Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam adalah suatu tanda bahwa tubuh sedang melawan infeksi atau bakteri yang
berada di dalam tubuh. Demam juga biasanya menjadi pertanda bahwa sistem imunitas anak
berfungsi dengan baik. Demam bukan merupakan penyakit melainkan reaksi yang
menggambarkan adanya suatu proses dalam tubuh. Saat terjadi kenaikan suhu, tubuh bisa jadi
sedang memerangi infeksi sehingga terjadi demam atau menunjukan adanya proses inflamasi
yang menimbulkan demam[1].

Protokol Kaiser Permanente Appointment and Advice Call Center mendefinisikan


demam yaitu temperatur rektal diatas 38°C, aksilar 37,5°C dan diatas 38,2°C dengan pengukuran
membrane tympani. Sedangkan dikatakan demam tinggi apabila suhu tubuh >41°C (Kania,
2010). Demam pada anak terjadi ketika suhu tubuh anak diatas 38°C[1].

American Academy of Pediatrics (AAP) menyebutkan bahwa demam sering terjadi pada
anak usia sekolah yaitu 5-11 tahun yang disebabkan oleh infeksi virus seperti batuk, flu, radang
tenggorokan, common cold (selesma) dan diare. Disamping itu juga anak usia sekolah
merupakan kelompok rentan untuk terjadinya kasus kesehatan gigi dan mulut. Karies gigi pada
anak usia sekolah menempati posisi cukup tinggi, yaitu dari 100 anak yang melakukan
pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, hanya 10 anak yang terbebas dari karies gigi yang
biasanya menyebabkan rasa sakit/nyeri serta demam.Penyakit menular yang biasanya terdapat di
lingkungan sekolah antara lain demam berdarah dengue, campak, rubella (campak jerman), cacar
air, gondongan dan demam thypoid (tifus abdomalin)[2].

Penyebab demam yaitu demam yang berhubungan dengan infeksi sekitar 29-52%
sedangkan 11-20% dengan keganasan, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12% dengan
penyakit lain[3].

1
Penyebab demam terbanyak di Indonesia adalah penyakit infeksi, dimana penyakit
infeksi menjadi penyebab demam sebesar 80%, yaitu infeksi saluran kemih, demam tifoid,
bakteremia, tuberkulosis serta otitis media. Penyebab tersebut akan menimbulkan dampak
apabila tidak diberikan penanganan yang tepat pada demam tersebut[1].

Peningkatan suhu tubuh pada anak sangat berpengaruh terhadap fisiologis organ tubuh
anak, karena luas permukaan tubuh anak relatif kecil dibandingkan pada orang dewasa, hal ini
menyebabkan ketidakseimbangan organ tubuh pada anak. Peningkatan suhu tubuh yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan sehingga asupan gizi
berkurang termasuk kejang yang mengancam kelangsungan hidup anak, lebih lanjut dapat
mengakibatkan terganggunya tubuh kembang anak. Banyaknya dampak negatif dari demam
tersebut maka demam harus segera ditangani. Dampak demam bagi anak usia sekolah jika tidak
mendapatkan penanganan lebih lanjut antara lain mengganggu proses belajar karena anak
biasanya tidak masuk sekolah, dampak klinis berupa dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan
neurologis, kejang demam hingga kematian[4]

Pada dasarnya terdapat dua kondisi demam yang memerlukan pengelolaan yang berbeda.
Pertama adalah demam yang tidak boleh terlalu cepat diturunkan karena merupakan respon
terhadap infeksi ringan yang bersifat self limited. Kedua adalah demam yang membutuhkan
pengelolaan segera karena merupakan tanda infeksi serius dan mengancam jiwa seperti
pneumonia, meningitis, dan sepsis. Oleh karena itu pemahaman mengenai pengelolaan demam
pada anak yang baik menjadi sesuatu yang penting untuk dipahami[3,4].

Pengukuran suhu tubuh dengan menggunakan termometer merupakan cara yang akurat
untuk mengetahui ada tidaknya demam, akan tetapi hal ini masih sangat jarang dilakukan ibu-ibu
di rumah. Pengukuran suhu tubuh yang paling sering dilakukan ibu adalah dengan perabaan.
Menurut Purwoko (2006), 94% ibu menggunakan perabaan untuk menilai suhu tubuh anaknya.
Hal ini menjadi kendala untuk mendapatkan data yang objektif mengenai demam. Banyak ibu
yang mengira bahwa bila tidak diobati, demam anaknya akan semakin tinggi. kondisi tersebut
mencerminkan bahwa pengetahuan tentang demam pada ibu masih kurang tepat, dengan
pengetahuan yang masih kurang menjadikan ibu terbatas dalam melakukan tindakan pengobatan
kepada anak secara rasional[1,2].

2
Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh orang tua dimulai
dari ruang praktek dokter sampai Unit Gawat Darurat (UGD) anak, meliputi 10-30% dari jumlah
kunjungan. Demam membuat orang tua menjadi risau. Hasil penelitian menunjukan 80% orang
tua fobia terhadap demam pada anaknya. Kerisauan ibu terhadap kejadian demam pada anak bisa
disebabkan karena pengetahuan ibu yang minim tentang penanganan pada deman tersebut[2,3,4].

Menurut Notoadmojo orang dengan pengetahuan yang baik akan lebih memahami dan
bertindak secara rasional dalam menghadapi suatu masalah. termasuk pengetahuan ibu yang baik
dan melakukan tindakan perawatan saat anak mengalami demam. Kurangnya pengetahuan secara
baik tentang demam dapat mengakibatkan demam yang berlanjut seperti kejang demambahkan
kematian[4].

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang penatalaksanaan demam bayi dan
balita terhadap ibu di desa Pembuang Hulu II, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan
tindakan tentang penatalaksanaan demam bayi dan balita terhadap ibu di desa Pembuang Hulu II,
Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan.

1.3.2 Tujuan khusus

Penelitian ini memiliki sejumlah tujuan khusus, antara lain:

a) Mengetahui tingkat pengetahuan tentang penatalaksanaan demam bayi dan balita


terhadap ibu di desa Pembuang Hulu II, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan.

3
b) Mengetahui sikap tentang penatalaksanaan demam bayi dan balita terhadap ibu di desa
Pembuang Hulu II, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan.
c) Mengetahui tindakan tentang penatalaksanaan demam bayi dan balita terhadap ibu di
desa Pembuang Hulu II, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat pada bidang-bidang sebagai
berikut:

1.4.1 Bidang Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran


pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam bayi dan balita oleh ibu

1.4.2 Bidang Pelayanan Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk mengetahui hal-hal yang selama ini
keliru mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam bayi dan
balita, sehingga dapat dilakukan edukasi yang lebih efektif mengenai demam, terutama dalam hal
penatalaksanaannya.

1.4.3 Bidang Pengembangan Penelitian

Penelitian ini dapat menjadi suatu pendahuluan dan bahkan rujukan bila topik yang
serupa ingin diteliti oleh penelitian-penelitian lainnya.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEMAM

2.1.1 Definisi Demam

Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh
ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C). Demam adalah proses alami
tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Demam terjadi pada suhu > 37, 5°C,
biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun,
keganasan , ataupun obat – obatan[5].

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat peningkatan
pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada anak merupakan akibat dari
perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di hipotalamus. Penyakit – penyakit yang ditandai
dengan adanya demam dapat menyerang sistem tubuh. Selain itu demam mungkin berperan
dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam membantu
pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi[1].

