Anda di halaman 1dari 20

Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional

(behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori
ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi memberi lebih
banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses
mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasan-
penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami
bagaimana kita belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak
didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus
lingkungan. Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan

pada seseorang tidak random; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh
orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi,
S., 1997 : 14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan
(modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam
pembelajaran terpadu. Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning).
Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain
atau vicarious conditioning. Misalnya seorang siswa melihat temannya dipuji atau ditegur oleh
gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang
tujuannya sama ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan
melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious reinforcement. Kedua, pembelajaran
melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan
penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu
mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan
mendapat pujian atau penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model
tidak harus diperagakan oleh seseorang secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan
seseorang pemeran atau visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M. 1998a : 4).

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap
KELAS MASA DEPAN

Gambaran kelas masa depan disampaikan oleh Gary Flewelling dan William Higginson (2003).
Menurut kedua ahli tersebut gambaran kelas masa depan yang berkaitan dengan pengertian
disiplin/mata pelajaran/pokok bahasan, peran dan fungsi guru, peran siswa peserta didik adalah
sebagai berikut:

1. Mata pelajaran/Pokok bahasan Mata pelajaran atau dalam lingkup yang lebih kecil adalah
pokok bahasan pada hakikatnya merupakan pengalaman yang berbeda-beda bagi setiap siswa,
berkembang sebagai cara berpikir (way of thinking), cara untuk berkomunikasi, baik antar siswa,
antar guru, antara siswa dengan guru, cara untuk memandang dunia yang memiliki hubungan
yang signifikan dengan seluruh aspek pengalaman manusia.

2. Guru

(i) Memberikan stimulasi kepada siswa dengan menyediakan tugas-tugas pembelajaran yang
kaya (rich learning tasks) dan terancang baik untuk meningkatkan perkembangan intelektual,
emosional, spiritual dan sosial.

(ii) Berinteraksi dengan siswa untuk mendorong keberanian, mengilhami, menantang, berdiskusi,
berbagi, menjelaskan, menegaskan, merefleksi, menilai dan merayakan perkembangan,
pertumbuhan dan keberhasilan.

(iii) Menunjukkan keuntungan/manfaat yang diperoleh dari mempelajari suatu pokok bahasan
(iv) Berperan sebagai seseorang yang membantu, seseorang yang mengerahkan dan memberi
penegasan, seseorang yang memberi jiwa dan mengilhami siswa dengan cara membangkitkan
rasa ingin tahu, rasa antusias, gairah dari seorang pembelajar yang berani mengambil risiko (risk
taking learner), dengan demikian guru berperan sebagai pemberi informasi (informer), fasilitator
dan seorang artis.

3. Siswa

(i) Membangun pengetahuannya sendiri terkait pokok bahasan/mata pelajaran melalui proses
eksplorasi, interaksi dan refleksi dan berpusat pada tugas pembelajaran yang kaya
(ii) Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan sesuai dengan bidang bahasan mata
pelajaran, mengembangkan keterampilan berkomunikasi, memecahkan masalah, pemikiran logis,
pemikiran kreatif, teknologi, kemampuan mandiri dan salingketergantungan.

(iii) Menggunakan keterampilannya agar dapat bekerja secara efektif, penuh percaya diri, peka
dan penuh kejujuran dalam situasi yang penuh tantangan baru, penuh kompleksitas dan kendala,
perbedaan, bias, ketidaktentuan dan berbagai kerancuan.

(iv) Berperan sebagai individu yang mampu menyeleksi dan menggunakan secara bijaksana
berbagai kaidah dan hukum keilmuan yang telah ada, memahami prinsip-prinsip dan pola yang
melatarbelakangi berbagai hukum tersebut, menciptakan hukum-hukum baru agar bisa lebih
efektif sesuai dengan situasi yang sedang berlangsung, maka peran utama siswa adalah sebagai
pengguna ilmu, penuntut ilmu dan pencipta ilmu (complier, cognizer and creator). Berdasar
paradigma mutakhir tentang Kelas Masa Depan di atas, maka jargon aktif, kreatif, efektif adalah
conditio sine quanon (syarat mutlak) bagi berlangsungnya pembelajaran. Singkatnya,
pembelajaran yang tidak memenuhi syarat aktif, kreatif dan efektif bukan pembelajaran
namanya. Pada gilirannya pembelajaran yang aktif, kreatif dan efektif akan lebih menarik minat
siswa, siswa merasakan manfaat dan guna belajar (meaningful learning) dan atmosfer
pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning) secara otomatis akan tercapai. Apa yang
pernah diteliti dan disampaikan oleh Vernon A. Magnesen (Gordon Dryden dan Jeannette Vos
dalam The Learning Revolution, 1999) agaknya memperkuat esensi pembelajaran aktif, yakni
bahwa kita belajar dari :

