330). Singapura: ISEAS Publishing. 2005. standar perawatan bagi personel militer” dan
26
Bill Hayton, The South China Sea: The Struggle “meningkatkan efektivitas tempur”. 33 Letjen
for Power in Asia (hlm. 241). New Haven and Zhiming menegaskan, dengan melakukan
London: Yale University Press. 2014.
27
modernisasi militer, tidak ada musuh yang akan
Segera setelah terpilih menjadi presiden, Xi
Jinping menyatakan kepada negara-negara tetangga
berani menggertak Tiongkok. Pernyatan para
seperti Kazakhstan dan Indonesia bahwa Tiongkok pemimpin militer Tiongkok sejalan dengan
ingin membangun jalur sutra maritim baru. Di depan dokumen Kementerian Pertahanan Tiongkok
anggota parlemen Indonesia, Xi mengatakan bahwa yang secara jelas menyebutkan bahwa PLAN
kebijakan luar negeri Tiongkok adalah mengajak secara bertahap mengubah fokus strateginya dari
negara-negara tetangga di Asia Tenggara untuk
“offshore waters defense” menjadi strategi
“develop maritime partnership in a join effort to build
the Maritime Silk Road of the 21st Century”. “Speech
by Chinese President Xi Jinping to Indonesian
Parliament,” ASEAN-China Centre, 3 Oktober 2013, 29
Ibid., 40.
30
http://www/asean-china-center.org/english/2013-10/0 Bambang Cipto, Hubungan Internasional di Asia
3/c_133062 675.htm (diakses 21 Desember 2017). Tenggara (hlm. 205). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
28
Evan S. Medeiros, China’s International 2007.
31
Behavior: Activism, Opportunism, and Zhiguo,South China Sea (hlm. 330).
32
Diversification (hlm. 39). Santa Monica: RAND Goldstein, Chinese Naval Strategy (hlm. 331).
Corporation. 2009. 33
“Pertumbuhan RRT Melambat,” Kompas.
gabungan “offshore waters defense” dan “open terutama yang memiliki kemampuan daya
seas protection”.34 jangkauan yang jauh. Pada pertemuan tahunan
parlemen pada bulan Maret 2015, Letnan
Kapabilitas militer Tiongkok yang kuat
Jenderal Zhong Zhiming menegaskan bahwa
untuk melindungi klaimnya di LTS bisa dilihat
Tiongkok “harus mengembangkan persenjataan
dari dua hal. Pertama, anggaran belanja militer
kami dan meningkatkan standar perawatan bagi
yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
personel militer, serta untuk benar-benar
Kedua, modernisasi militer Tiongkok, terutama
meningkatkan efektivitas tempur kami. Dengan
militer angkatan laut sebagai penyangga
demikian, tidak ada musuh akan berani
keamanan Tiongkok di LTS. Pertama, mengenai
menggertak kami”. 36 Pada bulan yang sama,
anggaran belanja militer. Dalam sejarahnya,
Tiongkok juga menerbitkan panduan untuk
Tiongkok sama sekali tidak pernah
mempersiapkan kapal-kapal sipil Tiongkok di
mengendurkan kekuatan militernya. Hal itu
lautan menjadi kapal militer dalam
ditunjukkan dengan anggaran militer Tiongkok
situasi-situasi “krisis” demi kepentingan
yang terus mengalami peningkatan (lihat Tabel
pertahanan nasional.37 Pernyataan dan dokumen
1). 35 Kedua, peningkatan kapabilitas melalui
tersebut menunjukkan, kemampuan perang
modernisasi militer PLAN. Hal ini merupakan
PLAN terus ditingkatkan sejalan dengan upaya
implikasi dari peningkatan anggaran militer
modernisasi untuk mampu beroperasi di wilayah
Tiongkok dari tahun ke tahun. Pada era yang
yang jauh dari daratan.38
baru, Tiongkok fokus pada teknologi tinggi dan
pengembangan kualitas peralatan militer, Nilai Nasionalisme
misalnya senjata nuklir. Orientasi militer
Perilaku Tiongkok untuk
Tiongkok adalah persiapan perang regional yang
mempertahankan klaim meskipun harus dengan
disebabkan konflik teritorial. Dua area yang
cara-cara kekerasan dipengaruhi oleh nilai
berpotensi menyebabkan konflik teritorial
nasionalisme. Menurut Peter Harris, secara
adalah Kep. Spratly dan Taiwan. Angkatan laut
umum nasionalisme bisa berarti “the way that
menjadi kunci bagi modernisasi militer
government or other influential agents within a
Tiongkok, terutama untuk mempertahankan
state already in existence, and having a sense of
klaim teritorial di LTS. Pada tahun 1991, Wakil
coherent, homogeneous identity, set about
Laksamana Tiongkok Cheng Mingshang
creating a strong, assertive national
mengatakan, “The navy is the tool of the state’s
self-awareness”. 39 Melalui definisi tersebut,
foreign policy. Compared with the army and air
Tianbaio Zhu mempelajari sejarah berdirinya
force which cannot go beyond the national
negara Tiongkok dan mengamati generasi elit
boundaries, an international navy can project its
Tiongkok yang percaya bahwa hanya dengan
presence far away from home”. Di bawah
membangun Tiongkok yang kuat mereka bisa
kepemimpinan Laksamana Liu Huaqing, PLAN
memulai era “active green water defence 36
“Pertumbuhan RRT Melambat,” Kompas.
strategy”. 37
Jenis-jenis kapal sipil yang bisa dijadikan kapal
Dua strategi besar yang dijalankan militer adalah jenis “container ships, roll-on-roll-off
ships, multi-purpose ships, bulk cargo ships, and
Tiongkok adalah pengembangan kemampuan
general cargo ships”. Franz-Stefan Gady, “China
senjata nuklir dan penelitian serta Prepares Its 172,000 Civilian Ships for War,” The
pengembangan peralatan dan kendaraan militer, Diplomat, 23 Juni 2015, http://the
diplomat.com/2015/06/china-prepares-its-172000-civ
34
Franz-Stefan Gady, “China Prepares Its 172,000 ilian-ships-for-war/ (diakses 21 Desember 2017).
Civilian Ships for War,” The Diplomat, 23 Juni 2015, 38
Felix K. Chang, China’s Naval Rise and the South
http://the China Sea: An Operational Assessment (hlm. 26).
diplomat.com/2015/06/china-prepares-its-172000-civ Foreign Policy Research Institute. 2012.
ilian-ships-for-war/ (diakses 21 Desember 2017). 39
Tianbiao Zhu, “Nationalism and Chinese Foreign
35
SIPRI, Recent Trends in Military Expenditure. Policy,” China Review 1, No. 1, 3. Fall 2001.
menghadapi agresi luar negeri dan menjadi dalam peta Tiongkok. Hal ini ditambah lagi
negara yang independen dalam setiap kontrol dengan media-media yang menempatkan
terhadap kebijakan luar negeri. Marc Lanteigne Tiongkok sebagai korban agresivitas Vietnam
menyebut bahwa Tiongkok menganut pragmatic dan Filipina.44 Selain itu, Harian Rakyat yang
nationalism, yang bergantung pada interpretasi merupakan corong Partai Komunis Tiongkok
tertentu atas sejarah. 40 Dengan demikian, turut mengangkat mengenai masalah kedaulatan
nasionalisme Tiongkok menjadi doktrin resmi dan harga diri bangsa yang berhubungan dengan
dan mempengaruhi perilaku politik luar negeri integritas teritorial. Ketika menerbitkan peta
Tiongkok. Zhu menyebut bahwa nasionalisme baru Tiongkok pada bulan Juli 2014, Harian
Tiongkok yang paling terlihat adalah mengenai Rakyat menyebutkan bahwa peta Tiongkok
masalah “kedaulatan, unifikasi teritorial, dan terbaru dengan sepuluh garis putus-putus
harga diri bangsa”. 41 Untuk mempertahankan “memiliki peran penting untuk menjadikan
