Tanggal
5 Maret 2020
Tanggal
5 Maret 2020
Mengetahui,
A. Latar Belakang
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang yang dikenal dengan nama Mycobacterium
Tuberculosis. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatanya tidak
tuntas dapat menimbulkan kematian. TB diperkirakan ada didunia sejak
5000 tahun sebelum masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan
pengendalian penyakit TB baru dalam 2 abad terakhir. TB MDR (Multi
Drug Resitance) adalah salah satu TB yang resisten dengan OAT dengan
resisten terhadap 2 obat anti tuberculosis yang paling ampuh yaitu
rifampicin dan isoniazid. (Pusadatin, 2015)
Pengobatan TB membutuhkan waktu lama, terbatasnya informasi
mengenai TB dan masih adanya stigma tentang TB di masyarakat, efek
samping obat, sehingga ada kemungkinan pasien tidak patuh dalam
menelan obat. Untuk mengatasi masalah tersebut peran keluarga sebagai
pengawas menelan obat sangat penting dalam hal pendampingan di
masyarakat untuk menurunkan angka putus berobat dan meningkatkan
kesembuhan serta penemuan kasus TB di wilayahnya. Menurut Murtiwi
(2012). Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) yang buruk harus menjadi
perhatian utama karena hal ini akan memicu munculnya penderita TB
yang tidak patuh meminum obat namun tidak semua pasien yang
mempunyai PMO diingatkan minum obat atau diingatkan control kembali
ke pusat pelayanan kesehatan. Akibatnya 2 pengobatan TB tidak maksimal
sehingga mempunyai resiko terjadinya TB MDR Sebagian besar pasien
yaitu 69,9% menyatakan tidak mempunyai keluarga yang mendampingi
sebagai pengawas minum obat. Pasien yang mempunyai PMO hanya
30,1%. Tidak semua pasien yang mempunyai PMO diingatkan minum
obat atau diingatkan control kembali ke pusat pelayanan kesehatan.
Akibatnya pengobatan TB tidak maksimal sehingga mempunyai resiko
terjadinya TB-MDR.
Kontak penularan M. tuberculosis yang telah mengalami resistensi
obat akan mengalami kasus baru penderita TB di beberapa wilayah di
dunia hingga tahun 1990-an, masalah resistensi obat ini belum di pandang
sebagai masalah yang utama. Penyebaran TB MDR telah meningkat oleh
karena lemahnya progam pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan
isolasi yang tidak adekuat, tindakan pemakaian ventilasi dan
keterlambatan dalam menegakkan diagnosis TB MDR.
Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR TB) adalah salah satu jenis
resistensi bakteri TB terhadap minimal dua obat anti TB lini pertama, yaitu
Isiniazid dan rifampicin yang merupakan dua obat TB yang paling efektif.
TB MDR menjadi tantangan baru dalam program pengendalian TB karena
penegakan diagnosis yang sulit, tingginya angka kegagalan terapi dan
kematian. Penyakit TB setiap tahunnya menginfeksi sekitar 9.000.000
orang dan hampir membunuh 1.400.000 orang di seluruh dunia. Di
wilayah asia timur dan juga selatan merupakan penyumbang kasus terbesar
yaitu 40% atau 3.500.000 kasus setiap tahunnya, diperkirakan dengan
angka kematian yang cukup tinggi yaitu 26 orang per 100.000 penduduk.
Secara 3 global diperkirakan terdapat 630.000 kasus multidrug resistance
tuberculosis. Diperkirakan prevalensi TB MDR di Indonesia pada tahun
2014 adalah sebesar 8900 kasus. 2% kasus TB MDR diperkirakan berasal
dari kasus TB baru dan 14,7% dari kasus TB yang mendapat pengobatan
ulang (WHO, 2012).
Program pengobatan pasien TB MDR dilaksanakan melalui kegiatan
Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan OAT (Kemenkes RI
direktorat jendral pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan,
2013) Resistensi Obat Tuberculosis (OAT) sangat erat hubungannya
dengan riwayat pengobatan sebelumnya. Pasien yang pernah diobati
sebelumnya mempunyai kemungkinan resisten 4 kali lebih tinggi dan
untuk 4 TB MDR 10 kali lebih tinggi dari pada pasien yang belum pernah
menjalani pengobatan. harus diakui bahwa pengobatan terhadaP
tuberculosis dengan resistensi ganda ini amat sulit dan memerlukan waktu
yang lama bahkan sampai 24 bulan. Faktor ketidak patuhan pasien TB
dalam pengobatan diyakini menjadi faktor utama dan pengobatan tidak
adekuat juga menjadi penyebab terjadinya TB MDR. Dampak terjadinya
TB MDR adalah terdapat penyakit penyerta yang berat (ginjal, hati,
epilepsy dan psikosis), kelainan fungsi hati terjadi kenaikan SGOT/SGPT
> 3 kali dari nilai normal, kelainan fungsi ginjal terdapat kadar kreatinin
>2,2 mg/dl.
