Anda di halaman 1dari 15

BAB.

PENDAHULUAN

Kista ductus choledochus adalah penyakit yang jarang, tetapi merupakan malformasi dari
saluran empedu yang paling sering terjadi. Insidensi penyakit ini adalah sekitar 1 dalam 2 .000.000
kelahiran hidup. Penyakit ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria.

Kista ductus choledochus adalah penyakit yang sering mengenai anak-anak dan jarang pada
dewasa. Sekitar 60% dari semua pasien berusia kurang dari 10 tahun.

Patogenesis terjadinya kista ductus choledochus belum diketahui secara pasti, diduga sebagai
akibat dari iritasi pada dinding saluran empedu yang disebabkan adanya refluks enzim pancreas. Teori
lain menyebutkan bahwa adanya anomali persambungan saluran pancreatobiliaris yang diduga
sebagai penyebab dari kista ductus choledochus.

Kista ductus choledochus dibagi menjadi 5 tipe. Gejala klasik dari penyakit ini adalah nyeri
perut pada kuadran kanan atas, ikterus, dan adanya massa di perut kuadran kanan atas.

Dalam makalah ini akan dibahas lebih mendetail mengenai kista ductus choledochus, dimana
terapi yang paling utamanya adalah pembedahan.

1|Page
BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Embriologi dan Anatomi

Cikal bakal kandung empedu, saluran empedu dan hati adalah berasal dari suatu
penonjolan embryonic foregut sekitar 18 hari gestasi. Antara minggu ke 3-4, penonjolan
tersebut terdiri dari bagian kranial dan bagian kaudal. Bagian kranial akan berdiferensiasi
menjadi hati dengan perkembangan dari hepatosit dan saluran empedu intrahepatic,
sementara bagian kaudal berdiferensiasi menjadi kandung empedu, saluran empedu
ekstrahepatic dan pankreas.3

Kandung Empedu

Kandung empedu adalah organ yang berbentuk bulat lonjong atau “pear-shaped” yang
terdiri dari fundus, korpus, infundibulum, dan leher, yang mengecil ke duktus sistikus. 3
Panjang kandung empedu sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL cairan empedu. 1 Dinding
kandung empedu terdiri dari otot halus yang terbungkus dalam jaringan fibrosa. Lapisan
mukosa kandung empedu terdiri dari sel epitel kolumnar dengan tight junction dan micro-villi
untuk absorpsi.3

Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar tepi hati, dibawah lengkung iga
kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di
dalam jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapiran peritoneum.
Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian
infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann).1

Duktus sistikus adalah saluran yang akan menghubungkan kandung empedu dengan
duktus koledokus.3 Panjang nya sekitar 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. 1 Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral yang disebut katup spiral Heister, yang memudahkan
cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi menahan aliran
keluarnya.1,3

2|Page
Duktus hepatikus kanan dan kiri akan bergabung menjadi duktus hepatikus komunis.
Duktus sistikus akan masuk bergabung dengan duktus hepatikus komunis menjadi duktus
koledokus, yang kemudian berjalan bagian inferior duodenum di tepi bebas omentum minus
di sebelah kanan arteri hepatikus dan di depan vena porta. Duktus koledokus melewati
belakang bagian pertama duodenum dan kemudian bergabung dengan duktus pankreas masuk
ke dalam bagian kedua duodenum. Panjang duktus koledokus sekitar 7 cm dan lebar kurang
dari 1 cm ketika dinilai saat operasi dengan mata telanjang atau dengan choledochogram.
Namun, ketika di lihat dengan USG, duktus koledokus yang normal lebarnya kurang dari 0,7
cm. Lapisan mukosa duktus koledokus adalah sel epitel kuboid, dan dindingnya adalah
jaringan fibrosa dengan sedikit otot halus.3

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika, yang akan terbagi
menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan,
tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Drainase vena dari kandung empedu bervariasi,
biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta.

Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di
sepanjang permukaan vena porta. Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang
melewati celiac plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile
ducts melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. 
Saraf muncul dari aksis seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri
diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung
empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka.