Lokasi Kelebihan Kekurangan


Oral Mudah diakses dan Termometer kaca dapat pecah bila tergigit. Nilai
nyaman tidak akurat apabila klien baru saja mengkonsumsi
cairan atau makanan yang dingin atau panas atau
merokok.
Rektal Hasil reliabel Tidak nyaman dan lebih tidak menyenangkan bagi
klien, sulit dilakukan pada klien yang tidak dapat
miring kiri kanan, dapat melukai rektum. Adanya
feses dapat mengganggu penempatan termometer.
Apabila feses lunak, termometer dapat masuk
kedalam feses bukan ke dinding rectum.
Aksila Aman dan non- Termometer harus dipasang dalam waktu yang
invasif lama agar memperoleh hasil yang akurat.

5
Membrane Mudah diakses, Dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan
Timpani mencerminkan suhu beresiko terjadi perlukaan apabila termometer
inti, sangat cepat. diletakan terlalu dalam ke lubang telinga.
Pengukuran berulang dapat menunjukan hasil yang
berbeda. Adanya serumen dapat mempengaruhi
bacaan hasil.
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan dari Empat Lokasi Pengukuran Suhu Tubuh [6]

2.1.2 Etiologi Demam

Secara garis besar, ada dua kategori demam yang seringkali diderita anak yaitu demam
non-infeksi dan demam infeksi[5].

2.1.2.1 Demam Non-infeksi

Demam non-infeksi adalah demam yang bukan disebabkan oleh masuknya bibit penyakit
ke dalam tubuh. Demam ini jarang diderita oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Demam
non-infeksi timbul karena adanya kelainan pada tubuh yang dibawa sejak lahir, dan tidak
ditangani dengan baik. Contoh demam non-infeksi antara lain demam yang disebabkan oleh
adanya kelainan degeneratif atau kelainan bawaan pada jantung, demam karena stres, atau
demam yang disebabkan oleh adanya penyakit penyakit berat misalnya leukimia dan kanker[5].

2.1.2.2 Demam Infeksi

Demam infeksi adalah demam yang disebabkan oleh masukan patogen, misalnya kuman,
bakteri, viral atau virus, atau binatang kecil lainnya ke dalam tubuh. Bakteri, kuman atau virus
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, misalnya melalui makanan, udara,
atau persentuhan tubuh. Imunisasi juga merupakan penyebab demam infeksi karena saat
melalukan imunisasi berarti seseorang telah dengan sengaja memasukan bakteri, kuman atau
virus yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh balita dengan tujuan membuat balita menjadi kebal
terhadap penyakit tertentu. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan infeksi dan akhirnya

6
menyebabkan demam pada anak antara lain yaitu tetanus, mumps atau parotitis epidemik,
morbili atau measles atau rubella, demam berdarah, TBC, tifus dan radang paru-paru[5].

Penyebab demam dibagi menjadi 3 yaitu[5,6]:

a) Demam infeksi, antara lain infeksi virus (cacar, campak dan demam berdarah) dan infeksi
bakteri (demam tifoid dan pharingitis).
b) Demam non infeksi, antara lain karena kanker, tumor, atau adanya penyakit autoimun
(penyakit yang disebabkan sistem imun tubuh itu sendiri).
c) Demam fisiologis, bisa karena kekurangan cairan (dehidrasi), suhu udara terlalu panas dan
kelelahan setelah bermain disiang hari.

Dari ketiga penyebab tersebut yang paling sering menyerang anak adalah demam akibat infeksi
virus maupun bakteri[6].

2.1.3 Patofisiologi Demam

Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan
tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Sebagai respon
terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel kupfer mengeluarkan sitokin
yang berperan sebagai pirogen endogen (IL-1, TNF-α, IL-6, dan interferon) yang bekerja pada
pusat thermoregulasi hipotalamus. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka terjadi sintesis
prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur
siklooksigenase-2 (COX-2) dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh. Hipotalamus akan
mempertahankan suhu sesuai patokan yang baru dan bukan suhu normal[5,7].

Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal
afferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal Macrophage Inflammatory Protein-1
(MIP-1), suatu kemokin yang bekerja langsung terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan
demam dari jalur prostaglandin, demam melalui MIP-1 ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik.
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara
vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua

7
mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai
respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang dialami dan bukan disebabkan oleh
kerusakan mekanisme termoregulasi[7].

Gambar 2.1 Patomekanisme Demam[5]

2.1.4 Mekanisme Penurunan Temperatur

Tubuh akan memiliki mekanisme penurunan temperatur bila suhu terlalu panas. Sistem
pengaturan temperatur menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan panas tubuh
yaitu[7] :

2.1.4.1 Vasodilatasi.

Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah mengalami dilatasi dengan kuat. Hal ini
disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan

8
vasokonstriksi. Vasokontriksi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit
sebanyak delapan kali lipat[7].

2.1.4.2 Berkeringat.

Efek dari peningkatan temperatur yang menyebabkan berkeringat. Peningkatan


temperatur tubuh 1°C menyebabkan keringat yang cukup banyak untuk membuang 10 kali lebih
besar kecepatan metabolisme basal dari pembentukan panas tubuh[7].

2.1.4.3 Penurunan pembentukan panas.

Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas berlebihan, seperti menggigil dan


termogenesis kimia, dihambat dengan kuat[7]

Gambar 2.2 Termoregulasi Tubuh[7]

9
2.1.5 Klasifikasi Demam

Menurut Nurarif (2015) klasifikasi demam adalah sebagai berikut[8,9]:

2.1.5.1 Demam septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga
demam hektik[8].

2.1.5.2 Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan
suhu yang dicatat demam septic[8].

2.1.5.3 Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana[8,9].

2.1.5.4 Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam
yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia[9].

2.1.5.5 Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode
bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula[9].

Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe
demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat
dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran
kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab

10
yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada
dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus
sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi
bacterial[8,9].

2.1.6 Resiko Demam

Risiko antara anak dengan terjadinya demam akut terhadap suatu penyakit serius
bervariasi tergantung usia anak. Pada umur tiga bulan pertama, bayi memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk terkena infeksi bakteri yang serius dibandingkan dengan bayi dengan usia lebih tua.
Demam yang terjadi pada anak pada umumnya adalah demam yang disebabkan oleh infeksi
virus. Akan tetapi infeksi bakteri yang serius dapat juga terjadi pada anak dan menimbulkan
gejala demam seperti bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia, meningitis, dan
osteomyelitis[9].

Pada anak dengan usia di diantara dua bulan sampai dengan tiga tahun, terdapat
peningkatan risiko terkena penyakit serius akibat kurangnya IgG yang merupakan bahan bagi
tubuh untuk membentuk sistem komplemen yang berfungsi mengatasi infeksi. Pada anak
dibawah usia tiga tahun pada umumnya terkena infeksi virus yang berakhir sendiri tetapi bisa
juga terjadi bakteremia yang tersembunyi (bakteremia tanpa tanda fokus). Demam yang terjadi
pada anak dibawah tiga tahun pada umumnya merupakan demam yang disebabkan oleh infeksi
seperti influenza, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Bakteremia yang
tersembunyi biasanya bersifat sementara dan dapat sembuh sendiri akan tetapi juga dapat
menjadi pneumonia, meningitis, arthritis, dan pericarditis[9]

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang Demam

Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status generalis dan evaluasi
secara detil yang memfokuskan pada sumber infeksi. Pemeriksaan status generalis tidak dapat
diabaikan karena menentukan apakah pasien tergolong toksis atau tidak toksis. Penampakan

11
yang toksis mengindikasikan infeksi serius. McCarthy membuat Yale Observation Scale untuk
penilaian anak toksis. Skala penilaian ini terdiri dari enam kriteria berupa: evaluasi cara
menangis, reaksi terhadap orang tua, variasi keadaan, respon sosial, warna kulit dan status
hidrasi. Masing-masing item diberi nilai 1 (normal), 3 (moderat), 5 (berat). Interpretasi Yale
Observation scale adalah 6-10 tergolong baik; 11-15 tergolong moderate; dan lebih dari 15
tergolong toksik[10].