o 10% dari apa yang kita baca

o 20% dari apa yang kita dengar

o 30% dari apa yang kita lihat

o 50% dari apa yang kita lihat dan dengar

o 70% dari apa yang kita katakana

o 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan Terlihat bahwa makin aktif kita makin banyak
belajar pula kita. Dalam pada itu para ahli pembelajaran kontekstual mengatakan bahwa:” Siswa
akan belajar baik jika secara aktif mengkonstruksikan pemahaman mereka sendiri” (CTL
Academy Fellow, 1999)

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

PENGENALAN
Teori Pembelajaran Sosial
Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional
(behavioristik)[1]. Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986).
Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar perilaku, tetapi
memberi lebih banyak penekanan pada kesan dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-
proses mental internal. Jadi dalam teori pembelajaran sosial kita akan menggunakan penjelasan-
penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami
bagaimana kita belajar dari orang lain. Dalam pandangan belajar sosial “manusia” itu tidak
didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-stimulus
lingkungan.
Bersama Richard Wakters sebagai penulis kedua, Bandura menulisAdolescent Aggression
(1959) mengenai suatu laporan terinci tentang sebuah studi lapangan dimana prinsip-prinsip
pembelajaranan sosial digunakan untuk menganalisis perkembangan kepribadian sekelompok
remaja lelaki delinkuen dari kelas menengah, disusuli dengan Sosial Learning and personality
development (1963), sebuah buku dimana beliau dan Walters memaparkan prinsip-prinsip
pembelajaran sosial yang telah mereka perkembangkan beserta dengan eviden atau bukti yang
menjadi asas bagi teori tersebut. Pada tahun 1969, Bandura menerbitkan Principles of behavior
modification, dimana ia menguraikan penerapan teknik-teknik behavioral berdasarkan prinsip-
prinsip pembelajaranan dalam memodifikasikan tingkah laku dan pada tahun 1973,”Aggression:
A sosial learning analysis”.
Teori belajar sosial menekankan, bahawa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada
seseorang secera kebetulan; lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang
itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi, S.,
1997: 14) bahawa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah pemodelan
(modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam
pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Pertama, pembelajaran
melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain atau vicarious
conditioning. Contohnya, seorang pelajar melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya
kerana perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama
ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang
dialami orang lain atau vicarious reinforcement[2]. Kedua, pembelajaran melalui pengamatan
meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan
pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin
dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian atau penguatan apabila
menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus diperagakan oleh seseorang
secara langsung, tetapi kita dapat juga menggunakan seseorang pemeran atau visualisasi tiruan
sebagai model (Nur, M. 1998a:4)[3].
Sama seperti pendekatan teori pembelajaranan terhadap kepribadian, teori pembelajaran sosial
berdasarkan pada hujah yang diutarakan beliau bahawa sebahagian besar daripada tingkah laku
manusia adalah sebahagian daripada hasil pemerolehan, dan prinsip pembelajaranan sudah
mencukupi untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang. Akan tetapi, teori-teori
sebelumnya kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul dan
kurang memperihalkan fakta bahawa banyak peristiwa pembelajaranan terjadi dengan
perantaraan orang lain. Maksudnya, semasa melihat tingkah laku orang lain, individu akan
pembelajaran meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain sebagai
model bagi dirinya.
Disamping itu, dalam bukunya yang diterbitkan pada 1941, Sosial learning and imitation, Miller
dan Dollard telah mengakui tentang peranan penting mengenai proses imitatif dalam
perkembangan keperibadian dan seterusnya menjelaskan beberapa jenis tingkah laku imitatif
tertentu. Walaupun begitu, hanya sedikit pakar lain yang meneliti keperibadian individu cuba
memasukan gejala pembelajaranan melalui pemerhatian ke dalam teori-teori pembelajaranan
mereka. Bandura juga memperluaskan analisis beliau terhadap pembelajaranan melalui
pemerhatian.

