Anda di halaman 1dari 37

Ajaran Sesat Dalam Aliran Teologi Islam (bagian 

I)
Filed under: Aqidah by D&H — Tinggalkan komentar
3 November 2010

Oleh DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni

Belakangan ini muncul beberapa ajaran dan aliran sesat di tengah masyarakat dan komunitas
islam. Dan tak henti-hentinya kita mendengar adanya komuniti ajaran sesat di dalam berita,
akhbar, siaran, majalah dan media masa lainnya, yang tentunya ajaran tersebut sangat
meresahkan dan membimbangkan serta mengganggu proses kehidupan agama.

Bukan saja di negara-negara Asean seperti Indonesia, Malaysia, Brunai, bahkan ajaran sesat
ini banyak dijumpai di negara-negara Arab, sehingga timbul beberapa pertanyaan apakah
ajaran-ajaran yang muncul saat ini merupakan kontinuitas daripada ajaran-ajaran sesat yang
sudah ada sebelumnya, atau merupakan ajaran baru yang tiada hubungan dengan ajaran-
ajaran sesat dalam aliran teologi islam. Inilah yang melatar belakangi penulisan artikel ini,
dengan tujuan untuk mengkaji dan melacak sejarah ajaran-ajaran sesat yang tercatat dalam
kitab-kitab klasik.

Sebelum menguraikan ajaran-ajaran sesat dalam teologi Islam, ada baiknya kalau dipaparkan
faktor-faktor yang memotivasi timbulnya ajaran-ajaran sesat. Sejauh penilaian penulis ada
beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya ajaran-ajaran sesat, di antaranya:

Bodoh tentang agama (‫)اَ ْل َج ْه ُل بِال ِّديْن‬. Perkara ini terjadi disebabkan karena beberapa hal, seperti,
ketidak inginan seseorang mepelajari hakikat syari’at Islam dan aqidah Islam. Adakalanya
belajar agama tapi tidak tamat, dalam artian setengah-tengah atau tanggung-tanggung,
sehingga terjadi kesamaran dan tidak jelas dihadapannya yang hak dari yang batil, maka ia
menganggap yang hak adalah batil dan yang batil adalah hak.
ْ sebagaimana yang terjadi
ِ َ‫)ال ِخالَفُ ال ِّسي‬
Konflik politik dan Politisasi Agama (َ‫اس ُي َوتَ ْسيِيْسُ ال ِّد ْين‬
dalam sejarah penubuhan sekte-sekte teologi Islam).
Unsur kesengajaan ( ْ‫)اَلتَّ ْخ ِريْب‬, alias mempunyai niat jahat untuk menghancurkan sendi-sendi
agama sehingga melakukan ”sabotase”. Usaha semacam ini identik dengan usaha yang
dilakukan oleh kalangan sekuler dan liberal, melalui berbagai propaganda, seperti
menamakan diri sebagai gerakan: rasionalis (al-‘Aqlaniyah), pencerahan (at-Tanwir),
kebangkitan (an-Nahdhah), dan terminologi-terminologi lain yang mungkin dapat membuat
sebagian orang merasa tertarik dan terpengaruh. Sebab slogan-slogan tersebut mengandung
semangat kemoderenan (sprit of the times). Namun pada hakikatnya adalah “Tazwir ad-Din
wa al-Afkar” (Mengaburkan agama, baik yang berkaitan dengan syari’at ataupun aqidah).
Atau sekurang-kurangnya dengan bahasa yang lebih halus ”Reformasi Wacana keIslaman”,
yang di dunia arab dikenal dengan istilah: ”Tajdid al-Din atau al-Khitab al-Islami”. Ada juga
istilah yang baru-baru ini muncul, yaitu: ”Tathwir ad-Din” (Mengembangkan agama), yang
kesemuanya ditopang dengan konsep barat yang dikenal dengan: ”Hermeneutika”. Pada
23/01/2010-eramuslim.com. penulis telah menulis sebuah artikel dengan judul ”Konsep
Ta’wil Bathiniyah & Pengaruhnya Terhadap Hermeneutika (Liberal)”,
Keliru dalam memahami konsep agama atau metode istinbat ( ‫)خَ طَأ ُ ْالفَه ِْم َع ِن ال ِّدي ْْن‬, seperti
kurangnya pengetahuain tentang kaedah-kaedah dalam berbagai disiplin ilmu Islam, ilmu
ushul fiqh, ilmu tafsir dan ilmu hadits. Sebagaimana yang terjadi dalam syi’ah Isma’iliyah
dan Syi’ah Imamiyah, mereka tidak membedakan ayat muhkamat ataupun ayat mutasyabihat,
oleh karena itu seluruh ayat al-Qur’an bagi mereka dapat dita’wilkan sesuai pemahaman dan
tuntunan mazhab mereka.[1]
Berlebih-lebihan atau menganggap remeh ajaran agama (ُ‫ )اَ ِإل ْف َراطُ َوالتَّ ْف ِر ْيط‬atau dengan kata lain:
ekstrim dan radikal, sehingga menimbulkan sifat ta’assub (merasa paling benar). Sifat ini
telah digambarkan oleh Qur’an dalam beberapa firman Allah Swt:
( َ‫وا بَلْ نَتَّبِ ُع َما أَ ْلفَ ْينَا َعلَ ْي ِه آبَاءنَا أَ َولَوْ َكانَ آبَا ُؤهُ ْم الَ يَ ْعقِلُونَ َشيْئا ً َوالَ يَ ْهتَ ُدون‬
ْ ُ‫)وإِ َذا قِي َل لَهُ ُم اتَّبِعُوا َما أَنزَ َل هّللا ُ قَال‬
َ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”. Mereka
menjawab: “(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan)
nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk”. (al-Baqarah:170).
Pada ayat lain Allah menegur Ahlu Kitab atas perbuatan ekstrim yang dilakukan oleh
mereka:

(ِّ‫وا َعلَى هّللا ِ إِالَّ ْال َحق‬


ْ ُ‫وا فِي ِدينِ ُك ْم َوالَ تَقُول‬
ْ ُ‫ب الَ تَ ْغل‬
ِ ‫)يَا أَ ْه َل ْال ِكتَا‬

“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu
mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar”. (an-Nisa:171).

Imam at-Thabari dalam tafsir ”Majma’ al-Bayan”, menyebutkan bahwa ayat di atas ditujukan
kepada kaum Yahudi dan Nasrani, di mana Allah swt mengecam berbagai ideologi mereka,
Nasrani mengatakan bahwa Isa as adalah anak Allah, sebagian mengatakan bahwa Isa adalah
Tuhan dan terlebih lagi dengan konsep Triniti yang dicipta sendiri oleh mereka. Begitu
halnya dengan Yahudi yang melekatkan sifat-sifat bagi Allah, namun tidak layak bagi-Nya,
seperti anggapan bahwa Allah hanyalah sekedar zat yang fakir, tangan Allah terbelenggu dan
sebagainya.

Berkaitan dengan ini, Rasulullah saw melarang umatnya bersikap ekstrim terhadap dirinya:

(ُ‫ َع ْب َد هللاِ َو َرسُوْ لَه‬:‫ فَقُوْ لُوْ ا‬،ُ‫ فَإِنَّ َما أَنَا َع ْب ُده‬،‫صا َرى ا ْبنَ َمرْ يَم‬ ْ ‫)والَ ت‬
ِ ‫َطرُوْ نِي َك َما أَطَ َر‬
َ َّ‫ت الن‬ َ

“Janganlah kamu sekalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana umat Nasrani memuji
Isa, sebab saya hanyalah seorang hamba Allah, maka katakanlah bahwa saya ini hamba Allah
dan utusan-Nya”. (Riwayat Bukhari).

Oleh karena itu Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa kesesatan berpikir dan bid’ah-bid’ah yang
ditimbulkan oleh golongan Khawarij bukanlah karena mengingkari agama atau menolak
kebenaran agama, tetapi karena kebodohan dan kesesatan dalam memahami makna-makna
al-Qur’an. Di tempat lain Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa: ”Penyebab terjadinya kesesatan
pada sebagian kalangan pengamal tasawwuf adalah karena keyakinan mereka yang
mendalam dan berlebihan (ekstrim) terhadap para nabi dan para ulama shaleh
(Waliyullah)”[2] .

(ً‫ق َونَسْرا‬ َ ‫)وقَالُوا اَل تَ َذر َُّن آلِهَتَ ُك ْم َواَل تَ َذر َُّن َو ّداً َواَل ُس َواعا ً َواَل يَ ُغ‬
َ ‫وث َويَعُو‬ َ -23:‫نوح‬-.

Dan mereka berkata:”Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu


dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula
suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”, (QS. 71:23).

Perkara ta’assub (fanatisme) ini sebenarnya sudah dinafikan oleh para ulama. Imam Abu
Hanifah berkata: ”tidak sah bagi seseorang mengikuti pendapat kami selama ia tidak
mengetahui dari mana sumbernya” [3]. Dengan nada yang sama pendiri mazhab Maliki, yaitu
imam Malik dengan tegas menyatakan: ”Saya hanyalah manusia biasa, pandangan saya boleh
salah dan betul, oleh karena itu teliti terlebih dahulu pandangan saya, kalau pandangan saya
sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah maka silahkan ambil, namun kalau ternyata tidak sesuai
maka silahkan tinggalkan pandangan tersebut” .

Sedangkan pernyataan imam Syafi’i dalam hal ini: ”segala masalah yang memiliki sandaran
dari Rasulullah Saw, namun bertentangan dengan pandanganku, maka saya akan tarik
kembali pandangan tersebut, baik ketika saya masih hidup atau sesudah aku mati” [5].

Tidak ketinggalan imam Ahmad bin Hanbal menyikapi segala bentuk ta’assub mazhab dan
menyerukan untuk kembali kepada sandaran pendapat bagi masing-masing mazhab. Beliau
berkata: ”jangan engkau mengikuti pandanganku, begitupun pandangan Malik, Syafi’i,
Auza’i dan at-Thauri, tapi ambillah pandangan mereka dari sumber aslinya” [5]

Ini sebahagian dari faktor dan motif timbulnya ajaran sesat, dan merupakan sentral kesesatan
yang beredar dan berkembang dari zaman klasik sehingga zaman sekarang (kontemporari).
Oleh karena itu penulis tidak menafikan adanya faktor lain selain 5 point yang telah
disebutkan di atas.

DEFINISI AJARAN SESAT

Ajaran adalah sebuah aqidah dan ideologi, atau sering disebut dan dinamai sebagai
kepercayaan. Dari segi etimologi ”Aqidah” berasal dari perkataan arab: “َ‫” َعقَد‬, yang artinya
mengikat, ikatan dan simpul, diartikan juga sebagai kontrak, transaksi dan perjanjian”.
Disebutkan dalam kamus ”Syawarifiyyah” perkataan ’Aqada’ disinonimkan dengan: ”َ‫” َع ِهد‬
dan ”7]7[. ”َ‫َوثَق‬

Oleh karena itu Aqidah diartikan sebagai “Ikatan yang erat kokoh dan pegangan yang kuat”.
Dikatakan demikian, karena aqidah tidak menerima hal-hal yang menimbulkan keragu-
raguan.

Dalam agama Islam, aqidah berbentuk keyakinan, dan bukan berbentuk amalan (Practical)
atau perbuatan. Seperti seseorang berkeyakinan tentang eksistensi (keberadaan) Allah swt,
dan keyakinan tentang diutusnya seorang Nabi dan Rasul. Bentuk plural daripada Aqidah
adalah (Aqaa`id) [8].

Adapun dari segi terminologi, aqidah bermakna: “Perkara-perkara yang dibenarkan dan
diakui sepenuhnya oleh hati manusia, dan merasa tenang dengan keyakinan tersebut, oleh
karena itu tidak timbul sama sekali keraguan dalam hatinya”. Dengan demikian, Aqidah itu
adalah suatu ajaran yang diyakini oleh seseorang dengan penuh keyakinan, sama halnya
keyakinan itu baik ataupun buruk.

Aqidah Islam adalah keimanan dan kepercayaan yang penuh dan mantap terhadap Allah swt,
para Malaikat, Kitab-Kitab, para rasul,hHari kiamat, qadha dan qadar (takdir ilahi), percaya
sepenuh hati terhadap kejadian-kejadian di alam ghaib serta pokok-pokok ajaran agama, dan
tunduk terhadap perintah dan segala keputusan yang ditetapkan oleh Allah, juga mengikuti
ajaran agama yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
Dalam bahasa arab, terdapat beberapa penamaan tentang ajaran-ajaran sesat, diantaranya:
“al-’Aqaa`id az-Zaighah”, “al-‘Aqaa`id ad-Dhaalah” dan ”al-’Aqaa`id al-Munharifah”. Dan
istilah terakhir ini yang banyak digunakan oleh ulama, dan kesemuanya bermaksudkan ajaran
sesat, yaitu segala ajaran atau amalan yang dianggap sebagai ajaran Islam, namun pada
hakikat dan intinya berlawanan dan tidak sesuai dengan al-Quran dan Sunnah.

Dan istilah “ad-Dhalaalah atau ad-Dhaalah” sendiri sering digunakan oleh Ibnu Hazam dalam
kitabnya “al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwa wa an-Nihal” [9], terutama ketika mengkritisi
pandangan-pandangan Syi’ah dan Mu’tazilah.

Sementara para ulama nusantara, memberikan pengertian yang sama tentang ajaran sesat
sebagai ajaran atau amalan yang dibawa oleh orang-orang Islam atau orang-orang bukan
Islam yang mendakwa bahwa ajaran dan amalan tersebut adalah ajaran Islam, atau
berdasarkan kepada ajaran Islam; sedangkan pada hakikatnya ajaran dan amalan yang dibawa
itu bertentangan dengan ajaran Islam yang berdasarkan Al-Quran dan Al-Sunnah, serta
bertentangan dengan ajaran ahli Sunnah Wal Jamaah” [10].

Perlu diungkapkan di sini bahwa ajaran sesat sebenarnya sangat erat dengan masalah bid’ah,
sebab bid’ah itu sendiri memiliki makna dan haluan kepada kesesatan. Dan definisi bid’ah
adalah sebagi berikut:

Bid’ah menurut etimologi, berasal dari kata “bada’a” yang berarti menciptakan, Abda’tu
Assyai’: menciptakan sesuatu yang baru. Sedangkan kata “Abda’a, Ibtada’a dan Tabadda’a”
berarti mendatangkan sesuatu yang baru. Dan kata Badi’ adalah bermakna hal-hal baru yang
aneh [11]. Sesuatu yang baru tidak selamanya berarti baru secara mutlak, karena bisa jadi dia
adalah hasil dari pembaharuan dan pengembangan apa-apa yang telah ada sebelumnya yang
ditampilkan dalam bentuk dan gaya atau style yang baru.
Dari segi terminologi, para ulama berselisih faham tentang konsep Bid’ah, yaitu:

Pertama:

Imam Nawawi memperluas pemahaman bid’ah. Menurutnya, bid’ah adalah segala sesuatu
yang belum dan tidak pernah wujud serta terjadi pada zaman Nabi saw. Dan dia berpendapat
bahwa bid’ah terbagi kepada dua, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi`ah [12]. Pengertian
dan pembagian ini telah disuarakan sebelumnya oleh salah seorang ulama mazhab Syafi’i,
yaitu imam Izzuddin bin Abdul as-Salam. Ia berpendapat bahwa segala sesuatu yang belum
dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw adalah Bid’ah.

Dan menurut pendapatnya bid’ah itu terbagi kepada lima bagian, yaitu: Bid’ah Wajibah
(Wajib), Bid’ah Muharramah (Haram), Bid’ah Makruhah (Makruh), Bid’ah Mandubah
(Sunnah) dan Bid’ah Mubahah (boleh). Dan untuk mengetahuinya, maka bid’ah tersebut
haruslah diukur berdasarkan Syari’at. Apabila bid’ah tersebut termasuk ke dalam sesuatu
yang diwajibkan oleh syari’at berarti bid’ah itu wajib, apabila termasuk ke dalam perbuatan
yang diharamkan berarti haram, dan seterusnya [13] .

Dalam kitab Manaqib Assyafi’i, menurut riwayat Baihaqi, Imam Syafi’i berkata: “Segala hal
baru (bid’ah) ada dua macam, pertama: bid’ah yang bertentangan dengan al-Qur`an, sunnah,
atsar dan ijma’ inilah bid’ah Dhalaalah (sesat). Kedua: Apa-apa yang baru (bid’ah) yang baik
yang tidak bertentangan dengan al-Quran maupun as-Sunnah, atsar dan Ijma’, maka hal itu
tidak tercela.
Dalam nada yang sama Ibnu Atsir mengatakan: “Bid’ah itu terbagi menjadi dua, yaitu bid’ah
hasanah dan bid’ah dhalalah. Jika bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya maka
bid’ah itu termasuk golongan sesat dan tercela, namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang
telah dianjurkan oleh agama maka bid’ah itu tergolong kedalam bid’ah yang terpuji. Bahkan
menurut beliau, bid’ah hasanah pada dasarnya adalah sunnah”[14] .

Kedua:

Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali dalam penjelasannya tentang pengertian bid’ah adalah: hal-
hal yang baru dan tidak mempunyai dasar dalam dalil syari’at. Adapun jika bid’ah itu sesuai
dengan syara’ berarti ia tidak digolongkan sebagai Bid’ah meskipun secara etimologi
bermaknakan bid’ah [15]. Pengertian ini menunjukkan artian yang sempit terhadap bid’ah,
sebab baginya, bid’ah adalah perihal baru yang tercela saja, maka dari itu tidak ada
penamaan-penamaan bid’ah (hasanah, sayyi`ah, wajib, makruh dll) seperti pengertian di atas.
Jadi yang dikategorikan sebagai bid’ah adalah perkara yang haram saja.

Pada hakikatnya, kedua pandangan di atas tidak kontradiktif antara satu dengan yang lainnya.
Sebab tujuannya sama, yaitu bahwa bid’ah adalah perkara baru yang tidak ada landasan
dalam syari’at. Dan yang membedakan hanyalah bagaimana cara untuk membuat gambaran
bahwa bid’ah yang tercela adalah perbuatan atau amalan yang tidak berdasarkan kepada
syari’at, dan tidak sesuai dengan nilai dan ajaran agama [16].

Di samping itu, perkara yang dilakukan mendatangkan mudharat dalam kehidupan agama.
Itulah yang dimaksud dengan hadis Rasulullah saw. “Kullu Bid’atin Dhalaalah”, atau semua
bid’ah sesat. Jadi kesimpulannya, tidak semua bid’ah itu dilarang atau diharamkan, yang
dilarang adalah bid’ah yang bertentangan dengan agama .
Adapun argumentasi-argumentasi yang diajukan oleh ulama yang membagi bid’ah kepada
hasanah dan sayyi`ah, adalah sebagi berikut:

1) Rasulullah saw. bersabda:

( ‫ َو َم ْن َس َّن فِي‬،‫َم ْن َس َّن فِي ا ِإل ْسالَ ِم ُسنَّةً َح َسنَةً َكانَ لَهُ أَجْ ُرهَا َوأَجْ ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا ِم ْن بَ ْع ِد ِه الَ يُ ْنقَصُ َذلِكَ ِم ْن أُجُوْ ِر ِه ْم َش ْيئًا‬
ِ َ‫)ا ِإل ْسالَ ِم ُسنَّةً َسيِّئَةً َكانَ َعلَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا ِم ْن بَ ْع ِد ِه الَ يُ ْنقَصُ َذلِكَ ِم ْن أَوْ ز‬
‫ار ِه ْم َش ْيئًا‬

Artinya: “Barang siapa yang membuat perkara baik dalam Islam, maka ia sendiri akan
mendapatkan pahalanya dan pahala dari orang yang melakukan kebaikan itu setelahnya,
tanpa dikurangi sedikitpun pahala mereka. Begitu juga, barang siapa yang membuat perkara
buruk, maka ia sendiri akan memperoleh balasannya serta balasan orang yang melakukan
keburukan itu setelahnya, tanpa sama sekali dikurangi dosa-dosa orang-orang tersebut”.
(Riwayat Muslimim).

Senada dengan hadits di atas, Rasulullah saw bersabda:

( ‫ َو َم ْن َس َّن ُسنَّةً َسيِّئَةً فَ َعلَ ْي ِه ِو ْز ُرهَا َو ِو ْز ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا إِلَى‬،‫َم ْن َس َّن ُسنَّةً َح َسنَةً فَلَهُ أَجْ ُرهُ َو أَجْ ُر َم ْن َع ِم َل بِهَا إِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬
‫)يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬

Artinya: “Barang siapa yang membuat perkara baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya
dan pahala orang yang melakukan perkara baik itu sampai hari kiamat, dan barang siapa
membuat perkara buruk, maka ia akan mendapatkan balasannya dan balasan orang yang
melakukan perkara buruk itu sampai hari kiamat”. (Riwayat Muslim)
Masih banyak lagi hadits yang senada dan seirama dengan hadits-hadits yang telah
dipaparkan diatas, dan kesemuanya menunjukkan tentang adanya pembagian bid’ah kepada
hasanah dan sayyi`ah.

2) Ibnu Umar menamakan shalat Dhuha secara berjamaah di mesjid dengan nama Bid’ah,
padahal hal itu merupakan perbuatan yang terpuji. Diriwayatkan dari Mujahid, ia berkata:
saya dan ‘Urwah bin Zubair telah memasuki mesjid, sedangkan Abdullah bin Umar duduk di
kamar Aisyah ra., sementara orang-orang sedang melaksanakan shalat dhuha secara
berjamaah, kami pun bertanya kepadanya tentang shalat orang-orang tersebut, dan beliau
menjawab “Bid’ah”.

3) Perkataan Umar ra. tentang shalat tarawih secara berjamaah di mesjid pada bulan
ramadhan:” ‫“ نِ ْع َمةُ ْالبِ ْد َع ِة هَ ِذ ِه‬, diriwayatkan dari Abdurahman bin Abdu al-Qari, ia berkata: Suatu
malam pada bulan ramadhan, saya keluar bersama Umar bin al-Khattab ra. ke mesjid di mana
orang-orang terpecah dan terbagi-bagi dalam melaksanakan shalat tarawih sendiri-sendiri,
Umar ra. berkata:”saya melihat jika orang-orang tersebut dikumpulkan dibelakang seorang
imam pastilah sangat indah”. Maka beliaupun menyuruh Ubay bin Ka’ab untuk melakukan
shalat tarawih secara berjamaah. Pada malam yang lain ketika saya keluar kembali bersama
Umar ra., orang-orang telah shalat tarawih secara berjamaah di mesjid, maka umar ra. pun
berkata:”Ni’mat al-bid’ati hazihi”.

Oleh karena itu, Mayoritas ulama dari berbagai mazhab, seperti Izzuddin bin Abdu Assalam
dari mazhab Syafi’i, an-Nawawi dan abu Syamah dari mazhab Maliki, al-Qarafi dan az-
Zarqani dari mazhab Hanafi, Ibnu Abidin dari mazhab Hambali, Ibn Al Jauzi serta Ibnu
Hazam dari mazhab ad-Dzahiriah, kesemuanya sependapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi
dua bahagian, yaitu : bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi`ah.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ajaran sesat terkait erat dengan “bid’ah” dalam
agama Islam. Dan memiliki tiga kriteria, yaitu: membuat hal baru, menciptakan permasalahan
dalam agama, dan bertentangan dengan syari’at Islam.(Bersambung)

DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni


BA (AL-AZHAR). M.PHIL & PH.D (CAIRO)
Senior Lecturer
Department of Islamic Theology & Religion
ISLAMIC SCIENCE UNIVERSITY OF MALAYSIA

catatan:

[1] Lihat: Kamaluddin Nurdin, Mauqif az-Zaidiyah wa Ahlu Sunnah Min al-Aqidah al-
Isma’iliyah Wa Falsafatiha, hal: 114-137, Bairut, Darul Kutub al-Ilmiyah. 2009.

[2] Ibnu Taimiyah, Iqtidha as-Shirat al-Mustaqim, hal: 76.

[3] Ibn Abdil Bar, al-Intifaa, hal: 145.

[4] Ibnu Abdil Bar, Jami’ Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi, 1/775.

[5] Ibnu Qayyim, I’lam al-Muqi’iin, 2/285.


[6] Ibnu Qayyim, I’lam al-Muqi’iin, 2/201.

[7] DR. Kamaluddin Nurdin, Kamus Syawarifiyyah, Sinonim Arab-Indonesia, hal: 427.

[8] Ibnu Faris, Mu’jam Maqaayiis al-Lughah, 4/86-87. Ibnu Mandzur, 9/309.

[9] Lihat: 3/79, 87. 4/162, 171. Cairo, Maktabah al-Khanji.

[10] http://www.mymasjid.net.my/koleksi-artikel/display/636.

[11] Ibnu Manzdur, Lisan al-Arab, 8/6, Bairut, Darul Shadir.

[12] Ibnu Hajar, Fathul Bari, 394.

[13] Izzuddin bin Abdul Salam, Qawa’idu Alahkam fi Mashalihi al-Anam hal:204

[14] Ibnu Atsir, Annihayah hal:80.

[15] Ibnu Rajab al-Hanbali, Jami’ Al ulum wa Alhikam hal:223.

[16] Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, hal:248.

1 document_comment_errors
4gen

Download this Document for Free

baiah” serta bersumpah menyimpan rahsia. Setelah pengakuan


murid sanggup
menyimpan rahsia maka barulah di buka rahsia ilmu hakikat @ ilmu
isi yang mereka
maksudkan itu. Biasanya mereka menentukan masa yang tertentu
untuk belajar dan
mengajar mengenai ilmu hakikat @ ilmu isi yang dimaksudkan itu
dan mendakwa orang
yang mem pelajari dan mengamalkan ilmunya itu akan beroleh apa
yang dihajati dan
terbukalah segala rahsia dan tersingkaplah Hijab mereka dengan
Allah S.W.T.
CARA-CARA PERKEMBANGAN AJARAN SESAT.
I. Melalui Ajaran:
Penyusupan ajaran sesat melalui cara tersebut adalah lahir dari
guru-guru yang
membawa sesuatu ajaran dengan tujuan mencari pengaruh dan
kepentingan diri dengan
mengemukakan ajaran dan amalan yang didakwa beramal dengan
ajaran beliau
kononnya akan mendapat sesuatu yang Ghaib seperti Kasyaf dan
Laduni iaitu
mengetahui alam ghaib dan mendapat limpahan ilmu Allah dan
Tajalli iaitu penjelmaan
hakikat zat, sifat, dan Af’al Allah kepadanya. Kemudian disogokkan
pula kepada murid-
murid dengan beberapa keistimewaan kononnya akan mudah
mendapat ketinggian
darjat, pangkat, damn kebesaran serta disanjung tinggi dan mulia
oleh orang ramai.
II. Melalui Tarikat.
Melalui cara Tarikat ini selalunya menggunakan nama Tarikat yang
masyhur seperti
Naqsyabandiah, Mufarridiyah, Syazaliyah, Ahmadiah dan lain-lain
lagi dengan ditokok
tambah oleh gurunya mengikut kesesuaian tempatan dan
kepentingan dirinya yang
mendakwqa sebagai “ Guru Mursyid” yang mendapat tauliah dari
guru asalnya serta
boleh mentauliahkan orang lain.
III. Melalui Kepercayaan dan Amalan Tradisi.
Cara ini adalah merupakan cara biasa dan mudah diterima oleh
masyarakat melayu Islam
dinegara ini kerana ianya bersifat kepercayaan terhadap kuasa
sakti, jin, jembalang, dan
penunggu tersebut supaya mereka tidak mengganggu penduduk
disesuatu tempat itu,
maka dilakukan upacara pemujaan.
Ada juga yang melakukan pemujaan keatas roh, para Wali dan
Keramat, iaitu menziarahi
kubur orang yang dianggap Wali dan Keramat serta melakukan
upacara tradisional,
seperti melepaskan ayam putih, pulut kuning, bertih dan
penyembelihan binatang
ternakan keatas kubur itu serta menyeru roh para Wali dan
Keramat itu agar dapat
memberi pertolongan kepada mereka bagi menyampaikan apa-apa
hajat mereka dan
apakala beroleh kejayaan, mereka akan membayar nazar diatas
kubur orang yang
dianggap Wali dan Keramat atau mereka membayar nazar ditempat
yang menjadi pujaan
mereka.
Terdapat juga mereka yang melakukan pertapaan iaitu dengan
menyembunyikan diri
ditempat yang sunyi seperti di bukit, atau gunung atau gua tertentu
dengan tujuan untuk
mendapat ilmu Ghaib, Sakti, gagah perkasa, kebal dan lain-lain
bagi tujuan kehebatan
diri dan kepentingan diri serta untuk mendapat tempat yang istimewa
dalam masyarakat.

CONTOH-CONTOH AJARAN SESAT DI MALAYSIA.


1. Ajaran Empat Sahabat ( Kota Bharu pada tahun 1974)
2. Ajaran Cerang melilin ( Terengganu pada tahun 1976 )
3. Ajaran Husin Ali ( Kuala Terengganu pada tahun 1976 )
4. Ajaran Crypto ( Kluang Selangor pada tahun 1978 )
5. Tarikat Aurad Islamiah ( Kedah pada tahun 1979 )
6. Tarikat Zikrullah ( Hasan Anak Rimau / Ayah Pin, Kota
Bharu.1983 )
7. Ajaran Haji Mohd Yamin Ab. Rahman ( Kota Bharu Pada tahun
1990 )
8. Ajaran Tok Ayah Selamat ( Kota Bharu pada tahun 1989 )
9. Al- Arqam. ( Seluruh negeri 1988 )
10. Golongan Anti Hadis ( wilayah Persekutuan !992 )
Bukan sedikit ajaran sesat yang tumbuh dikalangan masyarakat
Islam. Di negara ini
sahaja terdapat 46 jenis ajaran yang telah dikenalpasti sesat.
Namun begitu terdapat
banyak lagi yang bercambah disana sini yang sukar diselidiki
secara dekat kerana
kekurangan matlumat yang lengkap. Di sini diberi dua contoh
ajaran sesat yang besar
dinegara ini:-
1. Al-Arqam.
Al-Arqam diasaskan oleh Ashaari Muhammad. Ia juga dikenali
sebagai Jamaah Aurad
Muhammadiah dan telah mengembangkan pengaruhnya
dikalangan berbagai lapisan
masyarakat Islam di seluruh negara ini. Ajaran-ajaran Al-Arqam
mendapat sambutan
sebilangan masyarakat yang dikelirukan dan menganggapnya
sebagai sebuah badan
dakwah yang unggul. Kumpulan ini menyebarkan kegiatan dakyah
melalui bidang
pendidikan, penerangan, penerbitan, perusahaan, perniagaan,
perubatan, dan pertanian.
Penyelewengan akidah Al-Arqam adalah berpunca dari pengajaran
Ashaari Muhammad
dan pegangan pengikut-pengikutnya terhadap Aurad
Muhammadiah yang diantara lain
memberi ajaran dan fahaman seperti berikut:
i. Syeikh Muhammad As-Suhaimi, pengasas Aurad Muhammadiah,
berjumpa Rasulullah
saw dalam jaga dan menerima Aurad Muhammadiah daripada
Baginda Rasulullah saw di
dalam Ka’abah.
ii. Syeikh Muhammad As-Suhaimi tidak mati, tetapi ghaib dan akan
muncul semula
sebagai Imam Al-Mahdi.
iii. Syeikh Muhammad As-Suhaimi adalah Khalifah Rasulullah saw
dan meletakkan
setaraf dengan Khulafa’ Al-Rasyidin.
iv. Rasulullah saw, para sahabat dan para aulia didakwa boleh
ditemui secara jaga
(yaqazah) selain melalui mimpi. Mereka datang kononnya untuk
mengesahkan sesuatu
yang diperlukan oleh pengikut-pengikut Al-Arqam umpamanya
mengenali siapa yang
taat dan siapa yang tidak taat kepada Al-Arqam dan pemimpinnya.
v. Syeikh Muhammad As-Suhaimi dipercayai kononnya boleh
datang menolong apabila
diseru namanya.
vi. Ashaari Muhammad dipercayai, kononnya selain seorang yang
soleh, wali yang
mempunyai karamah, adalah seorang Mujaddid akhir zaman dan
Sayyidul-Mujaddidin.
vii. Penggunaan Gambar Ashaari secara meluas dikalangan
pengikut kerana di percayai
akan membawa Barakah dan mempunyai Karamahnya.
viii. Ashaari mendakwa dirinya dari keturunan Bani Tamim, iaitu
satu rumpun dengan
keturunan Nabi Muhammad saw yang memegang panji-panji Al-
Mahdi.
2. Golongan Anti Hadis.
Di Malaysia golongan anti Hadis telah dapat dikesan sekitar tahun
1984. ini
diperkuatkan lagi dengan terbitnya buku Kasim Ahmad, Hadis: Satu
Penilaian Semula.
Kasim Ahmad mempelopori kumpulan ini kerana dipercayai
terpengaruh dengan sebuah
buku Dr. Rashad Khalif, bertajuk The Computer Speaks: God’s
Message To The World,
yang diterbitkan oleh Syarikat Renaissance Production
International; Amerika pada tahun
1981.
Pendekatan Kasim Ahmad mengenai teori Anti Hadis banyak
terpengaruh dengan
pendekatan yang digunakan oleh Dr. Rashad Khalifa. Beliau telah
mempersoalkan
autoriti Hadis dan memberi beberapa gambaran yang mengelirukan
mengenainya. Malah
beliau menuduh bahawa hadis adalah ajaran-ajaran palsu dan
rekaan semata-mata serta
sekaligus beliau menolak kewibawaan ulamak-ulamak hadis. Beliau
berpendapat Hadis
dan Sunnahlah yang menjadi salah satu penyebab punca
kekeliruan dan perpecahan
terbesar dikalangan umat Islam selama lebih seribu tahun.
Dengan tersiarnya akhbar dan terbitnya buku Kasim Ahmad
mengenai pandangan beliau
tentang Hadis, suasana masyarakat Islam amnya kurang
menyenangkan. Lantaran itu
pihak Kerajaan telah mengambil satu ketetapan mengharamkan
buku tersebut dari
pengedarannya.
PENUTUP.
Pertumbuhan serta perkembangan ilmu atau amalan sesat di
dalam masyarakat Islam
dinegara ini, bukan sahaja boleh menyebabkan Akidah umat Islam
menyeleweng dari
tuntutan Allah, bahkan ianya juga adalah sebahagian dari unsur-
unsur yang membawa
kepada perpecahan dikalangan umat Islam sendiri. Akan timbul
dalam masyarakat Islam
beberapa kumpulan yang mengamalkan beberapa kumpulan yang
mengamalkan beberapa
jenis ilmu yang berbeza dari segi nama tetapi mempunyai motif
yang hampir-hampir
sama.
Masing-masing kumpulan akan berusaha mencari pengikut
seberapa banyak yang
mungkin; Implikasi dari keadaan seumpama ini akan membawa
kepada lenyapnya
perasaan persaudaraan sesama Islam yang sangat-sangat
dititikberatkan oleh Allah
sebagai senjata kekuatan dan keutuhan umat Islam.
Dan yang lebih membimbangkan lagi sepertimana yang
dibayangkan oleh Rasulullah
bahawa di suatu masa kelak umatnya akan berpecah kepada tujuh
puluh tiga puak.
Sabda Rasulullah saw.
Ertinya:
“ Akan berpecah umatku kepada tujuh puluh tiga puak, kesemuanya
didalam neraka
kecuali satu sahaja, iaitu puak yang mengikut sunnahku dan sunnah
sahabat-sahabatku”
Umat-umat Islam benar-benar beriman dengan Allah haruslah
memahami bahawa
sesungguhnya tidak ada ilmu kebal dalam Islam, kerana Rasulullah
telah menyatakan
bahawa Mukmin yang kuat ialah mukmin yang mempunyai
kekuatan iman yang lahir
dari peningkatan ketakwaan kepada Allah. Bukti bahawa tidak ada
kekebalan dalam
islam ialah Rasulullah sendiri telah cedera parah dalam
peperangan Uhud. Jika ada
kekebalan dalam islam sudah tentu Rasulullah dan para sahabat
tidak akan cedera dalam
peperangan.
Oleh itu untuk mengatasi dan membasmi segala ajaran atau
amalan sesat yang terdapat
didalam masyarakat Islam maka setiap umat Islam haruslah
bertanggungjawab serta
mengkaji sesuatu ajaran atau amalan itu secara terperinci dengan
berlandaskan kepada
ajaran Islam yang maha suci sebelum menyertai sesuatu ajaran,
supaya dengan ini
keimanan serta keyakinan umat Islam terhadap kebesaran
kekuasaan Allah tetap
terpelihara dan juga dapat mengelakkan umat-umat islam dinegara
ini daripada terpedaya
dan terperangkap dengan golongan-golongan yang mencari
pengaruh disebalik tabir
Islam.
RUJUKAN.
Abdulfatah Haron Ibrahim, Ajaran sesat, Dewan Bahasa dan Pustaka,
Kementerian
pendidikan Malaysia Kuala Lumpur, 1993.
Ajaran Sesat, Satu Ancaman Terhadap Keselamatan Negara, Kor Agama
Angkatan
Tentera, Kementerian Pertahanan Malaysia, Kuala Lumpur, 1995.
Suara Persatuan Ulama’ Malaysia, Bil, 31 ( thn 3 ) Jamadilawal 1413h
( November 1992)
muka surat 11-22.

KONSEP KEPATUHAN DALAM ISLAM


Pengenalan
Kepatuhan dan kesetiaan kepada Allah adalah bersifat mutlak iaitu
tidak boleh berbelah
bahagi. Kepatuhan dan kesetiaan bererti tunduk, taat dan tidak
membantah. Patuh dan
setia kepada Allah dan Rasul, ertinya mengerjakan segala perintah-
Nya dan menjauhi
serta meninggalkan segala larangan-Nya. Manakala patuh dan
setia kepada pemimpin
iaitu ketua negara adalah berbeza dan tidak bersifat mutlak. Rakyat
hanya wajib memberi
kepatuhan dan kesetiaan selagi ketua negara tidak memerintah
rakyat melakukan perkara-
perkara yang bertentangan dengan ajaran al-Quran dan al-Sunnah.
Pemimpin dapat diertikan sebagai seorang pemerintah yang diberi
kuasa untuk mentadbir
sesebuah negara. Pemimpin bertanggungjawb penuh atas
keselamatan dan kemajuan
rakyat serta negara yang dipimpinnya. Namun begitu pemimpin
haruslah dibantu oleh
jemaah menteri yang berperanan melaksanakan syariat Islam agar
dapat ditegakkan di
negara di bawah pemerintahannya.
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang taat kepada-Nya
dengan kenikmatan,
keselamatan, kebahagiaan dan keredhaan-Nya yang tidak terkira di
dunia dan akhirat.
Allah S.W.T berfirman :
Terjemahan : “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-
Nya, maka mereka itu
adalah bersama-sama orang-orang yang telah Allah beri nikmat ke
atas mereka, dari para
nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin; dan alangkah baiknya
bertemankan dengan
mereka itu”1
Kepatuhan dan kesetiaan kepada Allah, Rasul dan ketua negara telah
dinyatakan dengan
jelas di dalam Firman Allah S.W.T. :
Terjemahan : Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan
mereka yang
berkuasa di kalangan kamu.2
Berdasarkan ayat tersebut Allah memerintahkan setiap mukmin
supaya memberi
kepatuhan yang sepenuhnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan
supaya mematuhi
penguasa. Uli-al-Amr bermaksud mereka yang diberikan hak untuk
berkuasa,
melaksanakan tanggungjawab, memberikan keputusan dan
menyelesaikan permasalahan.
Semua kuasa tertinggi terletak pada Allah. Manusia hanya
dibenarkan meminjam kuasa
daripadanya. Memandangkan Islam tidak menentukan garis
pemisahan di antara hal-hal
keagamaan dan sekular, ia mengharapkan setiap kerajaan agar
‘dicelup’ dengan
ketulusan, dan berdiri di sisi Imam yang tulus. Rakyat wajib
menghormati dan mentaati
penguasa yang sedemikian, jika sebaliknya, maka tiadalah
peraturan atau disiplin.
Berdasarkan Nas-nas di atas, kita dibawa kepada satu kesimpulan
iaitu apabila seseorang
telah secara sah dilantik sebagai ketua, dia hendaklah diberi
sepenuh kerjasama untuk
membolehkannya membawa kejayaan kepada masyarakat Islam.
Namun memberikan
kepatuhan kepada Uli al-Amr, Islam tidak pernah bermaksud
menjadikannya sebagai
kepatuhan yang mutlak kerana ia hanya akan membawa kepada
kediktatoran yang terang-
terang bertentangan dengan ajaran Islam. Berdasarkan kenyataan
inilah, Islam telah
menjadikan kepatuhan kepada Uli al-Amr sebagai kepatuhan yang
bersyarat.
Seseorang ketua mestilah memperaktikkan ajaran Islam. Jika dia
tidak melaksanakan
Syariah, dia tidak layak diberi kepatuhan yang mutlak. Atas alasan
inilah, tidak menjadi
satu kewajipan untuk mentaati pemimpin yang menolak undang-
undang Allah.
Al-Tayyibi mengulas dengan menegaskan bahawa pengulangan perkataan
dalam mentaati
Rasulullah s.a.w. menunjukkan ketaatan yang total, tetapi ia tidak
sedemikian dalam
mentaati Uli al-Amr. Ini membuktikan bahawa ada golongan yang tidak
layak untuk
ditaati. Ali k.r.w. meriwayatkan sebuah Hadith :
Terjemahan : Adalah menjadi hak ke atas Imam bahawa dia
berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah dan menunaikan
amanah, apabila dia berbuat demikian menjadi hak rakyat bahawa
mereka mendengar dan mematuhi.
Abu Ubaid al-Qasimi ketika mengulas Hadith ini berkata : “Apabila
dia berada pada
kedudukan ini barulah menjadi kewajipan ke atas rakyat untuk
mendengar dan
mematuhi.”
Seseorang ketua mestillah adil terhadap sesiapa sahaja. Atas
dasar inilah maka kita
ditegah dari mentaati Amir yang ganas atau khianat. Pengkhianatan
adalah jenayah dan
maksiat. Banyak Hadith yang memberi penegasan dalam hal ini.
Antaranya :
Terjemahan : Tiada ketaatan pada maksiat, ketaatan hanyalah pada
kebaikan.
(riwayat al-Bukhari)
Terjemahan : Tiada ketaatan kepada sesiapa yang tidak mentaati Allah.
(riwayat Ahmad bin Hambal)
Terjemahan : Tiada ketaatan kepada sesiapa yang berbuat maksiat kepada
Allah Ta’ala.
(riwayat Ahmad bin Hambal)
Seseorang ketua dalam apa keadaan pun haram menggalakkan
rakyat untuk membuat
maksiat memandangkan kewajipan utama pemerintah ialah
mempromosikan pencapaian
objektif Syariah iaitu amar makruf nahi mungkar. Jika ketua
negaranya membenarkan
melakukan perkara yang terang-terangan diharamkan seperti
perkara yang bersangkutan
dengan riba, minuman keras, pendedahan aurat, pergaulan bebas
antara lelaki-perempuan,
penglibatan atau penganjuran sambutan atau pesta yang
bertentangan dengan Islam, maka
umat Islam dilarang memberi kepatuhan kepada pemimpin yang
sebegini.
Semua ini membawa pengertian bahawa memang menjadi hak
rakyat dan tugas mereka untuk mengawasi aktiviti kerajaan dan
mengkritik polisi pentadbiran dan perundangan apabila wujud
alasan yang membuktikan bahawa hal tersebut telah dikendalikan
dengan cara yang salah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah s.a.w.
dengan sabdanya:
Terjemahan : Sebaik-baik perjuangan ialah sesiapa yang
memperkatakan perkataan yang
benar di sisi pemerintah yang menyeleweng.
(riwayat Abu Dawud, al_Tarmidhi dan Ibu Majah)
Namun dalam perkara ijtihadiyah, seseorang itu mesti mematuhi
keputusan pemerintah
walaupun dia mungkin tidak bersetuju dengan keputusan itu kecuali
dalam amalan
peribadi. Hal ini adalah untuk mengelakkan rakyat terkeluar
daripada majoriti masyarakat
Muslim, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. :
AJARAN SESAT DI MALAYSIA
Download this Document for FreePrintMobileCollectionsReport Document

ee68c89331859d7724295e126971bff2598cca6e

doc

This is a private document.

Info and Rating


4.89655 5 false false 0

Islam

Uncategorizable-Uncategorizable

Education-School-Publications

kanun keseksaan

aurad muhammadiah

(more tags)

onemahmud

Share & Embed

Related Documents
PreviousNext

1.

p.
p.

p.

2.

p.

p.

p.
3.

p.

p.

p.

4.

p.

p.
p.

5.

p.

p.

p.

6.
p.

p.

p.

7.

p.

p.
p.

8.

p.

p.

p.

9.

p.
p.

p.

10.

p.

p.
p.

11.

p.

p.

p.

12.

p.
p.

p.

13.

p.

p.

p.
14.

p.

p.

p.

15.

p.
p.

p.

16.

p.

More from this user


PreviousNext

1.

4 p.
8 p.

3 p.

2.

2 p.

3 p.

3 p.
3.

3 p.

3 p.

3 p.

4.

2 p.

3 p.
7 p.

5.

4 p.

2 p.

6 p.

6.
2 p.

5 p.

1 p.

7.

6 p.

4 p.
2 p.

8.

3 p.

1 p.

3 p.

9.

1 p.
Recent Readcasters

Add a Comment
ee68c89331859d7724295e126971bff2598cca6e

Submit

share:

Characters: 400

document_comment_errors

4gen

Abadi Shuhaizal left a comment


saya gila

1 day ago

Reply

Report

Hafizah Nooh left a comment

http://www.scribd.com/full/2764156?ac...

08 / 27 / 2010

Reply

Report

Cyril DaNn left a comment

jauhi ajaran sesat..jgn mudah trtipu..bahaya tw...

08 / 23 / 2010

Reply

Report

spunk80 left a comment

libra_gurl82@yahoo.com.my

08 / 12 / 2010

Reply

Report

Akmal Kema left a comment

tenkiu

07 / 09 / 2010
Reply

Report

ee68c89331859d7724295e126971bff2598cca6e

Enter a name for your new collection...

public - locked

Upload a Document

Search Books, Presentations, Business, Academics...


Search Documents

 Follow Us!
 scribd.com/scribd
 twitter.com/scribd
 facebook.com/scribd

 About
 Press
 Blog
 Partners
 Scribd 101
 Web Stuff
 Scribd Store
 Support
 FAQ
 Developers / API
 Jobs
 Terms
 Copyright
 Privacy

Anda mungkin juga menyukai