Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN


KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners


Departemen Keperawatan kritis

OLEH :
ANYUNTI ANDIAWAN DUA BURA, S.Kep
NIM :013190034

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA
MAUMERE
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
KETOASIDOSIS DIABETIKUM (KAD)

A. KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian

Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang


ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis
osmotik.
KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan
hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari
KAD murni (American Diabetes Association, 2004).
Ketoasidosis diabetikum adalah merupakan trias dari hiperglikemia, asidosis, dan
ketosis yang terlihat terutama pada pasien dengan diabetes tipe-1. (Samijean Nordmark,
2008).
B. Etiologi

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang
mencetuskannya. Faktor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :
a. Infeksi : meliputi 20 –55% dari kasus krisis hiperglikemia dicetuskan oleh
Infeksi. Infeksinya dapat berupa : Pneumonia, Infeksi traktus urinarius, Abses,
Sepsis, Lain- lain.
b. Penyakit vaskular akut: Penyakit serebrovaskuler, Infark miokard akut, Emboli
paru, Thrombosis V Mesenterika.
c. Trauma, luka bakar, hematom subdural.
d. Heat stroke
e. Kelainan gastrointestinal: Pankreatitis akut, Kholesistitis akut, Obstruksi intestinal
f. Obat-obatan : Diuretika, Steroid, Lain-lain.
Pada diabetes tipe 1, krisis hiperglikemia sering terjadi karena yang bersangkutan
menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat. Keadaan ini
terjadi pada 20-40% kasus KAD. Pada pasien muda dengan DM tipe 1,
permasalahan psikologi yang diperumit dengan gangguan makan berperan sebesar
20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis. Faktor yang bisa
mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien muda meliputi ketakutan akan
naiknya berat badan pada keadaan kontrol metabolisme yang baik, ketakutan akan
jatuh dalam hypoglikemia, pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat penyakit
kronis (Gaglia dkk, 2004).

C. Tanda dan Gejala

Gejala klinis biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam. Poliuri,
polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari menjelang
KAD, dan sering disertai mual-muntah dan nyeri perut. Nyeri perut sering disalah-artikan
sebagai 'akut abdomen'. Asidosis metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri
abdomen, gejala ini akan menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.
Sering dijumpai penurunan kesadaran, bahkan koma (10% kasus), dehidrasi dan syok
hipovolemia (kulit/mukosa kering dan penurunan turgor, hipotensi dan takikardi). Tanda
lain adalah :
 Sekitar 80% pasien DM ( komplikasi akut )
 Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul )
 Dehidrasi ( tekanan turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering )
 Kadang-kadang hipovolemi dan syok
 Bau aseton dan hawa napas tidak terlalu tercium
 Didahului oleh poliuria, polidipsi.
 Riwayat berhenti menyuntik insulin
 Demam, infeksi, muntah, dan nyeri perut.
D. Pemeriksaan penunjang

1. Glukosa.

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien

mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya

mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya

bergantung pada derajat dehidrasi.

Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan

kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar

glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin

tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya

mencapai 400-500 mg/dl.

2. Natrium.

Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk

setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan

oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat

dengan jumlah yang sesuai.

3. Kalium.

Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan.

EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.

4. Bikarbonat.

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah

(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi

respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan


keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam

darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion

untuk menilai derajat asidosis.

5. Sel darah lengkap (CBC).

Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai

pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.

6. Gas darah arteri (ABG).

pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.

Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada

pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan

ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan

untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan

sebagai cara untuk menilai asidosis juga.

7. Keton.

Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria

dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.

8. β-hidroksibutirat.

Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons

terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal,

dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik

(KAD).
9. Urinalisis (UA)

Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi

saluran kencing yang mendasari.

10. Osmolalitas

Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL)

Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya

memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H 2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330

mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.

11. Fosfor

Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme

kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

12. Tingkat BUN meningkat.

Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

13. Kadar kreatinin

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi

pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN

serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi

renal.
Tabel Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian)
metabolik pada diabetes
Sifat-sifat Diabetic Hyperosmolar Asidosis laktat
ketoacidosis non ketoticcoma
(KAD) (HONK)
Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi
Ketone Ada Tidak ada Bervariasi
Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat
Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada

E. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:

 Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dl). Biasanya

tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat

dibawah kondisi stress.

