A. Definisi
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit yang dikendalikan oleh daya tahan tubuh
seseorang. Price, Wilson (2006) mendefinisikan tuberkulosis sebagai penyakit infeksi
menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Smeltzer, Bare (2002)
menyebutkan bahwa tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru dapat ditularkan kebagian tubuh yang lain, misalnya meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfa. Sementara menurut Kumar, Cotran, dan Robbins (2004)
tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa, penyakit ini biasanya mengenai paru tapi mungkin dapat
menyerang semua organ atau jaringan di tubuh lainnya, secara patologi biasanya bagian
tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan. Berdasarkan definisi-definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis merupakan salah satu jenis penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang lebih sering menyerang
parenkim paru dan secara patologi ciri khas TBC adalah adanya nekrosis perkijuan pada
bagian tengah granuloma tuberkularnya.
1. Respon adaftif
Adalah pernyataan dimana klien jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut.
a. Aktualisasi diri
Adalah pernyataan tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman yang sukses dan dapat diterima.
2. Respon maladaftif
Adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negative dan merasa lebih
rendah dari orang lain
b. Identitas Kacau
c. Depersonallisasi
Adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak membedakan dirinya
dengan orang lain. Menurut Suliswati Dkk komponen konsep diri ada lima yaitu
terdiri dari:
1) Citra tubuh
2) Ideal diri
3) Harga diri
4) Peran
Adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi idividu di dalam
kelompok sosialnya.
5) Identitas diri
Penderita tuberkulosis dapat menunjukkan beberapa tanda dan gejala. Menurut Depkes
(2008) gejala-gejala TB paru terdiri dari gejala utama dan gejala tambahan. Gejala utama
berupa batuk terus menerus dan batuk berdahak selama tiga minggu atau lebih, sementara
yang termasuk gejala tambahan yang sering dijumpai diantaranya adalah batuk berdahak
yang bercampur darah (hemaptoe), sesak nafas, nyeri dada, badan lemah, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan
demam meriang lebih dari sebulan.
D. Dampak Psikologis
Gejala yang dapat dirasakan seorang penderita TB paru tidak hanya berupa gejala fisik
saja. Penderita TB paru juga rentan mengalami masalah atau gejala psikososial. Doenges,
Moorhouse, dan Murr (2010) menyebutkan bahwa seseorang yang mengalami TB paru akan
menunjukkan gejala-gejala psikologi seperti merasa stres berkepanjangan, tidak ada harapan
dan putus asa, penderita mungkin menunjukkan penyangkalan khususnya pada fase awal
penyakit, kecemasan, ketakutan, cepat marah, ceroboh dan terjadi perubahan mental pada
tahap lanjut. Dampak psikologis ini tentunya tidak boleh diabaikan begitu saja, karena
masalah psikologis yang dibiarkan berlarut-larut dapat berkembang menjadi kondisi yang
semakin buruk dan menyebabkan masalah baru bagi penderita TB paru itu sendiri.
Masalah psikososial dapat muncul akibat berbagai faktor. Penderita TB paru dapat
mengalami beban pikiran yang berat akibat kondisi sakit yang tidak diharapkan atau akibat
mengalami beban perasaan atas tuntutan masyarakat yang dikelilingi oleh banyak stigma.
Menurut Setiawan (2011) ada beberapa stigma negatif yang berkembang terkait penyakit
tuberkulosis diantaranya adalah anggapan bahwa tuberkulosis merupakan penyakit guna-guna
ataukutukan, penyakit keturunan dan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Stigma-stigma
ini kerap kali mempengaruhi kondisi kesehatan penderita, dimana penderita mungkin akan
merasa malu dan takut akan dikucilkan oleh lingkungannya sehingga penderita lebih
memilihmenyembunyikan penyakitnyadanmenolakuntuk berobat
E. Pemeriksaan penunjang
F. Pengobatan TB paru
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan. Pada
tahap awal, pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap ini diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu. Sebagian
besar TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam dua bulan. Pada tahap lanjutan,
pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap ini diperlukan dengan tujuan untuk membunuh
kumanpersistersehingga mencegah terjadinya kambuh.
Obat-obat anti tuberkulosis memiliki berbagai macam efek samping diantaranya adalah
kehilangan nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai dengan rasa
terbakar di kaki dan warna kemerahan pada air seni, efek samping yang lebih berat dapat
terjadi berupa gatal dan kemerahan pada kulit, tuli, gangguan keseimbangan, gangguan
penglihatan, ikterus tanpa penyebab lain, bingung dan muntah - muntah hingga purpura dan
renjatan atau syok (Depkes, 2008).