tujuan utama nasionalisme menjadi negara yang rakyat Tiongkok memahami dengan lebih baik
independen dalam mengontrol kebijakan luar untuk mempertahankan hak-hak maritim dan
negeri, Tiongkok memberi perhatian yang integritas teritorial kami”.45
sangat besar mengenai integritas teritorial,
Sistem politik satu partai memiliki peran
termasuk di wilayah LTS.
dalam menentukan arah kebijakan luar negeri
Sejak berdirinya negara Tiongkok, Tiongkok, sebab meskipun Partai Komunis
pemerintahan Tiongkok selalu menggunakan Tiongkok memiliki struktur pembuatan
sejarah dan media massa yang telah diseleksi keputusan yang berbeda dengan pemerintahan
dan dikontrol dengan ketat untuk menjaga harga RRT, kedua badan ini memiliki struktur dan
diri bangsa. 42 Mengutip David Shambaugh, personel yang saling tumpang tindih. Secara
tidak ada yang melebihi Tiongkok dalam hal struktural, baik kebijakan partai maupun
perilaku yang dipertajam oleh sejarah. 43 Dari pemerintah, semuanya berhulu pada Panitia
sisi sejarah, Tiongkok adalah negara yang Kerja Politbiro yang terdiri dari 7 pemimpin
sensitif dan kukuh dalam mempertahankan terkuat di Tiongkok.46 Secara personel, dalam
integritas teritorial. Tiongkok merasa bahwa tubuh Partai, Xi Jinping merupakan sekretaris
negara tersebut adalah pewaris dinasti-dinasti jenderal pangkat tertinggi Politbiro yang dipilih
sebelumnya yang telah memanfaatkan kedua oleh Komite Pusat, sementara Xi juga menjabat
kepulauan di LTS untuk kepentingan ekonomi, sebagai presiden. Hal yang sama juga terjadi
militer dan ilmu pengetahuan rakyat Tiongkok. pada Li Keqiang, perdana menteri negara
Tiongkok mengklaim bahwa dua kepulauan Tiongkok sekaligus anggota elit Panitia Kerja
tersebut telah dimanfaatkan semenjak Dinasti Politbiro.
Han berkuasa pada abad ke 2 SM, yang
Komite Pusat Partai yang terdiri dari 205
kemudian dilanjutkan oleh Dinasti Tang, Song,
orang pun merupakan badan koordinasi partai
Ming dan Qing sebagai penguasa terakhir
yang para anggotanya memiliki posisi-posisi
Kerajaan Tiongkok Kuno.
penting di pemerintahan. Oleh karena itu,
Oleh karena itu, dalam buku-buku teks nasionalisme sebagai kontrol politik domestik
saat ini, pemerintah Tiongkok memasukkan dibutuhkan dan dilakukan oleh keduanya, baik
wilayah LTS dan sembilan garis putus-putus ke pemerintah maupun partai. Dalam isu LTS,
Presiden dan Pemimpin Partai Xi Jinping
40
Marc Lanteigne, Chinese Foreign Policy: An
44
Introduction (hlm. 34) London & New York: International Crisis Group, Stirring up the South
Routledge. 2009. China Sea (I) (hlm. 27).
41
Zhu, Nationalism, 4. 45
“Tiongkok Terbitkan Peta Baru,” Kompas, 26 Juni
42
International Crisis Group, Stirring up the South 2014.
46
China Sea (I) (hlm. 27). Jakobson & Manuel, How are Foreign Policy
43
Shambaugh, China Goes Global (hlm. 43). Decisions Made in China? (hlm. 102-103).
memimpin Leading Small Group yang fokus kawasan. Nilai-nilai ASEAN yang dimaksud di
pada kepentingan maritim Tiongkok. Hal ini sini bukan sekedar cara pengambilan keputusan
menjadikan arah kebijakan pemerintah seiring secara konsensus, melainkan, menurut Tamaki,
dengan arah kebijakan partai. seperangkat norma-norma diplomatik yang
dijalankan oleh negara-negara Asia Tenggara,
Faktor Eksternal (Alter) yang
yang juga meliputi konsultasi dan
Mempengaruhi Perilaku Tiongkok 48
pertemuan-pertemuan informal. Menurut
Menurut analisis penulis, aksi dan Amitav Acharya, nilai-nilai ASEAN adalah a
tindakan Tiongkok yang bersedia process of regional interactions and cooperation
“menyelesaikan sengketa teritorial dan hak-hak based on discreteness, informality, consensus
maritim di Laut Tiongkok Selatan lewat building and non-confrontational bargaining
cara-cara damai, melalui jalur negosiasi dan styles.49
konsultasi” dipengaruhi oleh harapan-harapan
Sejak tahun 1994 saat pertemuan ARF,
peran alter dari masyarakat internasional. 47
Menteri Luar Negeri Tiongkok Qian Qichen
Preskripsi peran alter yang mempengaruhi
telah menyatakan bahwa “peaceful settlements
perilaku politik luar negeri Tiongkok dalam isu
should serve as norms in handling disputes”.
LTS adalah nilai-nilai ASEAN, komitmen
Pada pertemuan ARF ke-2, Menlu Qian kembali
terhadap perjanjian, serta opini dunia
menegaskan bahwa “the resort to force and
internasional. Namun, sebagaimana ditunjukkan
threat to use force” harus diganti dengan
kemudian, Tiongkok lebih memperturutkan
peaceful negotiations, dialogues, and
faktor ego daripada faktor alter. Dari lingkaran
consultations.50 Pada ARF ke-2 ini, Tiongkok
pertama penentu kebijakan, penulis menyertakan
menyatakan kesediaan untuk menyelesaikan isu
pernyataan dari Presiden Hu Jintao dan Perdana
LTS dengan negara ASEAN berbasis hukum
Menteri Wen Jiabao. Dari lingkaran kedua,
internasional tanpa keterlibatan dari pihak luar
penulis menyertakan Menteri Luar Negeri Qian
kawasan. Pada tahun 2014, Tiongkok
Qichen, Wakil Menteri Luar Negeri Fu Ying,
mengemukakan hal yang sama. Wakil Menteri
Kementrian Luar Negeri Tiongkok, Menteri
Luar Negeri Fu Ying ketika menjawab
Luar Negeri Wang Yi, Menteri Pertahanan
pertanyaan mengenai kebangkitan Tiongkok di
Chang Wanquan, dan Duta Besar RRT di
Huffington Post menyatakan bahwa “one
Indonesia Liu Honyang. Dari militer, penulis
priority of China’s Asia policy going forward is
menyertakan pernyataan Laksamana Muda
to support and join in the framework of dialogue
Yang Yi untuk menjawab kekhawatiran dunia
and cooperation initiated by ASEAN.” Dalam
internasional atas kebebasan navigasi di LTS.
pernyataan yang sama, Tiongkok menyatakan
Dari akademisi yang merupakan lingkaran
memilih “the ASEAN Way” daripada “bilateral
kelima penentu kebijakan, penulis memasukkan
military alliances led by the U.S.” dalam
Wakil Dekan Studi Internasional Universitas
Fudan Shen Dingli dan tulisan dalam jurnal
akademis dari Universitas Pertahanan Nasional
Tiongkok.
48
Tuku Tamaki, Making Sense of ‘ASEAN Way’: A
Nilai-nilai ASEAN Contructivist Approach, dipresentasikan pada Annual
Conference of the International Political Science
Dalam hubungan multilateral, Association di Fukuoka, Jepang, 9-13 Juli 2006.
49
pernyataan-pernyataan Tiongkok Amitav Acharya, Constructing a Security
mengindikasikan bahwa Tiongkok mendukung Community in Southeast Asia: ASEAN and the
Problem of Regional Order (hlm. 64). London &
nilai-nilai ASEAN dalam menyelesaikan isu
New York: Routledge. 2001.
50
Rosemary Foot, “China in the ASEAN Regional
47
Wisnu Dewabrata, “Adakah Klaim Tiongkok di Forum: Organizational Process and Domestic Modes
Natuna?,” Kompas, 24 November 2015. of Thought,” Asian Survey 38, No. 5, 429. Mei 1998.
penyelesaian isu sengketa di kawasan, termasuk terutama dalam menyelesaikan masalah
isu LTS.51 keamanan seperti LTS.