 Gula darah puasa normal atau diatas normal.

 Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

 Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

 Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan

ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya

aterosklerosis.

F. Penatalaksanaan
Penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan pemberian tiga agen berikut:

 Cairan.

Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang hebat.

NaCl 0,9 % diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3 jam. Pemberian cairan normal

salin hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada pasien-pasien yang menderita

hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal jantung

kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200-500 ml/jam) dapat

dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.

 Insulin.

Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin intramuskular adalah

alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau bila akses vena mengalami

kesulitan, misalnya pada anak anak kecil. Asidosis yang terjadi dapat diatasi

melalui pemberian insulin yang akn menghambat pemecahan lemak sehingga

menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Insulin

diberikan melalui infus dengan kecaptan lambat tapi kontinu ( misal 5 unti /jam).

Kadar glukosa harus diukur tiap jam. Dektrosa ditambahkan kedalam cairan infus

bila kadar glukosa darah mencpai 250 – 300 mg/dl untuk menghindari penurunan

kadar glukosa darah yang terlalu cepat.

 Potassium.

Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien

penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi secara

hebat.
Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan pulih kembali selama

defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin intravena diberikan

melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan suplemen

potasium ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik

atas seorang pasien penderita KAD (ketoasidosis diabetikum) adalah melalui

monitoring klinis dan biokimia yang cermat.

G. Komplikasi

Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:

a. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )

Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila

penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat

protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah.

Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan

gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa

menimbulkan gagal jantung kongesif.

b. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )

Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa

mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila

tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah dapat

terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali

c. Syaraf ( Neuropati Diabetik )

Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa

stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati
rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya

terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil cepat

menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi.

d. Kelainan Jantung.

Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya

aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai

komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut,

maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab

kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang tidak berfungsi,

sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak, bengkak,

dan lekas lelah.

e. Hipoglikemia.

Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan

kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.

Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa

gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.

f. Impotensi.

Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi

yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf.

Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga mereka

yang masih berusia 35 – 40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut, jumlah sperma

yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini

terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni (ejaculation retrograde).


Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami

kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini penderita

menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon dengan tujuan

meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormon tersebut akan

menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya masih baik. Bila

hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi

diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak dikeluhkan.

Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek pada proses

kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami keguguran

yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa

mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat

dan lainnya.

g. Hipertensi.

Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal

penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah

pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh

kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan

signal ke otak untuk menambah takanan darah.

h. Komplikasi lainnya.

Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa

komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:

a. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu

makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
b. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya

karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga

bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.

c. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita

diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.


H. Pathwey
Sel β tidak mampu
menghasilkan insulin

Defisiensi insulin

Transport glukosa ke jaringan

Hiperglikemi

Metabolisme sel

Glukosa
Asam lemak
Metabolisme Absorbsi ginjal

Badan keton Strafase sel


ATP Glukouria

PK. Asidosis metabolik Kemampuan sel


Produksi energi Diuresis osmotik

Imun
Poliuria

Kelemahan Rentang infeksi vol. sirkulasi

Invasi kuman

Hipotensi Devisit cairan


takikardi
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
B1 B2 (Blood) B3 (Brain) B4 B5 (Bowel) B6 (Bone) Tidak

(Breath) (Bladder) mengenal


Insulin Glukosa Lipolisis
PK.Hiperglikemi Metabolisme sel sumber
meningkat
informasi
Sel Diuresis osmotik ATP
Ketosis
hungry Sumbatan di Kesalahan
Ulkus N2 Mual, muntah Kerja penginter-
Kehilangan
metabolisme prestasian
Suplai O2
Invasi MK: informasi
mikroorganisme
turun
Nutrisi Kelemahan
MK: kurang dari Pasien
MK: Dehidrasi Poliuri
Perubahan kebutuhan ansietas
Infeksi MK:
persepsi
Intoleran aktivitas
sensori
Pasien
MK:
Frek. penglihatan
sering
Defisit vol. Cairan
napas
bertanya
dan elektrolit

Perfusi jartingan MK:


MK: serebral Kurang
Ketidakefektifan MK : Resiko pengetahuan
pola napas Cidera
B. KONSEP DASAR ASKEP
A. Pengkajian
a. Identifikasi klien.
1. Keluhan utama klien
Mual muntah
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
Menderita Diabetes Militus
4. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat psikososial
b. Pemeriksaan fisik
 B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung  
adanya infeksi/tidak). Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum
purulenFrekuensi pernapasan meningkat.
 B2 (Blood)
 Tachicardi
 Disritmia
 B3 (Bladder) :
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
 B4 (Brain)
Gejala :  Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda :    Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguanmemori (baru, masa lalu), kacau mental, aktifitas kejang (tahap lanjut
dari DKA).
 B5 (Bowel)
 Distensi abdomen
 Bising usus menurun
 B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur.
Gejala :  Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Tanda :  Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kemampuan bernafas
2. Resti terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
peningkatan keasaman (pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis dan
lipolysis
3. Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi lambung
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan diare, muntah, pembatasan intake
akibat mual, kacau mental
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
6. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan
dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit

C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
penurunan kemampuan bernafas
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pola nafas efektif
KH :
Pola nafas pasien kembali teratur, respirasi rate pasien kembali normal
(16-24x/menit), dan pasien mudah untuk bernafas
2. Resti terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan peningkatan keasaman (pH menurun) akibat hiperglikemia,
glukoneogenesis dan lipolysis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan pertukaran gas
KH        :
RR dalam batas normal (16-24x/menit), AGD dalam batas normal,
yaitu pH (7,35-7,45), PO2 (80-100 mmHg), PCO2(30-40 mmHg),
HCO3 (22-26), BE (-2 sampai +2)

3. Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi lambung


Tujuan   :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau hilang
KH        : 
Nyeri berkurang atau terkontrol, pasien tampak tenang tidak meringis
kesakitan
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah;
pembatasan intake akibat mual, kacau mental
Tujuan   :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
volume cairan seimbang
KH        :
TTV dalam batas normal, pulse perifer dapat teraba, turgor kulit dan
capillary refill baik (kembali < 3 detik), keseimbangan urin output dan
kadar elektrolit normal.
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Tujuan   :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH        :
Klien mencerna jumlah kalori / nutrisi yang tepat, menunjukkan
energi yang biasa, BB dapat stabil
6. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual
berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
Tujuan   :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
tidak terjadi perubahan sensori-perseptual
KH        :
Mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan
mengkompensasi adanya kerusakan sensori.

D. INTERVENSI
Dx 1. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernafas
1. Kaji pola nafas setiap hari
R/: Pola dan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi,
status cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor
harus dapat diidentifikasi untuk menentukan faktor mana yang
berpengaruh
2. Kaji kemungkinan adanya sekret yang mungkin
timbul
R/: Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum
berlebih akibat kerja reflek parasimpatik atau menurunnya
kemampuan menelan
3. Baringkan klien pada posisi nyaman, semi fowler
R/: Memudahkan klien dalam bernafas
4. Berikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
R/: Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan respon
penurunan CO2 dan O2. Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah
yang minimal diharapkan dapat mempertahankan level CO2.
5. Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
R/: Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas,
menghindari jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas
oleh sekret yang mungkin terjadi
6. Kolaborasi dengan tim medis
R/: Membantu tindakan medis selanjutnya sesuai dengan indikasi dokter

Dx II. Resti terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan


keasaman (pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis dan lipolysis
1. Observasi irama, frekuensi serta kedaleman pernafasan
R/: Memantau adanya perubahan irama, frekuensi dan kedalaman
pernafasan
2. Monitor hasil pemeriksaan AGD
R/: Untuk memantau AGD pasien apabila ada perubahan dalam pH, PO 2,
PCO2, HCO3 dan BE
3. Auskultasi bunyi paru
R/: Mengidentifikasi bunyi paru apabila ada bunyi tambahan dalam paru
4. Berikan posisi fowler / semifowler (sesuai dengan keadaan klien)
R/: Memberikan rasa nyaman dan melancarkan jalan nafa
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
R/: Agar memperlancar pertukaran gas dan mengurangi sesak nafas pada
pasien.
Dx III. Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi lambung
1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya,
karakteristiknya, lokasi dan lamanya nyeri.
R/: Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh
pasien dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan
2. Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik
visualisasi (teknik relaksasi dan distraksi)
R/: Memberikan pasien sejumlah pengendali nyeri atau dapat mengubah
mekanisme sensasi nyeri dan mengubah persepsi nyeri
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik
R/: Analgetik merupakan obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri
4. Pertahankan istirahat dengan posisi semi
fowler
R/: Posisi semi fowler dapat menurunkan rasa nyeri dan membuat nyaman
5. Hindari tekanan area popliteal
R/: Mencegah terjadinya nyeri yang lebih parah

Dx IV. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat


hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan
intake akibat mual, kacau mental.
1. Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah maupun
muntah
R/: Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi
yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkat
pengeluaran insensible
2. Monitor tanda-tanda vital dan perubahan tekanan darah orthostatic
R/: Hipovolemik dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi.
Hipovolemia yang berlebihan dapat ditunjukkan dengan peenurunan
TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri
3. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa
R/: Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat
4. Pantau masukan cairan dan pengeluaran urin
R/: Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal
dan keefektifan dari terapi yang diberikan
5. Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hari
R/: Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian NaCl, ½ NaCl dengan
atau tanpa dekstrose
R/: Meningkatkan dan menyeimbangkan volume cairan dalam tubuh
Dx V. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
1. Pantau BB setiap hari atau sesuai indikasi
R/: mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya)
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dihabiskan
R/: Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum dicerna dan pertahankan puasa
sesuai indikasi
R/: Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas / fungsi lambung (distensi / ileus paralitik) yang
akan mempengaruhi pilihan intervensi
4. Berikan makanan yang mengandung nutrisi kemudian upayakan
pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi
R/: Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan
fungsi gastrointestinal baik
5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
R/: Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
6. Observasi tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembeb / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsangan, cemas, sakit
kepala, pusing dan sempoyongan
R/: Karena metabolisme karbohidrat sulit terjadi (gula darah akan
berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi
dapat terjadi jika pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia
mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran
7. Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R/: Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian insulin secara teratur sesuai
indikasi
R/: Meningkatkan kadar insulin dalam tubuh

Dx VI. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental
R/: Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu
yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
2. Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya. Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara perlahan
dan jelas
R/: Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan
kontak dengan realitas
3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat
pasien
R/: Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki
daya piker
4. Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk
melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya
R/: Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannyan
5. Lindungi pasien dari cidera (gunakan pengikat) ketika tingkat kesadaran
pasien terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat tidur dan
berikan jalan nafas buatan yang lunak jika pasien kemungkinan mengalami
kejang
R/: Pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan
timbulnya cidera terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai
indikasi. Munculnya kejang perlu diantisipasi untuk mencegah
trauma fisik, aspirasi dan sebagainya.

E. IMPLEMENTASI
Sesuai Intervensi
F. EVALUASI
Sesuai Tujuan dan Kriteria Hasil
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku saku Diagnosa KeperawatanEdisi 8.EGC: Jakarta


Doengoes, E. Marilynn.1989. Nursing Care Plans, Second Edition. FA Davis: Philadelphia
Fisher, JN., Shahshahani,MN., Kitabchi,AE.,Diabetic ketoacidosis: low-dose insulin
therapy by various routes.www.content.nejm.org (diakses pada tanggal 21 mei 2010
pukul 19.34 WIB).
Hardern,R.D., Quinn,N.D. Emergency management of diabetic ketoacidosis in adults.
www.ncbi.nlm.nih.gov (diakses pada tanggal 22 mei 2011 pukul 18.45).
Hidayat. Ketoasidosis DM.www.hidayat2.wordpress.com (diakses pada tanggal 22 Mei
2011 pukul 19.02 WIB).
High Beam. Article: The clinical management of diabetic ketoacidosis in adults.
(Clinical).www.highbeam.com (diakses pada tanggal 21 mei 2011 pukul 18.32 WIB).
Journal Watch Specialities. Diabetic Ketoacidosis Protocol — Is It
Beneficial?.www.emergency-medicine.jwatch.org (diakses pada tanggal 22 mei 2011
pukul 18.54 WIB).

Anda mungkin juga menyukai