G. Masalah psikososial
Masalah psikososial lain yang dapat muncul pada penderita TB paru adalah kecemasan atau
ansietas. Masalah ansietas menurut Wilkinson, Ahern (2009) didefinisikan sebagai suatu
perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon autonom atau sebagai
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap suatu hal yang dianggap sebagai
bahaya. Stuart (2002) menyatakan bahwa kecemasan dapat disebabkan oleh defisiensi
pengetahuan atau oleh stressor pencetus berupa ancaman yang terjadi pada pertahanan sistem
diri yang akan membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi pada
individu. Dari kedua pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penderita TB paru dapat
mengalami kecemasan yang berupa perasaan tidak nyaman, khawatir atau perasaan takut
akibat kondisi penyakit yang mungkin dianggapnya sebagai suatu bahaya dan kondisi ini
dapat disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang menganggu keadaan konsep diri serta
kurangnya pengetahuan tentang masalah-masalah tertentu yang dialami oleh penderita.
Pengkajian HDR situasional dalam Wilkinson, Ahern (2009) difokuskan pada batasan
karakteristik yang meliputi keluhan subjektif dan objektif pasien. Secara subjektif klien dapat
mengeluhkan dirinya tidak sanggup menghadapi situasi atau peristiwa yang ada,
menunjukkan ekspresi diri tidak berguna dan tidak ada harapan, perkataan peniadaan diri, dan
mungkin melaporkan secara verbal
tantangan situasional saat ini terhadap harga diri, secara objektif klien biasanya tampak
bimbang dan tidak asertif.
Masalah HDR situasional dapat diatasi dengan beberapa intervensi keperawatan. Rencana
intervensi keperawatan yang dapat diberikan dirangkum dari Potter, Perry (2009), Wilkinson,
Ahern (2009) dan Standar Asuhan Keperawatan (SAK) diagnosa fisik dan psikososial FIK-
UI, RSMM (2012) adalah sebagai berikut :
1. Kaji perubahan-perubahan terbaru pada klien yang dapat mempengaruhi harga diri rendah.
9. Bantu klien dalam mengembangkan kembali harga diri positif dengan melakukan kegiatan
yang positif.
10.Dukung peningkatan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan bantu klien dengan
menerima ketergantungannya dengan orang lain selama masih sesuai.
11.Kaji klien terhadap tanda dan gejala depresi dan potensi untuk bunuh diri.
12.Minta bantuan pada sumber-sumber yang ada di rumah sakit (layanan keagamaan, petugas
sosial, perawat spesialis klinis, dan lain lain).
2. Ansietas
Kecemasan
HDR situasional
Perubahan peran
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
pengkajian meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap,
tanggal masuk, no RM, dan informasi lengkap keluarga yang dapat dihubungi.
2. Alasan Masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit,
apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah ini.
3. Faktor Predisposisi
a. Tanyakan kepada klien atau keluarga apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa dimasa lalu
b. Tanyakan kepada klien apakah klien pernah mengalami atau
menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
c. Tanyakan kepada klien atau keluarga apakah ada anggota keluarga
lainnya yang mnegalami gangguan jiwa.
d. Tanyakan kepada klien atau keluarga tentang pengalaman tidak
menyenangkan (kegagalan, kehilangan, perpisahan, kematian, trauma
selama tumbuh kembang) yang pernah dialami pada masa lalu.
4. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ:
a. Ukur dan observasi TTV
b. Ukur tinggi badan dan berat badan klien
c. Tanyakan kepada klien atau keluarga apakah ada keluhan fisik yang
dirasakan oleh klien
d. Kaji lebih lanjut sistem dan fungsi organ serta jelaskan dengan keluhan
yang ada
e. Masalah keperawatan ditulis dengan data yang ada
5. Psikososial
a. Genogram
genogram adalah riwatak keluarga yang menggunakan simbol-simbol
khusus untuk menjelaskan hubungan, peristiwa penting, dan dinamika
keluarga dalam beberapa generasi.
b. Konsep Diri
1) Gambaran Diri atau Citra Tubuh
menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau
yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh yang
hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan
ketakutan.
2) Identitas Diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan
dan tidak mampu mengambil keputusan.
3) Peran Diri
Berubah atau berhenti fungsi peran juga disebabkan penyakit,
proses menua, putus sekolah dan PHK.
4) Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga Diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan mastabat,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
6. Hubungan Sosial
a. Klien tidak memiliki keluarga terdekat atau tidak mempunyai tempat
berbagi perasaan, cenderung menyendiri.
b. Klien tidak menyukai kegiatan tertentu.
7. Spiritual
Keyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah
8. Status Mental
Kontak mata kurang, mata tampak melotot, mata tampak merah, mengerang,
tangan mengepal dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain.
9. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
Kebutuhan makan disiapkan perawat 3 kali sehari dan pasien dapat
makan sendiri.
b. BAB/BAK
Klien dapat melakukan BAB dan BAK secara madiri di kamar mandi.
c. Mandi
Klien mandi 3 kali sehari dan dapat melakukan secara mandiri dengan
menggunakan sabun tetapi tidak handukan, gosok gigi juga dapat
dilakukan secara mandiri.
d. Berpakaian dan berhias
Klien mampu menggunakan pakaian secara mandiri dan juga
mengganti pakaian.
e. Istirahat dan tidur
Klien tidur sekitas pukul 21.00 dan akan bangun di pagi hari pukul
06.00.
f. Penggunaan obat
Klien diberikan obat oleh perawat dan dimonitor oleh perawat dalam
mengkonsumsi obat. klien selalu mengkonsumsi obat sampai habis,
klien mengatakan mendapatjan obat sejumlah 2.
g. Pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan ingin segera pulang, klien juga mengatakan jika
nanti sudah pulang klien akan rajin minum obat yang diberikan oleh
rumah sakit, klien mengatakan bila sudah keluar dari rumah sakit klien
tidak mau di bawa ke RSJ.
1. Klien dapat meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara harga diri dan
pemecahan masalah yang efektif
2. Klien dapat melakukan keterampilan perawatan diri untuk meningkatkan harga diri
3. Klien dapat melakukan pemecahan masalah dan melakukan umpan balik yang efektif
4. Klien dapat menyadari hubungan yang positif antara harga diri dan kesehatan fisik
Intervensi
1. Diskusikan dengan klien HDR situasional, meliputi penyebab, proses terjadinya, tanda dan
gejala, serta akibat dari perasaan negatif yangdirasakannya.
3. Bantu klien mengembangkan kembali harga diri positif melalui kegiatan yang positif
4. Minta bantuan pada sumber-sumber yang ada pada keluarga, rumah sakit, dan lingkungan
terdekat (misalnya layanan keagamaan, petugas sosial, perawat spesialis klinis, tenaga
kesehatan lain, dan sebagainya).
Implementasi
S:masihbelum yakin kalau teman-teman akan menerima keadaan saya yang sakitparu-paru
O:Masih tampak murung, bicara masih terbatas dan seperlunya.
P: Klien:
Perawat:
Implementasi
S: belum yakin kalau teman-teman akan menerima keadaan saya yang sakit paru-paru
P: Klien:
Perawat:
Evaluasi
Klien mampu :
Klien dapat mengidentifikasikan aspek positif klien, Keluarga dan kemampuan
yang dimiliki klien.
Klien menilai kemampuan yang digunakan.
Klien membuat rencana kegiatan
Klien melakukan sesuai kondisi sakit dan kemampuanya
Klien mampu memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
Melakukan kegiatan hidup sehari – hari sesuai jadwal yang dibuat klien.
Meminta bantuan keluarga
Keluarga mampu :
Mengidentifikasi terjadinya gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis
Merawat klien di rumah dan mendukung kegiatan klien.
Menolong klien menggunakan obat
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, Ermawati. dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta :
Trans Info Media
Friedman, M. 2010. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktek, Edisi 3. Jakarta : EGC
Girsang, Yastriana. L. 2013. Gambaran Harga Diri Pasien Tuberkulosis Di Poliklinik Paru
Persahabatan. Sumatera Selatan : Universitas Indonesia
Hafidz, Abdullah. dkk. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pasien
Rawat Inap Tuberkulosis Paru Di RS Jember. Jember : Universitas Muhammadiyah Jember.
Diambil dari:http://www.umj-1x-abdullahha-3266-1-artik.pdf Diakses 20 Oktober 2019
Sulistiyawati, & Kurniawati. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Stressor
Pada Pasien Tuberculosis Usia Produktip di RSU Muhammadiyah Yogyakarta. Diambil dari :
http://jurnal.dikti.go.id/. Diakses tanggal 10 Deesember 2019