Anda di halaman 1dari 12

A.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Di dalam setiap kegiatan belajar-mengajar selalu dilakukan penilaian.


Hasil penilaian disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada
lembaga pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan skala 0 sampai 100,
dan ada pula yang menggunakan nilai angka itu dengan skala 0 sampai. Di
perguruan tinggi umumnya digunakan nilai huruf, yaitu A, B, C, D, dan F atau
TL. Jika nilai-nilai huruf itu akan digunakan untuk menentukan indeks prestasi
mahasiswa pada akhir semester atau pada akhir suatu program pendidikan, nilai-
nilai huruf itu ditransfer ke dalam nilai angka dengan bobot masing-masing
sebagai berikut: A=4, B=3, C=2, D=1, dan F (atau TL)=0.1

Nilai angka ataupun nilai huruf itu umumnya merupakan hasil tes atau
ujian yang diberikan oleh guru atau dosen kepada para siswa atau mahasiswanya
setelah mereka mengikuti pelajaran selama jangka waktu tertentu. Nilai-nilai
tersebut dimasukkan ke dalam buku laporan pendidikan (buku rapor), surat tanda
tamat belajar (STTB), ijazah, atau daftar nilai lainnya.

Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan


dengan mengacu kepada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal
adanya dua patokan yang umum dipakai dalam penilaian itu, yaitu “penilaian
acuan patokan” (criterion-referenced evaluation) dan “penilaian acuan norma”
(norm-referenced evaluation). Untuk jelasnya, marilah kita ikuti uraian berikut.

1
Ngalim Puwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1984), Hlm. 76.

1
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan
Patoka (PAP)
a. Pengertian PAN (Penilaian Acuan Normatif)

Norm referenced measurement pada umumnya disebut pula sebagai


Penilaian Acuan Normatif (PAN), adalah penilaian yang dilakukan dengan
mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan
dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk dalam kelompok itu.

Yang dimaksud dengan “norma” dalam hal ini adalah kapasitas atau
prestasi kelompok, sedangkan yang dimaksud dengan “kelompok” di sini adalah
semua siswa yang mengikuti tes tersebut. Jadi, pengertian “kelompok” yang
dimaksud dapat berarti sejumlah siswa dalam suatu kelas, sekolah, rayon, dan
propinsi atau wilayah.2

Penilaian Acuan Normatif (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena


tampilan pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan
penampilan siswa lain yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan
sebagai metode pengukuran yang menggunakan prinsip belajar kompetitif.
Menurut prinsip pengukuran normatif, tes baku pencapaian diadministrasi dan
penampilan baku normatif dikalkulasi untuk kelompok-kelompok pengambil tes
yang bervariasi.3

Contoh, si A mendapat nilai 8 sementara si B mendapat nilai 9, maka


dengan serta merta si A dianggap tidak lebih pintar daripada si B. contoh lain, si C
mendapat nilai 5 sementara teman-temannya yang lain mendapatkan nilai di
bawahnya. Biasanya si C dianggap yang paling pintar dibandingkan dengan
teman-temannya.

2
Ibid., Ngalim Puwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Hlm. 77.

3
Sukardi, Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), (Jakarta: Bumi Aksara,
2008), Hlm. 23.

2
Dalam penggunaan norm referenced, prestasi belajar seorang siswa
dibandingkan dengan siswa lain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat
dipengaruhi oleh kualitas kelompoknya. Seorang siswa yang apabila terjun ke
kelompok A termasuk “hebat”, mungkin jika pindah ke kelompok lain hanya
menduduki kualitas “sedang” saja. Ukurannya adalah relatif. Oleh sebab itu maka
dikatakan pula diukur dengan standar relatif. Ukuran demikian juga disebut
menggunakan norma referenced, atau norma kelompok.4

Dalam suatu seleksi penyelenggara tesnya hanya bertujuan memilih sekian


orang yang terbaik di antara semua peserta, tanpa peduli tingkat penguasaanya, tes
yang harus digunakan adalah tes acuan norma. Cara penafsiran yang digunakan
adalah adalah penafsiran acuan norma. Orang yang terpilih mungkin benar-benar
orang yang sangat menguasai perilaku yang diukur, karena semua peserta adalah
orang-orang yang pandai. Mungkin pula terjadi orang-orang yang dipilih terdiri
atas orang-orang yang mempunyai tingkat penguasaan kurang karena semua
peserta berasal dari orang orang yang kurang pandai.5

b. Pengertian PAP (Penilaian Acuan Patokan)

Penilaian Acuan Patokan (PAP) juga sering disebut criterion evaluation


merupakan pengukuran lain dengan menggunakan acuan beda. Dalam pengukuran
ini penampilan siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah ditentukan lebih
dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa lain.
Keberhasilan siswa dalam prosedur acuan patokan tergantung pada penguasaan
materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna
mendukung tujuan instruksional.