3|Page
4|Page
Fisiologi

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL per hari. Di luar waktu
makan, empedu di simpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami
pemekatan sekitar 50%.1

Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu
yang diproduksi akan dialirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu
berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut
sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan
lebih tinggi daripada tahanan sfingter. 1

Kolesistokinin (CCK), hormon sel APUD (Amine-precursor-uptake and


decarboxylation cells) dari mukosa usus halus, dikeluarkan atas rangsangan makanan
berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus
sehingga terjadi kontraksi kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap
terjadinya kontraksi kandung empedu setelah makan.1

Kista Duktus Koledokus

Definisi

Kista duktus koledokus adalah dilatasi kistik dari saluran empedu baik intrahepatik
maupun ekstrahepatik.

Epidemiologi

Insiden terjadi nya kista duktus koledokus ini berkisar antara 1 dalam 13.000 sampai 1
dalam 2.000.000 kelahiran hidup. Penyakit ini 2-4 kali lebih sering pada wanita dibandingkan
pria. Sekitar 25-45 % kasus di diagnosis pada neonatus atau bayi dan sekitar 2/3 kasus di

5|Page
identifikasi saat dekade pertama kehidupan. Namun, 20-25 % kasus tidak ditemukan sampai
dewasa. 2

Etiologi

Terdapat beberapa teori yang telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan kista
saluran empedu. Mekanisme umum melibatkan sumbatan saluran empedu bagian distal dan
kelemahan struktural diniding saluran empedu. Meskipun tidak ada satu teori pun yang secara
pasti di tetapkan, terdapat teori yang paling banyak diterima adalah bahwa perubahan saluran
berhubungan dengan kelainan koneksi antara sistem saluran empedu dan pankreas yang
disebut sebagai Abnormal Persambungan Saluran Pankreatikobiliaris (APSPB) / Abnormal
Pancreatic-biliary Junction (APBJ).

Etiologi tentang APBJ pada kista saluran empedu pertama kali diusulkan oleh Babbit
pada tahun 1969. Anomali ini dijelaskan di persambungan awal saluran pankreas dan duktus
koledokus diluar dinding duodenum. APBJ menyebabkan sekresi enzim pankreas refluks ke
dalam sistem empedu. Tekanan sekretori pankreas melebihi tekanan sekretori hepar dan di
duktus koledokus, di bagian ini tidak ada sfingter yang dapat mencegah refluks
pankreatikobiliaris. Menurut teori ini, refluks cairan pankreatikobiliaris meningkatkan
tekanan intraduktal, memnyebabkan iritasi dan inflamasi, dan menyebabkan kerusakan
struktural pada dinding saluran, sehingga mengakibatkan degenerasi kistik. Obstruksi saluran
empedu bagian distal karena anomali junction itu sendiri atau disebabkan oleh plak protein
dari sel asinar pankreas mungkin juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi. Bukti
pendukung untuk teori refluks adalah adanya tingginya amilase pada hasil aspirasi kista,
gradien tekanan positif antara saluran pankreas dan kista, dan hasil pengamatan reaksi
inflamasi pada dinding kista. Prevalensi yang dilaporkan pasien APBJ yang memiliki kista
saluran empedu adalah sekitar 60% sampai 90%.

Teori tambahan yang telah diusulkan untuk menjelaskan terjadinya kista saluran
empedu pada pasien dengan anatomi persambungan pankreatikobiliaris normal. Sebagian
besar teori alternatif melibatkan obstruksi bagian distal sebagai penyebab tekanan
intraluminal meninggi. Bawaan kongenital pada saluran empedu bagian distal atau sfingter
oddi yang abnormal dengan spasme dapat juga menjadi penyebab obstruksi.