Gambar 2.3 Table The Yale Observation Scale[10]

Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang mengalami demam bila secara klinis
faktor risiko tampak serta penyebab demam tidak diketahui secara spesifik. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan yaitu[10]:

1) Pemeriksaan awal: Darah rutin, urin dan feses rutin, morfologi darah tepi, hitung jenis
lekosit
2) Pemeriksaan atas indikasi: Kultur darah, urin atau feses, pengambilan cairan serebro
spinal, toraks foto

12
2.1.8 Penatalaksanaan Demam

Penatalaksanaan demam atau demam menurut Shvoong (2010) untuk menurunkan suhu
tubuh dalam batas normal tanpa mengunakan obat yaitu dengan cara di kompres. Pertama
siapkan air hangat, selanjutnya mencelupkan waslap atau handuk kecil ke dalam baskom dan
mengusapnya ke seluruh tubuh, lakukan tindakan di atas beberapa kali (setelah kulit kering),
setelah itu keringkan tubuhdengan handuk dan hentikan prosedur bila suhu tubuh sudah
mendekati normal[11].

Menurunkan demam pada anak dapat dilakukan secara self management maupun non-self
management. Pengelolaan secara self management merupakan pengelolaan demam yang
dilakukan sendiri tanpa menggunakan jasa tenaga kesehatan. Pengelolaan secara self
management dapat dilakukan dengan terapi fisik, terapi obat, maupun kombinasi keduanya.
Sedangkan non-self management merupakan pengelolaan demam yang menggunakan jasa tenaga
kesehatan[12].

2.1.8.1 Pengelolaan Self Management

a) Terapi Fisik

Terapi fisik merupakan upaya yang dilakukan untuk menurunkan demam dengan cara
memberi tindakan atau perlakuan tertentu secara mandiri. Tindakan paling sederhana yang dapat
dilakukan adalah mengusahakan agar anak tidur atau istirahat supaya metabolismenya menurun.
Selain itu, kadar cairan dalam tubuh anak harus tercukupi agar kadar elektrolit tidak meningkat
saat evaporasi terjadi. Memberi aliran udara yang baik, memaksa tubuh berkeringat, dan
mengalirkan hawa panas ke tempat lain juga akan membantu menurunkan suhu tubuh. Membuka
pakaian/selimut yangtebal bermanfaat karena mendukung terjadinya radiasi dan evaporasi[13].

Pemberian kompres hangat dengan temperatur air 29,5-32°C (tepidsponging) dapat


memberikan sinyal ke hipotalamus dan memacu terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer.
Hal ini menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat sehingga terjadi penurunan
suhu tubuh menjadi normal kembali. Pemberian kompres hangat dilakukan apabila suhu diatas

13
38,5°C dan telah mengkonsumsi antipiretik setengah jam sebelumnya. Mendinginkan dengan air
es atau alkohol kurang bermanfaat karena justru mengakibatkan vasokonstriksi, sehingga panas
sulit disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Selain itu, pengompresan
dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dapat menyebabkan koma apabila terhirup[14].

b) Terapi Obat

Salah satu upaya yang sering dilakukan orang tua untuk menurunkan demam anak adalah
pemberian antipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin[15,16,17].

 Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol (Asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang


sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol merupakan penghambat
prostaglandin yang lemah. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Efek iritasi, erosi, dan
perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan
keseimbangan asam basa. Efek anti inflamasi dan reaksi alergi parasetamol hampir tidak
ada.Dosis terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis
maksimal 90 mg/kgBB/hari. Pada umumnya dosis ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis
besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar. Pemberian
parasetamol dapat secara per oral maupun rectal15.

 Ibuprofen

Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai antiinflamasi,


analgetik, dan antipiretik. Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan daya
antiinflamasi yang tidak terlalu kuat.Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung,
dan perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping hematologis yang
berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek lainnya seperti eritema kulit, sakit
kepala, dan trombositopenia jarang terjadi. Efek terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut,
terutama bila dikombinasikan dengan asetaminofen. Dosis terapeutik yaitu 5-10
mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam[16].

14
 Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat sering digunakan sebagai analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi. Aspirin tidak direkomendasikan pada anak <16 tahun karena terbukti
meningkatkan risiko Sindroma Reye. Aspirin juga tidak dianjurkan untuk demam ringan karena
memiliki efek samping merangsang lambung dan perdarahan usus. Efek samping lain, seperti
rasa tidak enak di perut, mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila
dosis per hari tidak lebih dari 325 mg. Pengobatan pada anak dengan cara memberikan obat
penurun panas pada anak dilakukan apabila suhu tubuh mencapai 38°C atau lebih, anak dengan
riwayat pernah kejang demam harus diberikan obat penurunpanas secepatnya walaupun suhu
tubuh baru mencapai 37,5°C[17,18].

2.1.8.2 Pengelolaan Non-Self Management

Non-self management merupakan pengelolaan demam yang tidak dilakukan sendiri


melainkan menggunakan bantuan tenaga kesehatan. Pengelolaan secara non-self management
memang merupakan salah satu jalan keluar untuk mengatasi anak yang menderita demam, tetapi
belum tentu merupakan pilihan yang terbaik karena penanganan demam pada anak tidak bersifat
mutlak dan tergantung kepada tingginya suhu, keadaan umum, dan umur anak tersebut. Biasanya
demam pada bayi lebih mengkhawatirkan karena daya tahan tubuh bayi masih rendah dan mudah
terjadi infeksi. Bayi yang menderita demam harus mendapat pemeriksaan yang lebih teliti
karena 10% bayi dengan demam dapat mengalami infeksi bakteri yang serius, salah satunya
meningitis. Oleh karena itu, NAPN menganjurkan bahwa bayi berumur < 8 minggu yang
mengalami demam harus mendapat perhatian khusus dan mungkin membutuhkan perawatan
rumah sakit. Terdapat beberapa kriteria yang menganjurkan agar anak mengubungi tenaga
medis, antara lain[19]:

 Demam pada anak usia di bawah 3 bulan


 Demam pada anak yang mempunyai riwayat penyakit kronis dan defisiensi sistem imun.
 Demam pada anak yang disertai dehidrasi, gelisah, lemah, atau sangat tidak nyaman dan
tidak mau makan dan minum.