Dikatakan demikian apabila posisi siswa merupakan hasil penampilannya


dalam mengerjakan suatu tes pengukuran. Pada penilaian acuan patokan ini hasil
penampilan seorang siswa menunjukkan posisinya sendiri tanpa membandingkan

4
Ibid., Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Hlm. 233.

5
Atwi Suparman, Desain Instruksional Modern, (Jakarta, Erlangga, 2012), Hlm. 214.

3
dengan hasil penampilan siswa lain. Dengan kata lain, dalam acuan patokan, apa
yang dicapainya dalam suatu tes adalah menggambarkan penampilannya dalam
mengerjakan tes.6

Di dalam penggunaan criterion referenced, siswa dibandingkan dengan


sebuah standar tertentu, yang dalam uraian sebelum ini, dibandingkan dengan
standar mutlak, yaitu 100. Uraian dalam contoh siswa A dan B di atas, siswa juga
dibandingkan dengan standar tertentu, yaitu skor maksimum. Penggunaan standar
mutlak ini terutama dipertahankan dalam pengetrapan prinsip belajar tuntas. 7

Sebagai contoh, misalkan untuk dapat diterima sebagai calon penerbang di


sebuah lembaga penerbangan, setiap calon harus memenuhi syarat antara lain
tinggi badan sekurang-kurangnya 165 cm dan memiliki tingkat kecerdasan (IQ)
serendah-rendahnya 130 berdasarkan hasil tes yang diadakan oleh lembaga yang
bersangkutan. Berdasarkan kriteria atau patokan itu, siapa pun calon yang tidak
memenuhi syarat-syarat tersebut dinyatakan gagal dalam tes atau tidak akan
diterima sebagai siswa calon penerbang.8

Contoh lain, misalnya dalam suatu modul dinyatakan bahwa untuk dapat
dinyatakan lulus, seorang siswa harus memperoleh nilai 80% dari tes akhir modul
(post-test). Jika ternyata seorang siswa setelah mempelajari modul tersebut dan
mengerjakan tes akhir modul mendapat nilai 60, yang berarti 60%, maka siswa
tersebut masih harus mempelajari kembali bagian-bagian dari modul yang belum
dikuasainya, kemudian dites lagi sampai akhirnya ia dapat memperoleh nilai 80
atau lebih.

Dari contoh-contoh tersebut di atas terlihat bahwa menggunakan kriteria


penilaian tertentu. Contoh pertama menggunakan kriteria batas tinggi badan dan
tingkat IQ yang merupakan syarat dalam pencapaian tujuan sebagai calon

6
Ibid., Sukardi, Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), Hlm. 23.

7
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Yogyakarta, BINA AKSARA,
1987), Hlm. 233.

8
Alex Shirran, Evaluating Students, (Jakarta, PT Gramedia, 2006), Hlm. 107.

4
penerbang. Contoh kedua menggunakan kriteria tingkat kemampuan penggunaan
pengetahuan sesuai dengan tujuan kurikulum sehingga nilai yang diperoleh siswa
sekaligus mencerminkan sejauh mana kemampuan atau penguasaan siswa akan
materi pengajaran yang diteskan.

Perlu kiranya dijelaskan di sini bahwa kriteria atau patokan yang


digunakan dalam PAP bersifat mutlak. Artinya, kriteria itu bersifat tetap,
setidaknya untuk beberapa tahun atau jangka waktu tertentu dan berlaku bagi
semua siswa atau mahasiswa yang mengikuti tes di lembaga yang bersangkutan.9

2. Persamaan dan Perbedaan Pengukuran Acuan Normatif dan


Acuan Patokan

Pengukuran acuan normatif dan acuan patokan mempunyai beberapa


persamaan sebagai berikut:

1. Kedua pengukuran acuan normatif dan acuan patokan memerlukan adanya


tujuan evaluasi spesifik sebagai menentukan fokus item yang diperlukan.
Tujuan tersebut termasuk tujuan instruksional umum dan tujuan
instruksional khusus.
2. Kedua pengukuran memerlukan sampel yang relavan, digunakan sebagai
subjek yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sampel yang diukur
merepresentasikan populasi siswa yang hendak menjadi target akhir
pengambilan keputusan.
3. Untuk mendapatkan informasi yang diinginkan tentang siswa, kedua
pengukuran sama-sama memerlukan item-item yang disusun dalam suatu
tes dengan menggunakan aturan dasar penulisan instrumen.
4. Kedua pengukuran memerlukan persyaratan pokok, yaitu validitas dan
reliabilitas. Validitas yaitu apakah item yang disusun mengukur apa yang
hendak dukur, sedangkan reliabilitas yiatu apakah item tes memiliki hasil
konsistensi. Suatu item tes dikatakan memiliki reliabilitas, apabila tes yang

9
Alex Shirran, Evaluating Students, (Jakarta, PT Gramedia, 2006), Hlm. 108

5
dibuat mempunyai hasil yang konsistensi dalam mengukur apa yang
hendak diukur (Sukardi 2003).
5. Kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat pengumpul data
siswa yang dievaluasi.

Di samping persamaan karakteristik antara pengukuran acuan normatif dan


acuan patokan tersebut, kedua pengukuran tersebut pun memiliki beberapa
perbedaan seperti berikut.

a. Pengukuran acuan normatif di antaranya sebagai berikut.


1) Merupakan tes yang mencakup domain tugas pembelajaran dengan
item pengukuran yang spesifik.
2) Menekankan pembedaan antara individual siswa satu dengan siswa
lain dalam kelompok/kelas.
3) Item-item yang memiliki tingkat kesulitan tinggi dan cenderung
menghilangkan item yang memiliki tingkat kesulitan rendah.
4) Lebih banyak digunakan, khususnya pada kelas yang memiliki
kelompok-kelompok dengan pembedaan antara siswa pandai, di
atas rerata, di bawah rerata, dan bodoh.
5) Interpretasi evaluasi memerlukan adanya pengelompokan atas
kelompok-kelompok tertentu secara jelas.
b. Pengukuran dengan acuan patokan di antaranya sebagai berikut.
1) Merupakan tipe pengukuran yang berfokus pada penentuan domain
tugas belajar dengan tingkat kesulitan sejumlah item sesuai dengan
tugas pembelajaran.
2) Menekankan penggambaran tugas apa yang telah dipelajari oleh
para siswa.
3) Item kesulitan sesuai dengan tugas pembelajaran, tanpa
menghilangkan item atau soal yang memiliki tingkat kesulitan
rendah.

6
4) Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas dengan tugas
pembelajaran dengan konsep atau penguasaan materi belajar
(mastery learning).
5) Interpretasi memerlukan grup tertentu dengan memenuhi kriteria
tertentu atau domain pencapaian belajar.
3. Penggunaan Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan
Patokan (PAP)

Dengan menggunakan norm reference evaluation atau Penilaian Acuan


Norma (PAN), dapat dilihat kedudukan seseorang siswa dibandingkan dengan
kawan-kawannya sekelompok. Hal ini berarti bahwa tolak ukur atau standar
bersifat relatif, dalam artian akan tergantung kepada kemampuan kelompok yang
bersangkutan. Misalnya seorang siswa memperoleh skor mentah 50 dari 100 butir
soal mungkin akan dapat memperoleh nilai 9 (sembilan) dalam skala 1-10, bila
kawan-kawan sekelompoknya memperoleh skor yang jauh di bawah skornya.
Sebaliknya seorang siswa dari sekolah atau kelas lain dengan tes yang sama,
memperoleh skor mentah 70, mungkin hanya memperoleh nilai 5 dalam skala 1-
10, jika rata-rata kelompoknya jauh berada di atas skor yang diperolehnya.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Penilaian Acuan Norma (PAN) kurang
dapat menggambarkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi ajar yang sudah
diberikan, kurang dapat menggambarkan sejauh mana para siswa telah mencapai
sasaran belajar yang diharapkan.