LATAR BELAKANG TOKOH


Albert Bandura
Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Disember 1925. Masa
kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana.  Semasa di
Universiti of British Columbia, beliau menaiki bas awal kerana terpaksa berebut dengan pelajar
jurusan lain memandangkan kelas pengenalan psikologii adalah satu-satunya kelas yang paling
awal diadakan di universiti tersebut.
Kemudian, beliau melanjutkn pelajaran ke Universiti Iowa dan di sini beliau banyak dipengaruhi
oleh Kenneth Spence, seorang pakar psikologii pembelajaran yang terkenal pada ketika itu.
Pada tahun 1949, beliau mendapat pendidikan di Universiti British Columbia dalam jurusan
psikologi[4]. Dia memperoleh gelaran Master didalam bidang psikologii pada tahun 1951 dan
setahun kemudian ia juga meraih gelaran doktor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program
kedoktorannya dalam bidang psikologii klinik pada tahun 1952. Setahun setelah lulus, ia bekerja
di Standford University. Beliau banyak terpengaruh dengan pendekatan teori pembelajaran untuk
meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen..
Beliau kemudiannya mengahwini Virginia Varns, seorang guru di kolej kejururawatan dan
seterusnya pindah di Iowa Kansas selepas menamatkan pengajiannya. Selain itu, dalam tahun
1952, selepas mendapat gelaran ph.D, Albert Bandura telah menamatkan praktikum di Wichita
Guidance Centre dan seterusnya dilantik sebagai tenaga pengajar di Universiti Stanford. Pada
tahun 1964, Albert Bandura telah dilantik sebagai professor dan Seterusnya menerima anugerah
American Psychological Association utk Distinguished scientific contribution, pada tahun 1980.
Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh
keluarga dengan tingkah laku sosial dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mula
meneliti tentang agresi pembelajaran sosial dan mengambil Richard Walters, muridnya yang
pertama mendapat gelaran doktor sebagai pekerja di makmalnya. Bagi pendapat Bandura,
walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku,
prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh
paradigma behaviorisme.
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Sosial Learning Theory), salah
satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari
pemikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura menjabat sebagai ketua APA pada tahun
1974 dan pernah dianugerahi penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun 1972[5].
Semasa bertugas sebagai tenaga pengajar, Beliau sangat disayangi oleh pelajar-pelajarnyanya
kerana sikap beliau yang ambil berat dan sanggup memberi bantuan maklumat yang mereka
perlukan.

LATAR BELAKANG TEORI


Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Sosial Learning Theory), salah
satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran,
pemahaman dan evaluasi. Ia seorang psikologi yang terkenal dengan teori belajar sosial atau
kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo
Doll yang menunjukkan kanak-kanak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa
disekitarnya[6].
Teori Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh Bandura telah memberi penekanan tentang
bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh persekitaran melalui peneguhan (reinforcement)
dan pembelajaran peniruan (observational learning), dan cara berfikir yang kita miliki terhadap
sesuatu maklumat dan juga sebaliknya, iaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi
persekitaran dan menghasilkan peneguhan (reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh
orang lain (observational opportunity).
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model
merupakan tindakan belajar.
 Bandura (1977) menyatakan bahawa "Learning would be exceedingly laborious, not to mention
hazardous, if people had to rely solely on the effects of their own action to inform them what to
do. Fortunately, most human behaviour is learned observationally through modelling: from
observing others one form an idea of her new behaviour are performed, and on later occasion this
coded information serves as a guide for action".
Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang
berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan
sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini. Contohnya, seorang yang
hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan judi, maka dia cenderung untuk memilih bermain
judi, atau sebaliknya menganggap bahawa judi itu adalah tidak baik.
Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam
keadaan atau lingkungan sebenarnya. Bandura (1977) menghipotesiskan bahawa tingkah laku
(B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pelajar yang mempengaruhi persepsi dan
aksi (P) adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking).
menurut Albert Bandura lagi, tingkah laku sering dievaluasi, iaitu bebas dari timbal balik
sehingga boleh mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeza
mempengaruhi konsepsi diri individu.
Hubungan yang aktif dapat mengubah aktiviti seseorang. Seterusnya, menurut Bandura (1982),
penguasaan kemahiran dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses
perhatian, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang
berdasarkan dari diri pelajar sendiri iaitu “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”.
Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahawa ia dapat menguasai pengetahuan dan
keterampilan sesuai seperti yang berlaku. Self regulatory pula merujuk kepada:
1) Struktur kognitif yang memberi gambaran tingkah laku dan hasil pembelajaran.
2) Sub proses kognitif yang dirasakan, mengevaluasi, dan mengatur tingkah laku kita (Bandura,
1978). Dalam pembelajaran self-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self
evaluation” pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi atau
sebaliknya[7]. Menurut Bandura, untuk Berjaya, pembelajar harus dapat memberikan model
yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, Seterusnya mengembangkan “self of
mastery”, self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar. Berikut Bandura mengajukan usulan
untuk mengembangkan strategi proses pembelajaran iaitu seperti yang berikut:

Strategi Proses
1. Analisis Tingkah Laku Yang Akan Dijadikan Model Terdiri Daripada:
a. Apakah karakteristik dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu berupa konsep,
kemahiran motor atau efektif?
b. Bagaimanakah urutan atau sekuen dari tingkah laku tersebut?
c. dimanakah letaknya hal-hal yang penting (key point) dalam sekuen tersebut?

2. Tetapkan Fungsi Nilai Dari Tingkah Laku Dan Pilihlah Tingkah Laku Tersebut Sebagai
Model.
a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal yang penting dalam
kehidupan dimasa datang? (Success prediction)
b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidak begitu penting) model
manakah yang lebih penting?
c. Apakah model harus hidup atau simbol? Pertimbangan soal pembiayaan, pengulangan
demonstrasi dan kesempatan untuk menunjukkan fungsi nilai dan tingkah laku.
d. Apakah peneguhan yang akan didapat melalui model yang dipilih?
3. Pengembangan Sekuen
a. Untuk mengajar motor skill, bagaimana cara untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan/
kemampuan yang dipelajari: how to do this” dan bukannya “not this”.
4. Implementasi pengajaran untuk menunut proses kognitif dan motor reproduksi.
A. KEMAHIRAN MOTOR
1) Hadirkan model
2) Beri kesempatan kepada tiap-tiap pembelajar untuk latihan secara simbolik
3) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk latihan dengan timbal balik visual.

B. PROSES KOGNITIF
1) Tampilkan model, baik yang didukung oleh kod-kod verbal atau petunjuk untuk mencari
konsistensi pada berbagai contoh.
2) Jika yang dipelajari adalah pemecahan masalah atau strategi penerapan beri kesempatan
pembelajar untuk berpertisipasi secara aktif.
3) Beri kesempatan pembelajar untuk membuat generalisasi dalam berbagai situasi.

Dari huraian tentang teori belajar sosial, dapat disimpulkan seperti berikut:
1. Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara
lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif belajar.
2. Komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi terhadap
model dan proses-proses kognitif pembelajar.
3. Hasil belajar berupa kod-kod visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau
tidak (retrievel).
4. Dalam perancangan pembelajaran yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran
komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan “sense of efficacy” dan self
regulatory” pembelajar[8].
5. Dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk
latihan secara mental sebelum latihan fizik, dan “reinforcement” dan hindari punishment yang
tidak perlu.

TEORI PENIRUAN (MODELING)