15
 Demam naik-turun atau tak kunjung turun yang berlangsung lebih dari 3 hari (> 72 jam)
 Demam yang baru terjadi satu hari tetapi dengan suhu 39°C yang menunjukan adanya
infeksi berat.
 Demam baru sehari tapi suhu diatas 40°C disertai dengan keluhan sulit bernapas, kejang,
muncul bintik merah atau biru muncul di tangan, dibarengi dengan muntah, diare atau
radang tenggorokan

2.1.8.3 Penanganan Pertama Demam Pada Anak[20]

1) Berikan kompres air hangat di bagian tubuh yang memiliki pembuluh darah besar seperti
leher, ketiak dan selangkangan/lipatan paha, juga di bagian luar dan terbuka seperti dahi
dan perut. Kompres hangat membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar yang
selanjutnya membuat pori-pori terbuka sehingga memudahkan pengeluaran panas dari
tubuh. Hindari mengompres dengan menggunakan air dingin atau es batu karena tindakan
ini mengakibatkan pembuluh darah tepi mengecil sehingga panas yang seharusnya
dialirkan darah ke kulit agar keluar menjadi terhalang sehingga panas tubuh tidak
berkurang.
2) Saat mandi, gunakan air hangat. Selain membuat tubuh segar dan nyaman, air hangat juga
sangat baik untuk menghilangkan kuman dan bakteri di kulit. Setelah mandi segera
keringkan tubuh selanjutnya gunakan pakaian agar tidak kedinginan.
3) Kenakan pakaian tipis longgar, pilih yang bahannya menyerap keringat agar lebih
nyaman dan tidak kegerahan.
4) Perbanyak istirahat agar daya tahan tubuh cukup untuk melawan infeksi. Usahakan agar
sirkulasi udara kamar atau tempat istirahat baik sehingga kamar tetap bersuhu normal.
5) Perbanyak minum air mineral agar mencegah terjadinya Dehidrasi

16
2.1.8.4 Rujuk Ke Dokter

Mengetahui perlu atau tidaknya penanganan dokter jika anak mengalami demam dapat
dilihat dari tanda-tanda yang muncul, antara lain sebagai berikut[21]:

1) Jika anak yang mengalami demam berusia dibawah 6 bulan


2) Jika anak mengalami gangguan pernafasan
3) Jika anak secara berulang kali buang air besar atau diare, apalagi bila disertaii muntah-
muntah
4) Jika anak balita berusia antara 6-12 bulan menolak makan makanan padat maka
kemungkinan besar ia mengalami peradangan pada tenggorokan. Anak diberi susu
sebagai pengganti makanan dan anak diberi antipiretik. Bila dalam dua hari tindakan ini
tidak menyembuhkan maka harus konsul ke dokter.
5) Jika anak balita sering bersin-bersin dan keluar cairan sekret dari hidungnya, maka
kemungkinan anak mengalami radang tenggorokan . Bila demam dalam 2 hari tidak
sembuh maka harus konsul ke dokter.
6) Jika anak mengeluhkan telinganya sakit atau pada anak yang belum mampu berbicara
terlihat menangis sambil menarik narik daun telinga maka kemungkinan terdapat
peradangan pada bagian tengah telinga. Hal ini memerlukan penanganan dokter, terlbih
bila dijumpai secret dari telinga anak.
7) Jika terdapat bercak berwarna merah muda setelah mengalami demam selama beberapa
hari maka kemungkinan anak mengalami infeksi Roseola Infentum.
8) Jika mengalami demam dengan diikuti munculnya bercak-bercak maka besar
kemungkinan anak demam karena infeksi.

2.1.9 Komplikasi Demam

2.1.9.1 Hiperpireksia

Hiperpireksia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41ºC. Hiperpereksia sangat berbahaya
pada tubuh karena dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolisme, fisiologi dan akhirnya
kerusakan susunan saraf pusat. Pada awalnya anak tampak menjadi gelisah disertai nyeri kepala,

17
pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar. Keadaan koma terjadi bila suhu >43º C dan kematian
terjadi dalam beberapa jam bila suhu 43ºC sampai 45ºC[1,5,6].

Penatalaksanaan pasien hiperpireksia berupa[1]:

1) Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.


2) Pakaian anak di lepas
3) Berikan oksigen
4) Berikan anti konvulsan bila ada kejang
5) Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau rektal. Tidak
boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.
6) Berikan kompres es pada punggung anak 7. Bila timbul keadaan menggigil dapat
diberikan chlorpromazine 0,5-1 mg/kgBB (I.V).
7) Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9% dingin melalui
nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.
8) Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1 mg/kgBB I.V.),
maksimal 10 mgr/kgBB.

2.1.9.2 Kejang Demam

Kejang demam merupakan keadaan yang umum ditemukan pada anak khususnya usia 6
bulan sampai 5 tahun. Insidensinya di Amerika sekitar 2-4% dari seluruh kelainan neurologis
pada anak. Walaupun 30% dari seluruh kasus kejang pada anak adalah kejang demam tetapi
masih banyak penyebab lain dari kejang sehingga kejang demam tidak dapat didiagnosis
sembarangan, karena penyebab lain demam dan kejang yang serius seperti meningitis harus
disingkirkan. Banyak klinisi yang mengobati demam dengan pemberian parasetamol untuk
mencegah kejang demam[20,21].

Dari penelitian pada 104 anak, dimana satu kelompok diberikan profilaksis parasetamol
dan kelompok lain diberikan parasetamol secara sporadis didapatkan hasil pemberian
parasetamol profilaksis tidak efektif bila dibandingkan kelompok lainnya dalam mencegah
kejang demam yang rekuren. Sedangkan penelitian Uhari dkk. menunjukkan pemberian

18
asetaminofen dan diazepam per oral menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah rekurensi
kejang demam[20].

2.1.9.3 Dehidrasi

Dehidrasi dapat terjadi akibat peningkatan suhu tubuh, dimana setiap kenaikan suhu 1ºC
dapat meningkatkan 10% kehilangan cairan insensible. Selain itu, dehidrasi dapat terjadi akibat
penggunaan obat antipiretik yang memicu terjadinya keringat berlebihan[20].

2.2 PENGETAHUAN

2.2.1 Definisi Pengetahuan

Menurut Potter & Perry (2005), pengetahuan merupakan hasil penginderaan yang berupa
fakta-fakta dan informasi yang mampu menarik atau mempengaruhi individu tersebut.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga[22].

Pengetahuan menjadi domain paling penting bagi terbentuknya tindakan dan perilaku
pada manusia. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari dengan pengetahuan. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan adalah hasil dari berbagai macam hasil penginderaan yang mampu menarik
ataupun mempengaruhi seseorang[22].

2.2.1.1 Tingkatan Pengetahuan[22]

Tingkat pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

19
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima.

b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang


objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menguraikan materi yang telah


dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur dan masih ada kaitannya satu sama
lain.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada sesuatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan


bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau dengan kata sintesis adalah
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada
sebelumnya.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini berdasarkan suatu kriteria
yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada.

20
2.2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarak (2007) adalah


pendidikan, informasi, budaya, pengalaman, pekerjaan, umur, minat. Menurut Azwar (1997)
faktor-faktor yang mempengaruhipengetahuan adalah tingkat pendidikan, informasi, budaya,
pengalaman dan sosial ekonomi. Tingkat pendidikan merupakan upaya yang memberikan
pengetahuan sehingga perubahan perilaku positif yang meningkat[22].

Informasi adalah jika seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak akan
memberikan pengetahuan yang lebih jelas. Budaya merupakan tingkah laku manusia atau
kelompok dalam memenuhi kebutuhan yang memiliki sikap dan kepercayaan. Pengalaman
adalah sesuatu yang dialami seseorang dan akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang
bersifat non-formal. Sosial ekonomi merupakan tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidup seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak maka akan
memberikan pengetahuan yang lebih jelas[22].

2.3 SIKAP

Sikap merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek. Sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu: 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep
terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3.
Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)[22].

Sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu: 1. Menerima (receiving), yakni mau dan
memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan 2. Merespon (responding), yakni
memberikan jawaban apabula ditanya dan mengerjakan serta menyelesaikan tugas yang
diberikan 3. Menghargai (valuing), yakni mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan
masalah 4. Bertanggung jawab (responsible), yakni mempunyai tanggung jawab terhadap segala
sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung
dan dapat juga tidak langsung[22].

21
2.4 TINDAKAN

Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Untuk meweujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan[22].

Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan[22]:

1) Persepsi (perception), yakni mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan


dengan tindakan yang akan diambil.
2) Respon terpimpin (guided response), yakni dapat melakukan sesuai urutan yang benar
dan sesuai dengan contoh.
3) Mekanisme (mechanism), yakni melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.
4) Adopsi (adoption), yakni suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

22
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka dapat dibuat kerangka konsep penelitian
sebagai berikut:

Karakteristik ibu:
Gambaran Pengetahuan, Sikap,
 Usia ibu dan Tindakan tentang
 Pendidikan ibu Penatalaksanaan Demam Bayi
 Pekerjaan ibu dan Balita pada Ibu

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian eksperimental dengan intervensi langsung


berupa penyuluhan mengenai Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan tentang Penatalaksanaan
Demam Bayi dan Balita sampel. Tingkat keberhasilan akan diukur menggunakan metode pre
test dan post test sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Pembuang Hulu II, Kecamatan Hanau, Kabupaten
Seruyan, Kalimantan Tengah. Waktu Penelitian dilakukan pada 15 Juni – 30 Juni 2020.

3.4 Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki bayi dan balita di wilayah
desa Pembuang Hulu II, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.

23
b. Sampel
Sampel yang diambil adalah ibu yang memiliki balita yang datang tinggal di desa
Pembuang Hulu II, Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.
Rumus jumlah sampel yg dibutuhkan untuk mengetahui proporsi :
n = Zα2 x P x Q
d2
 α= 0,05 Zα= 1.96 (tabel kurva normal)
 d = akurasi 10%, = presisi = tingkat ketelitian yaitu kesalahan maksimal yang dapat
ditolerir, pada umumnya diambil 5% atau 10%
 P = persentase taksiran hal yang akan diteliti / proporsi variabel yang diteliti, diambil
dari referensi, bila tidak diketahui adalah 50%, dengan catatan tak akan kekurangan
jumlah sampel
 Q=1–P
 Besarnya Sampel
n = Zα2 x P x Q
d2
n = (1.96)2 . 0,5 . 0,5 = 98
(0,1)2
Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka jumlah sampel minimum yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 98 responden. Pada penelitian ini akan dilakukan
penelitian pada 100 responden.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi:
 Ibu yang berusia produktif (15-50 tahun) pada saat dilakukan penelitian.
 Ibu yang memiliki bayi dan balita di desa Pembuang Hulu II, Kecamatan Hanau,
Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah pada saat dilakukan penelitian.
b. Kriteria Ekslusi:
 Subjek yang menolak berpartisipasi dalam penelitian.

24
 Subjek yang mengalami kelainan jiwa
3.6 Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel terikat :
Pengetahuan, sikap, dan tindakan tentang penatalaksanaan demam pada ibu.
b. Variabel bebas :
Usia ibu, tingkat pendidikan ibu, dan pekerjaan ibu.

3.7 Cara Kerja


1. Menentukan pertanyaan penelitiaan.
2. Mengidentifikasi variabel penelitian.
3. Menentukan populasi.
4. Menentukan besar dan cara pengambilan sampel.
5. Mengembangkan instrumen pengumpulan data.
6. Pengumpulan data.
a. Menjelaskan kepada orang tua subjek penelitian tentang tujuan dan cara kerja.
b. Meminta persetujuan orang tua subjek untuk dijadikan sampel dalam penelitian.
c. Meminta orang tua subjek penelitian untuk mengisi kuesioner.
d. Memandu subjek penelitian dalam mengisi kuesioner.

3.8 Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian ini perlu dijelaskan dengan tujuan supaya tidak
mendapat perbedaan persepsi dalam mengiterpretasikan masing-masing variable. Dibawah ini
akan dijelaskan definisi operasional dari penelitian ini:

a. Ibu
Ibu adalah seorang wanita yang telah menikah dan memiliki anak yang tinggal
bersama-sama dalam satu keluarga

25
b. Balita
Balita adalah seorang anak lelaki atau perempuan yang berusia dibawah 5 tahun
pada saat penelitian.
c. Bayi
Bayi adalah seorang anak lelaki atau perempuan yang berusia dibawah 12 bulan
pada saat penelitian.
d. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah
diselesaikan responden (ibu) saat dilakukan wawancara. Tingkat pendidikan pada
penelitian ini dikategorikan dalam skala ordinal menjadi:
1) Pendidikan rendah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga SD/Sederajat.
2) Pendidikan Menengah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga
SMP/Sederajat.
3) Pendidikan tinggi yaitu ibu dengan tingkat pendidikan SMA/Sederajat atau
perguruan tinggi.
e. Usia ibu

usia adalah lamanya waktu hidup responden (ibu) yang dihitung sejak lahir
hingga ulang tahun terakhir saat dilakukan wawancara. Pada penelitian ini, usia
dikategorikan dengan skala ordinal, yaitu:

1) < 20 tahun
2) 20-35 tahun
3) 36-50 tahun
f. Pekerjaan
Pekerjaan adalah aktivitas utama yang dilakukan sehari-hari oleh ibu. Pada
penelitian ini pekerjaan dikelompokan dengan skala nominal yaitu:
1) Pegawai negeri sipil
2) Ibu rumah tangga
3) Wiraswasta
4) Buruh tani/perkebunan
5) Lain-lain
26
g. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahuai (hasil tahu) oleh ibu tentang
demam dan cara-cara penatalaksanaan demam pada bayi dan balita.
Pengukuran tingkat pengetahuan ibu dilakukan dengan cara wawancara dan
menggunakan alat berupa kuisioner. Kuisioner ini terdiri dari 15 pertanyaan. Ketentuan
nilai adalah bila benar diberi skor 1 dan bila jawaban salah diberi skor 0, sehingga jumlah
skor maksimal yang dapat diperoleh adalah 15 sedangkan jumlah skor minimal yang
dapat diperoleh adalah 0.
Pada penelitian ini, tingkat pengetahuan dikategorikan dengan skala ordinal sesuai
dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu:
1) Pengetahuan baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-100% (total
skor 11-15)
2) Pengetahuan sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 40%-75%
(total skor 6-10)
3) Pengetahuan kurang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara < 40% (total
skor 0-5)

h. Sikap

Sikap adalah sejauh mana ibu setuju untuk menerapkan pengetahuan yang
dimiliki mengenai penatalaksanaan demam pada bayi dan balita.

Pengukuran tingkat sikap ibu dilakukan dengan cara wawancara dan


menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner ini terdri dari 8 pertanyaan.
Ketentuan nilai adalah bila benar diberi skor 1 dan bila jawaban salah diberi skor 0,
sehingga jumlah skor maksimal yang dapat diperoleh adalah 8 sedangkan jumlah skor
minimal yang dapat diperoleh adalah 0.

Pada penelitian ini, tingkat sikap dikategorikan dengan skala ordinal sesuai
dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu:
1) Sikap baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-100% (total skor
7-8)

27
2) Sikap sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 40%-75% (total skor
4-6)
3) Sikap kurang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara < 40% (total skor 0-
3)

k. Tindakan

Tindakan adalah sejauh mana ibu menerapkan penatalaksanaan demam pada bayi
dan balita.

