Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Kerja sama dalam bentuk hubungan dagang antarnegara sangat dibutuhkan oleh

setiap negara. Hal ini disebabkan setiap negara tidak dapat menghasilkan semua

barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rakyatnya. Selain itu, juga disebabkan adanya

perbedaan sumber daya yang dimiliki, iklim, letak geografis, jumlah penduduk,

pengetahuan, dan teknologi. Alasan-alasan inilah yang menyebabkan munculnya

perdagangan internasional.

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan suatu negara

dengan negara lain atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan. Perdagangan

internasional tidak hanya dilakukan oleh negara maju saja, namun juga negara

berkembang. Perdagangan internasional ini dilakukan melalui kegiatan ekspor impor.

Ekspor adalah kegiatan menjual barang dan jasa dari dalam negeri ke luar negeri.

Adapun impor adalah kegiatan membeli barang dan jasa dari luar negeri ke dalam

negeri. Dengan melakukan perdagangan internasional melalui kegiatan ekspor impor,

negara maju akan memperoleh bahan-bahan baku yang dibutuhkan industrinya

sekaligus dapat menjual produknya ke negara-negara berkembang. Sementara itu,

negara berkembang dapat mengekspor hasil-hasil produksi dalam negeri sehingga

memperoleh devisa. Negara berkembang juga membutuhkan pinjaman dalam bentuk

investasi dan modal yang dapat diperoleh dari negara-negara maju. Devisa dan

1
pinjaman dalam bentuk investasi dan modal ini dapat digunakan negara berkembang

untuk memajukan perekonomian dalam negerinya.

Ada beberapa faktor yang mendorong semua negara di dunia melakukan

perdagangan luar negeri, yaitu perbedaan sumber daya alam yang dimiliki, teknologi,

penghematan biaya produksi, dan perbedaan selera. Tentunya faktor-faktor tersebut

diharapkan dapat memenuhi tujuan-tujuan dari perdagangan internasional.

Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang cukup penting di setiap negara.

Tidak ada satu negara di dunia ini yang tidak melakukan perdagangan internasional.

Mereka yang melakukan perdagangan internasional, sudah tentu merasakan

manfaatnya. adapun manfaatnya antara lain meningkatkan hubungan persahabatan

antarnegara, kebutuhan setiap negara dapat tercukupi, mendorong kegiatan produksi

barang secara maksimal, mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

setiap negara dapat mengandakan spesialisasi produksi, dan memperluas lapangan

kerja.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Biaya Modal

Biaya modal (cost of capital) mempunyai dampak yang besar terhadap

nilai suatu perusahaan multinasional (MNC). Untuk mendanai kegiatannya,

MNC menggunakan struktur modal (yaitu proporsi antara hutang dan modal)

yang dapat meminimalkan biaya modalnya, dan dengan demikian

memaksimalkan nilai MNC.

Menurut Hanafi (2003:338), biaya modal ialah tingkat keuntungan

minimal yang harus diperoleh oleh suatu investasi agar nilai perusahaan tidak

turun. Istilah biaya modal sering digunakan yang dapat dipertukarkan dengan

tingkat pengembalian yang diiginkan perusahaan, tingkat batas investasi baru,

tingkat diskonto untuk mengevaluasi suatu perusahaan baru, dan biaya peluang

pendanaan perusahaan. Istilah apapun yang digunakan, konsep dasarnya sama.

Biaya modal merupakan tingkat yang harus didapat pada sebuah proyek

investasi baru jika proyek tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan nilai

investasi pemegang saham biasa. Biaya modal juga merupakan dasar yang

sesuai untuk mengevaluasi kinerja periodik sebuah divisi bahkan seluruh

perusahaan. Keown (2010:4) mengatakan:

“Biaya modal keseluruhan perusahaan mencerminkan kombinasi biaya dari

seluruh sumber pendanaan yang digunakan perusahaan. Maka disebut biaya

3
modal keseluruhan ini sebagai biaya modal rata-rata tertimbang (weighted

average cost of capital) merupakan rata-rata biaya setelah pajak dari masing-

masing sumber modal yang digunakan oleh perusahaan untuk mendanai suatu

proyek. Bobot mereka mencerminkan proporsi dari total pendanaan yang

digalang bagi masing-masing sumber”.

Akibatnya, biaya modal rata-rata tertimbang merupakan tingkat

pengembalian yang harus didapatkan perusahaan atas investasinya supaya dapat

mengkompensasi kreditor maupun pemegang sahamnya menurut tingkat

pengembalian yang mereka harapkan.

Modal dari suatu perusahaan terdiri atas ekuitas dan hutang. Biaya dari

laba ditahan merupakan biaya oportunitas. Biaya dari saham biasa baru juga

menggambarkan suatu biaya oportunitas. Biaya ini melebihi biaya dari laba ditahan

karena mengandung beban-beban yang berhubungan dengan penerbitan saham baru.

Biaya dari hutang perusahaan adalah bunga yang harus ditanggung perusahaan.

Perusahaan berupaya menggunakan suatu struktur modalyang akan meminimalkan

biaya modal mereka. Biaya modal rata-rata tertimbang dapat diukur dengan

persamaan:

( D) (E)
kc = (D+ E) kd (1 ± t) + (D+ E) ke

Dimana :

kc = biaya modal rata-rata tertimbang


D = jumlah hutang perusahaan

4
kd = biaya hutang sebelum pajak
t = tarif pajak korporasi
E = jumlah ekuitas perusahaan
ke = biaya dari ekuitas

2.2. Biaya Modal Perusahaan Multinasional

Karakteristik khusus dari perusahaan multinasional yang membedakannya

dengan perusahaan domestik murni, yaitu:

1. Ukuran perusahaan. MNC yang sering kali meminjam dalam jumlah yang

substansial mungkin memperoleh perlakuan istimewa dari para kreditor,

sehingga mengurangi biaya modal mereka. Di samping itu, kapitalisasi dari

penerbitan saham atau obligasi mereka yang relatif besar memungkinkan

mereka untuk menurunkan biaya emisi sebagai persentase dari nilai emisi.

Harus diingat bahwa hal ini semata-mata diakibatkan oleh ukuran MNC, bukan oleh

tingkat keterlibatan MNC dalam bisnis internasional. Yaitu, perusahaan

domestik murni pun mendapat perlakuan yang sama jika ukurannya besar.

Namun pertumbuhan perusahaan bisa tertahan jika tidak mau berekspansi

ke dalam pasar internasional. Karena perusahaan multinasional bisa meraih

pertumbuhan dengan mudah dibanding perusahaan domestik murni, mereka

mungkin lebih mampu meraih ukuran yang diperlukan untuk meraih

perlakuan yang istimewa dari para kreditor.

2. Akses ke dalam pasar modal internasional. Perusahaan multinasional bisa

mendapatkan dana dari pasar-pasar modal internasional. Karena biaya

5
pendanaan bervariasi antar pasar, akses MNC ke dalam pasar-pasar modal

internasional memungkinkannya untuk mendapatkan dana dengan biaya

yang lebih murah dibandingkan perusahaan domestik murni. Di samping

itu, perusahaan anak bisa mendapatkan dana lokal dengan biaya lebih

murah dari pada perusahaan induknya sendiri, jika suku bunga yang berlaku

di negara tamu relatif rendah. Bentuk pembiayaan semacam itu dapat

menurunkan biaya modal, dan tidak selalu menaikkan exposure MNC

terhadap risiko nilai tukar, karena pendapatan yang dihasilkan oleh anak

perusahaan kemungkinan besar akan didenominasi dalam valuta yang sama

valuta dari pinjaman. Dalam hal ini, anak perusahaan tidak perlu mengandalkan

kebutuhan pembiayaan dari induk, walaupun tetap membutuhkan sejumlah

bantuan manajerial dari induk.

3. Diversifikasi internasional. Biaya modal sebuah perusahaan berhubungan

erat dengan probabilitas kebangkrutannya. Jika arus kas masuk sebuah

perusahaan berasal dari berbagai sumber diseluruh dunia, arus kas masuk tersebut

mungkin lebih stabil. Penalaran ini didasarkan pada anggapan bahwa penjualan

total tidak akan dipengaruhi secara signifikan oleh satu perekonomian

tunggal. Sejauh negara-negara individual independen satu sama lain, arus

kas neto dari suatu portofolio yang terdiri dari perusahaan anak akan

mengandung variabilitas yang lebih rendah, yang bisa mengurangi

probabilitas kebangkrutan dan dengan demikian menurunkan biaya modal.