Nilai-nilai ASEAN dalam “the ASEAN Nilai-nilai ASEAN itulah yang tercermin
Way” yang dirujuk oleh Tiongkok pertama kali dalam DOC yang disepakai Tiongkok tahun
dirumuskan pada tahun 1971 ketika 2002. Pada pasal 1, DOC menyebutkan TAC
negara-negara ASEAN menandatangani yang mencerminkan nilai-nilai ASEAN sebagai
Deklarasi ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, salah satu dasar tujuan dan prinsip deklarasi.
and Neutrality) di Kuala Lumpur. 52 Titik Pasal 4 menyebutkan bahwa para pihak
penekanan ZOPFAN ada pada “kesepakatan “concerned undertake to resolve their territorial
untuk menerima berbagai langkah dan sikap and jurisdictional disputes by peaceful means,
untuk saling menahan diri”. 53 Prinsip “sikap without resorting to the threat or use of force,
saling menahan diri” itu dimunculkan kembali through friendlt consultations and negotiations”.
pada tahun 1976 ketika ASEAN Selanjutnya, pasal 5 menyatakan bahwa
menandatangani dokumen Perjanjian pihak-pihak penandatangan juga dilarang
Persahabatan dan Kerjasama atau Treaty of membuat aktivitas yang meningkatkan eskalasi
Amity and Cooperation (TAC). Pada ayat 13 konflik dan mempengaruhi perdamaian dan
sampai 17 tercantum dengan jelas penyelesaian stabilitas, terutama aktivitas menduduki pulau
secara damai antarnegara ASEAN dengan atau fitur yang sebelumnya belum dihuni. Pasal
cara-cara Asia Tenggara (yang kemudian sering 5 juga menekankan bahwa pihak yang bertikai
disebut “ASEAN Way”). Dari dokumen TAC harus memiliki niat baik mencari jalan
inilah dirumuskan enam prinsip ASEAN: (1) penyelesaian dengan “spirit of cooperation and
saling menghormati kemerdekaan, kedaulatan, understanding, to build trust and confidence”.
persamaan derajat, integritas teritorial, dan Secara tidak langsung, pertemuan informal
identitas nasional semua bangsa; (2) hak MPCSCS turut dalam keberhasilan
masing-masing negara untuk hidup bebas dari disepakatinya ASEAN Declaration on the South
campur tangan, subversi, atau paksaan; (3) tidak China Sea di Manila pada 22 Juli 1992 dan
mencampuri urusan dalam negeri negara lain; (4) ASEAN-China Declaration on the Conduct of
penyelesaian sengketa dengan cara-cara damai; Parties in the South China Sea di Phnom Penh
(5) berjanji untuk tidak melakukan ancaman atau pada 4 November 2002.
menggunakan kekerasan; serta (6) mengadakan
Menurut analisis Foot, nilai-nilai ASEAN
kerjasama efektif di kalangan ASEAN. Dalam
yang terwujud dalam ARF maupun KTT
perkembangan hubungan internasional di
ASEAN membuat komitmen Tiongkok terhadap
kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya,
pernyataan damai dalam menghadapi isu
ZOPFAN dan TAC merupakan dua dasar atau
sengketa semakin tinggi. Dari yang awalnya
prinsip yang akan selalu dipakai ASEAN,
pasif dan defensif, Tiongkok bersedia terlibat
dan bahkan aktif dalam forum multilateral meski
51
International Crisis Group, Stirring up the South dengan syarat-syarat tertentu untuk
China Sea (III): A Fleeting Opportunity for Calm mempertahankan klaimnya di LTS. Menteri
(hlm. 12). Brussels: International Crisis Group. 2015. Luar Negeri Thailand Surin Pitsuwan
52
ZOPFAN merupakan komitmen politik dan
kerjasama politik dan keamanan ASEAN untuk mengungkapkan kepuasannya karena tensi
pertama kalinya dalam sejarah ASEAN yang kawasan LTS relatif stabil dengan adanya
mengatur hubungan antarnegara di Asia Tenggara dialog-dialog yang sering dilakukan di antara
maupun antara negara-negara ASEAN dengan negara negara-negara yang melakukan klaim.54
lain di luar kawasan.
53
Hasjim Djalal, et.al., Usaha-Usaha Mengalihkan
Potensi Konflik di Laut Cina Selatan Menjadi Potensi
Kerjasama (hlm. 25). Jakarta: Yayasan Pusat Studi
Asia Tenggara. 1995. 54
Shaohua, China’s Multilateralism (hlm. 109).
Komitmen terhadap Perjanjian dangers.” 58 Meskipun menekankan komitmen
terhadap perjanjian, Tiongkok mengartikan
Tiongkok menekankan bahwa negara
hukum internasional menurut pengertiannya
tersebut memiliki komitmen terhadap perjanjian.
sendiri. Berdasarkan UNCLOS, misalnya, yang
Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Besar RRT di
terkait dengan aktivitas agresif Tiongkok di
Indonesia Liu Honyang menuliskan di koran
lapangan, Akademis Tiongkok Wakil Dekan
Kompas bahwa “Tiongkok selalu menghargai
Studi Internasional Universitas Fudan Shen
fakta sejarah dan hukum internasional dalam
Dingli mengatakan bahwa “[h]ukum maritim
penyelesaian sengketa teritorial dengan negara
internasional tak melarang pengurukan pulau
lain”. 55 Dalam kaitan dengan LTS, perjanjian
atau kepulauan di lautan. Sejak masa Dinasti
yang dimaksud adalah Piagam PBB, UNCLOS
Song hal itu sudah dilakukan.”59 Oleh karena itu,
dan DOC. Sesuai dengan Piagam PBB,
menurut Tiongkok, tindakan Tiongkok dengan
Tiongkok telah melakukan negosiasi mengenai
melakukan reklamasi di area klaim di Kep.
isu LTS, diantaranya dalam ARF maupun
Spratly tidak melanggar pasal-pasal dalam
forum-forum yang diinisiasi ASEAN.56 Dengan
UNCLOS.
mengacu pada hukum internasional, lanjut Liu
Honyang, Tiongkok mengambil “semangat Keikutsertaan Tiongkok dalam seminar
kesetaraan dan saling memahami” sehingga MPCSCS juga merupakan salah satu komitmen