6|Page
Pada tahun 1936 Yotuyanagi menyatakan bahwa kista saluran empedu dihasilkan dari
distribusi yang tidak merata sel epitel selama pematangan embrio. Awalnya, saluran empedu
embrio adalah suatu bagian jaringan solid. Proliferasi epitel pada bagian ini akan mengarah
ke kanalisasi. Perkembangan relatif sel epitel lebih banyak pada bagian proksimal sistem
saluran dan lebih sedikit sel pada bagian distal dapat menghasilkan dilatasi kistik dengan
stenosis distal pada waktu kanalisasi.

Penyakit caroli, bagian dari penyakit kista saluran empedu, diyakini berasal dari tidak
komplit dan kegagalan remodeling dari embrio ductal plate. Hasil remodeling ini adalah
kelainan segmen saluran empedu intrahepatik dengan dilatasi.

Peran faktor genetik dalam pembentukan kista saluran empedu tidak pasti. Dikatakan
pada penyakit Caroli mungkin diwariskan secara autosomal resesif. Namun kebanyakan tidak
memiliki hubungan genetik.2

Klasifikasi

Alonso-Lej dan rekan nya pertama kali mengusulkan skema kalsifikasi untuk kista
saluran empedu pada tahun 1959. Yang kemudian di modifikasi oleh Todani dan rekannya
pada tahun 1977, klasifikasi ini yang umum digunakan saat ini. Terdapat 5 tipe, sebagai
berikut :

1. Tipe 1 kista koledoukus. Berupa dilatasi saluran empedu ekstrahepatik. Tipe ini
adalah tipe kista yang paling umum, ditemukan 75 – 85 % kasus. Tipe ini
mencangkup dilatasi fusiform atau sacular dari duktus koledokus dengan
melibatkan sebagian hingga seluruh duktus. Tipe 1 dapat dijelaskan lebih lanjut
sebagai :
1A. Kistik. Berbentuk sakular dan melibatkan seluruh dari duktus ekstrahepatikus
1B. Fokus. Berbentuk sakulat dan hanya melibatkan sebagian segmen duktus biliaris
1C. Fusiform. Berbentuk fusiform dan melibatkan sebagian besar dan seluruh dari
duktus ekstrahepatikus
2. Tipe 2 divertikulum koledokus. Tampak seperti divertikulum yang menonjol pada
dinding duktus koledokus, sedangkan duktus billiaris intrahepatik dan ektrahepatik
normal.

7|Page
3. Tipe 3 kista intraduodenum atau “koledokel”. Berupa dilatasi kistik dari saluran
empedu di dalam dinding duodenum. Sistem duktus normal dan duktus koledokus
biasanya memasuki choledochocele ke dalam dinding dari duodenum.
4. Tipe 4 mengacu pada multiple kista. Dibagi menjadi :
Tipe 4 A lesi terdapat pada saluran empedu inta dan ekstrahepatik.
Tipe 4 B lesi hanya terdapat pada saluran empedu ekstrahepatik.
5. Tipe 5 melibatkan saluran empedu intrahepatik, biasanya multiple (caroli’s disease)
dan kadang-kandang soliter. Kista saluran empedu intrahepatik mungkin bilobus atau
unilobus, dengan 90% dari kista unilobus terjadi di sisi kiri. Frekuensi kista tipe 5
lebih tinggi jika dalam pemeriksaan untuk diagnosis menggunakan teknik pencitraan
modern.2

8|Page
Tanda dan gejala

Ada dua kelompok penderita kista koledokus. Kelompok infantil, yang berumur rata-
rata tiga bulan, dengan gejala ikterus obstruksi akibat atresia saluran empedu. Kelompok
kedua yang gejalanya lambat timbul, yaitu pada usia rata-rata 9 tahun berupa nyeri, masa di

9|Page
perut kanan atas, serta ikterus. Sering penderita datang dengan gejala perforasi spontan.
Lebih kurang 60% penderita kista koledokus di diagnosis sebelum berusia 20 tahun, dan
hanya 10% sebelum berusia satu tahun.1

Trias gejala klasik untuk kista koledokus adalah nyeri pada perut, jaundice, dan masa
di perut kuadran kanan atas. Meskipun dijelaskan pada kebanyakan pasien, kenyataan nya
trias ini jarang terlihat, terjadi hanya 5 – 10 % dari pasien anak-anak dan hampir tidak ada
pada pasien dewasa.