6
4. Exposure terhadap risiko nilai tukar. Arus kas sebuah perusahaan multi nasional

mungkin lebih bergejolak dari pada arus kas perusahaan domestik yang ada

dalam industri yang sama, jika arus kas tersebut sangat terekspos terhadap

risiko nilai tukar. Perusahaan yang lebih terekspos terhadap fluktuasi nilai

tukar biasanya akan memiliki distribusi arus kas yang lebih bergejolak di

periode-periode yang akan datang. Karena kemungkinan kebangkrutan lebih

tinggi jika arus kas masa depan lebih tidak pasti, exposure terhadap nilai

tukar bisa mengarah pada biaya modal yang lebih tinggi.

5. Exposure terhadap country risk. Sebuah perusahaan multinasional yang

mendirikan anak-anak perusahaan di luar negeri menghadapi kemungkinan

disitanya aset-aset anak perusahaan oleh pemerintah tamu. Jika aset disita

dan kompensasi yang wajar tidak disediakan, probabilitas kebangkrutan

MNC meningkat. Semakin tinggi aset MNC yang diinvestasikan di luar

negeri semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan (dan semakin tinggi pula

biaya modal), ceteris paribus.

6. Ada bentuk-bentuk country risk lain yang tidak sama bahayanya dengan

penyitaan aset walaupun tetap mempengaruhi arus kas perusahaan

multinasional, seperti perubahan undang-undang pajak oleh pemerintah

tamu, dan sebagainya. Sebagai contoh, Exxon Corporation telah memiliki

banyak pengalaman dalam menilai kelayakan dan potensi di luar negeri.

Jika Exxon melihat ada tanda-tanda akan bergantinya pemerintah atau kebijakan

7
pajak di suatu negara, Exxon akan menambah premium ke dalam required rate

of return dari proyek yang berhubungan.

Secara umum, 3 faktor pertama memiliki hubungan positif dengan biaya

modal perusahaan multinasional, sementara risiko nilai tukar dan risiko

negara memiliki hubungan negatif.

2.3. Biaya Modal Di Berbagai Negara

Pemahaman tentang mengapa biaya modal bervariasi antar negara penting

untuk tiga alasan. Pertama, hal ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan

multinasional yang berbasis disejumlah negara memiliki keunggulan kompetitif

atas MNC yang lain. Seperti halnya perbedaan dalam teknologi atau sumber

daya, biaya modal antar negara juga berbeda. Hal inimemungkinkan sejumlah

perusahaan multinasional untuk menaikkan pangsa pasar globalmereka dengan

mudah. Kedua, perbedaan biaya modal antar negara memungkinkan perusahaan

multinasional untuk menyesuaikan operasi internasional dan sumber dana

merekadalam rangka mengambil keuntungan dari perbedaan tersebut. Ketiga,

pemahaman mengenai perbedaan-perbedaan dalam biaya dari masing-masing

komponen modal (hutang dan ekuitas) dapat membantu menjelaskan mengapa

perusahaan multinasional yang berbasis di sejumlahnegara cenderung memiliki

struktur modal yang lebih padat-hutang daripada perusahaan multinasional yang

berbasis di negara-negara yang lain. Perbedaan-perbedaan dalam biayahutang

8
antar negara akan dijelaskan terlebih dahulu, yang diikuti dengan penjelasan

tentang perbedaan-perbedaan dalam biaya ekuitas.

Perbedaan dalam Biaya Hutang

Biaya dari hutang (cost of debt) bagi sebuah perusahaan sangat ditentukan

oleh suku bunga bebas-risiko dari valuta yang dipinjam dan premium risiko

yang diminta oleh kreditor. Biaya hutang mungkin lebih tinggi di sejumlah negara

dibanding negara-negara lain karena tingginya suku bunga bebas risiko, atau karena

premium risiko yang diminta lebih tinggi. Berikut adalah penjelasan mengenai

perbedaan dalam suku bunga bebas-risiko dan premium risiko.

Perbedaan dalam Suku Bunga Bebas-Risiko

Suku bunga bebas-risiko ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan

penawaran dana. Setiap faktor yang mempengaruhi permintaan atau penawaran akan

mempengaruhi suku bunga bebas-risiko. Sejumlah faktor yang memiliki

pengaruh semacam itu (meskipun bervariasi antar negara) adalah ketentuan-

ketentuan perpajakan, aspek-aspek demografis, kebijakan-kebijakan moneter,

dan kondisi ekonomi. Ketentuan-ketentuan perpajakan di sejumlah negara

dirancang untuk mendorong orang agar lebih banyak menabung, yang bisa

mempengaruhi penawaran tabungan, dan dengan demikian, suku bunga. Peraturan-

peraturan pajak sebuah negara yang berhubungan dengan penyusutan dan kredit

pajak investasi (investment tax credit) dapat juga mempengaruhi suku bunga

melalui pengaruhnya atas permintaan dana oleh korporasi.

9
Kondisi demografis (jumlah populasi dan sebagainya) dari sebuah negara

mempengaruhi penawaran tabungan dan permintaan terhadap dana pinjaman.

Karena kondisi-kondisi demografis berbeda antar negara, begitu juga kondisi

permintaan dan penawaran, dan dengan demikian, suku bunga nominal.

Negara-negara yang sebagian besar populasinya berusiamuda cenderung

memiliki suku bunga yang tinggi karena rumah tangga berusia muda biasanya

menabung sedikit dan banyak meminjam.

Kebijakan moneter yang diimplementasikan tiap bank sentral

mempengaruhi penawaran dana, dan tentu saja, suku bunga. Negara-negara yang

menerapkan kebijakan moneter yang longgar (sehingga pertumbuhan uang

beredar menjadi tinggi) bisa meraih suku bunga nominal yang rendah jika mereka

dapat mengendalikan laju inflasi. Namun, sejumlah pakar menyatakan bahwa

kebijakan moneter longgar akan menimbulkan peningkatan suku bunga dengan

menaikkan ekspektasi inflasi dan permintaan dana. Poin yang relevan di sini

adalah bahwa terlepas dari bagaimana suatu kebijakan moneter mempengaruhi

suku bunga, tiap bank sentral mengimplementasikan kebijakan moneter yang

berbeda, dan hasilnya adalah suku bunga yang berbeda di tiap negara.

Karena kondisi ekonomi mempengaruhi suku bunga, suku bunga juga akan berbeda

antar negara. Biaya dari hutang di banyak negara berkembang jauh lebih tinggi

dari pada biaya hutang di negara industri, terutama disebabkan oleh kondisi

ekonomi. Ekspektasi inflasi yang tinggi di negara-negara berkembang menyebabkan

para kreditor meminta suku bunga bebas risiko yang tinggi pula.

10
Perbedaan dalam Premium Risiko

Premium risiko dari hutang harus cukup besar demi menyediakan kompensasi

kepada kreditor terhadap risiko ketidakmampuan peminjam melunasi

kewajiban-kewajibannya. Risiko ini bisa bervariasi antar negara karena

perbedaan kondisi ekonomi, hubungan antara korporasi dengan kreditor,

intervensi pemerintah, dan tingkat ungkitan keuangan.

Jika kondisi ekonomi dalam suatu negara lebih stabil, risiko munculnya

resesi relatif rendah. Jadi, probabilitas sebuah perusahaan tidak mampu

memenuhi kewajiban-kewajibannya menjadi lebih rendah pula, dan premium

risiko yang diminta kreditor juga akan rendah.

Hubungan antara korporasi dengan kreditor di sejumlah negara lebih erat

dari pada di negara-negara yang lain. Di Jepang, para kreditor selalu siap

mengucurkan kredit jika sebuah korporasi mengalami masalah keuangan

sehingga menurunkan risiko illiquidity. Biaya dari masalah-masalah keuangan

pada sebuah perusahaan Jepang ditanggung dengan beragam caraoleh

manajemen perusahaan, kreditor dan pelanggan. Karena masalah-masalah

keuangan tidak ditanggung sepenuhnya oleh kreditor, semua pihak yang terlibat

memiliki lebih banyak motivasi untuk menyelesaikan masalah. Jadi kecil

kemungkinan (untuk suatu jumlah hutang tertentu) perusahaan Jepang akan

pailit, sehingga kreditor di sana juga meminta premium risiko yang lebih

rendah.