bersedia “mengadakan perundingan damai dan Tiongkok terhadap UNCLOS. Menurut Hasjim
bersahabat dengan negara-negara tetangga, dan Djalal, MPCSCS yang diinisiasi Indonesia dan
berhasil menyelesaikan sebagian besar masalah Kanada mengacu pada UNCLOS pasal 122 dan
perbatasan dan teritori tersebut”. 57 Dalam 123 yang mengarahkan “the countries around
sebuah tulisan jurnal militer populer China enclosed and semi-enclosed seas, like the South
Military Science di Universitas Pertahanan China Sea, to cooperate and coordinate their
Nasional Tiongkok, Tiongkok disebut-sebut policies on the management of marine living
sebagai negara yang tidak anti terhadap resources, the conduct of marine scientific
negosiasi dan perjanjian internasional. Dalam research, and the protection of marine
jurnal disebutkan: “Since the founding of the environment, and at the same time, as
new China, under the direciton of Mao… appropriate, inviting other interested parties or
Deng… Jiang… and Hu… the Chinese organizations to cooperate with them”.60
government has used the foreign policy
Dalam proses keikutsertaan MPCSCS,
instruments of ‘negotiations, declarations of
Tiongkok menandatangani DOC yang untuk
differences, and adopting measures to build
sementara merupakan dokumen terpenting
trust’… which has yielded obvious successes…
sebagai pedoman perilaku negara di LTS.
resolving to a large extent the problems of
Namun, legalisasi DOC masih dalam tingkat
maritime rivalry and preventing hidden
yang rendah atau kurang mengikat negara
penandatangan. Tingkat kewajiban dalam DOC
55
Liu Hongyang, “Tiongkok, Kekuatan Teguh hanya sebatas rekomendasi atau pedoman,
Pertahankan Perdamaian dan Kestabilan,” Kompas, 7 bukan kewajiban tanpa syarat. Kelemahan yang
April 2014.
56
lain, DOC memiliki banyak kata-kata yang
Dalam Piagam PBB pasal 33 menyebutkan bahwa
“the parties to any dispute, the continuance of which multitafsir atau tidak bisa dijalankan secara tepat.
is likely to endanger the maintenance of international Pasal tujuh yang berbunyi “The Parties
peace and security, shall first of all seek a solution by
58
(1) negotiation, (2) inquiry, (3) mediation, (4) Goldstein, Chinese Naval Strategy (hlm. 328).
conciliation, (5) arbitration, (6) judicial settlement, (7) 59
“Tiongkok Semakin Percaya Diri,” Kompas, 15
resort to regional agencies or arrangements, or (8) Juni 2015.
other peaceful means of their own choice…” 60
Hasjim Djalal, The South China Sea Focus: Asean
57
Hongyang, Tiongkok, Kekuatan Teguh Perceptions And The Way Forward. Jakarta, 26
Pertahankan Perdamaian dan Kestabilan. Februari 2013.
concerned stand ready to continue their kebebasan pelayaran dagang dan militer.
consultations and dialogues concerning relevant Kebanyakan sumber daya impor Jepang,
issues, through modalities to be agreed by them, misalnya, diangkut melalui jalur pelayaran LTS.
including regular consultations on the Bila jalur ini berkonflik dan harus ditutup
observance of this Declaration, for the purpose meskipun beberapa saat, bukan hanya Jepang
of promoting good neighbourliness and saja yang terkena efek buruknya. Dengan
transparency, establishing harmony, mutual kekuatan ekonominya selama ini, Jepang
understanding and cooperation, and facilitating mungkin saja menghentikan bantuan-bantuan
peaceful resolution of disputes among them” dan menunda investasi di negara-negara Asia
tidak menyebutkan secara pasti bagaimana Tenggara. Hal itu akan memberikan dampak
“good neighbourliness and transparency” mesti buruk bagi perekonomian kawasan. 62 Dalam
dijalankan. forum ARF, ketika merespon sikap dan tindakan
Tiongkok di lapangan, negara-negara besar
Komitmen Tiongkok terhadap
seperti Jepang dan AS menegaskan bahwa
pembicaraan penyelesaian damai diteruskan
konflik di LTS berpotensi mengancam
pada tahun selanjutnya dalam pertemuan
kebebasan navigasi di kawasan. AS juga
Menteri Luar Negeri ASEAN pada tanggal
menekankan posisi netral dalam masalah hukum
16-17 Januari 2011, dimana para delegasi
legal dari klaim masing-masing negara. 63
memiliki kesamaan pandangan bahwa perlu
Tiongkok lewat Laksamana Muda Yang Yi
adanya percepatan dalam proses finalisasi
menjawab kekhawatiran dunia internasional
panduan DOC karena negosiasi sudah berjalan
tersebut dengan mengatakan bahwa Tiongkok
selama sembilan tahun tanpa hasil (sejak tahun
“understand very well you concern regarding
2002).61 Tiga bulan setelah pertemuan itu, pada
the South China Sea issue. China is a country
bulan Juli 2011 diselenggarakan Pertemuan
that promotes the freedom of maritime
Tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN+3.
navigation, and we will depend even more on
Tiongkok menandatangani penegasan komitmen
freedom of navigation for our future national
tentang DOC. Para delegasi sepakat bahwa
development, foreign trade, and energy
semua pihak yang bersengketa dalam isu LTS
supplies.” 64
harus tetap melanjutkan dialog formal maupun
informal untuk mencegah konflik terbuka.
Selain itu, para delegasi sepakat bahwa setiap
keputusan yang diambil untuk mengatasi konflik
LTS harus melalui konsensus dan dilaporkan
setiap tahun pada pertemuan tingkat menteri
ASEAN-Tiongkok.