Pada tahun 1941, dua orang ahli psikologii, iaitu Neil Miller dan John Dollard - dalam laporan
hasil eksperimennya mengatakan bahawa peniruan (imitation) merupakan hasil proses
pembelajaran yang ditiru daripada orang lain. Proses belajar tersebut oleh Miller dan Dollard
dinamakan "sosial learning" - "pembelajaran sosial". Perilaku peniruan (imitative behavior)
manusia terjadi kerana manusia merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku
orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Menurut bandura, sebagian
besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan (imitation) maupun penyajian contoh
tingkah laku (modelling). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai
seorang model atau tokoh bagi kkanak-kanak-kkanak-kanak untuk menirukan tingkah laku
membaca[9].
Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963)[10], telah
melakskkanak-kanak-kkanak-kanakan eksperimen lain yang juga berkenaan dengan peniruan.
Hasil eksperimen mereka mendapati, peniruan boleh berlaku hanya melalui pengamatan terhadap
perilaku model (orang yang ditiru) meskipun tanpa sebarang peneguhan. Proses belajar semacam
ini disebut "observational learning" atau pembelajaran melalui pengamatan. Bandura (1971),
kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial diperbaiki memandangkan teori
pembelajaran sosial yang sebelumnya hanya mementingkan perilaku tanpa memberi
pertimbangan terhadap proses mental seseorang.
Menurut Bandura, perlakuan seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif)
dan persekitaran. Bagi menjelaskan pandangan ini, beliau telah mengemukakan teori
pembelajaran peniruan, dalam teori ini beliau telah menjalankan kajian bersama Walter (1963)
ke atas kesan perlakuan kanak-kanak apabila mereka menonton orang dewasa memukul,
mengetuk dengan tukul besi dan menumbuk sambil menjerit-jerit ‘sockeroo’dalam video.
Setelah menonton video kanak-kanak ini diarah bermain di bilik permainan dan terdapat patung
seperti yang ditayangkan dalam video. Setelah kanak-kanak tersebut melihat patung tersebut,
mereka meniru aksi-aksi yang dilakukan oleh orang yang mereka tonton dalam video (Ramlah
Jantan & Mahani Razali 2004).
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa cara peniruan iaitu meniru secara langsung.
Contohnya guru membuat demostrasi cara membuat kapal terbang kertas  dan pelajar meniru
secara langsung. Seterusnya proses peniruan  melalui sekatlakuan dan taksekatlaku. Contohnya
kanak-kanak meniru perlakuan bersorak di padang, jadi perlakuan bersorak merupakan
taksekatlakuan di padang. Keadaan sebaliknya jika kanak-kanak bersorak di dalam kelas semasa
guru mengajar, semestinya guru akan memarahi dan memberi tahu perlakuan yang dilakukan
tidak dibenarkan dalam keadaan tersebut, jadi perlakuan tersebut menjadi sekatlakuan dalam
situasi tersebut. Proses peniruan yang seterusnya ialah elisitasi. Proses ini timbul apabila
seseorang melihat perubahan pada orang lain. Contohnya seorang kanan-kanak melihat rakannya
melukis bunga dan timbul keinginan dalam diri kanak-kanak tersebut untuk melukis bunga. Oleh
itu, peniruan berlaku apabila kanak-kanak tersebut melihat rakanya melukis bunga (Ramlah
Jantan & Mahani Razali, 2004).
Perkembangan kognitif kanak-kanak mengikut pandangan pemikir islam yang terkenal
pada abad ke-14 iaitu Ibnu Khaldun perkembangan kanak-kanak hendaklah diasuh dari perkara
yang mudah kepada perkara yang lebih susah iaitu mengikut peringkat-peringkat dan kanak-
kanak hendaklah diberikan dengan contoh-contoh yang konkrit yang boleh difahami melalui
pancaindera. Menrut Ibnu Khaldun, kanak-kanak hendaklah diajar atau dibentuk  dengan lemah
lembut dan bukanya dengan kekerasan. Selain itu, beliau juga mengatakan bahawa kanak-kanak
tidak boleh dibebankan dengan perkara-perkara yang di luar kemampuan mereka. Hal ini akan
menyebabkan kanak-kanak tidak mahu belajar dan mencerca pengajaran yang disampaikan
(Nadira Anis Syarina Hamidi,Nur Fatiha Azam & Nur Hazwani Hamzah 2009).