Pada pasien anak, keluhan nyeri pada perut adalah gejala yang paling umum muncul.
Meskipun hanya sedikit yang datang dengan keluhan semua trias, tetapi sekitar 85 % anak-
anak menunjukkan setidaknya dua dari gejala. Jaundice merupakan gejala yg muncul pada 27
– 57 % pasien, lebih umum daripada kolangitis atau pankreatitis.

Nyeri pada perut juga merupakan keluhan utama yang paling umum muncul pada
orang dewasa, diikuti jaundice dan kolangitis. Gejala lain yang muncul adalah mual atau
muntah, penurunan berat badan, pruritus, atau perdarahan gastrointestinal. Masa pada perut
jelas jarang pada orang dewasa, dilaporkan hanya 3 % pasien. Pada orang dewasa yang
memiliki kista koledokus dapat menunjukkan gejala yang tidak jelas atau mungkin benar-
benar asimptomatik. Akibatnya, diagnosis menjadi tertunda.2

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak mampu untuk menegakkan diagnosis dari kistaduktus


koledokus, tetapi dapat menggambarkan kondisi klinis dari pasien. Oleh karena gejala
tersering adalah jaundice, hasil laboratorium terpenting adalah conjugated hiperbilirubinemia,
peningkatan alkaline phosphatase, dan marker lainuntuk obstruktif jaundice. Apabila
obstruksi biliaris sudah terjadi dalam jangka waktu yang lama, maka dapat pula disertai profil
koagulasi yang abnormal. Nilai amilase plasma dapat menunjukkan peningkatan pada saat
episode nyeri perut.

10 | P a g e
Diagnostic imaging

Lesi kistik paling sering pertama dicurigai berdasarkan temuan dari transabdominal
ultrasonografi atau CT-scan. Sensitivitas transabdominal ultrasonografi berkisar 70 – 97 %.
USG kurang akurat untuk diagnosis spesifik kista saluran empedu pada orang dewasa yang
memiliki penyebab sekunder untuk dilatasi saluran empedu. USG dan CT dapat diandalkan
untuk mendeteksi lesi kistik perut kanan atas dan untuk menilai ukuran serta luasnya, tetapi
mereka mungkin tidak selalu dapat tepat mengidentifikasi bahwa kista berasal dari saluran
empedu.

Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) merupakan metode terbaik


untuk pencitraan noninvasif kista saluran empedu. Namun MRCP mungkin tidak
menunjukkan anatomi hubungan saluran empedu dan saluran pankreas sejelas direct
endoscopic cholangiography. MRCP juga tidak berguna pada pasien anak yang tidak dapat
koperatif.

Direct cholangiography oleh endoscopic retrograde cholangiopancreatography


(ERCP) atau perkutaneus transhepatic cholangiography (PTC) memberikan detail anatomy
untuk mengkarakterisasi konfigurasi dan luasnya kista saluran empedu. Hubungan antara
saluran pankreas dan saluran empedu ditunjukkan oleh ERCP. PTC biasanya diperuntukkan
untuk situasi dimana ERCP tidak dapat memvisualisasikan saluran intrahepatic karena
obstruksi yang lebih proksimal.2

Diagnosis

Trias nyeri, massa intraabdomen dan ikterus menunjukkan kemungkinan kista


koledokus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelainan akibat obstruksi saluran
empedu, terutama kenaikan kadar fosfatase alkali. Sepertiga penderita menunjukkan
hiperamilasemia waktu diagnosis, dan sepertiganya lagi menunjukkan leukositosis.

Bagaimanapun bentuk dari kelainan anatomi, pemeriksaan radiologis merupakan


kunci dalam menegakkan diagnosis.Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang awal
yang terpilih. Komplikasi seperti kolelitiasis, hipertensi portal dan biliary ascites dapat pula
terlihat. USG dan CT dapat diandalkan untuk mendeteksi lesi kistik perut kanan atas dan
untuk menilai ukuran serta luasnya, tetapi mereka mungkin tidak selalu dapat tepat

11 | P a g e
mengidentifikasi bahwa kista berasal dari saluran empedu. Direct cholangiography oleh
endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau perkutaneus transhepatic
cholangiography (PTC) memberikan detail anatomy untuk mengkarakterisasi konfigurasi dan
luasnya kista saluran empedu.