Opini Dunia Internasional

Opini dunia internasional menunjukkan


bahwa perilaku agresif Tiongkok di lapangan
mengancam dalam dua isu utama. Pertama, isu
mengenai kebebasan navigasi. Karena LTS
menjadi jalur pelayaran niaga dunia, konflik
militer terbuka dapat mengancam kapal-kapal
yang melintas. Ini yang selalu dikhawatirkan 62
Ralph A. Cossa, “Security Implications of Conflict
oleh AS dan Jepang yang menginginkan in the South China Sea: Exploring Potential Triggers
of Conflict,” A Pacific Forum Special Report, Hawaii,
61
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, Maret 1998, v.
Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN (hlm. 1). 63
Shaohua, China’s Multilateralism (hlm. 100).
64
AMM Retreat. 2011. Goldstein, Chinese Naval Strategy (hlm. 332).
Isu kedua adalah mengenai reklamasi dan dari kehadiran sebagai peserta pasif, kemudian
pembangunan infrastruktur di LTS, terutama di berganti menjadi peserta aktif, dan bahkan
Kep. Spratly yang memiliki banyak tumpang memasuki fase pro-aktif dengan mengusulkan
tindih klaim. Pada bulan Juni 2015, Kementrian suatu proposal. 67 Meskipun demikian,
Luar Negeri Tiongkok merilis pernyataan bahwa pembahasan isu LTS dalam ARF masih tidak
proyek reklamasi tanah pembangunan di Kep. cukup efektif dalam upaya menyelesaikan
Spratly akan selesai dalam beberapa hari ke masalah karena banyaknya kekuataan
depan. 65 Tiongkok menegaskan bahwa non-regional di dalamnya yang dicurigai oleh
pembangunan pulau tersebut akan digunakan Tiongkok memiliki agenda politik tersendiri
untuk tujuan sipil, bukan tujuan militer. yang berpotensi merugikan kepentingan nasional
Tiongkok menyatakan bahwa “[u]paya itu wajar Tiongkok. 68 Dengan memahami faktor-faktor
dan sah. Ini tidak mempengaruhi dan tidak internal dan faktor-faktor eksternal di atas,
melawan negara mana pun juga tidak sumber-sumber kebijakan luar negeri Tiongkok
mempengaruhi kebebasan berlayar dalam isu LTS ditunjukkan dalam gambar
negara-negara dan penerbangan di Laut berikutnya:
Tiongkok Selatan”. ASEAN khawatir apa yang
dilakukan Tiongkok menimbulkan kecurigaan
dan menyebabkan konsekuensi buruk di masa
depan. Dalam KTT ASEAN tahun 2015 di
Kuala Lumpur, para menlu ASEAN menegaskan
telah “mencatat perhatian yang serius yang
disampaikan beberapa menteri mengenai
pengurukan daratan di Laut Tiongkok Selatan,
yang telah mengikis kepercayaan, meningkatkan
ketegangan, serta mengurangi perdamaian,
keamanan, dan stabilitas di Laut Tiongkok
Selatan”. Pada akhirnya, sehari sebelum
Pernyataan Bersama, Menlu Wang Yi
mengatakan bahwa pembangunan yang
dimaksud dalam forum telah dihentikan, dan
Tiongkok tetap berkomitmen dalam kebebasan
navigasi dan penerbangan, serta bersedia
mempercepat konsultasi mengenai COC.66