11
Pemerintah di sejumlah negara sering melakukan intervensi untuk

menyelamatkan perusahaan yang mau bangkrut. Sebagai contoh, di Inggris

banyak perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki pemerintah. Pemerintah

tentu akan menyelamatkan perusahaan miliknya. Bahkan, sekalipun tidak

emiliki saham selembar pun, pemerintah mungkin menyediakan subsidi

langsung atau kredit kepada perusahaan yang pailit. Di AS, bantuan dari

pemerintah tidak sering terjadi, karena pembayar pajak tidak mau menanggung

biaya dari corporate mismanagement. Walaupun pemerintah telah beberapa kali

melakukan intervensi untuk melindungi industri-industri tertentu, tetapi

kemungkinan pemerintah AS akan turun tangan menyelamatkan perusahaan

yang pailit lebih rendah dibandingkan pemerintah-pemerintah lain. Dengan

demikian, premium risiko (untuk jumlah hutang tertentu) yang diminta para

kreditor di AS lebih tinggi dibandingkan kreditor-kreditor negara lain.

Perusahaan di sejumlah negara memiliki kapasitas peminjaman yang

lebih besar karena kreditor-kreditor mereka mau mentolerir tingkat ungkitan

keuangan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, perusahaan di Jepang dan Jerrnan

memiliki tingkat ungkitan keuangan yang lebih tinggi dari pada perusahaan AS.

Jika semua faktor lain diasumsikan sama, perusahaan yang memiliki ungkitan

keuangan tinggi harus membayar premium risiko yang lebih tinggi. Tetapi,

faktor-faktor lain yang dimaksud tentu saja tidak sama. Bahkan, perusahaan ini

dibolehkan untuk menggunakan tingkat ungkitan keuangan yang lebih tinggi

karena memiliki hubungan unik dengan kreditor dan pemerintah.

12
Perbandingan Biaya Hutang di Berbagai Negara

Biaya hutang di berbagai negara secara umum memiliki korelasi positif

dariwaktu ke waktu. Biaya hutang nominal bagi perusahaan dalam masing-masing negara

mencapai puncaknya pada tahun 1980, menurun tajam selama awal tahun 1980-

an, mendatar selama akhir tahun 1980-an, dan kembali menurun selama awal

tahun 1990-an. Perbedaan biaya hutang antar negara terutama disebabkan oleh

perbedaan dalam suku bunga bebas risiko.

Perusahaan multinasional yang beroperasi dalam negara-negara yang

memiliki biaya modal tinggi barangkali akan dipaksa untuk menolak proyek

yang mungkin layak diterapkan oleh MNC yang beroperasi di negara-negara

yang memiliki biaya modal rendah. Di samping itu, perusahaan multinasional

yang beroperasi di negara-negara yang memiliki biaya modal tinggi mungkin

bakal menjual proyek berjalan mereka jika biaya pendanaan dianggap mulai

meninggi. Sebagai contoh, Lloyd Bank dari Inggris memutuskan untuk menjual operasi-

operasi perbankan mereka yang ada di AS pada tahun 1989. Alasan Lloyd

adalah rendahnya tingkat pengembalian, dan perusahaan dapat mendapatkan

pengembalian yang setara jika mengalihkan investasi ke dalam pasar uang Inggris.

Seandainya biaya modal nominal bagi perusahaan Inggris lebih rendah, Lloyd

Bank mungkin tidak akan menjual operasi mereka yang ada di AS.

Perbedaan dalam Biaya Ekuitas

Biaya dari ekuitas dalam sebuah negara merefleksikan biaya oportunitas:

apa yang bisa dihasilkan pemegang-pemegang saham dari investasi yang

13
memiliki risiko yang setara seandainya ekuitas didistribusikan kepada mereka.

Pengembalian dari ekuitas ini dapat disetarakan dengan suku bunga bebas-

risiko yang seharusnya bisa dihasilkan oleh pemegang saham, ditambah

premium yang mencerminkan risiko dari perusahaan. Karena suku bunga bebas-

risiko bervariasi antar negara, biaya dari ekuitas dengan demikian juga

bervariasi dari satu negara ke negara lain.

Biaya dari ekuitas juga didasarkan pada peluang investasi di negara yang

bersangkutan. Dalam sebuah negara yang menyediakan banyak peluang

investasi, pengembalian potensialnya relatif tinggi, sehingga biaya oportunitas

juga tinggi, dan selanjutnya, biaya modal juga akan tinggi. Menurut McCauley

dan Zimmer, biaya ekuitas dalam sebuah negara dapat diestimasikan memakai

rasio harga/laba.

Rasio harga/laba berhubungan dengan biaya modal karena rasio ini

mencerminkan proporsi harga saham perusahaan terhadap kinerja perusahaan

(yaitu, laba). Rasio harga/laba yang tinggi menyiratkan bahwa perusahaan

menerima harga yang tinggi dari penjualan saham baru untuk tingkat laba

tertentu. Artinya, biaya dari pembiayaan memakai ekuitas adalah rendah.

Tetapi, rasio harga/laba harus disesuaikan untuk memperhitungkan dampak dari

inflasi, laju pertumbuhan laba, dan faktor-faktor lain.

Menggabungkan Biaya Hutang dan Biaya Ekuitas

Biaya dari hutang dan biaya dari ekuitas dapat digabungkan untuk

menghitung biaya modal. Proporsi hutang dan ekuitas yang digunakan oleh

14
perusahaan dalam tiap negara menentukan besarnya biaya modal ini. Karena

biaya hutang dan biaya ekuitas berbeda antar negara, dapat dimengerti mengapa

biaya modal bagi perusahaan yang berbasis di negara-negara tertentu lebih

rendah. Jepang sering disebutkan sebagai negara yang memiliki biaya modal

rendah. Jepang biasanya memiliki suku bunga bebas-risiko rendah, yang tidak

hanya mempengaruhi biaya dari hutang, tetapi secara tidak langsung juga

mempengaruhi biaya dari ekuitas. Disamping itu, rasio harga/laba dari

perusahaan Jepang umumnya tinggi, yang memungkinkanmereka untuk

mendapatkan pembiayaan ekuitas dengan biaya yang relatif murah. Perusahaan

multinasional dapat berupaya mengakses modal dari negara-negara yang biaya modalnya

rendah. Tetapi jika modal tersebut kemudian digunakan untuk mendukung operasi-operasi

yang berlokasi di negara yang lain, perusahaan multinasional harus

menanggung risiko nilai tukar. Jadi, biaya dari modal mungkin pada akhirnya

ternyata lebih tinggi dari yang diperkirakan.

2.4. Perbandingan Biaya Modal Menggunakan CAPM

Untuk menilai bagaimana tingkat pengembalian yang diinginkan

perusahaan multinasional berbeda dari tingkat pengembalian yang diinginkan

oleh perusahaan domestik murni, capital asset pricing model (CAPM) dapat

diterapkan. CAPM mendefinisikan tingkat pengembalian yang diinginkan (ke)

dari saham sebagai:

15
ke = Rf + B (km - Rf )

Di mana:
Rf = Tingkat pengembalian bebas-risiko
km = Tingkat pengembalian pasar 
B = Beta dari saham
CAPM menyiratkan bahwa tingkat pengembalian yang diinginkan dari

saham sebuah perusahaan merupakan fungsi positif dari (1) suku bunga bebas-

risiko, (2) tingkat pengembalian pasar, dan (3) beta dari saham. Beta mewakili

sensitivitas pengembalian dari saham terhadap pengembalian pasar (indeks

harga saham biasanya digunakan sebagai pengganti tingkat pengembalian

pasar). Sebuah perusahaan multinasional tidak memiliki kontrol apapun

terhadap suku bunga bebas-risiko atau tingkat pengembalian pasar, tetapi

mampu mempengaruhi betanya. Perusahaan multinasional yang mampu

menaikkan volume penjualan di luar negeri akan mampu menurunkan beta dari

sahamnya, dengan demikian, mengurangi tingkat pengembalian yang

diinginkan oleh para investor. Jadi biaya modal perusahaan multinasional akan

menurun jika volume penjualannya meningkat.