4 UNSUR UTAMA DALAM PENIRUAN


Untuk pembelajaran pemerhatian wujud adalah penting untuk individu berkenaan berbuat
demikian:

1) Tumpuan ('Attention')
Subjek harus memberi tumpuan kepada tingkahlaku model untuk membolehkannya
mempelajarinya. Sama ada subjek memberi perhatian atau tumpuan tertakluk kepada nilai, harga
diri, sikap, dan lain-lain yang dimiliki. Contohnya, seorang pemain muzik yang tidak yakin diri
mungkin meniru tingkahlaku pemain muzik terkenal sehingga tidak mewujudkan stailnya yang
tersendiri.Bandura & Walters (1963) dalam buku mereka "Sosial Learning & Personality
Development" menekankan bahawa hanya dengan memerhati seorang lain pembelajaran boleh
berlaku.
2) Penyimpanan ('Retention')
Subjek yang memerhati harus mengekod peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Ini
membolehkan subjek melakukan peristiwa itu kelak bila diperlukan atau diingini.
3) Penghasilan ('Reproduction')
Setelah mengetahui atau mempelajarai sesuatu tingkahlaku, subjek juga mesti mempunyai
kebolehan mewujudkan atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkahlaku.
Contohnya, memandu kereta, bermain tenis. Bagi sesetengah tingkahlaku kemahiran motor
diperlukan untuk mewujudkan komponen-komponen tingkahlaku yang telah diperhatikan.
4) Motivasi
Motivasi juga penting dalam pemodelan Albert Bandura kerana ia adalah penggerak individu
untuk terus melakukan sesuatu.

CIRI-CIRI TEORI PEMODELAN BANDURA


1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan.
2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain.
3. Pelajar meniru sesuatu kemahiran daripada kecekapan demontrasi guru sebagai model.
4. Pelajar memperoleh kemahiran jika memperoleh kepuasan dan peneguhan yang berpatutan.
5. Proses pembelajaran meliputi pemerhatian, peringatan, peniruan dgn tingkah laku atau gerak
balas yg sesuai, diakhiri dengan peneguhan positif.

EKSPERIMEN ALBERT BANDURA


Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan kanak-
kanak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya[11].
“Sosial Cognitive Theory examines the processes involved as people learn from observing
others and gradually acquire control over their own behaviour’ ( Bandura 1986, 1997 )
Albert Bandura, seorang tokoh mazhab sosial ini menyatakan bahawa proses pembelajaran akan
dapat dilaksanakan dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan ‘permodelan’.
Beliau menjelaskan lagi bahawa aspek pemerhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau
dilakukan oleh guru dan juga aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang
optimum kepada kefahaman pelajar.
EKSPERIMEN PERMODELAN BANDURA

KUMPULAN A = Disuruh memerhati sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk,


menendang dan menjerit ke arah patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan orang dewasa malahan lebih agresif.
KUMPULAN B = Disuruh memerhati sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung besar
Bobo.
Hasil = Tidak menunjukkan sebarang tingkah laku agresif seperti kumpulan A.Rumusan:
Tingkah laku kanak-kanak dipelajari melalui peniruan/ permodelan.
Hasil keseluruhan eksperimen:
Kumpulan A menunjukkan tingkah laku lebih agresif dari orang dewasa. B dan C tidak
menunjukkan tingkah laku agresif.
RUMUSAN:
Tingkah laku peniruan/permodelan adalah hasil dari peneguhan.
RAJAH 1.0: GAMBAR PEMODELAN ALBERT BANDURA
Subjek terdiri daripada kanak-kanak pra sekolah. Subjek dalam kumpulan eksperimental
didedahkan kepada model manusia sebenar, kartun atau model dalam filem yang terlibat dengan
tingkahlaku agresif terhadap patung (doll) plastik yang besar. Subjek-subjek itu mungkin
memukul dengan kayu, menendang atau menumbuk patung plasktik itu. manakala dalam
kumpulan kawalan, subjek melihat model-model yang sama tidak melakukan apa-apa pun
terhadap patung plastik. Hasil kajian menunjukkan bahawa kanak-kanak dalam kumpulan
eksperimen mempamerkan tingakahlaku agresif apabila dibiarkan bersama patung plastik
berkenaan.
JENIS-JENIS PENIRUAN[12]