Pengukuran tingkat tindakan ibu dilakukan dengan cara wawancara dan


menggunakan alat ukur berupa kuisioner. Kuisioner ini terdri dari 10 pertanyaan.
Ketentuan nilai adalah bila benar diberi skor 1 dan bila jawaban salah diberi skor 0,
sehingga jumlah skor maksimal yang dapat diperoleh adalah 10 sedangkan jumlah skor
minimal yang dapat diperoleh adalah 0.

Pada penelitian ini, tingkat tindakan dikategorikan dengan skala ordinal sesuai
dengan klasifikasi yang dibuat oleh Pratomo (1990), yaitu:

1) Sikap baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 76%-100% (total
skor 8-10)
2) Sikap sedang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara 40%-75% (total
skor 4-7)
3) Sikap kurang, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara < 40% (total skor
0-3)

3.9 Analisis dan Penyajian Data

Langkah awal dimulai dengan editing, coding, data entry, dan dilanjutkan dengan tabulasi.
Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari tiap variabel yang diteliti,
yaitu variabel dependen dan independen, akan digunakan analisis univariat. Hasil penelitian
disajikan dalam bentuk diagram, tabular, dan penjelasan secara tekstular.

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PROFIL PEMBUANG HULU II


4.1.1 Demografi Desa Pembuang Hulu II
A. Letak Geografis
Secara geografis desa Pembuang Hulu II, terletak pada posisi dengan batas-batas wilayah
administrative sebagai berikut:
 Sebelah utara : Desa Derangga
 Sebelah Selatan: Desa Pembuang Hulu I
 Sebelah Barat : Desa Amin Jaya
 Sebelah Timur : Desa Terawan
Jarak tempuh dari desa Pembuang Hulu II ke ibu kota Kecamatan adalah 0Km, yang
dapat ditempuh dalam waktu 5 menit. Sedangkan jarak tempuh ke kota Kabupaten
Seruyan adalah 417Km yang dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih 6 jam dan jarak
ke Provinsi tepatnya di Palangkaraya adalah 453Km yang dapat di tempuh dengan waktu
sekitar 7 jam.
B. Topografi
Desa Pembuang Hulu II merupakan desa yang berada di daerah daratan rendah, dengan
ketinggian lk. 300m diatas permukaan air laut. Sebagian besar wilayah desa adalah lahan
perkebunan/perikanan/pertanian
C. Luas dan Sasaran Penggunaan Tanah
Luas aerah seluruhnya adalah 12.042 Ha, terdiri dari lahan Darat 36,10 Ha, lahan
Perkebunan 11.885 Ha dan lahan pertanian 157 Ha. Untuk lebih jelasnya mengenai luas
dan penggunaan tanah dapat dilihat pada table dibawah ini

29
No Lahan Luas (Ha)
1 Lahan pertanian Sawah tadah hujan 157
2 Lahan perkebunan Kelapa sawit, karet 11.885
3 Lahan darat Permukiman 36,10
Jumlah 12.042
Tabel 4.1 Luas Lahan Menurut Jenis Penggunaan

4.1.2 Status Desa


Berdasarkan hasil pengukuran indicator SDM Kemendes PDT 2015, status desa
Pembuang Hulu II berdasarkan Indeks Desa Membangun adalah Desa Berkembang

4.1.3 Kependudukan
Berdasarkan data Administrasi Pemerintah Desa Tahun 2016 jumlah Penduduk Desa
Pembuang Hulu, antara lain sebagai berikut:
 Tahun 2014 3100jiwa dengan 865KK
 Tahun 2015 4757jiwa dengan 1108KK
 Tahun 2016 4890jiwa dengan 1087KK

4.1.4 Kesehatan
Ketersediaan prasarana dan sarana kesehatan merupakan salah satu factor penentu untuk
mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan masyarakat secara berkesinambungan.
Prasarana dan sarana kesehatan di desa Pembuang Hulu II masih relative kurang, baik kuantitas
maupun kualitasnya bila dibandingkan dengan rasio jumlah penduduk, yaitu kiranya masih
belum memadai untuk dapat melayani kesehatan masyarakat dengan baik

4.1.5 Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah investasi (modal) dasar pembangunan dimasa yang akan
datang. Partisipasi masyarakat dalam pendidikan cukup tinggi, terbukti anak-anak usia sekolah
hamper seluruhnya mengikuti jenjang pendidikan yang telah tersedia.
Sarana dan prasarana pendidikan yang ada masih perlu peningkatan, baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas guna tercapainya mutu pendidikan anak didik yang lebih baik.

30
No Nama Sekolah Lokasi (RT/RW) Jumlah Status (Negeri/swasta)
1 TK/ PAUD/RA RT. 01, 02, 04, 06 6 Swasta
2 SD RT. 010, 04, 09 3 Negeri
3 MI RT. 01 1 Swasta
4 SMP RT. 10 1 Negeri
5 PKBM RT. 01 1 Swasta
Tabel 4.2 Data Sarana dan Prasarana Pendidikan

4.2 DESKRIPSI KARAKTERISTIK RESPONDEN

Penelitian ini dilakukan pada 100 responden yangmerupakan ibu yang memiliki bayi dan
balita di desa Pembuang Hulu II. Karakteristik yang diamati terhadap responden adalah desa
tempat tinggal, pendidikan, usia, dan pekerjaan.

4.2.1 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden ditentukan berdasarkan pendidikan terakhir yang pernah


diselesaikan responden. Kategori tingkat pendidikan terbagi atas[23]:

1. Pendidikan rendah yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga SD/Sederajat


2. Pendidikan menengah, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga SMP/Sederajat
3. Pendidikan tinggi, yaitu ibu dengan tingkat pendidikan hingga SMA/Sederajat
atau perguruan tinggi.

Berdasarkan tingkat pendidikan yang diketahui bahwa sebagian besar responden


berpendidikan rendah 42 responden (42%), sedangkan yang berpendidikan tinggi 21 responden
(21%) dan yang berpendidikan menengah 37 responden (37%) (Diagram 4.1).

31
TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN
45
40
35
30
SD
Jumlah 25
SMP
Responden 20 42 SMA/PERGURUAN TINGGI
37
15
10 21

5
0
Pendidikan Responden

Diagram 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

4.2.2 Usia

Umur responden dibagi berdasarkan tiga kategori yaitu dibawah 20 tahun, 20-35 tahun,
dan 36-50 tahun. Responden mayoritas berasal dari kelompok umur 20-35 tahun, yaitu sebesar
74 responden (74%) kemudian diikuti oleh kelompok umur 36-50tahun sebesar 17 responden
(17%) dan responden paling sedikit dari kelompok umur dibawah 20 tahun sebesar 9 responden
(9%)[23] (Diagram 4.2).

32
USIA RESPONDEN
80

70

60

50
<20tahun
Jmlah 40 20-35tahun
Responden 74 26-50tahun
30

20

10 17
9
0
Kelompok Usia Responden

Diagram 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

4.2.3 Pekerjaan Ibu

Pekerjaan yang dilakukan responden pada penelitian dibagi atas pegawai negeri sipil
(PNS), Ibu rumah tangga (IRT), Wiraswasta, buruh tani/perkebunan, dan lain lain. Mayoritas
pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 71 responden (71%), selanjutnya
buruh tani/perkebunan 11 responden (11%), wiraswasta 8 responden (8%), PNS 6 responden
(6%), dan lainnya 4 responden (4%)[23] (Diagram 4.3).