Pendukung-pendukung CAPM mengemukakan bahwa beta dari proyek

dapat digunakan untuk menentukan required rate of return dari proyek. Beta

dari proyek mewakili sensitivitas dari aliran kas (yang dihasilkan proyek)

terhadap kondisi pasar . Sebuah proyek yang aliran kasnya terisolasi dari kondisi

pasar akan memiliki beta yang rendah.

16
Bagi sebuah perusahaan multinasional yang sangat terdiversifikasi, yang

menerima arus kas yang dihasilkan oleh beberapa proyek, tiap proyek

mengandung dua tipe risiko: (1) gejolak arus kas non-sistematis yang unik bagi

perusahaan, dan (2) risiko sistematis. Teori CAPM menyatakan bahwa risiko

non-sistematis dari proyek dapat diabaikan, karena dapat didiversifikasikan.

Tetapi, risiko sistematis tidak dapat didiversifikasikan, karena mempengaruhi

semua proyek dengan cara yang sama. Semakin rendah beta dari proyek,

semakin rendah risiko sistematis dari proyek, dan semakin rendah tingkat

pengembalian yang diinginkan dari proyek semacam itu. Jika proyek

perusahaan multinasional memperlihatkan beta yang lebih rendah dari pada proyek

perusahaan domestik murni, maka tingkat pengembalian yang diinginkan dari proyek

MNC seharusnya lebih rendah. Jika tingkat pengembalian yang diinginkan

rendah, berarti biaya modal juga rendah.

Teori capital asset pricing (CAP) dengan demikian mendukung anggapan

bahwa biaya modal dari perusahaan multinasional secara umum lebih rendah

dari pada biaya modal perusahaan domestik, karena alasan-alasan yang telah

disajikan. Meskipun begitu, harus ditekankan disini bahwa risiko non sistematis

dari proyek tetap dipandang relevan oleh sejumlah perusahaan multinasional.

Dan jika risiko ini juga diperhitungkan dalam menilai risiko dari proyek,

tingkat pengembalian yang diinginkan dari proyek MNC belum tentu lebih

rendah dari pada tingkat pengembalian yang diinginkan proyek perusahaan

domestik murni. Bahkan, sebuah proyek berskala besar dalam negara

17
berkembang yang kondisi politiknya sangat labil dan memiliki country risk

yang tinggi akan dianggap sangat berisiko oleh banyak perusahaan

multinasional, sekalipun arus kas yang akan dihasilkan oleh proyek ini tidak

merniliki korelasi dengan pasar AS. Hal ini menyiratkan bahwa perusahaan

multinasional mungkin memandang risiko non-sistematis sebagai faktor yang

penting pada saat menentukan tingkat pengembalian yang diinginkan dari

proyek luar negeri.

Jika diasumsikan bahwa pasar-pasar tersegmentasi satu sama lain, bisa

dibenarkan untuk menggunakan pasar AS saat mengukur beta dari proyek milik MNC

AS. Jika investor-investor AS menginvestasikan sebagian dari mereka di AS,

investasi mereka secara sistematis dipengaruhi oleh pasar AS. Perusahaan

multinasional yang mengimplementasikan proyek  ber-beta rendah mungkin

mampu menurunkan beta mereka sendiri (yaitu, sensitivitas dari harga saham

mereka terhadap indeks pasar). Perusahaan yang memiliki beta yang

rendahakan lebih menarik di mata investor AS karena menawarkan banyak

manfaat diversifikasi.

Karena pasar-pasar semakin terintegrasi dari waktu ke waktu, seseorang

mungkin berpendapat bahwa pasar global merupakan pasar yang lebih tetap

daripada pasar AS bagi perusahaan multinasional. Yaitu, jika investor membeli

saham dari banyak negara, nilai investasi mereka akan sangat dipengaruhi oleh

kondisi pasar global, tidak hanya kondisi pasar AS. Konsekuensinya, mereka lebih suka

berinvestasi dalam perusahaan yang memiliki sensitivitasyang rendah terhadap

18
kondisi pasar global untuk mendapatkan lebih banyak manfaat diversifikasi.

Perusahaan multinasinasional yang mampu mengimplementasikan proyek yang

agak terisolasi dari kondisi pasar global akan dianggap sebagai wahana

investasi yang lebih menarik oleh para investor. 

Meskipun pasar-pasar semakin terintegrasi, investor AS masih cenderung

berfokus pada saham-saham AS, mungkin karena rendahnya biaya transaksi

dan biaya pengumpulan informasi. Jadi, investasi mereka dipengaruhi secara

sistematis oleh kondisi pasar AS; hal inimenyebabkan mereka sangat memperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi pasar AS.

Kesimpulannya, kita tidak dapat menyatakan secara pasti bahwa

perusahaan multinasional akan memiliki biaya modal yang lebih rendah dari

pada perusahaan domestik murni yang beroperasi dalam industri yang sama.

Tetapi, kita dapat menggunakan pembahasan ini untuk memahami mengapa

sebuah perusahaan multinasional berusaha mengambil keuntungan penuh dari

aspek-aspek tertentu yang akan menurunkan biaya modalnya dan sebaliknya,

meminimisasi exposure terhadap aspek-aspek yang akan menaikkan biaya

modalnya.

2.5. Definisi Struktur Modal

Struktur modal adalah campuran sumber-sumber jangka panjang yang

digunakan perusahaan. Hubungan antara struktur keuangan dan modal dapat

dinyatakan dalam persamaan:

19
Struktur keuangan – Passive lancar = Struktur modal

Sasaran manajemen struktur modal adalah mencampur sumber dana

permanen sedemikian rupa sehingga memaksimalkan harga saham biasa

perusahaan atau sasaran ini bisa dipandang sebagai usaha mencari campuran

dana yang meminimalkan biaya modal composite perusahaan. Kita bisa

menyebut campuran sumber dana yang tepat sebagai struktur modal yang

optimal.

Dalam struktur modal MNC jelas akan beda dengan struktur modal

perusahaan domestik. Dimana keuntungannya perusahaan multinasional bisa

memanfaatkan utang yang lebih banyak sehingga bisa menurunkan biaya

modal. Dalam perusahaan domestik kenaikan utang akan mempercepat

kebangkrutan, sedangkan pada perusahaan multinasional kenaikan utang tidak

akan secepat perusahaan domestik dalam menaikkan biaya kebangkrutan.

Struktur modal adalah bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan dana

jangka panjangnya, yaitu melalui hutang dan ekuitas. Perbedaan karakteristik

antara kedua tipe pendanaan itu terletak pada keragaman hak suatu relatif dalam

manajemen, klaim pada income dan aset, maturitas, dan perlakuan pajak.

keempat karakteristik ini menjadi jelas mengapa pemilik ekuitas mempunyai

resiko lebih besar dari pada hutang, sehingga ekuitas mendapat kompensasi

dengan expected return yang lebih besar dari pada hutang.

Tabel 1

Perbedaan Karakteristik Antara Hutang dengan Ekuitas

20
Karakteristik Hutang Ekuitas
Hak suara dalam Tidak ada Ada
manajemen
Klaim pada income dan Senior dari ekuitas Subordinat pada hutang
aset
Maturitas Tetap Tidak ada
Perlakuan pajak Pengurang atas bunga Tidak ada

Penggunaan hutang, menimbulkan beban tetap yang ditunjukkan oleh

leverage keuangan (financial leverage) yang berpengaruh terhadap resiko

hutang (debt ratio) serta rasio hutang dengan ekuitas (debt equity ratio).

Tingginya debt ratio dan debt equity ratio disebabkan oleh tingginya leverage

keuangan yang khas dibandingkan dengan industri atau bussiness line yang

berbeda. Contoh industri di Amerika, rasio hutang untuk industri manufaktur

komputer adalah 58,3% dan untuk perusahaan penjual mobil adalah 77,9%.

Karakteristik struktur modal di negara maju dan negara berkembang

mempunyai tiga persamaan, yaitu :

1. Pada industri yang sama mempunyai pola struktur modal yang sama.

2. Struktur modal antara negara maju, yang terdapat banyak perusahaan

multinasional dan mempunyai akses luas pada pasar keuangan, mempunyai

kemiripan dengan struktur modal di negara berkembang.