Tata laksana

Management bedah

Pengobatan yang lebih dipilih untuk pengobatan kista saluran empedu adalah komplit
eksisi dengan kolesistektomi dan rekonstruksi dengan Roux-en-J hepatikojejunostomi. Pada
tahun sebelumnya, pasien sering di tangani tanpa eksisi dengan anastomosis kista ke jejunum,
duodenum atau perut. Prosedur internal drainase mengakibatkan tingginya tingkat stenosis,
lithiasis, kolangitis, dan operasi ulang serta gagal untuk mengatasi sifat premalignant lesi ini.
Saat ini, eksisi kista dapat dilakukan dengan tingkat morbiditas dan mortlalitas yang rendah
dibandingkan operasi lampau dengan internal drainase. Sayangnya, ketika proses kitik
melibatkan multiple intrahepatik dan ekstrahepatik, komplit eksisi mungkin tidak layak.
Dalam keadaan ini, eksisi parsial dikombinasi dengan drainase dari sisa saluran abnormal
mungkin satu-satunya solusi.2

Kista type 1 terpapar dengan memobilisasi fleksura hepatika dari kolon ke bawah dan
meng-Kocherize duodenum. Lokasi dari arteri hepatika dan dari setiap arteri hepatika kanan
yang berasal dari arteri mesenterika superior diidentifikasi. Fluorocholangiography
intrahepatik dilakukan untuk memastikan anatomi dari duktus proksimal dan
pankreatikobiliary junction. Cholangiography dapat di peroleh dengan cara dari duktus kistik
atau punksi kista langsung, atau, jika kista berukuran besar, dibuka dengan menempatkan
dengan ukuran yg tepat kateter balon untuk injeksi proksimal dan duktus bagian distal.
Intraopratif endoskopi dapat digunakan untuk pemeriksaan bagian proksimal saluran mepedu
untuk mencari stenosis atau debris.2

Kista tipe 1 harus di eksisi total. Ahli bedah harus menahan godaan untuk
meninggalkan terlalu banyak sisa duktus bagian proksimal dan distal. Pada bagian distal,
reseksi dilakukan turun ke dalam pankreas dan ada dua catatan yang harus diperhatikan.
Pertama, jika reseksi diambil terlalu jauh, duktus pankreas utama dapat terkena. Hal ini biasa

12 | P a g e
tidak mungkin untuk melihat duktus pankreatik dan kista sering sangat sempit dekat
batasnya. Kedua, saluran empedu bagian distal harus diawasi untuk mencegah fistula
pankreatik pasca operasi, dimana rawan terjadi jika pasien lebih dahulu memiliki abnormal
pada pancreaticobiliary junction. Duktus bagian distal mungkin kecil dan tempat penjahitan
yang tidak tepat dapat menyumbat duktus pankreas.2

Reseksi bagian proksimal luasnya harus sampai mukosa normal. Sebuah anastomosis
dari jaringan granulasi atau mukosa ulserasi akan menghasilkan striktur. Meninggalkan
pinggiran proksimal sisa kista sehingga anastomosis akan lebih luas atau lebih mudah untuk
terbentuk adalah konsep yang salah. Duktus hepatik kanan dan khususnya duktus hepatik
yang kiri dapat di insisi (setelah hilar plate dibuka) untuk memberikan panjang yang
sempurna untuk anastomosis.2

Rekonstruksi standar setelah eksisi kista adalah Roux-en-Y hepatikojejunostomi


dengan 40-60 cm cabang Roux. Cabang Roux lebih pendek untuk bayi (15-20 cm) atau anak-
anak (30-40 cm). Teknik telah termasuk penciptaan katup di cabang usus halus dan
penempatan sebuah saluran antara salurran empedu dan duodenum.2