33
PEKERJAAN RESPONDEN
80

70

60
Ibu Rumah Tangga
50
wiraswasta
Jumlah 40 Pegawai Negeri Sipil
Responden 71 Buruh Tani/Perkebunan
30 Pekerjaan Lain

20

10
8 11
6 4
0
Pekerjaan

Diagram 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Pekerjaan

4.3 HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan analisis univariat dari hasil penelitian pengetahuan, sikap, dan tindakan
tentang penatalaksanaan demam bayi dan balita pada ibu di Desa Pembuang Hulu II, diperoleh
gambaran sebagai berikut.

4.3.1 Gambaran Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan responden tentang demam pada bayi dan balita dilihat dari beberapa
pertanyaan mengenai demam. Pertanyaan terdiri dari 15 pertanyaan. Skor nilai pertanyaan
responden tertinggi 15 (100%) dan nilai terendah 0(0%). Untuk pengolahan lebih lanjut, maka
skor nilai pengetahuan responden tersebut dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu baik,
sedang, dan kurang. Pengetahuan kategori baik, jika total skor yang diperoleh ibu berada diantara
76%-100% (total skor 11-15), Pengetahuan kategori sedang, jika total skor yang diperoleh ibu
berada diantara 40%-75% (total skor 6-10), dan Pengetahuan kategori kurang, jika total skor

34
yang diperoleh ibu berada diantara < 40% (total skor 0-5). Berdasarkan pembagian kategori
tersebut, maka dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.

Pengetahuan Responden Jumlah (Responden) Persentase


Kurang 27 27%
Sedang 55 55%
Baik 18 18%
Jumlah Total 100 100%
Tabel 4.3 Gambaran Responden berdasarkan Pengetahuan Sebelum Intervensi

Dari tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 27 responden (27%) dari total
responden memiliki pengetahuan yang kategori kurang tentang demam, sedangkan yang
memiliki pengetahuan kategori baik sebanyak 18 orang (18%), dan pengetahuan kategori sedang
sebanyak 55 responden (55%).

Pengetahuan Responden Jumlah (Responden) Persentase


Kurang 11 11%
Sedang 26 26%
Baik 63 63%
Jumlah Total 100 100%
Tabel 4.4 Gambaran Responden berdasarkan Pengetahuan Setelah Intervensi

Dari tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan jumlah
responden setelah dilakukan intervensi (penyuluhan) dari 18 responden (18%) menjadi 63
responden (63%) berpengetahuan kategori baik. Peningkatan yang tampak adalah sebesar 45
responden dari jumlah semula.

4.3.2 Gambaran Tingkat Sikap


Sikap responden tentang demam pada bayi dan balita dilihat dari beberapa pernyataan
mengenai demam. Pertanyaan terdiri dari 8 pertanyaan. Skor nilai pertanyaan responden tertinggi
8 dan nilai terendah 0. Untuk pengolahan lebih lanjut, maka skor nilai sikap responden tersebut
dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, sedang, dan kurang dengan nilai skor yaitu 7 -
8 sikap kategori baik, sikap kategori sedang bila jumlah nilai skor 4 – 6, sikap kategori kurang

35
bila jumlah nilai skor 0 - 3. Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dilihat pada tabel 4.5 di
bawah ini.

Sikap Responden Jumlah (Responden) Persentase


Kurang 11 11%
Sedang 51 51%
Baik 38 38%
Jumlah Total 100 100%
Tabel 4.5 Gambaran Responden berdasarkan Sikap Sebelum Intervensi

Dari tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 51 responden (51%) dari total
responden memiliki sikap kategori sedang terhadap demam. Sedangkan yang memiliki sikap
kategori baik sebanyak 38 orang (38%), dan sikap kategori kurang sebanyak 11 responden
(11%).

Sikap Responden Jumlah (Responden) Persentase


Kurang 6 6%
Sedang 17 17%
Baik 77 77%
Jumlah Total 100 100%
Tabel 4.6 Gambaran Responden berdasarkan Sikap Setelah Intervensi

Dari tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan sikap jumlah responden
terhadap demam setelah dilakukan intervensi (penyuluhan) dari 38 responden (38%) menjadi 77
responden (77%) dengan sikap kategori baik. Peningkatan yang tampak adalah sebesar 39
responden dari jumlah semula.

4.3.3 Gambaran Tingkat Tindakan Penatalaksanaan


Tindakan penatalaksanaan responden tentang demam pada bayi dan balita dilihat dari
beberapa pernyataan mengenai demam. Pertanyaan terdiri dari 10 pertanyaan. Skor nilai
pertanyaan responden tertinggi 10 dan nilai terendah 0. Untuk pengolahan lebih lanjut, maka
skor nilai sikap responden tersebut dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu baik, sedang, dan

36
kurang dengan nilai skor yaitu 8 - 10 tindakan penatalaksanaan kategori baik, tindakan
penatalaksanaan kategori sedang bila jumlah nilai skor 4 – 7, tindakan penatalaksanaan kategori
kurang bila jumlah nilai skor 0 - 3. Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dilihat pada tabel
4.7 di bawah ini.

Tindakan Responden Jumlah (Responden) Persentase


Kurang 12 12%
Sedang 49 49%
Baik 39 39%
Jumlah Total 100 100%
Tabel 4.7 Gambaran Responden berdasarkan Tindakan Sebelum Intervensi

Dari tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa sebanyak 49 responden (49%) dari total
responden memiliki tindakan penatalaksanaan kategori sedang terhadap demam. Sedangkan yang
memiliki tindakan kategori baik sebanyak 39 orang (39%), dan tindakan kategori kurang sebanyak
12 responden (12%).

Tindakan Responden Jumlah (Responden) Persentase


Kurang 6 6%
Sedang 13 13%
Baik 81 81%
Jumlah Total 100 100%
Tabel 4.8 Gambaran Responden berdasarkan Tindakan Setelah Intervensi

Dari tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan tindakan jumlah responden
terhadap penatalaksanaan demam setelah dilakukan intervensi (penyuluhan) dari 39 responden
(39%) menjadi 81 responden (81%) dengan tindakan kategori baik. Peningkatan yang tampak
adalah sebesar 42 responden dari jumlah semula.

4.4 PEMBAHASAN
Telah dilakukan penelitian pada tanggal 15 Juni sampai dengan 30 Juni 2020 mengenai
tingkat pengetahuan, skap, tindakan tentang penatalaksanaan demam bayi dan balita pada ibu di
Desa Pembuang Hulu II, dimana secara keseluruhan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

37
responden berada dalam kategori sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian Wati (2010) dimana
dijumpai tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden dalam kategori sedang. Namun
perlu diperhatikan bahwa persentase tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan kategori kurang
relative cukup besar (27%, 11%, dan 12%). Hal ini mungkin disebabkan karena sumber daya
manusia yang rendah yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu di Desa Pembuang Hulu II
secara umum tergolong rendah.[24].
Pada penelitian ini didapati sebagian besar responden dari masing-masing kategori
tingkat pendidikan memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang berbeda, dimana
dijumpai responden dengan pendidikan tinggi memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan
dengan kategori baik. Menurut Notoadmojo (2003), secara umum seseorang yang berpendidikan
lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan lebih rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang
dikemukanan Notoadmojo[22].