3. Secara global, ada perubahan kecenderungan arah (trend) pendanaan, dari

pendanaan melalui bank menjadi pendanaan dengan menerbitkan sekuritas,

21
sehingga perbedaan struktur modal antara perusahaan di Amerika dengan

perusahaan bukan Amerika dalam waktu panjang menjadi kecil.

Struktur modal menghasilkan manfaat dan biaya. manfaat dari hutang

adalah timbulnya keringanan pajak (tax shield) dari pembayaran bunga. biaya

dari struktur modal timbul dari tiga faktor yaitu (1) kemungkinan naiknya

resiko kebangkrutan akjibat kewajiban atas hutang, (2) agency cost yang timbul

dari monitoring dan pengendalian oleh tindakan lender perusahaan, dan (3)

biaya yang timbul akibat manager mempunyai lebih banyak informasi tentang

prospek perusahaan dibandingkan investor.

2.6. The Logic of The Weighted Average Cost of Capital

Modal merupakan dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan

aktiva dan operasi perusahaan, yang komponennya terdiri dari hutang jangka

panjang, saham preferen, saham biasa, dan laba ditahan. Alasan mengapa biaya

modal sangat penting, yaitu :

a. Maksimalisasi nilai perusahaan mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya

modal) diminimumkan.

b. Keputusan penganggaran modal (capital budgeting) memerlukan suatu

estimasi tentang biaya modal.

c. Keputusan keuangan lainnya seperti leasing dan modal kerja juga

memerlukan estimasi biaya modal.

22
Biaya modal adalah rata-rata tertimbang setelah pajak dari seluruh

sumber dana jangka panjang yang digunakan (harus setelah pajak, karena arus

kas yang paling relevan dalam keputusan investasi hanyalah arus kas setelah

pajak). Biaya modal merupakan konsep yang penting dalam manajemen

keuangan. Dalam melakukan investasi, biaya modal merupakan tingkat

pengembalian yang harus dicapai dalam proyek perusahaan dengan tujuan

untuk memuaskan tingkat pengembalian yang diharapkan investor.

yang tidak termasuk dalam perhitungan biaya modal adalah :

a. Hutang dagang, karena tidak dapat dikontrol oleh manajemen, dan

diperlukan sebagai arus kas modal kerja bersih dalam proses penganggaran

modal.

b. Hutang wesel dan hutang jangka pendek yang berbunga, karena hanya

merupakan pembelanjaan sementara. Jika merupakan pembelanjaan tetap

perusahaan maka harus dimasukkan sebagai komponen WACC.

Faktor yang mempengaruhi WACC, yaitu :

a. Faktor yang tidak dapat dikendalikan perusahaan :

- Tingkat suku bunga

- Tarif pajak

b. Faktor yang dapat dikendalikan perusahaan :

- Kebijakan struktur modal

- Kebijakan dividen

- Kebijakan investasi

23
2.7. Komponen Struktur Modal

Komponen modal merupakan salah satu tipe dari modal yang digunakan

perusahaan untuk meningkatkan keuntungan. Hal-hal dalam sisi kanan neraca

keuangan perusahaan (berbagai jenis hutang, saham preferen, dan saham biasa)

merupakan komponen modal. Setiap peningkatan di total asset harus

diperhitungkan dengan kenaikan dari satu atau lebih komponen modal tersebut.

Modal merupakan faktor kebutuhan dari produksi yang mempunyai biaya

seperti faktor-faktor lainnya. biaya dari tiap-tiap komponen dari modal yang

istimewa.

Jika tingkat pengembalian investasi < cost of capital, maka kekayaan

pemegang saham menurun. Jika tingkat pengembalian investasi = cost of

capital, maka kekayaan pemegang saham tidak berubah. Jika tingkat

pengembalian investasi > cost of capital, maka kekayaan pemegang saham akan

meningkat.

1) Hutang Jangka Panjang

Jumlah hutang di dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal

pinjaman yang digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini

24
dapat berupa hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang, tetapi

pada umumnya pinjaman jangka panjang jauh lebih besar dibandingkan

dengan hutang jangka pendek.

Menurut Sundjaja dan Barlian (2003, p.324), “hutang jangka panjang

merupakan salah satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang

memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya 5 – 20 tahun”.

Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka

(pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja

permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan)

dan penerbitan obligasi (hutang yang diperoleh melalui penjualan surat-

surat obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai nominal, bunga per

tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut).

Mengukur besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt

ratio) dilakukan dengan cara membagi total hutang jangka panjang dengan

total asset. Semakin tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal

pinjaman yang digunakan di dalam menghasilkan keuntungan bagi

perusahaan.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga

memilih untuk menggunakan hutang menurut Sundjaja at. al (2003) adalah

sebagai berikut:

a. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar,

jumlah bunga yang dibayarkan besarnya tetap.

25
b. Hasil yang diharapkan lebih rendah daripada saham biasa

c. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan

memakai hutang.

d. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi

pajak

e. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan

memasukkan peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi.

Kreditur (investor) lebih memilih menanamkan investasi dalam

bentuk hutang jangka panjang karena beberapa pertimbangan. Menurut

Sundjaja at. al (2003), pemilihan investasi dalam bentuk hutang jangka

panjang dari sisi investor didasarkan pada beberapa hal berikut :

a. Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun

likuidasi kepada pemegangnya.

b. Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti.

c. Dilindungi oleh isi perjanjian hutang jangka panjang (dari segi resiko).

d. Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan

obligasi).

2) Modal Sendiri

Menurut Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan

modal menitikberatkan pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa

penggunaan hutang dalam pembiayaan perusahaan mengandung resiko

yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri. Menurut

26
Sundjaja at al. (2003, p.324), “modal sendiri/ equity capital adalah dana

jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan

(pemegang saham), yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham preferen

dan saham biasa) serta laba ditahan”.

Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity

cost. Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi owner adalah

control terhadap perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari saham

tidak pasti dan pemegang saham adalah pihak pertama yang menanggung

resiko perusahaan. Modal sendiri atau ekuitas merupakan modal jangka

panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan atau pemegang saham.

Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam perusahaan untuk jangka

waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh

tempo. Ada 2 sumber utama dari modal sendiri yaitu:

a) Modal saham preferen

Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa

hak istimewa yang menjadikannya lebih senior atau lebih diprioritaskan

daripada pemegang saham biasa. Oleh karena itu, perusahaan tidak

memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak. Beberapa

keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut

Sundjaja at. al (2003) adalah sebagai berikut :

1. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.

27
2. Fleksibel karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk

tetap pada posisi menunda tanpa mengambil resiko untuk

memaksakan jika usaha sedang lesu yaitu dengan tidak

membagikan bunga atau membayar pokoknya.

3. Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger,

pembelian saham oleh perusahaan dengan pembayaran melalui

hutang baru dan divestasi.

b) Modal saham biasa

Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang

menginvestasikan uangnya dengan harapan mendapat pengembalian

dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa kadang-kadang

disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah

seluruh tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.

Ada beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi

kepentingan manajemen (perusahaan), menurut Sundjaja at. al (2003),

yaitu :

1. Saham biasa tidak memberi dividen tetap. Jika perusahaan dapat

memperoleh laba, pemegang saham biasa akan memperoleh

dividen. Tetapi berlawanan dengan bunga obligasi yang sifatnya

tetap (merupakan biaya tetap bagi perusahaan), perusahaan tidak

diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar dividen kepada para

pemegang saham biasa.

28
2. Saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.

3. Karena saham biasa menyediakan landasan penyangga atas rugi

yang diderita para kreditornya, maka penjualan saham biasa akan

meningkatkan kredibilitas perusahaan.

4. Saham biasa dapat, pada saat-saat tertentu, dijual lebih mudah

dibandingkan bentuk hutang lainnya. Saham biasa mempunyai daya

tarik tersendiri bagi kelompok-kelompok investor tertentu karena

(a) dapat memberi pengembalian yang lebih tinggi dibanding

bentuk hutang lain atau saham preferen; dan (b) mewakili

kepemilikan perusahaan, saham biasa menyediakan para investor

benteng proteksi terhadap inflasi secara lebih baik dibanding saham

preferen atau obligasi. Umumnya, saham biasa meningkat nilainya

jika nilai aktiva riil juga meningkat selama periode inflasi.