1.    Peniruan langsung
Pembelajaranan langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran sosial dari Albert
Bandura. Pembelajaranan langsung adalah model pembelajaranan yang dirancang untuk
mengajarkan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang diajarkan setahap demi
setahap. Ciri khas pembelajaranan ini adalah adanya modeling, iaitu suatu fasa di mana
seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu
keterampilan itu dilakukan.
Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh: meniru
gaya penyanyi yang disanjungi.
2.   Peniruan tak langsung
Peniruan adalah melalui imaginasi atau pemerhatian secara tidak langsung.
 Contoh: meniru watak yang dibaca dalam buku, memerhati seorang guru mengajar rakannya.
3.    Peniruan gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabung tingkah laku yang berlainan iaitu peniruan
langsung dan tidak langsung.
• Contoh: pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarna daripada buku yang
dibacanya.
4.      Peniruan sekat laluan
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu sahaja.
contoh: Tiru fesyen pakaian di TV, tapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5.      Peniruan tak sekat laluan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam apa-apa situasi.
- Contoh: pelajar meniru gaya berbudi bahasa gurunya.
Perkara lain yang harus diperhatikan bahawa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-
prinsip seperti berikut:
1. Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya. Proses mengingat akan
lebih baik dengan cara mengkod perilaku yang ditiru kedalam kata-kata, tanda atau gambar dari
pada hanya penglihatan sederhana (hanya melihat saja). Sebagai contoh: belajar gerakan tari dari
pelatih memerlukankan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan seterusnya
ditiru oleh pelajar pada masa yang sama. Kemudian proses meniru akan lebih efisien jika
gerakan tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar atau kaedah yang ditulis dalam
buku panduan.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai serta
perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Teori belajar sosial dari Bandura ini merupakan gabungan antara teori belajar behavioristik
dengan penguatan dan psikologii kognitif, dengan prinsip modifikasi tingkah laku. Proses belajar
masih berpusat pada penguatan, hanya terjadi secara langsung dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Sebagai contoh: penerapan teori belajar sosial dalam iklan television. Iklan selalunya
menampilkan bintang-bintang yang popular dan disukai masyarakat, hal ini untuk mendorong
konsumen agar membeli sabun supaya mempunyai kulit seperti para "bintang".
Teori belajar dari Bandura ini tampaknya memang boleh berlaku umumnya dalam semua
langkah pendidikan sosial, komunikasi, informasi dan latihan, namun kerana keadaannya yang
umum tadi maka sulit dilakskkanak-kanak-kkanak-kanakan dalam sekolah-sekolah formal,
sehingga kaedah belajar sosial dari Bandura ini agak sulit dilakukan. Hanya dalam situasi sosial
dan kemasyarakatan sahaja banyak terjadinya pembelajaran sosial.

Faktor-faktor Penting dalam Pembelajaran Melalui Pemerhatian


Mengamati orang lain melakukan sesuatu tidak mesti diakibatkan oleh pembelajaran, kerana
pembelajaran melalui pemerhatian memerlukan beberapa faktor.   Menurut Bandura, ada empat
proses yang penting agar pembelajaran melalui pemerhatian dapat terjadi, yakni:
1. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan ke
orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang
menarik, dan erti penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
2. Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus
disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal mahupun dalam bentuk
gambaran/imaginasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal
tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan cuba
dilakukan. Representasi imaginasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan secara simbolik
dalam fikiran, tanpa benar–benar melakukannya secara fizik.
3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah mengamati dengan
penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan. Pengubahan dari gambaran fikiran
menjadi tingkah laku menimbulkan keperluan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang
harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, hasil pembelajaran
melalui pemerhatian tidak dinilai berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku yang
ditiru, tetapi lebih kepada tujuan pembelajaran dan efikasi dari pembelajaranan.
4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Pembelajaran melalui
pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat
melakukan tingkah laku modelnya. Pemerhatian mungkin memudahkan orang untuk menguasai
tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada, proses daripada tingkah laku yang
dihukum tidak akan berlaku. Imitasi tetap terjadi walaupun model tidak diberi ganjaran,
sepanjang pengamatan melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya
hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diberi ganjaran.
Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan
karakteristik modelnya. Ciri-ciri model seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan
kemampuan, penting dalam menentukan tingkat imitasi. Kkanak-kanak-kkanak-kanak lebih
senang meniru model sesusianya daripada model dewasa. Kkanak-kanak-kkanak-kanak juga
cenderung meniru model yang sama prestasinya dalam jangkauannya. Kkanak-kanak-kkanak-
kanak yang sangat dependen cenderung melimitasi model yang dependennya lebih ringan.
Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya.