4.5 KETERBATASAN PENELITIAN


Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu:
a. Subyek dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki bayi atau balita dan menetap di
Desa Pembuang Hulu II, akan tetapi hanya dilakukan pada 100 ibu (responden) yang
dipilih secara acak dan tidak diwawancara pada semua ibu karena keterbatasan waktu
sehingga kurang mewakili suatu populasi.
b. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara langsung
kepada responden. Selama proses pengumpulan data ada beberapa kendala yang dialami
oleh peneliti beberapa responden saat dilakukan wawancara ada beberapa yang menolak.
c. Ada beberapa responden saat dilakukan wawancara kurang kooperatif karena suasana yang
tidak mendukung (ramai, cuaca panas, dan anak yang menangis saat wawancara) sehingga
responden terkesan tergesa-gesa yang mengakibatkan jawaban yang diberikan cenderung
sekedarnya saja. Hal ini dapat menyebabkan bias informasi.

38
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:

1. Dilihat dari usia responden, pada umumnya berusia 20-35 tahun sebanyak 74 responden
(74%), responden yang berusia 36-50 tahun sebanyak 17 responden (17%), dan
responden yang berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 9 responden (9%).
2. Dilihat dari pendidikan kebanyakan responden memiliki tingkat pendidikan rendah (SD)
yaitu sebanyak 42 responden (42%), tingkat pendidikan menengah (SMP) sebanyak 37
responden (37%), dan responden yang berpendidikan tinggi (SMA / Perguruan Tinggi)
sebanyak 21 responden (21%).
3. Dilihat dari pekerjaan, mayoritas responden bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu
sebanyak 71 responden (71%), buruh tani/perkebunan sebanyak 11 responden (11%),
wiraswasta sebanyak 8 responden (8%), pegawai negeri sipil sebanyak 6 responden (6%),
dan lain-lain sebanyak 4 responden (4%).
4. Sebelum diberikan intervensi, sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang
sedang mengenai demam yaitu sebanyak 55 responden (55%).
5. Sebelum diberikan intervensi, sebagian besar responden memiliki sikap yang sedang
mengenai demam yaitu sebanyak 51 responden (51%).
6. Sebelum diberikan intervensi, sebagian besar responden memiliki tindakan
penatalaksanaan yang sedang mengenai demam yaitu sebanyak 49 responden (49%).
7. Setelah diberikan intervensi, sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik
yaitu sebanyak 63 responden (63%), sebagian besar responden memiliki sikap yang baik
sebanyak 77 responden (77%), dan sebagian besar responden memiliki tindakan
penatalaksanaan yang baik sebanyak 81 responden (81%).

39
5.2 SARAN

Beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam
penelitian ini.

1. Bagi Puskesmas Pembuang Hulu diharapkan dapat melakukan program promotif dan
preventif secara rutin dan berkesinambungan agar dapat meningkatkan pengetahuan dan
sikap ibu terhadap demam bayi dan balita.
2. Diharapkan adanya sosialisasi kepada tenaga kesehatan betapa pentingnya penyuluhan
tentang penatalaksanaan demam pada bayi balita kepada ibu yang memadai dan merata
kesetiap desa.
3. Diharapkan kepada para ibu agar dapat memanfaatkan hasil penelitian ini dan menambah
wawasan mengenai pengetahuan dan penatalaksanaan tentang demam yang tepat
sehingga angka kejadian kejang demam menurun.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Arvin, A. M., 1999. Demam. Dalam Wahab, S.A., editor. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.
Volume 2. Edisi 15. Jakarta: EGC, 854-855.
2. Crocetti M, Moghbelli N, Serwint J. Fever phobia revisited: Have parental
misconceptions about fever changed in 20 years. Pediatric 2001(107); 1241-6.
3. Finkelstein JA, Christiansen CL, Platt R. Fever in Pediatric primary care:Occurrence,
management and outcome. Pediatrics 2000(105);260-6
4. Plipat N. Hakim S, Ahrens WR. The febrile child. Dalam: Strange GR, Ahrens WR,
Lelyveld S, Schafermeger RW, penyunting. Pediatric emergency medicine. Edisi ke-2.
New York:McGraw-Hill.2002; 315-24.
5. Guyton, A. C., Hall, J. E. 2006. Textbook Of Medical Physioloy. Edisi 11. Pennysilvania:
Elsevier Saunders, 889-895.
6. Fauci, S. A., et al., 2008. Harrison’s Principle Of Internal Medecine. Edisi 17. USA:
McGraw-Hill.
7. Sherwood, L., 2001. Keseimbangan Energi dan Pengaturan Suhu. Dalam: Santoso, B.I.,
Editor. Fisiologi Manusia dari Sel Ke Sistem. Edisi 4. Jakarta:EGC, 596-598.
8. Price, D.L., Gwin, J. F., 2008. Pediatric Nursing: An Introductory Text. Edisi 10.
Missouri: Saunders Elsevier, 34.
9. Dieckmann RA, Brownstein D, Gausche-Hill M. Dalam: Pediatric education for
prehospital professionals. American Acedemy of pediatric. Sudbury Massachusetts.
Jones and Bartlett Publihers. 2000;98-113
10. Kayman H. Management of Fever: making evidence-based decisions. Clin Pediatr. Jun
2003 (42); 383
11. Peters MJ, Dobson S, Novelli V, Balfour J, Macnab A. Sepsis and fever. Dalam: Macnab
AJ, Macrae DJ, Henning R, penyunting. Care of the critically ill child.
Philadelphia:Churchill livingstone. 1999; 112-7.
12. Victor Nizet, Vinci RJ, Lovejoy FH. Fever in children. Pediatric Rev. 1994 (15); 127-34.
13. McCarthy PL. Fever in infants and children. Dalam: Mackowiak, penyunting. Fever:
basic mechanism and management. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott-Raven Publihers.
1997; 351-61.
41
14. Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious Diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK,
Overby KJ, penyunting. Rudolph’s fundamental of pediatrics. Edisi ke-2. New
York:McGraw-Hill. 2002;312-7.
15. Luszczak M. Evaluation and management of infants and young children with fever. Am
Fam Phys. 2001 (64); 1219-26
16. Paul A, Lusel. Analgesic, antipyretic and antiinflammatory agents and drugs employed
in the treatment of gout. Goodman and gilman’s the pharmacological basis of
theurepeutics. Edisi ke-9. Philadelphia:McGraw-Hill. 1996;617-32.
17. Shearn MA. Obat antiinflamasi non steroid; analgesik nonopiat;obat yang digunakan
dalam gout. Dalam: Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta:EGC. 1992;
47483.
18. Mortensen ME. Acetaminophen recommendation. Pediatric 2002;110:646.
19. Morriss FC. Abnormalities in temperature regulation. Dalam: Levin DL, Morris FC,
Moore GC, penyunting. A practical guide to Pediatric intensive care. St.Louis: Mosby
company. 1984; 120-3.
20. Offringa M, Moyer VA. Evidence based management of seizures associated with fever.
Br Med J 2001;323:1111-3.
21. Uhari M, Rantala H, Vainionpaa L, et al. Effect of acetaminophen and of low intermittent
doses of diazepam on prevention of recurrences of febrile seizures. J Pediatr
1995;126:991-5.
22. Notoadmojo, S. 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
23. Notoadmojo, S. 2005.Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
24. Wati, C., 2010. Gambaran Pengetahuan Ibu dalam Penatalaksanaan Demam Pada Anak
Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pasar Merah Timur Medan Tahun 2010.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

42
LAMPIRAN

43
44
45

Anda mungkin juga menyukai