Isu ketiga adalah keterlibatan Tiongkok


dalam pembicaraan penyelesaian damai.
Negara-negara di kawasan mengharapkan agar
Tiongkok bersedia aktif dalam pembicaraan
damai mengenai isu politik dan keamanan di
LTS. Merespon opini negara di kawasan, dalam
ARF, Tiongkok terus meningkatkan statusnya,
67
Kuik Cheng-Chwee, “Multilateralism in China’s
ASEAN Policy: Its Evolution, Characteristics, and
65
“Tiongkok Hampir Selesaikan Pulau Buatan di Aspiration,” Contemporary Southeast Asia 27, No. 1,
Laut China Selatan,” Kompas, 16 Juni 2015, 105-111. April 2005.
http://internasio-nal.kompas.com/read/2015/06/16/16 68
Hasjim Djalal, “Managing Potential Conflicts in
353871/Tiongkok.Hampir.Selesaikan.Pulau.Buatan.d the South China Sea: Lesson Learned,” dalam
i.Laut.China.Selatan (diakses 21 Desember 2017). Maritime Regime Building: Lesson Learned and
66
“Bara di Laut Tiongkok Selatan,” Kompas, 7 Their Relevance for Northeast Asia, ed. Mark J.
Agustus 2015. Valencia (hlm. 88). The Hague: Nijhoff. 2001.
Faktor Internal (Ego) > Faktor Eksternal dan strategi dominasi dalam forum-forum
(Alter) multilateral yang membicarakan isu LTS.
Sebagai konsekuensinya, Tiongkok terus
Faktor-faktor internal (ego) dan eksternal
melanjutkan kehadirannya dalam pertemuan
(alter) yang telah penulis paparkan di atas
multilateral yang membahas mengenai isu LTS,
memperlihatkan bahwa ego dan alter
sekaligus berusaha mengeblok segala persoalan
mempengaruhi perilaku multilateral dan
yang bisa mengancam klaimnya. Dalam analisis
unilateral dalam politik luar negeri Tiongkok
terhadap harapan atau tuntutan dari dunia
terhadap konflik LTS. Perilaku multilateral
internasional, pernyataan-pernyataan pemimpin
Tiongkok terhadap LTS dipengaruhi oleh faktor
atau pejabat Tiongkok memang selalu
ego yang berupa kebutuhan ekonomi untuk
mempertimbangkan opini dunia internasional,
mengeksplorasi sumber daya laut dan
komitmen terhadap perjanjian, dan nilai-nilai
mengamankan keamanan energi Tiongkok dan
ASEAN dalam politik luar negerinya. Dalam
faktor alter yang berupa nilai-nilai ASEAN,
pertemuan multilateral, Tiongkok terus
komitmen terhadap perjanjian, dan opini dunia
menekankan mengenai kebebasan navigasi yang
internasional mengenai reklamasi dan
merupakan opini dunia internasional, terutama
pembangunan mirip instalasi militer di LTS.
Jepang dan AS yang memiliki kepentingan akan
Sementara itu, perilaku unilateral Tiongkok
jalur pelayaran yang aman dan damai. Kerja
terhadap LTS dipengaruhi oleh faktor ego yang
sama Tiongkok mengenai riset sumber daya dan
ingin memaksimalkan potensi ekonomi seperti
ekosistem laut dalam forum MPCSCS juga
minyak dan ikan, kapabilitas militer yang relatif
memperlihatkan adanya komitmen Tiongkok
kuat di kawasan, serta nasionalisme, dan faktor
terhadap UNCLOS dan DOC. Kehadiran
alter yang dipengaruhi oleh opini dunia
Tiongkok dalam forum-forum multilateral yang
internasional mengenai kebebasan navigasi.
membahas isu LTS seperti KTT ASEAN dan
Dengan memahami pemaparan konsepsi peran
ARF membuktikan bahwa Tiongkok mengikuti
ego dan preskripsi peran alter, konsepsi peran
nilai-nilai ASEAN untuk melakukan dialog
ego memiliki pengaruh yang kuat sebagai bahan
menggunakan cara-cara damai untuk
pertimbangan agresivitas Tiongkok di lapangan
menyelesaikan masalah.
Namun, dalam waktu yang bersamaan, internasional. Pada tahapan tertentu, Tiongkok
tindakan Tiongkok terlihat tidak sesuai dengan bahkan mengancam kebebasan navigasi yang
pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan sebagai menjadi salah satu opini dunia internasional
respon atas tuntutan atau harapan dunia ketika pada tahun 2009 kapal Tiongkok
membayangi kapal AS Impeccable yang kedua penentu kebijakan, seperti pejabat
menurut pengakuan AS sendiri sedang kementrian luar negeri, yang banyak terlibat
melakukan patroli rutin di perairan internasional. dalam pernyataan pada faktor eksternal tidak
Kecaman dan kewaspadaan negara-negara di begitu kuat ketika berhadapan dengan lingkaran
kawasan terhadap reklamasi dan pembangunan pertama yang sebagian besar menjadi sumber
Tiongkok di Kep. Spratly juga tidak ditanggapi pada faktor internal. Jadi, meskipun kementrian
Tiongkok dengan, misalnya, menghentikan luar negeri bertanggung jawab terhadap
reklamasi dan pembangunan di fitur di wilayah formulasi dan eksekusi kebijakan luar negeri
konflik selama-lamanya. Dengan menekankan Tiongkok, masih ada otoritas yang lebih tinggi
nilai-nilai ASEAN, Tiongkok berhasil yang mengaturnya, terutama dalam Panitia Kerja
memanfaatkan prinsip non-intervensi ASEAN, Politbiro dan LSG yang dipimpin oleh Xi
memecah belah sikap ASEAN, dan tidak Jinping.
membiarkan ASEAN memiliki satu sikap protes
Pengaruh konsepsi ego yang kuat dalam
yang padu terhadap tindakan-tindakan agresif
keikutsertaan Tiongkok dalam perundingan atau
Tiongkok. Pernyataan Menteri Luar Negeri Qian
pembicaraan multilateral menghasilkan
Qichen bahwa keamanan tidak bisa bergantung
beberapa prestasi bagi Tiongkok berikut: (1)
pada peningkatan militer juga seperti
Tiongkok tidak pernah kehilangan klaim
berkebalikan dengan peningkatan anggaran
teritorialnya atas LTS; (2) Tiongkok berhasil
militer Tiongkok sejak tahun 1990. 69 Dalam
mencegah kekuatan luar seperti AS dan Jepang
insiden Scarborough pada tahun 2012, Wakil
untuk ikut campur lebih jauh dalam isu LTS; (3)
Menteri Luar Negeri Fu Ying bahkan
Tiongkok berhasil mendikte forum untuk
mengatakan bahwa Tiongkok “sudah siap
menyesuaikan dengan pendirian atau posisi
merespons eskalasi situasi seperti apa pun yang
politik luar negeri terhadap LTS; (4) Tiongkok
akan dilakukan Filipina di sana”, yang
mendorong proyek kerja sama yang
mengindikasikan persiapan pengerahan militer.70
mendapatkan tanggapan positif dan beberapa
Artinya, Tiongkok tidak memenuhi harapan atau
kemajuan. Setidaknya ada dua kepentingan
tuntutan dari luar agar mengubah perilaku
Tiongkok dalam mempertahankan keikutsertaan
politik luar negerinya. Hal ini sekaligus
dalam forum multilateral yang membahas LTS.
membuktikan pernyataan Presiden Tiongkok Xi
Pertama, Tiongkok memanfaatkan forum untuk
Jinping bahwa “integritas teritorial tak bisa
mendapatkan kepercayaan dan mempromosikan
dikompromikan”. 71 Dengan melakukan semua
agenda kebijakan luar negerinya, misalnya
itu, Tiongkok berusaha menunjukkan
meningkatkan keuntungan melalui perdagangan
dominasinya di lautan dan forum multilateral,
dengan negara-negara ASEAN. Kedua,
sekaligus ingin terus mengambil keuntungan
Tiongkok ingin mempertahankan stabilitas
atas sumber daya alam yang terkandung di LTS,
kawasan yang damai untuk mengusahakan
seperti ikan yang melimpah atau potensi minyak
pertumbuhan ekonominya. Sejak tahun 2003,
dan gas yang besar. Tiongkok juga
hal ini telah dipertegas oleh Presiden Tiongkok
menempatkan militer di LTS dengan tujuan
Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao.
menguasai dan menjaga jalur pelayaran strategis
Kedua pemimpin Tiongkok tersebut mengadopsi
yang menjadi jalur kapal-kapal dagang ekspor
peaceful development sebagai moto politik luar
Tiongkok ke Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa.
negeri.72
Hal ini juga menunjukkan bahwa lingkaran