Di dalam pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Criterion


Reference Evaluation, kriteria atau standarnya bersifat mutlak, dalam arti tidak
akan dipengaruhi oleh kemampuan kelompok. Dengan demikian nilai yang
diberikan berdasarkan pendekatan ini lebih menggambarkan tingkat pencapaian
siswa terhadap sasaran belajar, atau tujuan pengajaran yang telah ditetapkan.

Pendekatan yang merupakan kombinasi dari kedua pendekatan di atas


merupakan usaha untuk mempertahankan hal-hal yang positif, dan menekan hal-
hal yang kurang baik dari kedua pendekatan tersebut. Akhirnya dapat

7
dikemukakan bahwa pengajar perlu memahami, bilamana dan untuk apa suatu
pendekatan itu digunakan. Misalnya apabila pengajar harus menetapkan peringkat
hasil belajar di dalam kelompok, maka sebagusnya digunakan PAN. Namun
apabila pengajar berkehendak untuk menetapkan nilai akhir (skor akhir)
sebagusnya menggunakan PAP.

Mengapa PAP dipakai sebagai yang lebih tepat digunakan untuk


menentukan nilai akhir, sekurang-kurangnya ada tiga alasan, yaitu:

1. Dengan PAP itu dapat diketahui hasil belajar yang sebenarnya, oleh
karena normanya adalah norma ideal.
2. Dengan PAP itu tidak diperlukan perhitungan-perhitungan statistik,
sehingga memudahkan pengajar (guru-guru) yang tidak menguasai
metode-metode statistik.
3. Dengan PAP hanya ada satu makna bagi satu nilai yang sama, oleh
karena normanya tidak bersifat nisbi.10

Apabila berdasarkan acuan patokan dapat digunakan apabila dasar


pemikiran yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan adalah asumsi
pedagogik. Asumsi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa keragaman
kemampuan peserta didik hendaknya dapat dikurangi, hal ini berarti seorang
pendidik harus dapat memacu peserta didik yang berprestasi dan membantu yang
lemah. Peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk belajar, sehingga ada
perbedaan kemampuan antara sebelum dan sesudah belajar. Pendidik dalam
mengembangkan psoses belajar-mengajar menyajikan materi dan metode yang
sesuai dengan kemampuan peserta didik.11

Tes dapat dikembangkan dengan menggunakan acuan norma dan kriteria


karena keduanya memiliki karakteristik tersendiri dan memberikan informasi
yang bermanfaat. Acuan norma memberikan informasi penting tentang bagaimana

10
Mudijo, Tes Hasil Belajar, (Jakarta: BUMI AKSARA, 1995), Hlm. 99.

11
Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1996),
Hlm. 87.

8
kedudukan seorang peserta tes dalam kelompoknya, sedangkan acuan kriteria
memberikan informasi penting tentang bagaimana seorang peserta tes menguasai
pengetahuan atau materi tertentu. Sementara itu, acuan norma dapat diaplikasikan
pada jenis tes yang memiliki jangkauan materi lebih luas dibandingkan dengan
acuan kriteria.12 Semua tes standar didesain untuk menilai siswa di bawah kondisi
yang benar-benar terkontrol. Ini berarti bahwa semua siswa yang mengikuti tes itu
akan mengalami kondisi penulisan tes yang persis sama.13

4. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Acuan Patokan (PAP) dan


Penilaian Penilaian Acuan Norma (PAN)

Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti tersaji


di bawah ini:
1. Kebiasaan penggunaan penilaian berdasarkan referensi norma atau
kelompok di pendidikan tinggi;
2. Bermanfaat untuk membandingkan siswa/mahasiswa lintas mata
pelajaran/kuliah dan memberikan hadiah.
3. Mendukung ide tradisional kekukuhan akademis dan menggunakan
standar.

Kekurangan Penilaian Acuan Norma (PAN)

1. Sedikit menyebutkan tujuan pembelajaran atau kompetensi


siswa/mahasiswa apa yang mereka ketahui atau dapat mereka lakukan.
2. Tidak dapat diandalkan: siswa/mahasiswa yang gagal sekarang
mungkin dapat lulus pada tahun berikutnya;
3. Kurang transparan, karena hasil penilaian akhir tidak diketahui para
siswa/mahasiswa.