Pengembalian yang diperoleh dalam saham biasa dalam bentuk

keuntungan modal merupakan obyek tarif pajak penghasilan yang

rendah. (Weston & Copeland) Menurut Wasis (1981, p.81), “pemilik

yang menyetorkan modal akan menjadi penanggung resiko yang

pertama. Artinya bahwa pihak non pemilik tidak akan menderita

kerugian sebelum kewajiban dari pemilik ditunaikan seluruhnya.

Kerugian perusahaan pertama-tama harus dibebankan kepada pemilik.

Dari segi investor (Sundjaja, 2003), keuntungan menggunakan saham

(modal sendiri) adalah sebagai berikut:

29
a. Memiliki hak suara (hak kendali) dalam perusahaan.

b. Tidak ada jatuh tempo.

c. Karena menanggung resiko yang lebih besar, maka kompensasi

bagi pemegang modal sendiri lebih tinggi dibanding dengan

pemegang modal pinjaman.

2.8. Teori Tentang Struktur Modal

Penelitian empiris telah banyak dilakukan oleh para peneliti untuk

menguji berbagai teori struktur modal yang berbeda.

a. Teori Struktur Modal Tidak Relevan

Modigliani & Miller (1958) mengajukan teori tentang struktur modal

perusahaan. Bila perubahan struktur modal dapat mengakibatkan kenaikan

nilai perusahaan, maka akan terjadi pula kenaikan kekayaan pemegang

saham. Asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teori

pasar sempurna atau pasar modal sempurna. Pasar modal sempurna adalah

pasar modal yang memiliki kondisi antara lain :

1) Tidak ada pajak

2) Tidak ada biaya kepailitan

3) Tidak ada biaya agency (manajer selalu memaksimumkan kekayaan

pemegang saham)

4) Tidak ada biaya informasi

30
5) Individu dapat meminjam dan meminjamkan pada tingkat bunga bebas

resiko

6) Tidak ada pertumbuhan

Temuan mereka, yang dikenal dengan model MM menyimpulkan

bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modal perusahaan

atau ketidakrelevanan keputusan pendanaan (financing decision irrelevant).

Sehubungan dengan struktur modal, ada dua proporsi yang dihasilkan

oleh Modigliani_Miller (dalam Ross, Westerfield, dan Jaffe, 2002 : 407) di

bawah asumsi ketiadaan pajak, ketiadaan biaya transaksi, individu dan

perusahaan meminjam pada tingkat bunga yang sama, yaitu :

Proporsi I : VL = VU

(value of levered firm equals value of unlevered firm)

B
Proporsi II : rs = r0 + (r – r )
L 0 b

Dimana : Vu adalah nilai perusahaan yang unlevered, r0 adalah biaya

modal untuk perusahaan yang seluruhnya menggunakan ekuitas

(unleverage), rb adalah biaya hutang, dan rs adalah biaya ekuitas. Intuisi

dari kedua proporsi di atas adalah pertama, melalui homemade leverage,

individu dapat meniru atau menghilangkan efek dari corporate leverage.

Kedua, biaya ekuitas meningkat dengan adanya leverage sebab resiko

ekuitas meningkat dengan leverage. Intinya adalah manajer tidak dapat

31
merubah nilai perusahaan dengan merubah komposisi hutang dan

ekuitasnya.

Miller (1977) melakukan studi yang lebih mendalam mengenai Teori

Struktur Modal Tidak Relevan, dan menunjukkan bahwa keuntungan pajak

dari pembiayaan melalui hutang pada level perusahaan dihilangkan oleh

kerugian dari hutang pada level perseorangan. Akibatnya, tidak ada

keuntungan dari pembiayaan melalui hutang jika diasumsikan tidak ada

pajak pendapatan dari saham, dan tidak ada biaya yang berhubungan

dengan leverage.

b. Teori Struktur Modal Relevan

Dalam kaitannya dengan teori struktur modal relevan,

Modigliani&Miller (1963) melonggarkan asumsi yang digunakan sebagai

kerangka dasar teori pemikirannya. Mereka menyadari bahwa dalam dunia

nyata tidak ada pasar modal yang sempurna. Mereka menambahkan unsur

pajak dalam teori struktur modal. Kesimpulan yang dihasilkan adalah

keputusan pendanaan akan mempengaruhi nilai perusahaan. Selanjutnya De

Angelo&Masulis (1980); Bradley et al (1984) menjelaskan, bahwa tax

shield yang timbul karena penggunaan hutang sebagai salah satu cara

pendanaan perusahaan, akan menentukan jumlah hutang yang akan

digunakan perusahaan. Selanjutnya Jensen&Smith (1985) dan Smith (1986)

menunjukkan banyaknya leverage akan meningkatkan transaksi pembelian

saham kembali, perubahan hutang atau saham preferen dari saham biasa,

32
telah menghasilkan peningkatan nilai perusahaan dalam hal ini harga saham

secara signifikan.

Penggunaan hutang menguntungkan karena sifat tax deductibility dari

pembayaran bunga. Namun ada satu hal yang penting untuk diingat, yaitu

pada pasar modal yang tidak sempurna, pemegang saham akan keberatan

untuk menggunakan leverage yang terlalu tinggi karena akan menurunkan

nilai perusahaan. Dalam pasar modal tidak sempurna, salah satu

kemungkinannya adalah munculnya biaya kebangkrutan yang cukup tinggi

seperti legal fee, dan price (kekayaan perusahaan dijual murah sewaktu

perusahaan dinyatakan bangkrut). Semakin besar kemungkinan terjadi

kebangkrutan, dan semakin besar biaya kebangkrutan semakin tidak

menarik penggunaan hutang.

Modigliani-Miller (dalam Ross, Westerfield, dan Jaff, 2002 : 407)

mengemukakan adanya dua proporsi yang muncul apabila corporate taxes

dimasukkan ke dalam model. Dengan asumsi terdapat pajak perusahaan

sebesar Tc pada earning after interest, ketiadaan biaya transaksi, individu

dan perusahaan meminjam pada tingkat bunga yang sama. Berikut ini

proporsi yang dinyatakan oleh Modigliani-Miller :

Proporsi I : VL = VU + TCB (for a firm with perpetual debt)

B
Proporsi II : rs = r0 + (1-TC) (r0 – rb)
S

di mana TC, adalah tingkat pajak perusahaan.

33
Intuisinya adalah pertama, perusahaan dapat menagih kembali

pembayaran bunga dan bukan pembayaran deviden sehingga corporate

leverage akan menurunkan pembayaran pajak. Kedua, biaya ekuitas

meningkat dengan leverage sebab resiko ekuitas meningkat dengan

leverage. Intuisinya adalah nilai perusahaan merupakan fungsi yang

meningkat dari leverage. Akibat hubungannya positif maka struktur modal

perusahaan harus mengandalkan hutang.

Myers (1984, 576) mengemukakan Teori Struktur Modal Relevan dan

menyatakan adanya dua kerangka berpikir yang berbeda. Pertama, kerangka

pemikiran trade-off yang memandang perusahaan menetapkan target

struktur modal dan secara gradual bergerak ke arah tersebut. Kedua,

kerangka pemikiran pecking order yang memandang perusahaan lebih

menyukai sumber dana internal dibandingkan dengan sumber dana

eksternal, dan lebih menyukai hutang dibandingkan ekuitas.

1) Teori Trade-Off

Teori Trade-Off ini memandang bahwa struktur modal optimum

dapat ditentukan. Perusahaan dipandangf sebagai suatu setting dari

suatu target rasio hutang dengan nilai perusahaan, dimana perusahaan

secara bertahap akan menuju target tersebut. Termasuk dalam teori ini

adalah Tax Shelter-Bankruptcy Cost.

Menurut Teori Tax Shelter-Bankruptcy Cost, keuntungan

penggunaan hutang muncul dari peranan biaya bunga sebagai pengurang

34
dalam perhitungan laba kena pajak. Dengan demikian, perusahaan yang

menggunakan hutang akan membayar pajak penghasilan yang lebih

rendah dari pada perusahaan yang menggunakan seratus persen ekuitas.

Penggunaan hutang juga akan memperoleh return on equity (ROE) lebih

tinggi dibandingkan dengan ekuitas. Dengan kata lain, penggunaan

hutang akan meningkatkan harga saham dan meningkatkan nilai

perusahaan. Asumsi resiko kebangkrutan dari penggunaan hutang tidak

ada.