Kista tipe 2 jarang terjadi. Ketika ditemui, pengobatannya adalah dengan eksisi kista.
Jika terdapat anomali dari pancreaticobiliary junction, pengalihan bilier dengan Roux-en-Y
hepaticojejunostomy mungkin diperlukan untuk mencegah kelanjutan refluks
pancreaticobiliary patogenik.2

Kista type 3 (choledochoceles) juga jarang terjadi dan didekat transduodenum. Karena
tidak ada keseragaman mengenai patogenesis, klasifikasi, anatomi, dan klinisnya, pengobatan
secara individual. Endoskopi dan sphincterotomy mungkin cukup untuk pasien yang
memiliki kista dengan ukuran kecil tanpa adanya obstruksi duodenum. Dalam keadaan lain,
eksisi transduodenum denhan sphincteroplasty atau reimplantation duktus telah dilakukan.2

Kista type 4 melibatkan beberapa bagian duktus. Untuk kista yang terbatas pada
duktus ekstrahepatik ditangani dengan eksisi komplit, mirip dengan kista type 1. Untuk kista
yang melibatkan kedua duktus intrahepatik dan ekstrahepatik yang menjadi masalah karena
eksisi komplit mungkin tidak mungkin pendek dari total hepatotectomy. Keadaan ini
biasanya ditangani dengan reseksi komponen ekstrahepatik dengan Roux-en-Y
hepatikojejunostomi di hilus hepatik. Striktur intrahepatik dapat di dilatasi. Jika penyakit
intrahepatik hanya terbatas pada satu lobus, maka reseksi hepatik dapat dilakukan.2

13 | P a g e
Tatalaksana bedah pada pasien dengan penyakit type 5 yang melibatkan saluran
empedu intrahepatik harus tergantung individual pada sejauh mana anatomi dan fungsi hepar.
Keterlibatan satu lobus secara efektif di tangani dengan reseksi hepatik. Transplantasi hepar
merupakan terapi definitif untuk pasien yang memiliki penyakit diffuse, sirosis hepar, atau
terkait malignancy. Bagi pasien yang tidak memiliki sirosis, drainase dengan anastomosis
empedu, pemasangan stent transhepatik dan kombinasinya mungkin membantu mengkontrol
gejala.2

Hasil eksisi kista dan hepatikoenterostomi pada anak-anak dapat menjadi sangat baik.
Dalam serangkaian 180 kasus anak-anak yang diikuti selama rata-rata 11 tahun, hanya 2,3 %
mengalami komplikasi kolangitis dan batu saluran.2

Pada penanganan tangan yang berpengalaman, eksisi kista pada pasien dewasa dapat
dilakukan dengan mortalitas yg rendah, meskipun tigkat morbiditas 20 % atau lebih. Setelah
eksisi komplit, sekitar 10% dari pasien dewasa mengalami kolangitis berulang, pankreatitis,
atau penyakit hati kronis, dan ada resiko kecil tetapi terbatas untuk keganasan. Untuk alasan
ini, follow up jangka panjang sangat disarankan.2

Komplikasi

Komplikasi kista koledokus adalah obstruksi empedu, kolangitis, abses hati, ruptur
dan perubahan keganasan. Kemungkinan perubahan keganasan adalah 20 kali dan risiko
keganasan bertambah besar dengan bertambahnya usia. Tidak biasa terdapat batu empedu di
dalam kista.1

14 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat dan Wing de Jong. Saluran Empedu dan Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah. Edisi ke-3. Jakarta : EGC. 2010; hlm 667-669.
2. Marc Mesleh, MD, Daniel J. Deziel, MD. Bile Duct Cysts. Dalam: Surgical Clinics
Of North America Biliary Tract Surgery. Volume 88. Philadelphia : W.B. Saunders.
2008; hlm 1369-1384.
3. Debas, Haile T. Biliary Tract. Dalam: Gastrointestinal Surgery Pathophysiology and
management. New York : Springer. 2004; 198-203.

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai