Makalah KB
Makalah KB
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I :
1. PENY ARIANI
2. BAIQ RICCA AFRIDA
3. RATIH ANISSA AULIA
4. DHINI ANGGRAINI DHILON
5. SUCI NANDA RESTI TARIGAN
6. DIAN EKA NURSYAM
7. LIRA DIAN NOVITA
8. YULIA NETRI
9. RENI YUSMAN
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keluarga Berencana dengan
judul “Contraceptive Technology Updates”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keluarga Berencana yang diampu oleh dr. Hj. Desmiwati, Sp.OG (K) pada
program pascasarjana ilmu kebidanan Universitas Andalas Padang.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan sehingga kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan
datang ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................2
C. Manfaat Makalah.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................3
A. Definisi Kontrasepsi................................................................................................3
1. Metode Sederhana 7
2. Metode Modern 14
3. Metode Operasi 35
4. Vaksin Kontrasepsi 42
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya, kontrasepsi sering kali dianggap sebagai cara untuk menjarangkan
kehamilan atau mengurangi jumlah penduduk. Seiring dengan perkembangan, masalah
kontrasepsi tersebut, kini menjadi bagian dari masalah kesehatan reproduksi. Keberadaan
metode dan alat-alat kontrasepsi terkini, memaksa para penyelenggara pelayanan Keluarga
Berencana untuk memperbaharui pengetahuannya. Masalah-masalah kontrasepsi telah
memasuki tahapan yang jauh lebih rumit, yaitu menyangkut masalah kesetaraan gender
dan hak asasi manusia.
Teknologi kontrasepsi berkembang sangat pesat dalam waktu tiga dasawarsa
terakhir ini. Standarisasi pelayanan kontrasepsi secara nasional dan oleh Badan
Internasional (misal: WHO) telah diterbitkan secara berkala. Sayangnya,perkembangan
tersebut tidak selalu diikuti dengan cermat oleh para petugas kesehatan dan keluarga
berencana di Indonesia.
Berbagai kontroversi timbul dalam perkembangan teknologi kontrasepsi selama ini,
khususnya mengenai dampak negatif penggunaan kontrasepsi bagi wanita dalam jangka
panjang. Banyak berbagai pertanyaan yang diajukan tentang berbagai risiko negatif
penggunaan kontrasepsi, tetapi sangat sedikit penyampaian informasi tentang dampak
positif kontrasepsi kepada kesehatan reproduksi wanita. Padahal, kontrasepsi tidak hanya
memiliki dampak negatif, tetapi memiliki dampak positif seperti mencagah jenis kanker
tertentu dan anemia yang seringkali dijumpai pada wanita di Indonesia.
Oleh karena itu, secara berkala perlu dilakukan sosialisasi “contraceptive
technology update” bagi para ilmuwan, petugas pelayanan kesehatan dan KB agar mereka
mampu mengikuti perkembangan alat, obat dan cara kontrasepsi terkini. Dengan
meningkatnya pengetahuan mereka, pelayanan KB di Indonesia diharapkan dapat
meningkat kualitasnya, sehingga sasaran KB yang ditetapkan dalam Pembangunan
Nasional dapat dicapai.
Teknologi Kontrasepsi Terkini (TKT) atau Contraceptive Technology Update
(CTU) merupakan suatu upaya untuk pemutakhiran informasi dan teknologi kontrasepsi.
Penggunaan istilah teknologi terkini, tidaklah indentik dengan penggunaan peralatan
canggih dan piranti yang mahal. Istilah ini diartikan sebagai teknologi tepat guna dan
sesuai untuk institusi pelayanan dengan sumber daya terbatas, dilaksanakan oleh petugas
1
yang kompeten, dan memberi manfaat maksimal bagi masyarakat atau keluarga yang
membutuhkan pelayanan kontrasepsi berkualitas. Pemahaman tentang teknologi terkini,
juga diharapkan dapat mengurangi/menghilangkan masalah barier medik diantara petugas
klinik yang sebelumnya menjadi penghambat akses bagi keluarga yang membutuhkan
pelayanan KB.
Bagaimanapun juga, pemberi pelayanan KB tentunya memerlukan penyegaran
pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi kontrasepsi
maupun perkembangan ilmu terbaru untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KB
bagi masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar pemberi pelayanan KB
adalah para bidan. Program KB di Indonesia tidak akan berhasil tanpa hadirnya bidan.
Bidan merupakan ujung tombak penyedia layanan KB. Hal senada tercantum dalam
Kepmenkes No. 1464/Menkes/PER/X/2010 yang menyatakan bahwa bidan dalam
menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan
kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, pelayanan KB, dan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan. Para anggota IBI diharapkan dapat meningkatkan dan
mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi terstandar. Standarisasi
pelayanan KB telah ada dalam kebijakan Depkes RI yang meliputi keahlian, kompetensi,
peralatan, sarana, prasarana, dan manajemen klinik. Oleh karenanya, melalui pelatihan ini
diharapkan kualitas pelayanan KB akan semakin meningkat sesuai dengan standar
sehingga dapat memuaskan klien/akseptor KB, yang pada gilirannya dapat meningkatkan
jumlah akseptor KB.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih jelas teknologi kontrasepsi terkini
2. Untuk mengetahui implikasi teknologi kontrasepsi terkini terhadap pelayanan
kebidanan
C. Manfaat Makalah
1. Sebagai bahan pembantu materi yang akan dipelajari pada mata kuliah keluarga
berencana
2. Sebagai bahan diskusi bagi mahasiswa dalam memahami implikasi teknologi
kontrasepsi terkini terhadap pelayanan kebidanan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi asal kata dari ‘kontra’ yang berarti mencegah/ menghalangi dan
‘konsepsi’ yang berarti pembuahan/pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi
kontrasepsi diartikan sebagai cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
pertemuan antara sel telur dengan sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai
macam cara, baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi.
Menurut Kamus BKKBN (2011) Kontrasepsi adalah Obat atau alat untuk mencegah
terjadinya konsepsi (kehamilan). Jenis kontrasepsi ada dua macam, yaitu kontrasepsi yang
mengandung hormonal (pil, suntik dan implant) dan kontrasepsi non-hormonal (IUD,
Kondom).
Sampai sekarang cara kontrasepsi yang ideal belum ada. Kontrasepsi ideal itu harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Dapat dipercaya; 2. Tidak menimbulkan efek
yang mengganggu kesehatan; 3. Daya kerjanya dapat diatur menurut kebutuhan; 4. Tidak
menimbulkan gangguan sewaktu melakukan koitus; 5. Tidak memerlukan motivasi terus-
menerus; 6. Mudah pelaksanaanya; 7. Murah harganya sehingga dapat dijangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat; 8. Dapat diterima penggunaanya oleh pasangan yang
bersangkutan.
3
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 2011 akan
memprioritaskan tiga program peningkatan partisipasi KB, yaitu program KB bagi
generasi muda memasuki usia nikah, program KB bagi penduduk miskin, dan program KB
bagi penduduk di daerah terpencil dan perbatasan (Kompas, 2010).
Kepala BKKBN Sugiri Syarief mengemukakan hal itu sebelum memimpin rapat
Penyerahan Daftar Isian Proyek Anggaran (DIPA) 2011 kepada jajaran BKKBN di
Jakarta. Penekanan tiga prioritas program tersebut, karena sesuai hasil evaluasi pelayanan
Program KB pada 2010, kepesertaan KB bagi kalangan penduduk miskin dinilai masih
rendah, termasuk penduduk di daerah terpencil dan perbatasan, serta sosialisasi program
bagi generasi muda menjelang usia nikah juga masih kurang. Adanya anggaran untuk
program KB Nasional termasuk BKKBN pada 2011 yang mencapai Rp 2,4 triliun, maka
tiga sasaran kesertaan KB tersebut, termasuk di luar tiga sasaran juga mampu
meningkatkan kesertaan KB Nasional (Kompas, 2010).
Dengan anggaran Program KB yang cukup, maka BKKBN akan mampu memenuhi
target rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) periode 2009-2014 antara lain
penurunan pertumbuhan penduduk dari 1,4 persen per tahun saat ini menjadi 1,1 persen
pada 2014, serta penurunan angka kesuburan wanita (TFT- total fertility rate) dari 2,4
menjadi 2,1 pada 2014. Kesertaan KB Pria yang baru mencapai 1,5 persen saat ini,
BKKBN bekerjasama Unair Surabaya dan Indofarma telah mengembangkan alat
kontrasepsi oral (pil) KB Pria berupa fitofamarka dari buah gandarusa yang dijadwalkan
diluncurkan penggunaan pada akhir 2011 mendatang. Fitofarmaka (pil) jamu tersebut telah
diujicobakan pada fase I bagi 36 pria yang terbukti tidak memiliki efek samping,
selanjutnya pada fase II akan diujicobakan bagi 200 pria, sehingga nantinya diharapkan
dapat disosialisasikan masyarakat luas untuk peningkatan kesertaan KB pria (Kompas,
2010).
7
pantang melakukan hubungan seksual, sedangkan diluar waktu
tersebut merupakan masa aman.
8
suhu sebelum ovulasi. Fenomena ini dapat digunakan untuk menentukan
waktu ovulasi. Suhu basal dicatat dengan teliti setiap hari. Suhu basal
diukur waktu pagi segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan
aktivitas.
Penggunaan suhu basal dan penentuan masa aman akan meningkatkan
daya guna pantang berkala. Namun suhu basal tubuh dapat pula meningkat
pada beberapa kondisi seperti infeksi, ketegangan dan waktu tidur yang
tidak teratur. Oleh karena itu dianjurkan untuk tidak melakukan
hubunganseksual sampai terlihat suhu tetap tinggi tiga hari (pada waktu
pagi) berturut-turut. Panjang siklus haid yang teratur adalah 28-30 hari.
Dengan mengenal tanda-tanda premenstruasi maka saat ovulasi dapat
diperkirakan.
a) Efek samping
Pantang yang terlampau lama dapat menimbulkan frustasi. Hal ini
dapat diatasi dengan pemakaian kondom atau tablet vagina saat
berhubungan.
b) Daya guna
Gana guna teoritis adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun.
Daya guna pemakaian ialah 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun.
Daya guna dapat ditingkatkan dengan menggunakan pola cara
rintangan, misalnya kondom atau spermisida disamping pantang
berkala.
b) Kondom Spray
Sebuah perusahaan Cina bernama Blue Cross Bio-Medical
menawarkan suatu spray kondom (foam condom) yang dibuat dari
silver “nanotech” partikel. Alat kontrasepsi terbaru dengan spray
condom. Alat kontrasepsi ini tidak digunakan bagi laki-laki tetapi
digunakan oleh pihak wanita.
Penggunaannya busa spray tersebut disemprotkan ke vagina,
setelah itu busa spray akan membentuk semacam selaput dan mencegah
konsepsi serta melindungi terhadap infeksi. Semprotan spray
12
menggunakan polyvinyl alcohol resin sebagai bahan dasarnya, yang
sudah terkandung dengan silver “ nanotech ” partikel, sehingga
memberikan spermicide dan antiseptik pelumas yang dapat membantu
mencegah penyakit menular seksual (PMS).
c) Pemanasan
Telah lama diketahui bahwa kenaikan suhu yang sebentar pada
bagian testis dapat menekan pembentukan sperma (spermatogenesis),
sementara kenaikan suhu yang lebih lama dapat mempengaruhi
patologi testis dan terjadinya cryptorchidism, varicocele serta
ketidaksuburan sementara.
Penelitian klinis yang dilakukan untuk mengevaluasi potensi dari
alat pembungkus bagian scrotal untuk digunakan sebagai metode
kontrasepsi pria yang praktis menunjukkan penurunan yang reversible
terhadap jumlah sperma tetapi masih kurang kuat untuk dijadkan
metode kontrasepsi yang terpercaya. Karena masih terdapat hal yang
meragukan termasuk masalah keamanan dari metode ini, maka
penelitian lebih lanjut masih terus dilakukan.
1. Suspensory
Alat ini dirancang untuk menjaga testis pada tempatnya,
meningkatkan temperaturnya yang berdampak pada berkurangnya
produksi sperma. Alat yang berbentuk seperti celana dalam pria
ini, harus digunakan setiap hari agar efektif.
2. External Heat
Sumber panas dari luar ini mirip dengan suspensory yaitu
meningkatkan temperatur disekitar alat vital untuk mengurangi
produksi sperma. Karena tergantung dengan temperatur tubuh,
waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingkan menggunakan
suspensory. Sauna, alat penghangat dan beberapa peralatan bisa
digunakan untuk membuat temperatur tubuh meningkat dan
produksi sperma berkurang.
2) Kimiawi
13
Alat kontrasepsi kimiawi sering dipadukan dengan kondom dan
lainnya, saat ini bahan kimiawi banyak diproduksi bersamaan langsung
dengan alat kontrasepsi mekanik, sehingga menimbulkan efek yang lebih
baik untuk mencegah kehamilan.
2. Metode Modern
a. Kontrasepsi hormonal
1) Suntik KB hormonal pada pria
Alat kontrasepsi akan semakin bermacam pilihan dan tentunya akan
menjadi alternative bagi pasangan suami isteri untuk menentukan metode
keluarga berencananya. Selama ini alat kontrasepsi suntikan ataupun pil Kb
hanya monopoli kaum wanita. Namun dengan penemuan yang terbaru ini,
lelaki sudah bisa menggunakan alat kontrasepsi suntik. Disatu sisi hal ini
mungkin menguntungkan kaum wanita karena bisa bergantian
menggunakan alat kontrasepsi, namun dilain pihak juga khawatir penemuan
ini akan makin menumbuhsuburkan perilaku seks bebas lelaki karena pria
tidak takut lagi akan menghamili pasangan yang sah.
Keterlibatan laki-laki dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia
memang masih rendah. Selain kondom, vasektomi (memotong saluran
benih untuk menghambat transportasi sperma) merupakan pilihan dari jenis
kontrasepsi yang saat ini tersedia untuk pria. Untuk mencari alternatif
kontrasepsi terbaru, kini para ahli tengah meneliti kontrasepsi pria yang
lebih efektif, yakni suntikan testoteron. Berdasarkan uji coba terhadap 1.045
pria sehat berusia 20-45 tahun di Cina, suntikan testoteron terbukti efektif
sebagai alat kontrasepsi pria.
Para responden yang memiliki pasangan usia subur tersebut disuntik
dengan 500 miligram formula testoteron setiap bulan selama 30 bulan. Hasil
penelitian menunjukkan angka kegagalan (terjadinya kehamilan) hanya 1,1
per 100 pria dalam kurun waktu 24 bulan. Para peneliti juga melaporkan
tidak ditemukannya efek samping dalam penggunaan suntikan ini. Selain
itu, setelah penghentian suntikan, kemampuan memproduksi sperma pada
laki-laki tersebut kembali normal.
2) Desogestrel
14
Selain itu para peneliti di Manchester telah mengkombinasikan
pemberian desogestrel (digunakan pada pil kontrasepsi untuk wanita) dan
koyo yang mengandung testosterone untuk digunakan sebagai kontrasepsi
pada pria. Cara kerjanya adalah : desogestrel akan menghentikan produksi
testosterone di testis sehingga produksi sperma juga terhenti, sedangkan
koyo testosterone akan menyediakan kebutuhan testosterone yang
diperlukan oleh bagian tubuh yang lain (tanpa adanya testosterone, maka
pria akan Kehilangan bulu-bulu di wajah dan payudara akan membesar).
Akan tetapi kesuksesan metode ini pada pria yang penggunakannya hanya
sekitar 60 %.
Oleh sebab itu, maka penggunaan kontrasepsi hormonal pada pria
sampi saat ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut, walaupun tidak
mustahil suatu saat nanti akan ada kontrasepsi hormonal untuk pria yang se-
efektif dan se-aman seperti kontrasepsi hormonal untuk wanita.
3) Androgen
Metode kontrasepsi pria dalam bentuk injeksi testosteron ester
(testosteron enanthate) pertama kali diuji klinik di Eropa dan Amerika
Serikat tahun 1970. Dosis testosteron yang dicobakan sangat tinggi (200 mg
intramuskuler injeksi) sehingga merupakan dosis supra-fisiologis. Pada
relawan laki-laki sehat, “testosteron enanthate” berhasil memacu terjadinya
azoospermia pada 40-50 persen peserta, sedangkan oligozoospermia berat
terjadi pada 35- 45 persen. Antara tahun 1985 dan 1995, WHO mendanai
dua penelitian multi-senter antar negara tentang penggunaan adrogen
tersebut. Hasilnya apabila telah terjadi azoospermia dan atau
oligozoospermia berat karena rangsangan androgen dari luar tersebut maka
pengaruhnya sebagai kontrasepsi dapat dijamin. Pada penelitian kedua,
dilakukan uji klinik dengan memberikan injeksi testosteron enanthate 200
mg/minggu selama 18 bulan kepada 500 pria. Pada enam bulan pertama,
sementara menunggu proses terjadinya azoospermia atau oligozoospermia
berat maka pasangannya menggunakan kontrasepsi jenis lain.
Androgen meningkatkan masa tubuh (body mass), kepadatan mineral
tulang, dan menurunkan lemak tubuh. Tergantung dasar penilaian yang
dipakai, bagi beberapa laki-laki dari negara sedang berkembang hal tersebut
15
dapat dilihat memberikan benefit yang positif. Kadar testosteron darah yang
melibihi nilai ambang batas fisiologis dapat meningkatkan kejadian jerawat
dan berat badan.
3) Nifedipine
Adalah jenis obat yang termasuk calcium channel blockers (CCBs).
Penelitian menunjukkan CCBs bisa menghambat saluran kalsium dalam
membran sel sperma. Hal itu akan berdampak menghambat kerja sperma
tetapi tidak berpengaruh pada produksinya. Seseorang yang mengonsumsi
nifedipine jumlah spermanya tetap tetapi fungsinya menurun.
c. Ultrasound
Saat ini, peneliti dari Universitas North Carolina, AS, sedang menguji
apakah gelombang ultrasound bisa menjadi metode kontrasepsi baru bagi pria.
Penelitian ini menemukan, gelombang ultrasound di bagian testis diketahui
cukup aman menghentikan produksi sperma selama enam bulan. Prinsip
kerjanya adalah menembakkan ultrasound ke testis supaya produksi sperma
turun sampai tingkat nol. Angka ini merupakan angka ideal untuk mencegah
terjadinya konsepsi atau kehamilan. Namun, para peneliti masih berkutat untuk
mencari tahu cara mengembalikan kesuburan pria setelah melakukan metode ini.
Pasalnya, ada kemungkinan pria ingin memiliki anak lagi.
21
Mengembalikan kesuburan menjadi isu penting, karena sekali testis berhenti
memproduksi sperma dan cadangan sperma dikosongkan, pria akan menjadi
tidak subur sementara. Menurut Dr James Tsuruta alat kontrasepsi ini dapat
diandalkan selama 6 bulan, dengan biaya murah dan termasuk kontrasepsi non-
hormonal dengan satu kali perawatan. Dr Tsuruta juga menambahkan, metode
ultrasound ini sudah umum digunakan sebagai instrumen terapi dalam
kedokteran olahraga atau klinik terapi fisik. Maka itu, diharapkan tujuan jangka
panjang penelitian ini adalah menciptakan alat KB yang sesuai untuk pria, tanpa
membahayakan kesuburan.
d. Implant
1) Definisi
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi bawah Kulit (Hanafi,
2004). Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung
levonorgetrel yang dibungkus dalam kapsul silastic silicon polidymetri
silicon dan disusukan dibawah kulit. Jumlah kapsul yang disusukkan
dibawah kulit adalah sebanyak 2 kapsul masing masing kapsul panjangnya
44 mm masing masing batang diisi dengan 70mg levonorgetrel, dilepaskan
kedalam darah secara difusi melalui dinding kapsul levonorgetrel adalah
suatu progestin yang dipakai juga dalam pil KB seperti mini pil atau pil
kombinasi (Prawirohardjo, 2009)
2) Jenis
a) Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4
cm, dengan diameter 2,4 mm yang diisi dengan 36mg Levonogestrel
dan lama kerjanya 5 tahun.
b) Implanon dan Jadena
Terdiri dari satu batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40
mm dan diameter 2 mm, yang diisi dengan 68 mg 3-Keto-
desogestrel dan lama kerjanya 3 tahun.
c) Indolant
Terdiri dari 2 batang yang diisi dengan 75 mg Levonorgestrel
dengan lama kerjanya
22
3) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja implant :
a) Dapat menghalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi
b) Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi
spermatozoa
c) Mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi
spermatozoa
4) Keuntungan
Keuntungan kontrasepsi adalah daya guna tinggi, perlindungan jangka
panjang sampai 5 tahun, pengembalian kesuburan yang cepat pasca
pencabutan, bebas dari pengaruh estrogen, tidak mengganggu senggama,
tidak mengganggu ASI
5) Kerugian
Menurut Hartanto, (2002) mengemukakan bahwa kerugian implant
adalah:
a) Insersi dan pengeluaran harus dilakukan oleh tenaga terlatih.
b) Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan
pengangkatan implant.
c) Biaya Lebih mahal.
d) Sering timbul perubahan pola haid.
e) Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya
sendiri.
f) Beberapa wanita mungkin segan untuk menggunakannya karena
kurang mengenalnya.
g) Implant kadang-kadang dapat terlihat orang lain.
6) Teknik Pemasangan
a) Suntikkan anestesi lokal 0,3 cc pada kulit (intradermal) pada
tempat insisi yang telah ditentukan, sampai kulit sedikit
menggelembung
23
b) Teruskan penusukan jarum ke lapisan di bawah kulit (subdermal)
sepanjang 4 cm, dan suntikkan masing-masing 1 cc pada jalur
pemasangan kapsul nomor 1 dan 2
c) Uji efek anestesinya sebelum melakukan insisi pada kulit
d) Buat insisi dangkal selebar 2 mm dengan skalpel atau ujung
bisturi sehingga mencapai lapisan subdermal
e) Masukkan trokar dan pendorongnya melalui tempat insisi dengan
sudut 45° hingga mencapai lapisan subdermal kemudian luruskan
trokar sejajar dengan permukaan kulit
f) Ungkit kulit dan dorong trokar dan pendorongnya sampai batas
tanda 1 (pada pangkal trokar) tepat berada pada luka insisi
g) Keluarkan pendorong
h) Masukkan kapsul yang pertama ke dalam trokar dengan tangan
atau dengan pinset, tadahkan tangan yang lain di bawah kapsul
sehingga dapat menangkap kapsul bila jatuh
i) Masukkan kembali pendorong dan tekan kapsul ke arah ujung
dari trokar sampai terasa adanya tahanan
j) Tahan pendorong di tempatnya dengan satu tangan, dan tarik
trocar ke luar sampai mencapai pangkal pendorong
k) Sambil menahan ujung kapsul di bawah kulit, tarik trokar dan
pendorongnya secara bersama-sama sampai batas tanda 2 (pada
ujung trokar) terlihat pada luka insisi
l) Kemudian belokkan arah trokar ke samping dan arahkan ke sisi
lain dari kaki segitiga terbalik (imajiner), dorong trokar dan
pendorongnya hingga tanda 1 berada pada luka insisi
m) Cabut pendorong dan masukkan kapsul kedua, kemudian dorong
kapsul hingga terasa tahanan pada ujung trocar
n) Tahan pendorong dan tarik trokar ke arah pangkal pendorong
untuk menempatkan kapsul pada tempatnya
o) Tahan ujung kapsul kedua yang sudah terpasang di bawah kulit,
tarik trokar dan pendorong hingga keluar dari luka insisi
p) Raba kapsul di bawah kulit untuk memastikan kedua kapsul
Implan-2 telah terpasang baik pada posisinya
24
q) Raba daerah insisi untuk memastikan seluruh kapsul berada jauh
dari luka insisi
7) Pencabutan Kapsul dengan Teknik Presentasi dan Jepit
a) Suntikkan anestesi lokal (0,3 cc) intrakutan di tempat insisi dan 1
cc subdermal di bawah ujung kapsul (¼ panjang kapsul)
b) Uji efek anestesinya sebelum membuat insisi pada kulit
c) Buat insisi kecil (2 mm) dengan ujung bisturi/skalpel sekitar 3
mm di bawah ujung
d) Tentukan lokasi kapsul yang termudah untuk dicabut dan dorong
pelan-pelan ke arah tempat insisi hingga ujung dapat
dipresentasikan melalui luka insisi
e) Jepit ujung kapsul dengan klem lengkung (mosquito) dan bawa ke
arah insisi
f) Bersihkan kapsul dari jaringan ikat yang mengelilinginya dengan
menggunakan ujung bisturi atau skalpel hingga ujung kapsul
terbebas dari jaringan yang melingkupinya
g) Pegang ujung kapsul dengan pinset anatomik atau ujung klem,
lepaskan klem penjepit sambil menarik kapsul keluar
h) Taruh kapsul pada mangkok yang berisi larutan klorin 0,5% dan
lakukan langkah yang sama untuk kapsul kedua
2) Biodegradable
Yang sedang diuji coba saat ini :
a) Copronor PP
Suatu kapsul polymer berisi hormon levronorgastel dengan daya kerja
18 bulan.
b) Pellets
Berisi norethindrone dan sejumlah kecil kolesterol,daya kerja 1 tahun
e. AKDR
1) Sejarah Perkembangan
Alat kontrasepsi yang prinsipnya memasukkan perintang ke dalam
organ intim wanita sesungguhnya sudah dikenal sejak ratusan tahun silam.
Namun produk intrauterine device (IUD) dalam versi lebih modern pertama
kali dibuat pada tahun 1909 oleh dr R. Richter. Penelitian lebih lanjut
dilakukan oleh Ernst Grafenberg tahun 1920 yang membuat alat kontrasepsi
mekanik dari sebuah cincin perak.
Kini IUD dibuat dari plastik dan tembaga. Pada tahun 1996, muncul
IUD yang bisa menghasilkan hormon juga. IUD cukup populer sebagai
salah satu alat kontrasepsi yang efektif dan penggunaannya jangka panjang.
Efek samping seperti radang pangggul dan penyebab perdarahan bercak
pervagina sempat dikaitkan dengan penggunaan IUD. Tetapi, sudah banyak
perbaikan sejak penemuan ini.
IUD (Intra Uterine Devivice) atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam
Rahin) yang pertama dikenalkan oleh Righter tahun 1909 terbuat dari
logam, sempat populer tahun 1929, karena efek samping berupa infeksi dan
mortalitas yang tinggi, penggunaannya sempat terhenti. Penemuan IUD oleh
Ishihama dari Jepang tahun 1956 dan Oppenheimer dari Israel tahun 1959.
Pada saat ini AKDR merupakan salah satu kontrasepsi yang paling popular
dan diterima oleh program Keluarga Berencana di setiap negara. Sekitar 60
– 65 juta wanita di seluruh dunia memakainya, dengan pemakai terbanyak
di China. AKDR termasuk salah satu kontrasepsi yang sangat efektif.
AKDR mempunyai kemampuan mencegah kehamilan yang dinilai sangat
efektif. Selain kemudahan dalam pemasangan juga mudah untuk lepas
28
spontan (ekspulsi). Sebagian besar AKDR dilengkapi dengan tali (ekor)
agar mudah mendeteksi. Bahan dasarnya plastik, Jenisnya banyak yaitu
AKDR polos (inert IUD), AKDR yang mengandung tembaga (copper
bearing IUD), AKDR yang mengandung obat (medicated IUD)
2) Mekanisme Kerja
a) Mekanisme kerja AKDR menimbulkan reaksi radang di
endometrium, disertai peningkatan produksi prostaglandin dan
infiltrasi leukosit. Reaksi ini ditingkatakan oleh tembaga, yang
mempengaruhi enzim-enzim di endometrium, metabolisme
glikogen, dan penyerapan estrogen serta menghambat transportsi
sperma. Pada pemakai AKDR yang mengandung tembaga, jumlah
spermatozoa yang mencapai saliran genetalia atas berkurang.
Perubahan cairan uterus dan tuba mengganggu viabilitas gamet,
baik sperma atau ovum yang diambil dari pemakai AKDR yang
mengandung tembaga memeperlihatkan degerasi mencolok
b) Pengawasan hormon secara dini memperlihatkan bahwa tidak
terjadi kehamilan pada pemakai AKDR modern yang mengandung
tembaga. Dengan demikian, pencegahan implantasi bukan
merupakan mekanisme kerja terpenting kecuali apabila AKDR
yang mengandung tembaga digunakan untuk kontrasepsi pasca
coitus. LNG-IUS menginduksi atrofi dan produksi mukus serviks
antagonis, yang akan meningkatkan efektifitasnya .
29
c) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKDR yang dapat
menghalangi nidasi.
d) Pergerakan ovum yang bertambah cepat dalam tuba fallopii.
e) AKDR yang mengeluarkan hormon akan mengentalkan lendir
serviks sehingga menghalangi pergerakan sperma untuk melewati
kavum uteri.
f) Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan seksual
terjadi) AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan
memepengaruhi sel telur dan sperma sehingga pembuahan tidak
terjadi. Sebagai kontrasepsi darurat (dipasang setelah hubungan
seksual terjadi) dalam beberapa kasus mungkin memiliki
mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan mencegah
terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah dibuahi.
g) Dari penelitian-penelitian terakhir, didangka bahwa IUD juga
mencegah spermatozoa membuahi sel telur (mencegah fertilitas).
Ini terbukti dari penelitian di Chili: a. Diambil ovum dari 14 wanita
pemakai IUD dan 20 wanita tanpa menggunakanan kontrasepsi.
Semua wanita telah melakukan senggama sekitar waktu ovulasi.; b.
Ternyata ovum dari wanita akseptor IUD tidak ada yang
menunjukkan tanda-tanda fertilitas maupun perkembangan
embrionik normal, sedangkan setengah jumlah ovum pada wanita
ynag tidak menggunakan kontrasepsi menunjukkan tanda-tanda
fertilisasi dan perkembangan embrionik normal.; c. Penelitian ini
menunjukkan bahwa IUD antara lain bekerja dengan cara
mencegah terjadinya fertilisasi.
h) Untuk IUD yang mengandung Cu: a.Antagonisme kationic yang
spesifik terhadap Zn yang terdapat dalam enzim carboniyc
anhydrase yaitu salah satu enzim dalam traktus genitalia wanita,
dimana Cu menghambat reaksi carboniyc anhydrase sehingga tidak
memungkinkan terjadinya implantasi dan juga mugkin
menghambat aktivasi alkali phosphatase.; b. Mengganggu
pengambilan estrogen endogeneuse oleh mukosa uterus.; c.
30
Menganggu jumlah DNA dalm sel Endometrium.; d. Mengganggu
metabolisme glikogen.
i) Untuk IUD yang mengandung hormon progesteron. a. Gangguan
proses pematangan proliferatif sekretoir sehingga timbul
penekenan terhadap endometrium dan terganggunya proses
implantasi endometrium tetap berada dalam fase
decidual/progestational.; b. Lendir serviks yang menjadi lebih
kental/tebal karena pengaruh progestin (Handayani:2010)
4) Efek Samping
a) Spotting
Keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus menstruasi, spoting
akan muncul jika capek dan stress. Perempuan yang aktif sering
mengalami spotting jika menggunakan kontrasepsi AKDR.
b) Perubahan siklus menstruasi.
Setelah pemasangan AKDR siklus menstruasi menjadi lebih
pendek. Siklus menstruasi yang muncul lebih cepat dari siklus
normal rata-rata yaitu 28 hari dengan lama haid 3-7 hari, biasanya
siklus haid berubah menjadi 21 hari.
c) Amenore
Tidak didapat tanda haid selama 3 bulan atau lebih.
d) Dismenore
Munculnya rasa nyeri saat menstruasi.
e) Menorrhagea
Perdarahan berat secara eksesif selama masa haid atau haid yang
lebih banyak.
f) Fluor albus
Penggunaan AKDR akan memicu rekurensi vaginosis bacterial
yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob
menggantikan Lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi
sebagai flora normal vagina.
g) Pendarahan Post seksual.
31
Pendarahan post seksual ini disebabkan karena posisi benang
AKDR yang menggesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga
menimbulkan pendarahan.
32
b) Memberi Ibuprofen (800mg, 3 x sehari selama 1 minggu) untuk
mengurangi perdarahan dan memberikan tablet besi (1 tablet setiap
hari selama 1-3 bulan)
c) AKDR memungkinkan dilepas apabila klien menghendaki.
Apabila klien telah memakai AKDR selama lebih dari 3 bulan dan
diketahui menderita anemi (Hb <7g%) dianjurkan untuk melepas
AKDR dan membantu memilih metode lain yang sesuai.
7) Keuntungan
a) Kontrasepsi ini sangat efektif mencegah kehamilan jangaka
penjang yang ampuh, paling tidak 10 tahun.
b) IUD dapat efektif segera setelah pemasangan.
c) Tidak mempengaruhi hubungan seksual. Hubungan intim jadi
lebih nyaman karena rasa aman terhadap risiko kehamilan
d) Metode jangka panjang.
e) Tidak adanya efek samping hormonal
f) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI. Aman untuk ibu
menyusui tidak mengganggu kualitas dan kuantitas ASI
g) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus (apabila
tidak terjadi infeksi)
h) Dapat digunakan sampai menopause
i) Tidak ada interaksi dengan obat-obat
j) Membantu mencegah kehamilan ektopik
k) Setelah IUD dikeluarkan, bisa langsung subur
8) Kerugian
Setelah pemasangan, biasanya ibu akan merasakan nyeri dibagian perut
dan mengalami pendarahan sedikit. Ini biasanya berjalan selama 3 bulan
setelah pemasangan dilakukan. Tetapi jika sudah lewat 3 bulan pendarahan
masih terjadi harus segera dilakukan pemeriksaan
3. Metode Operasi
a. MOW (Metode Operasi Wanita)
Sterilisasi adalah salah satu metode dan dan alat kontrasepsi bagi wanita
untuk mencegah kehamilan atau memutus kehamilan. Karena alasan tertentu
misalnya adanya penyakit bisa saja seorang wanita harus menggunakan alat
kontrasepsi berupa sterilisasi.
35
Gambar 1 Histerekopi pada pemasangan IUD
Metode sterilisasi ini untuk sebagian wanita merupakan suatu hal yang
meresahkan, karena metode ini dalam pelaksanaannya menggunakan sayatan,
sehingga banyak wanita yang tidak menginginkannya bahkan cenderung
menimbulkan ketakutan.
1) Macam-Macam Teknik dan Metode Sterilisasi antara lain :
a) Minilaparotomi
Teknik atau metode minilaparotomi ini dalam pelaksanaannya
harus dilakukan sayatan selebar kurang lebih 10 cm di bagian
perut.
b) Laparoskopi
Teknik atau metode laparoskopi ini dalam pelaksanaannya harus
dilakukan sayatan selebar kurang lebih 1,5 sampai 2 cm di bagian
perut.
Namun operasi bedah meskipun tidak menimbulkan rasa sakit tetap saja
banyak yang tidak menyukainya dan takut jika harus
menjalaninya. Perkembangan teknik dan metode sterilisasi ini terus berkembang
dari waktu ke waktu, sehingga kini telah hadir Metode dan Teknik Sterilisasi
Wanita Tanpa Sayatan yaitu Histeroskopi (Hysteroscopy). Dalam pelaksanaan
sterilisasi histeroskopi ini sama sekali tidak dilakukan sayatan sama sekali pada
perut, pasien juga dapat memilih tanpa pembiusan maupun dengan pembiusan
lokal. Tidak seperti teknik lain, setelah pasien menjalani operasi sterilisasi
histeroskopi ini pasien sudah bisa pulang dan juga beraktivitas seperti semula
tanpa melaui perawatan inap.
Dengan metode dan teknik sterilisasi histeroskopi ini diharapkan pasien
yang menjalaninya dapat merasa lebih nyaman, karena peralatan-peralatan yang
digunakannya menggunakan peralatan terbaru dengan bentuk yang sangat kecil.
Cara kerja alat ini sangat simpel, jika dilakukan oleh dokter yang ahli maka akan
36
cepat selesai. Proses sterilisasi histeroskopi adalah dengan memasukkan alat
sebesar 0,3 cm yang dilengkapi kamera mikro kedalam rahim melalui organ
vital wanita, dengan bantuan kamera inilah maka dengan tepat dokter dapat
menentukan saluran telur.
Angka kejadian komplikasi akibat histeroskopi berkisar antara satu sampai
dua per 100 tindakan histeroskopi operatif. Komplikasi tersering histeroskopi
antara lain perforasi dinding rahim, namun biasanya dapat sembuh dengan
sendirinya. Komplikasi lain meliputi perdarahan, atau masuknya cairan yang
digunakan dalam histeroskopi ke dalam aliran darah.
Kadangkala timbul rasa kram dan keluar cairan dari vagina setelah tindakan
histeroskopi. Hubungan seksual sebaiknya dihindari selama beberapa hari
sampai tidak ada lagi perdarahan yang timbul. Aktivitas normal biasanya dapat
dilakukan lagi dalam satu atau dua hari. Bila dilakukan pemasangan kateter
dalam rongga rahim, biasanya kateter tersebut dapat diangkat dalam beberapa
hari. Kadangkala diberikan pula obat-obat hormonal untuk beberapa minggu
setelah tindakan.
1) MOW tanpa sayatan
Teknik terbaru sterilisasi wanita, yakni operasi tanpa sayatan pada perut
mulai dikembangkan. Teknik tersebut menggunakan pendekatan
histereskopi streilisasi wanita. Sebelumnya, ada dua teknik operasi
sterilisasi wanita pada umumnya, yaitu melalui sayatan ± 10 cm pada perut
(minilaparatomi) atau menggunakan teknik minim sayatan ± 1,5 – 2 cm
pada perut (laparoskopi).
Teknik terbaru telah dikembangkan sejak lama dan terus dimodifikasi
sehingga lebih aman dan nyaman. Sekarang, dengan teknologi terkini dan
penemuan peralatan-peralatan terbaru yang sangat kecil serta menggunkan
bahan dasar terpercaya, teknik tersebut mulai diterima dunia kedokteran dan
masyarakat awam. Teknik ini menggunkan alat berupa histereskopi yang
dimasukkan ke dalam rahim melalui vagina dan mulut rahim.
Histreskopi adalah alat kedokteran yang terdiri atas kamera mikro
resolusi tinggi (high definition) dengan diameter 0,3 cm yang disertai
dengan working channel. Dengan histerekopi, dokter dapat melihat keadaan
di dalam rahim melalui monitor dan melihat secara tepat muara kedua
saluran telur. Setelah dokter menentukan saluran telur, alat steril yang
37
sangat kecil dimasukkan melalui working channel secara tepat ke dalam
saluran telur dengan bimbingan histereskopi secara tepat. Berbeda dari
banyak alat kontrasepsi lainnya, alat mikrosteril ini tidak mengandung
hormon sehingga tidak akan mempengaruhi siklus haid alami setiap bulan.
Tindakan tanpa sayatan itu bisa dilakukan baik dengan pembiusan lokal
maupun tanpa pembius di ruang praktik, khusus dan tidak memerlukan
waktu pemulihan lama. Sebab setelah operasi, pasien dapat langsung pulang
dan kembali ke aktivitas semula tanpa harus rawat inap. Histereskopi
sterilisasi wanita ini dapat dilakukan secara tepat, cepat dan mudah bila
ditangani tenaga kesehatan terlatih di sarana kesehatan lengkap.
2) Vasektomi
Vasektomi artinya adalah pemotongan sebagian (0.5 cm – 1 cm)
saluran benih sehingga terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian
sisi testis dan saluran benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada
masing-masing kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan
pengikatan sehingga saluran menjadi buntu/tersumbat.
Pada prinsipnya vasektomi adalah memotong saluran sperma laki-laki.
Tujuannya untuk mencegah terjadinya pertemuan cairan sperma dan sel
telur, yaitu untuk mencegah kehamilan. Vasektomi adalah salah stu metode
kontrasepsi mantap yang paling aman dan efektif yang tersedia untuk kaum
pria. Di Amerika, vasktomi digunakan oleh sedikitnya 7 % dari semua
pasangan suami isteri. Bila dibandingkan dengan jenis operasi urologi
terbanyak dan menduduki ranking tertinggi karena kurang lebih 500.000
ribu pria melakukan Vasektomi setiap tahunnya.
Prevalensi penggunaan metode penutupan vasa deferens (Vasektomi)
bervariasi antar negara, dari yang terpopuler di Amerika Serikat sampai
dengan yang terendah seperti Indonesia (0,5%). Semula, metode penutupan
vasa deferens ini bertujuan permanen. Namun demikian, sifat permanen ini
justru tidak atraktif bagi beberapa pria, disamping pertimbangan oleh agama
tertentu yang tidak memperbolehkan penggunaan teknologi kontrasepsi
bersifat permanen. Oleh karena itu, vasektomi perlu dikembangkan lebih
lanjut dalam hal efektifitasnya (menurunkan angka kegagalannya) dan sifat
reversibilitasnya agar lebih baik.
Namun fakta menunjukan bahwa beberapa pria tidak terrtarik untuk
Vasektommi karena takut akan rasa sakit dan kemungkinan timbulnya
komplikasi setelah divasektomi. Dalam praktek sehari-hari, salah satu hal
yang sering menjadi masalah adalah ketakutan kaum pria terhadap jarum
suntik yang digunkan untuk bius local. Ketika prosedur Vasektomi dimulai,
39
pasien akan dibius local (anestesi local) yaitu dilakukan penyuntikan obat
(lidocain) kedalam skrotum / zakar sehingga pada saat divasektomi pasien
tidak akan merasa sakit. Akan tetapi proses penyuntikan obat ke dalam
skrotum inilah yang sering kali dilakukan oleh yang sering dikhawatirkan
sebagian kaum pria. Walaupun bagi beberapa hal tersebut bukan merupakan
masalah. Namun penelitian penelitian di bidang ini terus dilakukan. Hal
tersebut terus dilakukan, sebab teknik anastesi local tanpa jarum pada saat
pasien akan melakukan vsektomi terbukti merupakan pendekatan sederhana
dan aman yang dapat meningkatkan kepuasan pasien. Upaya ini dilakukan
dengan harapan bahwa membatasi penggunaan jarum akan menurunkan
rasa ketakutan pria akan Vasektomi. Sebenarnya upaya untuk meningkatkan
popularitas Vasektomi telah dilakukan oleh Cina. Pada tahun 1957, Li
Shunqiang seorang dokter dari Cina telah berhasil menemukan metode
Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang mampu meminimalkan trauma, rasa
nyeri dan kemungkinan terjasinya komplikasi. Sejak saat itu metode ini
diadopsi ke Amerika dan sekitar 15 juta pria diamerika telah divasektomi
dengan mengguanakan metode Vasektomi Tanpa Pisau. Untuk melihat
efektivitas metode VTP telah dilakukan penelitian yang hasilnya
menunjukan bahwa metode VTP 10 kali menurunkan kemungkinan
terjadinya komplikasi dibandingkan dengan Vasektomi cara Konvensional.
Pengenalan terhadap VTP telah sukses mengurangi ketakutan para pria
terhadap skapel / pisau bedah. Kesuksesan China dalam mencapai tujuannya
ini dibuktikan dengan meningkatkan rasio sterilisasi pria dibandingkan
sterilisasi pria dibandingkan sterilisasi wanita diprovinsi Sichuan China,
yaitu 3 : 1.
Teknik Vasektomi Tanpa Pisau menjadi demikian menarik bagi pria
bila dibandingkan teknik Vasektomi konvensional, sebab dengan VTP para
ahli bedah hanya membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit. Sedangkan
untuk menyelesaikan teknik Vasektomi konvensional para ahli bedah
umumnya membutuhkan waktu yang lama yaitu 20 - 30 menit. Setelah di
Vasektomi baik dengan teknik VTP maupun konvensional pasien dapat
segera kembali bekerja. Namun pada Vasektomi yang konvensional,
beberapa pasien masih merasakan rasa tidak nyaman setelah divasektomi.
Lebih dari itu penelitian menemukan bahwa 1% dari metode Vasektomi
40
yang konvensional dapat menimbulkan komplikasi, antara lain pendarahan,
hematoma dan infeksi. Menurunkan rasa sakit dengan cara baru.
Saat di Amerika telah ditemukan teknik Vasektomi terbaru yang
merupakan penyempurnaan dari VTP yaitu vasektomi tanpa Pisau dan tanpa
jarum. Teknik Vasektomi tanpa pisau dan jarum ini, selain tidak
menggunakan pisau bedah juga tidak menggunakan jarum suntik.
Perbedaan antara VTP dengan Vasektomi Tanpa Pisau dan jarum terutama
pada teknik anestesinya (pembiusan). Vasektomi tanpa pisau dan jarum
menggunakan teknik anastesi yang unik, yaitu dengan menggunakan alat
khusus (jet injector) sehingga mengurangi rasa sakit pada saat anastesi /
pembiusan dilakukan pada kulit skrotum dan vas deferens.
Pada saat proses pembiusan dilakukan dengan alat jet injector yang
bertekanan tinggi, cairan anastesi di semprotkan melalui kulit dan langsung
menyebar di vas deferens. Menurut penelitian Marc Goldstein seorang
dokter spesialis Urologi dari Amerika, beberapa pasien menggambarkan
bahwa pada saat anastesi dengan jet injector dilakukan, mereka hanya
meraakan sensasi seperti ditekan penghapus karet dikulit skrotum /
zakarnya. Marc mengatakan bahwa teknik anastesi local yang seperti ini
dimana rasa sakit berkurang lebih jauh, sangat penting untuk Vasektomi.
Karena tidak dapat dipungkiri banyak pria yang takut pada tusukan jarum
seperti yang dilakukan pada vasektomi konvensional.
Anastesi tanpa jarum dengan jet injection pada pasien vasektomi
merupakan teknik baru local anastesi yang onsetnya (mula kerjanya) lebih
cepat. Hal ini menurunkan risiko luka akibat jarum dan membatasi
penggunaan syringe (suntikan). Cara ini aman, ekonomis dan secara nyata
mengurangi rasa nyeri akibat tindakan anastesi. Keuntungan utama dari
teknik ini adalah bahwa cara ini menangani ketakutan pria akan rasa sakit
akibat tusukan jarum duntik, sehingga dapat meninggalakan popularitas
Vasektomi
Teknik yang lebih baru dilakukan dengan cara pembakaran (cauterisasi)
pada pipa sel benih. Tidak perlu membelek terlebih dulu (no scalpel
vasectomy), melainkan dengan jarum khusus langsung menembus kulit
kantong buah zakar pada lokasi pipa sel benih berada, dan setelah pipanya
41
ketemu, dilakukan cauterisasi. Hasilnya sama-sama bikin buntu pipa
penyalur sel benih.
Sekarang dikenal pula teknik dengan menggunakan klip (Vasclip).
Dengan klip khusus sebesar butir beras, pipa sel benih dijepit. Ini sudah
dipakai di AS sejak tahun 2002, dan disahkan oleh FDA, tetapi hanya
berlaku di kalangan AS saja. Setelah dilakukan vasektomi jangan merasa
diri langsung steril dan nubruk sana sini, setelah dilakukan tindakan
vasektomi tersebut dianjurkan kepada para pria memakai pengaman terlebih
dahulu seperti kondom untuk membuang sel benih yang masih tersisa.
Mungkin perlu sampai 20-30 kali ejakulasi sebelum air mani betul sudah
bersih tidak berisi sel benih lagi. Pelaksanaan tindakan /pembedahan itu
sendiri dilakukan melalui serangkaian proses yang terdiri dari konseling pra
tindakan, penyaringan medik, pelaksanan tindakan, konseling pasca
tindakan dan kontrol pasca tindakan. Ada beberapa komplikasi yang dapat
timbul pasca vasektomi yaitu : haematom, rekanalisasi dan sperma
granuloma.
Penelitian terhadap pemotongan jaringan dengan listrik/kauterisasi
(cauterizing) pada bagian ujung vas deferens sedang dilakukan, terutama
kaitannya dengan efektivitas metode kauterisasi ini pada jangka panjang.
Perlu dicatat bahwa dampak pemotongan vas deferens pada
spermatogenesis tidak terjadi secara langsung. Untuk mengosongkan
spermatozoa dari sistim ejakulasi memerlukan waktu beberapa minggu, atau
ejakulasi berkali. Secara praktis klien diberi pemahaman bahwa dibutuhkan
paling sedikit 20 kali ejakulasi sebelum benar-benar status azoosperma
(cairan mani yang tidak mengandung sperma). Sebagai alternatif klien perlu
diperiksa paling sedikit dua (2) kali dan hasilnya telah dinyatakan bebas
dari sperma (azoosperma).
4. Vaksin Kontrasepsi
Upaya mengembangkan vaksin untuk mengendalikan fertilitas telah dilakukan
sejak tahun tigapuluhan menggunakan sperma, ovum (telur), dan hormon sebagai
antigennya (Delves, Luna, Roitt, 2002). Namun demikian baru pada sepuluh tahun
terakhir ini mulai adaindikasi keberhasilan dalam pengembangan vaksin untuk
kontrasepsi, yang telah dibuktikan efikasinya pada manusia dan binatang (Jone,
42
1988). Vaksinasi terhadap hormon pengendali reproduksi sangat menjajikan dimasa
depan. Kemungkinan yang paling menjajikan adalah mengatur hormon yang
mengendalikan produksi gametes atau mempengaruhi kelangsungan hidup dari telur
yang telah dibuahi (fertilized egg). Namun demikian, vaksinasi dapat pula ditujukan
untuk menghalang-halangi terjadinya pembuahan (fertilisasi), yaitu dengan jalan
merangsang timbulnya antibodi, yang titik tangkapnya terletak pada protein
didinding permukaan gametes sehingga sperma tidak dapat menembus dinding telur
(lihat Gambar 1). Perlu dicatat bahwa implikasi programatis dan etikan karena cara
kerja vaksin yangmenghalang-halangi terjadinya fertilisasi (pembuahan) akan
berbeda dengan vaksin yang kerjanya adalah mengganggu keberlangsungan sel telur
yang telah dibuahi (fertilizeg egg). Berikut akan disampaikan secara singkat
perbedaan kedua cara kerja vaksin tersebut.
a. Pengendalian Hormon Reproduksi
Baik pada perempuan atau laki-laki, proses gametogenesis dikendalikan
oleh hormone “follicel stimulating hormone” (FSH) dan “luteinizing hormone”
(LH) (Delves, Lund, dan Roitt, 2002a; Delves, Lund, dan Roitt, 2002b).
Produksi kedua hormon ini oleh glandula pituitaria (pituitary gland) diatur atau
diregulasi oleh hormon pelepas gonadotropin yang berasal dari hipotalamus,
yaitu “the hypothalamic gonadotropin releasing hormon” (GnRH)atau disebut
hormon pelepas-LH atau LH-RH. FSH dan LH juga mengatur proses
pembentukan steroid pada gonade (gonadal steroidegenesis) melalui interaksi
dengan reseptor FSH dan LH, yaitu FSH-R dan LH-R (Gambar 2). Hormon
yang berbeda telah ditemukan dengan target yang berbeda pula antara pria dan
perempuan (Gupta dan Koothan, 1990; Thau, 1992).
43
Berbagai macam bentuk vaksin GnRH dengan urutan homologi tinggi telah
diekstraksi dari otak beberapa jenis kera. Antibodi yang dirangsang oleh vaksin
GnRH memerlukan spesifikasi khusus sesuai molekul GnRH masing-masing,
sehingga dicari persamaannya dari berbagai jenis kera tersebut. Vaksin anti
fertilitas yang sekarang telah dikembangkan memiliki sasaran GnRH sub-spesies
yang spesifik, sehingga reaksi silangnya rendah, termasuk reaksi silangnya
dengan molekul yang serupa GnRH atau GnRH isoforms (Ferro,et al, 2001).
Vaksin pria yang memacu antibodi terhadap GnRH kemungkinan besar
dapat digunakan untuk terapi hipertropi prostat dan penyakit kanker pria dan
perempuan yang tergantung pada hormon kelamin. Uji klinis fase I sedang
dilakukan pada penderita kanker prostate tahap lanjut (dengan metastase)
menggunakan vaksin yang memacu GnRH tersebut (Talwar, et al, 1992; Talwar,
1997).
Pendekatan vaksinasi kedua adalah berbasis pada immunisasi terhadap
hormon gonadotropin FSH. Pendekatan ini dilakukan karena FSH bersama-sama
androgen lainnya mengatur proses pembentukan sperma (spermatogenesis) yang
terjadi dalam sel Sertoli sementara LH bekerja di sel Leydig yang mengatur
produksi testosteron. Vaksin yang memacu antobodi terhadap FSH hendaknya
tidak mengalami reaksi silang dengan LH, karena turunnya kada LH akan diikuti
penurunan produksi testosteron. Penurunan kadar testosteron akan diikuti
dengan penurunan libido pria. Vaksin yang sedang dikembangkan agar tidak
mengalami reaksi silang dengan LH baru tahap percobaan pada kelinci (Mettens
dan Monteyne, 2002). Sejak lima tahun terakhir ini, pengembangan vaksin
menggunakan FSH yang berasal dari “ovine” telah dicobakan pada pria, dan
hasilnya cukup baik karena menurunkan jumlah sperma tanpa terjadi reaksi
silang imunitas yang bermakna (Moudgal, Murthy, Kumar et al., 1997).
Dengan penemuan ini imunisasi kontrasepsi terhadap pria terbuka lebar
peluangnya sehingga permintaan untuk pengembangan kontrasepsi pria masih
ada harapan. Namun demikian, pada saat ini vaksin yang sasarannya melalui
auto-antigen pria dengan tanpa efek samping masih jauh dari kenyataan (Delves,
Lund, dan Roitt, 2002a; Delves, Lund, dan Roitt, 2002b; Mettens dan Monteyne,
2002).
44
c. Perempuan Sasaran Vaksinasi
Pada perempuan, FSH mengatur produksi sel telur (ova) dan LH
merangsang terjadinya ovulasi pada fase folikulogenesis. Sekresi FSH dan LH
dikendalikan oleh hormone gonadoliberin dari hipotalamus GnRH/LH-RH.
Semua hormon-hormon ini adalah sasaran dari vaksin kontrasepsi. Vaksin
berbasis GnRH telah dicobakan pada beberapa model binatang dan hasilnya
reversibel (Tast, Love, Clarke, Evans, 2000). Seperti dibahas pada vaksin pria,
immunisasi terhadap FSH mungkin akan merangsang reaksi silang terhadap
antibodi LH. Disamping itu, besar kemungkinannya bahwa immunisasi terhadap
FSH tidak dapat merangsang antibodi dengan kadar yang mencukupi, sehingga
tidak dapat menghambat konsepsi secara total. Ferro dan Stimson (1998)
meningkatkan spesifisitas vaksin dengan cara memilih beberapa jenis peptida
FSH yang dapat berikatan dengan vaksin tetanus (Tetanus Toxoid). Untuk jenis-
jenis peptida tertentu dari binatang yang diberikan vaksin tersebut menunjukkan
terjadinya gangguan siklus estros akibat terjadinya supresi kadar estradiol.
Hormon korionik-gonadotropin (hCG) diproduksi oleh sel tropoblas pada telur
yang telah dibuahi dan kerjanya merangsang korpus luteum sehingga
melepaskan hormon progesteron. Hormon progesteron ini berfungsi untuk
memelihara atau mempertahankan proses kehamilan. Di India, dikembangkan
vaksin terdiri dari β -subunit hCG yang dapat mengikat α -subunit-ovine LH dan
diikatkan dengan vaksin tetanus toxoid (TT) atau diptheria toxoid (DT) dan
telah terbukti dapat mencegah kehamilan. Uji klinik vaksin fase I dan fase II
vaksin tersebut sedang berlangsung dan hasilnya cukup menggembirakan
(Talwar, 1997). Kesuburan kembali setelah pemberian vaksin ini ternyata dapat
dijamin, sehingga bukan vaksin yang menyebabkan infertilitas permanen
(Mettens dan Monteyne, 2002).
1) Menghambat (blocking) Fertilisasi
Pendekatan lain dalam vaksinasi kontrasepsi adalah menghambat
(memblokir) terjadinya fertilisasi melalui merangsang timbulnya antibodi
yang menghalang-halangi menempelnya sperma pada diding telur (Mettens
dan Monteyne, 2002). Target yang dipakai untuk menimbulkan respons
immunitas tersebut adalah protein permukaan sperma yang berperan dalam
fertilisasi atau ikatannya pada telur (ligand on the ova).
45
a) Protein Permukaan Sperma
Secara teoritis, antigen sperma adalah target yang sangat menarik
karena sifat spesifik jaringan tersebut dan peranannya dalam fertilitas.
Antibodi dengan kadar yang tinggi dan diarahkan pada saluran
reproduksi akan menimbulkan infertilitas yang bersifat reversibel.
Beberapa antigen sperma sudah pernah diteliti, antara lain: C4-laktat
dehidrogenase, PH-20, protein sperma (SP)-10, antigen fertilisasi (FA)-
1, FA-2, “cleavage signal” (CS)-1, NZ-1 dan NZ-2, DE, dan 4LP-12.
Lebih dari itu, molekul yang terlibat dalam proses pengikatan sperma
pada zona pellucida (ZP) mungkin dapat menjadi kandidat vaksin yang
menjanjikan, atau menjadi immuno-kontrasepsi yang baik. Perlu pula
disampaikan bahwa antigen sperma dapat dijadikan kandidat vaksin
bagi perempuan karena terpacunya antibodi melawan sperma didalam
liang vagina akan menetralkan kapasitas fertilisasi dari sel gamet pria.
48
BAB III
PENUTUP
49
DAFTAR PUSTAKA
Anawalt BD, Herbst BD, Herbst KL et al. Desogestrel plus testosterona effectively
suppresses spermatogenesis but also causes modest weight gain and high density
lipo protein suppression. Fertility and Sterility 2000;14:704-714.
Bilian X. Intrauterine Devices. Best Practice & Research Clinical and Gynaecology
2002;16(2):155-168.
Bray JD, Zhang Z,Winneker RC, Lyttle CR. Regulation of gene expression by RA-910, a
novel progesterone receptor modulator, in T47D cells. Steroids 2003;68:995-1003.
Ferro VA, Khan MA, Latimer VS, Brown D, Urbanski HF, Stimson WH.
Immunoneutralisation of GnRH-I, without cross-reactivity to GnRH-II, in the
development of a highly specific antifertility vaccine for clinical and veterinary
use. J Reprod Immunol 2001;51:109–29.
Park, Alice . 2012. Condoms and vasectomies are so yesterday. Researchers are working
on a way to zap sperm to control male fertility. Diperoleh tanggal 19 September
2013 melalui http://healthland.time.com/2012/01/31/sonic-sperm-could-
ultrasound-be-the-next-male-contraceptive/#ixzz2fj5avJoY
Rizal, Syaiful. 2013. Sonicated Sperm : Could Ultrasound Be The Next Male
Contraceptive. Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui
iii
http://www.shnews.co/detile-23791-ketika-pil-kb-tak-lagi-harus-ditenggak-kaum-
hawa.html
Unknown, 2007. Revolution in the Bedroom: German Invents 'Spray-On' Condom to Fit
All Sizes. Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui
http://www.spiegel.de/international/zeitgeist/revolution-in-the-bedroom-german-
invents-spray-on-condom-to-fit-all-sizes-a-518492.html
Unknown. 2013. Unair Kembangkan Pil KB Pria Dari Tanaman Gandarusa Papua.
Diperoleh tanggal 19 September 2013 melalui
http://www.antaranews.com/berita/391071/unair-kembangkan-pil-kb-pria-dari-
tanaman-gandarusa-papua
iv