Selanjutnya, keuntungan tax deductibility akibat penggunaan

hutang akan dibandingkan dengan ekspektasi biaya kebangkrutan akibat

penggunaan hutang. Dengan kata lain, sebuah perusahaan menggunakan

hutang sampai pendapatan marginal hutang (the interest tax shelter)

sama dengan biaya marginal hutang (financial distress and bankrupty

cost), dan struktur modal optimal berada pada posisi dimana keuntungan

bersih penggunaan hutang menjadi nol.

Hasil penelitian Baxter (1967) menunjukkan bahwa perusahaan

yang memiliki resiko yang berhubungan dengan leverage yang

berlebihan, akan meningkatkan biaya modal perusahaan. Tingginya

tingkat leverage akan meningkatkan kemungkinan kebangkrutan dan

selanjutnya meningkatkan resiko dari aliran laba secara keseluruhan.

Lebih lanjut lagi, kemampuan suatu bisnis perusahaan dalam mentolerir

leverage akan tergantung pada varians laba operasi bersih. Dengan

35
memasukkan kemungkinan kebangkrutan sehubungan dengan hutang

yang tinggi, argumen ini menghilangkan asumsi dari Miller (1977)

bahwa hutang adalah bebas resiko.

2) Teori Pecking Order

Pendanaan yang diasarkan pada pecking order theory, urutan

pendanaan untuk meningkatkan nilai perusahaan dilakukan berdasarkan

pendanaan yang memiliki resiko lebih kecil yaitu pertama laba ditahan,

diikuti dengan hutang, dan yang terakhir ekuitas baru Myers (1984).

Implikasi dari teori ini adalah perusahaan lebih menyukai financial

slack dalam menjaga fleksibilitas keuangan untuk sumber dana investasi

di masa depan, dengan menghindari keterpaksaan untuk mengeluarkan

saham baru pada tingkat harga saham yang rendah. Penjualan saham

baru merupakan kegiatan untuk mengurangi leverage yang selanjutnya

akan menurunkan harga saham. Di lain pihak hutang baru merupakan

aktivitas yang dapat meningkatkan leverage yang akan meningkatkan

harga saham perusahaan.

Teori tersebut didukung penelitian yang dilakukan Farma dan

French (1999), yang menemukan bahwa secara rata-rata 70% gross

investment didanai dengan dana internal (laba ditahan dan penyusutan),

sisanya ditutup dengan menerbitkan sekuritas baru khususnya hutang.

Studi yang dilakukan Masulis (1980) menemukan bahwa harga saham

suatu perusahaan akan naik, apabila diumumkan akan diterbitkan

36
pinjaman untuk digunakan membeli kembali saham perusahaan tersebut.

Sebaliknya Masulis (1980, 1983); Eckbo (1986); dan

Mikkelson&Partch (1986), menemukan bahwa harga saham suatu

perusahaan akan turun apabila diumumkan akan ada penerbitan saham

baru yang akan digunakan untuk menarik kembali pinjaman perusahaan.

Hasil ini sejalan dengan Asquisth&Mullins (1986); Masulis&Korwar

(1986); dan Mikkelson&Partch (1986) yang menemukan bahwa

penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham perusahaan.

Sumber pendanaan baik internal maupun eksternal, akan berdampak

pada rasio hutang perusahaan. Semakin banyak sumber eksternal yang

digunakan akan semakin tinggi rasio hutang, sebaliknya semakin

banyak sumber dana internal akan semakin rendah rasio hutang

perusahaan.

c. Balance Theory

Teori lain mengenai struktur modal adalah Balance theory. Teori ini

memprediksi suatu hubungan variabilitas pendapatan dengan penggunaan

hutang. Teori tersebut menyatakan, pada perusahaan dengan resiko bisnis

rendah menggunakan hutang lebih banyak, dan menggunakan sedikit

hutang pada resiko bisnis yang tinggi. Jadi pada kondisi yang rendah

ketidakpastiannya, dampak keputusan pendanaan pada pertumbuhan akan

positif, dan pada kondisi yang tidak pasti dampak keputusan pendanaan

pada pertumbuhan negatif.

37
d. Teori Signaling

Kesadaran akan adanya perbedaan informasi antara manajer dan

investor telah melahirkan argumen signaling (Leland dan Pyle, 1977) dan

teori pecking order (Myers, 1984). Struktur modal dengan tingkat leverage

yang tinggi digunakan sebagai sinyal untuk membedakan perusahaan yang

baik dari yang buruk. Hanya perusahaan yang sehat dan kuat yang dapat

berhutang dengan menanggung resikonya. Keputusan sumber dana adalah

berdasarkan persepsi fairness dari penilaian pasar saat ini terhadap saham.

Sehingga untuk meminimumkan biaya informasi dari pelepasan saham,

maka suatu perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada

ekuitas jika perusahaan tampak undervalued, dan menggunakan ekuitas

dari pada hutang jika perusahaan tampak overvalued.

Myers dan Majluf (1984, 189) memiliki pandangan bahwa ada

informasi asimetrik yang terjadi antara manajer perusahaan dan investor.

Biaya akibat informasi asimetrik meningkat ketika manajer dalam

perusahaan memiliki pengetahuan yang superior mengenai distribusi

resiko dan tingkat pengembalian proyek-proyek investasi, dibandingkan

dengan investor di luar yang baru. Selanjutnya manajer perusahaan

memaksimumkan nilai yang sesungguhnya dari klaim pemegang saham

saat ini.

Teori pecking order (Myers, 1984) lebih lanjut menggunakan

argumen signaling, dan menunjukkan bahwa biaya informasi yang

38
disebabkan oleh pelepasan saham begitu besar sehingga mendominasi

pertimbangan-pertimbangan lainnya. Menurut teori ini, perusahaan

memaksimalkan nilainya secara sistematis dengan memiliki sumber dana

termurah yang ada untuk investasinya. Secara spesifik, dengan adanya

adverse selection maka perusahaan lebih memilih dana internal (retained

earning) dari pada dana eksternal, dan jika dana eksternal tersedia,

perusahaan lebih memilih hutang dari pada ekuitas, sebab biaya informasi

dari hutang lebih rendah dari pada ekuitas. Perusahaan melepaskan

sahamnya sebagai alternatif terakhir jika kapasitas hutangnya telah habis

digunakan.

Implikasi dari teori ini adalah perusahaan lebih suka

mempertahankan financial slack dalam menjaga fleksibelitas keuangan

untuk sumber dana investasi di masa depan, dengan menghindari

keterpaksaan untuk mengeluarkan saham baru pada tingkat harga yang

rendah. Pelepasan saham baru merupakan aktivitas yang menurunkan

leverage yang selanjutnya akan menurunkan harga saham, sementara

penggunaan hutang baru merupakan aktivitas yang meningkatkan leverage

yang selanjutnya akan menaikkan harga saham.

Selanjutnya Shyam dan Myers (1999:242) juga menyatakan bahwa

perusahaan berencana untuk mendanai defisit yang dapat diantisipasi

dengan hutang. Dalam hal ini, perusahaan akan menambah ekuitasnya

apabila rasio hutangnya jatuh mendekati nol. Hasil penelitian Farma dan

39
French (2002) mendukung teori Pecking Order dengan kesimpulan bahwa

perusahaan tidak memiliki target leverage, dan leverage tidak berarti nilai

hutang harus sama dengan nilai ekuitas.

2.9. Struktur Modal Optimum

Studi yang dilakukan Robicheck&Myers (1966) menemukan bahwa

leverage berpengaruh negatif apabila ada kepailitan dan positif apabila

mempengaruhi investasi masa mendatang dan pertumbuhan perusahaan serta

perusahaan mempunyai rasio debt equity yang optimal. Selanjutnya

Kraus&Litzenberger (1973) menambahkan kondisi kepailitan pada formula

MM, besarnya tingkat leverage dalam struktur modal perusahaan akan

menunjukkan perusahaan itu solvable atau tidak. Artinya, apabila proporsi

hutang dalam struktur modal perusahaan meningkat, maka probabilitas

perusahaan tersebut untuk bangkrut meningkat. Sebagai akibatnya tingkat

imbalan (rate of return) yang diharapkan oleh pemegang obligasi akan

meningkat dengan bertambahnya tingkat leverage.