Kelebihan Penilaian Acuan Patokan (PAP)


12
Kusaeri dan Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, (Yogyakarta, Graha
Ilmu, 2012), Hlm. 50

13
Ibid., Alex Shirran, Evaluating Students, Hlm. 108

9
1. Penilaian lebih dapat diandalkan, karena menggunakan standar dan
kriteria minimal;
2. Lebih banyak partisipasi dan motivasi siswa/mahasiswa serta fokus
pada pembelajaran;
3. Cocok digunakan untuk mendiagnosa kemampuan seseorang dalam
proses pembelajaran.

Kekurangan Penilaian Acuan Patokan (PAP)

1. Relatif agak rumit, karena perlu waktu untuk menyetujui sebuah


kriteria dan standar;
2. Lebih menekankan hasil daripada proses;

3. Tidak mudah bagi akademisi untuk mengubah kebiasaan dari menilai

berdasarkan referensi norma menjadi referensi kriteria.14

Walaupun benar bahwa dari kedua model penilaian, guru dapat


menggunakan acuan yang berbeda, dan dengan sifat-sifat yang berbeda, penilaian
atas dasar acuan normatif lebih mudah dikomunikasikan dengan para stakeholder
yang relavan termasuk pimpinan sekolah, siswa, orangtua dan masyarakat
pengguna. Kemudian bagaimana untuk kondisi tertentu misalnya pemilihan suatu
jabatan di lembaga pendidikan seperti jabatan kepala sekolah, kepala pendidikan
wilayah kabupaten atau wilayah provinsi, posisi atau jabatan yang jumlah sangat
terbatas, atau lebih sedikit dibanding orang-orang yang menginginkannya, maka
penilaian acuan patokan atau kriteria memiliki hasil yang lebih tepat untuk
digunakannya, guna memilih dan menempatkan orang yang betul-betul mampu
pada jabatan pilihan tersebut.15

14
http://nanaplb11.blogspot.com/2014/01/penilaian-acuan-patokan-dan-acuan-norma.html

15
Ibid., Sukardi, Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), Hlm. 60.

10
KESIMPULAN

1. Penilaian acuan norma adalah penilaian yang dilakukan dengan


mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa
diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk
dalam kelompok itu. Penilaian acuan patokan adalah merupakan
pengukuran lain dengan menggunakan acuan beda. Dalam pengukuran
ini penampilan siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah
ditentukan lebih dahulu dalam tujuan instruksional, bukan dengan
penampilan siswa lain.
2. Persamaan penilaian acuan norma dan acuan patokan antara lain adalah
kedua pengukuran memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik,
memerlukan sampel yang relavan, memerlukan item-item yang disusun
dalam suatu tes, memerlukan persyaratan pokok, yaitu validitas dan
reliabilitas, kedua pengukuran tersebut sama manfaatnya, yaitu alat
pengumpul data siswa yang dievaluasi.
3. Adapun perbedaan dari kedua penilaian tersebut antara lain:
a. Penilaian acuan norma menekankan pembedaan antara individual
siswa satu dengan siswa lain dalam kelompok/kelas. Penilaian
acuan patokan menekankan penggambaran tugas apa yang telah
dipelajari oleh para siswa.
b. Penilaian acuan norma lebih banyak digunakan, khususnya pada
kelas yang memiliki kelompok-kelompok dengan pembedaan antara
siswa pandai, di atas rerata, di bawah rerata, dan bodoh. Penilaian
acuan patokan Lebih banyak digunakan, khususnya untuk kelas
dengan tugas pembelajaran dengan konsep atau penguasaan materi
belajar (mastery learning).
c. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian
acuan patokan digunakan terutama untuk penguasaan.

DAFTAR PUSTAKA

11
Arikunto Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Yogyakarta, BINA
AKSARA, 1987

Kusaeri dan Suprananto, Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, Yogyakarta, Graha


Ilmu, 2012.

Mudijo, Tes Hasil Belajar, Jakarta: BUMI AKSARA, 1995.

Puwanto Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT

Remaja Rosdakarya, 1984

Shirran Alex, Evaluating Students, Jakarta, PT Gramedia, 2006

Sukardi, Evaluasi Pendidikan (Prinsip dan Operasionalnya), Jakarta: Bumi

Aksara, 2008

Suparman Atwi, Desain Instruksional Modern, Jakarta, Erlangga, 2012.

Thoha Chabib, Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,

1996.

http://nanaplb11.blogspot.com/2014/01/penilaian-acuan-patokan-dan-acuan-
norma.html

12

Anda mungkin juga menyukai