Anda di halaman 1dari 4

Kekeringan

Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air baik
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Secara umum kekeringan dapat
diklasifikasi kekeringan yang terjadi secara alamiah dan atau ulah manusia, sebagai berikut

1. Kekeringan Alamiah
 Kekeringan Meteorologis berkaitan dengan tingkat curah hujan di bawah normal
dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis merupakan indikasi
pertama adanya kekeringan.
 Kekeringan Hidrologis berkaitan dengan kekurangan pasokan air permukaan dan air
tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi muka air sungai, waduk, danau dan
elevasi muka air tanah. Ada tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai
menurunnya elevasi muka air sungai, waduk, danau dan elevasi muka air tanah.
Kekeringan hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
 Kekeringan Pertanian berhubungan dengan kekurangan lengas tanah (kandungan air
dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman tertentu pada
periode waktu tertentu pada wilayah yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi
setelah gejala kekeringan meteorologi.
 Kekeringan Sosial Ekonomi berkaitan dengan kondisi dimana pasokan komoditi
ekonomi kurang dari kebutuhan normal akibat terjadinya kekeringan meteorologi,
hidrologi, dan pertanian.
2. Kekeringan Antropogenik Kekeringan yang disebabkan karena ketidak-taatan pada
aturan terjadi karena :
 Kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang direncanakan akibat ketidaktaatan
pengguna terhadap pola tanam/penggunaan air.
 Kerusakan kawasan tangkapan air, sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.
 Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan,
berlangsung lama sampai musim hujan tiba, berdampak sangat luas dan bersifat
lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan, dan pendidikan). Kekeringan merupakan
bencana yang kompleks dan ditandai dengan kekurangan air berkepanjangan dan
merupakan salah satu problem yang sangat serius di Indonesia.
Kekeringan merupakan masalah yang sangat serius di Indonesia. Penyebab kekeringan
adalah menurunnya curah hujan pada periode yang lama yang disebabkan oleh interaksi atmosfer
dan laut serta akibat ketidakteraturan suhu permukaan laut yang terjadi di Indonesia dan
sekitarnya, diantaranya adalah fenomena El Nino, IOD (Indian Ocean Dipole) positif, dan siklus
monsun.
Berdasarkan Kajian Risiko Bencana maka Peta Risiko Bencana Kekeringan dapat dilihat
sebagai berikut:

Daerah-daerah yang telah memasuki musim kemarau adalah Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Bali, Jawa Timur, sebagian besar Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Barat,
pesisir utara Banten, DKI, Sumatra Selatan bagian timur, Jambi bagian timur, sebagian besar
Riau, sebagian besar Sumatra Utara, pesisir timur Aceh, Kalimantan Tengah bagian selatan,
Kalimantan Timur bagian timur, Kalimantan Selatan bagian utara, Sulawesi Barat bagian selatan,
Pesisir selatan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara bagian utara, Maluku bagian barat, Papua Barat
bagian timur, dan Papua bagian utara dan selatan.
Dari wilayah-wilayah yang telah memasuki musim kemarau tersebut, 31% ZOM telah
mengalami kondisi kering secara meteorologis berdasarkan indikator Hari Tanpa Hujan berturut-
turut (HTH) atau deret hari kering yang bervariasi antara 21 sampai 30 hari, 31 sampai 60 hari,
dan di atas 61 hari.
Wilayah yang sudah mengalami deret hari kering lebih dari 30 hari (sebulan) antara lain:
1. Bali (Bangli, Buleleng, Karangasem, Klungkung, dan Denpasar)
2. D I Yogyakarta (Bantul, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kulonprogo, dan Sleman)
3. Jawa Tengah (Karanganyar, Kebumen, Klaten, Purworejo, Sukoharjo, dan Wonogiri)
4. Jawa Timur (Bangkalan, Banyuwangi, Bondowoso, Gresik, Jember, Kota Surabaya,
Lamongan, Madiun, Magetan, Malang, Mojokerto, Ngawi, Pacitan, Pamekasan,
Pasuruan, Ponorogo, Sampang, Sidoarjo, dan Situbondo)
5. Nusa Tenggara Barat (Bima, Kota Bima, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok
Timur, Lombok Utara, Sumbawa, dan Sumbawa Barat)
6. Nusa Tenggara Timur (Alor, Ende, Flores Timur, Kupang, Lembata, Manggarai Barat,
Nagekeo, Ngada, Rote Ndao, Sikka, Sumba Barat Daya, Sumba Timur, dan Timor
Tengah Utara)
7. Sulawesi Selatan (Kepulauan Selayar)
Sementara itu, daerah-daerah yang telah mengalami deret hari kering lebih dari dari 60 hari (2
bulan), yaitu:
1. Nusa Tenggara Timur (Belu, Kota Kupang, dan Timor Tengah Selatan);
2. Nusa Tenggara Barat (Dompu)
Berdasarkan perkembangan kondisi kering tersebut, ditambah dengan prediksi peluang curah
hujan rendah untuk 2 dasarian ke depan, BMKG mengeluarkan peringatan dini kekeringan
meteorologis yang disampaikan ke Pemerintah Daerah dan Kementerian/Lembaga terkait.
Surat Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis yang dikeluarkan oleh Deputi Klimatologi
BMKG tertanggal 24 Juli 2020 tersebut memuat 3 Kabupaten/Kota di NTT dan 1 Kabupaten di
NTB yang mendapatkan status AWAS (kode merah) kekeringan meteorologis. Daerah tersebut
adalah: Kota Kupang, Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten
Dompu.
Selain itu, 58 Kabupaten/Kota juga tersebut berstatus SIAGA (kode oranye) yang tersebar
di Provinsi NTT, NTB, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY dan Sulawesi Selatan.
Wilayah Dekat Ekuator Tetap Waspada Curah Hujan Tinggi dan Risiko Banjir
Meskipun wilayah bagian selatan Indonesia yang tengah mengalami musim kemarau perlu
mewaspadai potensi kekeringan meteorologis, daerah yang tidak atau belum termasuk
mengalami musim kemarau, terutama dekat ekuator, perlu mewaspadai adanya potensi curah
hujan dengan kriteria Tinggi hingga Sangat Tinggi yang dapat berisiko banjir.

Sumber
https://setkab.go.id/bmkg-69-wilayah-alami-musim-kemarau-4-kabupaten-berstatus-awas-kekeringan-
meteorologis/
buku pdf Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019

Anda mungkin juga menyukai