Struktur modal optimal ditentukan dengan penambahan hutang sampai

tercapai keuntungan marginal (marginal gain) dari leverage sama dengan

ekspektasi kerugian marginal (marginal expected loss) dari biaya kepailitan.

Dalam theory balancing dapat dijelaskan bahwa hutang atau pinjaman memiliki

manfaat dan biaya. Perimbangan antara manfaat dan biaya inilah yang

mengantarkan pada struktur modal optimal.

40
Manfaat pinjaman terjadi karena ada perbedaan perlakuan pajak terhadap

bunga dan dividen. Hutang menguntungkan perusahaan perusahaan karena

pembayaran bunga diperhitungkan sebagai biaya dan mengurangi penghasilan

kena pajak, sehingga jumlah pajak yang dibayar perusahaan berkurang.

Sebaliknya pembagian dividen kepada pemegang saham tidak mengurangi

pembayaran pajak perusahaan. Jika dilihat dari sisi pajak, akan lebih

menguntungkan bila perusahaan mendanai investasinya dengan hutang.

Selain mempunyai segi positif, hutang memiliki sisi negatif, yaitu

meningkatnya peluang bangkrut dengan segala aspeknya. Bila hutang terlalu

besar maka peluang arus kas tidak mencukupi pembayaran bunga dan cicilan

hutang juga semakin besar, yang pada akhirnya akan mengarah pada pailit.

Dengan demikian ada perimbangan antara manfaat pajak dan biaya bahaya

keuangan (financial risk). Sampai titik tertentu penambahan hutang akan

meningkatkan nilai perusahaan, karena manfaat pajak masih mendominasi

biaya kepailitan. Melewati titik optimal, biaya kepailitan akan mendominasi

manfaat pajak sehingga penambahan hutang akan menurunkan nilai

perusahaan.

2.10. Keputusan Struktur Biaya Modal MNC

Keputusan struktur modal MNC mencakup pemilihan pembiayaan modal

atau ekuitas untuk seluruh anak perusahaan oleh karena itu struktur modal

keseluruhan akan merupakan kombinasi dari seluruh struktur modal anak

41
perusahaan. MNC memahami adanya kompensasi antara menggunakan utang

dan menggunakan ekuitas untuk membiayai operasinya keuntungan

menggunakan utang disbanding dengan ekuitas akan berbeda untuk tiap

karakteristik perusahaan MNC dan terkait dengan Negara dimana MNC

mendirikan anak perusahaan. Sehingga karakteristik perusahaan yang relevan

untuk MNC dapat mempengaruhi struktur modalnya.

2.11. Alternatif Sumber Pembiayaan Perusahaan Anak MNC

Sumber pembiayaan perusahaan anak MNC dapat diklasifikasikan

menjadi :

1. Sumber pembiayaan yang diperoleh dari kegiatan operasi perusahaan

2. Sumber pembiayaan yang diperoleh dari grup perusahaan

3. Sumber pembiayaan eksternal

Pemilihan sumber pembiayaan seharusnya mempertibangkan ketiga hal

berikut secara bersamaan / simultan :

1. Meminimumkan biaya modal eksternal setelah disesuaikan dengan resiko

valuta asing

2. Mengutamakan sumber pembiayaan dari kegiatan operasi perusahaan

(internal) untuk meminumkan floatation costs, pembayaran pajak, dan

resiko politik.

42
3. Memotivasi manajemen perusahaan anak untuk memasuki strategi

pembiayaan pada tujuan meminimumkan biaya modal grup (MNC scara

kerseluruhan).

Dalam praktek, ketiga tujuan di atas sulit dipenuhi sepenuhnya.

Manajemen umumnya lebih memusatkan perhatiannya pada salah satu tujuan.

Terdapat berbagai bentuk sumber pembiayaan potensial bagi perusahaan anak

MNC.

Prioritas penggunaan berbagai jenis pembelajaran akan ditentukan oleh

kondisi global yang dihadapi MNC. Myers (1984) mengajukan suatu model

yang disebut peaking order model. Model tersebut menyatakan bahwa dalam

kondisi yang ideal, urutan prioritas sumber pendanaan adalah :

1. Menggunakan sumber pembiayaan internal , karena tidak membenani

perusahaan dengan floation costs.

2. Apabila sumber pembiayaan internal tidak mencukupi, perusahaan akan

menggunakan utang, karena floation costs-nya lebih kecil dari pada

penerbitan saham baru.

3. Apabila sumber pembiayaan internal dan utang belum mencukupi,

perusahaan akan memilih menerbitkan saham baru (external equity

financing).

Pecking order model, disusun dengan menggunakan serangkaian asumsi,

yaitu :

43
1. Terdapat dunia yang hanya terdiri dari dua negara (two-country world),

yaitu home country dan host country.

2. Struktur modal perusahaan induk sama dengan perusahaan anak.

3. Tidak terdapat perubahan kurs antara mata uang home country dan host

country.

4. Aliran kas yang diharapkan dari perusahaan induk dengan perusahaan anak.

5. Tarif pajak di home country sama dengan di host country.

6. Tidak terdapat withholding take.

7. Risiko negara di home country sama dengan host country.

8. Tingkat bunga di home country sama dengan di host country, karena tidak

terdapat pembatasan terhadap aliran modal internasional.

9. MNC di host country mendapat derajat pengakuan yang sama dengan di

home country. Masing-masing perusahaan menerbitkan sahamnya di pasar

modal lokal.

10. Perusahaan induk bukan merupakan penjamin perusahaan anak. Masing-

masing merupakan badan usaha yang terpisah.

11. Informasi tersedia secara Cuma-Cuma di seluruh dunia.

Mengamati asumsi-asumsi dari pecking order model, terlihat ada

beberapa yang tidak sesuai dengan realita. Ketidaksempurnaan pasar tersebut

adalah :

1. Terdapat perbedaan resiko negara (country risk).

44
2. Terdapat perbedaan tingkat bunga (differential interest rates).

3. Terdapat perubahan valuta asing.

4. Terdapat pembatasan repatriasi dana (blocked funds).

5. Terdapat withholding taxes.

6. Perusahaan induk bersedia menjadi penjamin utang perusahaan anak.

45
BAB III

PENUTUP

Keputusan struktur modal memberikan dampak yang besar terhadap nilai

perusahaan. Teori struktur modal berusaha mengetahui pengaruh keputusan struktur

modal terhadap biaya modal. Keputusan struktur modal relevan untuk

dipertimbangkan, apabila mempengaruhi biaya modal perusahaan.

Besarnya biaya modal perusahaan akan ditentukan oleh biaya modal setiap jenis

dan yang digunakan dan proporsinya dalam struktur modal. Secara umum, terdapat

dua jenis dana, yaitu ekuiti dan utang. Biaya ekuiti dapat dicari dengan menggunakan

model kapitalisasi deviden, CAPM, dan PER. Sementara biaya utang akan ditentukan

oleh persepsi kreditur terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan

pokok utang tepat pada saatnya.

Keputusan struktur modal harus disesuaikan dengan karakteristik usaha. MNC

perlu mempertimbangkan faktor-faktor dalam host countries sebelum memutuskan,

apakah sebaiknya target struktur modal ditetapkan dalam lingkup globalatau lokal.

MNC dapat menetapkan bahwa struktur modal lokal suatu perusahaan anak

menyimpang dari target struktur modal global dan mengkompensasikannya dengan

struktur modal lokal perusahaan anak yang lain, untuk mendapatkan struktur modal

setelah konsolidasi yang sesuai dengan target struktur modal global MNC dapat

menggunakan berbagai sumber pendanaan untuk membiayai operasi perusahaan

anak. Pecking order model menyatakan bahwa pemilihan sumber pembiayaan MNC

46
akan mengikuti suatu urutan prioritas tertentu, yang akan ditentukan oleh kondisi

global yang dihadapinya. Pemilihan sumber pembiayaan seharusnya memperhatikan

berbagai tujuan yang ingin dicapai secara simultan.

47
DAFTAR PUSTAKA

http://yakucisa.blogspot.com/2012/02/biaya-modal-dan-struktur-modal-mnc.html

http://id.scribd.com/doc/38205193/Biaya-Modal-Dan-Struktur-Modal-an-

Multinasional

http://blog.pasca.gunadarma.ac.id/2012/07/29/keuntungan-pasar-modal-go-

international/feed/

48

Anda mungkin juga menyukai