Motivasi Pembelajaran dan Teori Tingkah laku (Bandura)


Konsep motivasi pembelajaran berkait rapat dengan prinsip bahawa tingkah laku yang
memperolehi penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan pengulangan
tingkah laku dibandingkan dengan tingkah laku yang tidak memperoleh penguatan atau tingkah
laku yang dikenekan hukuman (punishment)[13]. Dalam kenyataannya, daripada membahas
konsep motivasi pembelajaran, pelopor teori tingkah laku lebih memfokuskan pada seberapa
jauh pembelajaran untuk mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang
diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).

Penghargaan (Reward) dan Penguatan (Reinforcement)


Suatu alasan mengapa penguatan yang pernah diterima merupakan penjelasan yang tidak
memadai untuk motivasi kerana motivasi pembelajaran manusia itu sangat kompleks dan tidak
bebas dari konteks (situasi yang berhubungan). Terhadap binatang yang sangat lapar kita dapat
meramalkan bahawa makanan akan merupakan penguat yang sangat efektif. Terhadap manusia,
meskipun ia lapar, kita tidak dapat sepenuhnya yakin apa yang merupakan penguat dan apa yang
bukan penguat, kerana nilai penguatan dari penguat yang paling potensial sebagian besar
ditentukan oleh faktor-faktor pribadi dan situsional.

Penentuan Nilai dari Suatu Insentif


Ilustrasi berikut menunjukkan poin penting: nilai motivasi pembelajaran dari suatu insentif tidak
dapat diasumsikan, kerana nilai itu dapat bergantung pada banyak faktor (Chance, 1992)[14].

METODOLOGI
Bandura banyak meneliti masalah dunia nyata dalam makmalnya, seperti masalah fobia,
penyembuhan dari serangan jantung, perolehan kemampuan matematik pada kanak-kanak.
Tujuannya adalah untuk menyatukan kerangka konseptual yang dapat mencakup berbagai hal
yang mempengaruhi perubahan tingkah laku. Dalam setiap kegiatan, keterampilan dan keyakinan
diri yang menjamin pemakaian kemampuan secara optima diperlukan agar diri dapat berfungsi
sepenuhnya[15].

KELEMAHAN/KRITIKAN TEORI ALBERT BANDURA


Teori pembelajaran social Albert bandura sangat sesuai jika diklsaifikasikan dalam teori
behavioristik. Ini kerana, teknik pemodelan albert bandura adalah mengenai peniruan tingkah
laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu
yang ditiru.

Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkahlakunya dengan hanya melalui
peniruan (modeling), sudah pasti terdapat sesetengah individu yang menggunakan teknik
peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang negatif termasuklah perlakuan yang tidak
diterima dalam masyarakat.

KELEBIHAN TEORI
Teori Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya karena itu menekankan
bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif orang tersebut.
Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks atas stimulus (S-R bond),
melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunyaconditioning (pembiasaan
merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar sosial menekankan pentingnya
penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan kanak-kanak. Penelitian ini berfokus pada
proses yang menjelaskan perkembangan kanak-kanak, faktor sosial dan kognitif.
KESIMPULAN
Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang pensyarah psikologi pendidikan dari
Stanford Universiti, USA. Teori pembelajaran ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana
seseorang mengalami pembelajaran dalam persekitaran yang sebenarnya. Bandura (1977)
menghipotesiskan bahawa tingkah laku, lingkungan dan kejadian-kejadian internal pada
pembelajaran yang mempengaruhi persepsi dan aksi adalah merupakan hubungan yang saling
berpengaruh (interlocking).
Harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari timbal
balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku mengaktifkan
kontingensi lingkungan. Karakteristik fizik seperti ukuran, dan atribut sosial menumbuhkan
reaksi lingkungan yang berbeza.
Pengakuan sosial yang berbeza mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif
dapat merubah arah aktiviti. Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan oleh
pelajar (ada penguatan oleh model). Tingkah laku (kemampuan dikod dan disimpan oleh
pembelajaran). Pemrosesan kod-kod simbolik Skema hubungan segitiga antara lingkungan,
faktor-faktor personal dan tingkah laku, (Bandura, 1976)[16].

Anda mungkin juga menyukai