69
Foot, China in the ASEAN Regional Forum (hlm.
435).
70
“China Siap Hadapi Filipina,” Kompas, 9 Mei 72
Xiaoxiong Yi, “Chinese Foreign Policy in
2012. Transition: Understanding China's "Peaceful
71
A. Dahana, “Nasionalisme di Laut Tiongkok Development”,” The Journal of East Asian Affairs 19,
Selatan,” Kompas, 4 Agustus 2014. No. 1, 79. Spring/ Summer 2005.
Dengan demikian, tujuan Tiongkok Relasi dengan negara tetangga adalah
adalah memunculkan imej good neighborliness prioritas utama di atas relasi internasional yang
dan global responsibility, yang berarti bahwa lain. 74 Namun demikian, seperti yang
peningkatan ekonomi dan militer Tiongkok diutarakan Menteri Pertahanan Tiongkok
bukanlah ancaman bagi perdamaian dan Jenderal Chang Wanquan, Tiongkok akan terus
stabilitas. Bahkan lebih dari itu, negara lain akan berhati-hati untuk tetap mengambil sikap “tak
mendapatkan keuntungan dari peningkatan akan berkompromi, menyerahkan atau
kekuatan ekonomi dan militer Tiongkok. melakukan pertukaran terkait kedaulatan dan
Kehadiran Tiongkok di LTS akan meningkatkan wilayah, dan kami juga tak akan membiarkan
konektivitas transportasi yang bermanfaat bagi kedaulatan dan wilayah kami diganggu sedikit
peningkatan ekonomi. Implementasi yang pun.”75
dilakukan Tiongkok adalah keterlibatan pada
Dengan demikian gambaran strategi
kerja sama dan dialog keamanan regional,
kebijakan luar negeri Tiongkok dalam isu LTS
seperti yang ditunjukkan Tiongkok dalam forum
ditunjukkan dalam gambar 4 berarsir abu-abu di
multilateral kawasan yang membahas isu LTS.73
bawah ini:

74
International Crisis Group, Stirring up the South
China Sea (I) (hlm. 36).
75
“Tiongkok: Tak Ada Kompromi,” Kompas, 9
73
Ibid., 88. April 2014.
Kesimpulan menyetujui COC yang merupakan tata perilaku
lebih ketat daripada DOC, sementara Tiongkok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak bersedia menyelesaikan secara tuntas
faktor ego lebih mempengaruhi perilaku
masalah batas klaim tersebut dan berusaha
Tiongkok dalam isu LTS. Meskipun Tiongkok
mempertahankan status quo seperti selama ini.
memperhatikan harapan-harapan internasional
dan berkali-kali menekankan posisinya yang Dengan menunjukkan dua perilaku yang
bersedia menempuh jalur damai, Tiongkok juga seperti bertolak belakang dalam upaya
berkali-kali melanggar pernyataannya sendiri. penyelesaian masalah LTS, Tiongkok berusaha
Dengan demikian, artikel ini memperlihatkan menjaga titik keseimbangan antara strategi
paradoks antara pernyataan-pernyataan pejabat domestik dan politik luar negeri. Strategi itulah
Tiongkok dan tindakan di lapangan. Ada yang membuat Tiongkok mendapatkan
ketegangan dan ketidaksesuaian antara peran keuntungan maksimal dalam isu LTS. Dari sisi
atau perilaku yang ingin dilakukan Tiongkok domestik, Tiongkok berhasil mempertahankan
dan kenyataan di lapangan. Di satu sisi kepentingan ekonomi dari sumber daya alam
Tiongkok terus menyatakan menghormati jalan yang ada di LTS dan menghimpun dukungan
damai dalam menyelesaikan masalah, namun di rakyat atas dasar semangat nasionalisme. Dari
sisi lain Tiongkok terus bersikap agresif dan sisi internasional, Tiongkok berhasil
tidak segan mengerahkan militer atau memulai memperpanjang proses negosiasi dan memberi
bentrokan bersenjata di lautan. Selain itu, ada kesan yang baik terhadap rekan dagang
situasi di mana harapan internasional utamanya seperti AS dan negara-negara ASEAN,
menginginkan Tiongkok aktif dalam yang mana dalam beberapa tahun terakhir
menyelesaikan sengketa, seperti menyelesaikan Tiongkok menikmati surplus perdagangan atas
secara tuntas masalah tumpang tindih dan negara-negara tersebut.

Daftar Pustaka

Acharya, A. (2001). Constructing a Security Cheng-Chwee, K. (2005). “Multilateralism in


Community in Southeast Asia: ASEAN and China’s ASEAN Policy: Its Evolution,
the Problem of Regional Order. London & Characteristics, and Aspiration.”
New York: Routledge. Contemporary Southeast Asia, 27(1),
102-122.
ASEAN-China Centre. (2013, 3 Oktober).
Speech by Chinese President Xi Jinping to Cipto, B. (2007). Hubungan Internasional di
Indonesian Parliament. Diakses dari Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka
http://www/asean-china-center.org/english Pelajar.
/2013-10/03/c_ 133062675.htm.
Cossa, R. A. (1998). “Security Implications of
Cabestan, J. (2009). “China’s Foreign- and Conflict in the South China Sea:
Security-Policy Decision-making Exploring Potential Triggers of Conflict.”
Processes under Hu Jintao.” Journal of Hawaii: A Pacific Forum Special Report.
Current Chinese Affairs, 38(3), 63-97.
Dahana, A. (2014). ‘Nasionalisme di Laut
Chang, F. K. (2012). “China’s Naval Rise and Tiongkok Selatan.’ Kompas, 4 Agustus.
the South China Sea: An Operational
Dam, S. (2003). Politik Kelautan. Jakarta: Bumi
Assessment.” Foreign Policy Research
Aksara.
Institute.
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Holsti, K. J. (1995). International Politics: A
(2011). Pertemuan Menteri Luar Negeri Framework for Analysis, 7th edn. New
ASEAN (AMM Retreat), 16-17 Januari. Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Djalal, H, et al. (1995). “Usaha-Usaha Hongyang, L. (2014). ‘Tiongkok, Kekuatan


Mengalihkan Potensi Konflik di Laut Cina Teguh Pertahankan Perdamaian dan
Selatan Menjadi Potensi Kerjasama.” Kestabilan.’ Kompas, 7 April.
Proyek Penelitian dan Pengembangan
International Crisis Group. (2012). Stirring up
Politik Luar Negeri Yayasan Pusat Studi
the South China Sea (I). Brussels:
Asia Tenggara dengan Badan Penelitian
International Crisis Group.
dan Pengembangan Departemen Luar
Negeri Republik Indonesia. Jakarta: International Crisis Group. (2015). Stirring up
Yayasan Pusat Studi Asia Tenggara. the South China Sea (III): A Fleeting
Opportunity for Calm. Brussels:
Djalal, H. (2011). “Managing Potential Conflicts
International Crisis Group.
in the South China Sea: Lesson Learned.”
Dalam Maritime Regime Building: Lesson Jakobson, L. & Manuel, R. (2016). “How are
Learned and Their Relevance for Foreign Policy Decisions Made in
Northeast Asia, diedit oleh Mark J. China?” Asia & the Pacific Policy Studies,
Valencia, 87-92. The Hague: Nijhoff. 3(1), 101-110.
Foot, R. (1998). “China in the ASEAN Regional Kompas. (2015, 16 Juni). Tiongkok Hampir
Forum: Organizational Process and Selesaikan Pulau Buatan di Laut China
Domestic Modes of Thought.” Asian Selatan. Diakses dari
Survey, 38(5), 425-440. http://internasional.kompas.com/read/201
5/06/16/16353871/Tiongkok.Ham
Gady, F. (2015, 23 Juni). China Prepares Its
pir.Selesaikan.Pulau.Buatan.di.Laut.China
172,000 Civilian Ships for War. The
.Selatan.
Diplomat. Diakses dari
http://thediplomat.com/2015/06/china-pre Lanteigne, M. (2009). Chinese Foreign Policy:
pares-its-172000-civilian-ships-for-war/. An Introduction. London & New York:
Routledge.
Gilpin, R. (1988). “The Theory of Hegemonic
War.” The Journal of Interdisciplinary Lee, H. (2017). “Power Politics Behind the
History, 18(4), 591-613. Transforming Geopolitics in East Asia.”
East Asia An International Quarterly,
Goldstein, L. (2011). “Chinese Naval Strategy in
34(132), 1-14.
the South China Sea: An Abundance of
Noise and Smoke, but Little Fire.” Medeiros, E. S. (2009). China’s International
Contemporary Southeast Asia, 33(3), Behavior: Activism, Opportunism, and
320-347. Diversification. Santa Monica: RAND
Corporation.
Hayton, B. (2014). The South China Sea: The
Struggle for Power in Asia. New Haven Novotny, D. (2010). Torn between America and
and London: Yale University Press. China: Elite Perceptions and Indonesian
Foreign Policy. Singapore: ISEAS
Holsti, K. J. (1970). “National Role Conceptions
Publishing.
in the Study of Foreign Policy,”
Internatiional Studies Quarterly, 14(3), Republika. (2012, 8 November). Hu Jintao:
233-309. Cina akan Kuat Secara Maritim. Diakses
dari
http://m.republika.co.id/berita/internasion Stephen G. Walker, 1-43. London & New
al/global/12/11/08/md5kcm-hu-jintao-cina York: Routledge.
-akan-kuat-secara-maritim.
Weatherbee, D. E. (2005). International
Roberts, C. (2017). “The South China Sea: Relations in Southeast Asia The Struggle
Beijing’s Challenge to ASEAN and for Autonomy. Lanham: Rowman &
UNCLOS and the Necessity of a New Littlefield Publishers, Inc.
Multi-tiered Approach.” RSIS Working
Yi, X. (2005). “Chinese Foreign Policy in
Paper, No. 307. Singapore: Nanyang
Transition: Understanding China's
Technological University.
"Peaceful Development”.” The Journal of
Shambaugh, D. (2013). China Goes Global: The East Asian Affairs, 19(1), 74-112.
Partial Power. New York: Oxford
Zhiguo, G. (2005). “South China Sea: Turning
University Press.
Suspicion into Mutual Understanding and
Shaohua, M. (2006). “China’s Multilateralism Cooperation.” Dalam ASEAN-China
and the South China Sea Conflict: Quest Relations: Realities and Prospects, diedit
for Hegemonic Stability?” Tesis oleh Saw Swee-Hock, Sheng Lijun, dan
Pascasarjana, National University of Chin Kin Wah, 329-343. Singapura:
Singapore. ISEAS Publishing.

SIPRI. (2015). Recent Trends in Military Zhu, T. (2001). “Nationalism and Chinese
Expenditure. Diakses dari Foreign Policy.” China Review, 1(1),
http://www.sipri.org/research/armaments/ 1-27.
milex/research/armaments/milex/research/
armaments/milex/milex_database.

Storey, I. (2013). Presentation of Dr. Ian Storey


at the Angara Centre Forum on Maritime
Disputes. Angara Centre for Law and
Economics. Diakses dari https://www.
youtube.com/watch?v=EHpsouUaOBw.

Tamaki, T. (2006). “Making Sense of ‘ASEAN


Way’: A Contructivist Approach.”
Dipresentasikan pada Annual Conference
of the International Political Science
Association di Fukuoka, Jepang, 9-13 Juli.

Thies, C. G. (2009). “Role Theory and Foreign


Policy,” International Studies Association
Compendium Project, Foreign Policy
Analysis, 1-44.

Walker, S. G. (2013). “Binary Role Theory and


the Uncertainty Problem in International
Relations Theory.” Dalam Role Theory
and the Cognitive Architecture of British
Appeasement Decisions: Symbolic and
Strategic Interaction in World Politics,

Anda mungkin juga menyukai