Tuberculosis membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk
mencapai kesembuhan. Tipe pengobatan jangka panjang yang
menyebabkan pasien tidak patuh dalam mengkonsumsi Obat Anti
Tuberkulosis. Perilaku yang tidak patuh dalam menjalani pengobatan TB
paru membuat bakteri TB paru menjadi resisten pada tubuh. Maka
dibutuhkan dukungan dari keluarga untuk dapat mendukung ketaatan
dalam program pengobatan. Diharapkan partisipasi keluarga, masyarakat,
kader kesehatan dapat peranan sebagai PMO dalam pengawasan minum
obat yang akan meningkatkan kepatuhan minum obat pasien TB paru.
Sehingga resiko terjadinya TB MDR dapat diminimalkan (Rahmawati,
2013). Penanggulangan TB bukan saja tanggung jawab pemerintah perlu
dukungan dan keterlibatan semua elemen masyarakat termasuk tokoh
masyarakat, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Untuk mencegah
terjadinya TB-MDR juga di perlu kan adanya petugas Pengawasan Minum
Obat (PMO). Karena salah satu faktor resiko dari TB-MDR adalah ketidak
5 patuhan penderita TB dalam mengkonsusmsi Obat Anti Tuberkulosis
(OAT). Maka diperlukan adanya PMO untuk para penderita TB, agar
penderita lebih disiplin dalam mengkonsumsi obat dan mencegah
terjadinya TB-MDR. Selain itu dilakukan pelatihan-pelatihan bagi PMO
agar bisa meningkatkan peran PMO dalam melakukan tugasnya. Dan
diharapkan petugas kesehatan yang ada di puskesmas dapat memberikan
pengertian akan pentingnya minum obat secara lengkap kepada pnderita
maupun PMO sehingga tidak terjadi TB-MDR.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan TB MDR?
2. Bagaimana penatalaksanaan TB MDR ?
3. Bagaimana klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB MDR?
4. Bagaimana pengobatan pasien TB MDR?
5. Apa saja tahapan pengobatan TB MDR?
6. Apa yang dimaksud dengan PMO (Pengawas Minum Obat)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari TB MDR?
2. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan TB MDR ?
3. Untuk mengetahui bagaimana klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB
MDR?
4. Untuk mengetahui bagaimana pengobatan pasien TB MDR?
5. Untuk mengetahui apa saja tahapan pengobatan TB MDR?
6. Untuk mengetahui pengertian PMO (Pengawas Minum Obat)?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Penatalaksanaan TB MDR
1. Penemuan Pasien
Penemuan pasien TB Resistan Obat adalah suatu rangkaian kegiatan
yang dimulai dengan penemuan suspek TB Resistan Obat
menggunakan alur penemuan baku dilanjutkan proses penegakan
diagnosis TB Resistan Obat dengan pemeriksaan dahak selanjutnya
didukung juga dengan kegiatan edukasi pada pasien dan keluarganya
supaya penyakit dapat dicegah penularannya kepada orang lain.
Semua kegiatan yang dilakukan dalam kegiatan penemuan pasien TB
Resistan Obat dalam Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan
Obat harus dicatat dalam buku bantu rujukan suspek TB MDR,
formulir rujukan suspek TB MDR dan formulir register suspek TB
MDR (TB 06 MDR) sesuai dengan fungsi fasyankes (WHO, 2013).
a. Resistansi terhadap obat anti TB (OAT)
Resistansi kuman M.tuberculosis terhadap OAT adalah keadaan
dimana bakteri sudah tidak dapat lagi dibunuh dengan OAT.
Terdapat 5 kategori resistansi terhadap OAT yaitu:
1) Monoresistan: resistan terhadap salah satu OAT, misalnya
resistan isoniazid (H)
2) Poliresistan: resistan terhadap lebih dari satu OAT, selain
kombinasi isoniazid (H) dan rifampisin (R), misalnya resistan
isoniazid dan ethambutol (HE), rifampicin ethambutol
(RE),isoniazid ethambutol dan streptomisin (HES), rifampicin
ethambutol dan streptomisin (RES)
3) Multi Drug Resistan (MDR): resistan terhadap isoniazid dan
rifampisin, dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain,
misalnya resistan HR, HRE, HRES
4) Ekstensif Drug Resistan (XDR): TB MDR disertai resistansi
terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon dan
salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin,
kanamisin, dan amikasin) 10
5) Total Drug Resistan (Total DR). Resistansi terhadap semua
OAT (lini pertama dan lini kedua) yang sudah dipakai saat ini.
b. Suspek TB Resistan Obat
Suspek TB Resistan Obat adalah semua orang yang mempunyai
gejala TB yang memenuhi satu atau lebih kriteria suspek di bawah
ini:
1) Pasien TB kronik
2) Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
3) Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB Non
DOTS
4) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang gagal
5) Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah
pemberian sisipan.
6) Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
7) Pasien TB yang kembali setelah lalai berobat/default
8) Suspek TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan
pasien TB MDR i. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon
terhadap pemberian OAT Definisi kasus TB tersebut di atas
mengacu kepada Buku Pedoman Nasional
C. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien TB MDR
Klasifikasi TB MDR (berdasarkan lokasi)
1. Paru Apabila kelainan ada di dalam parenkim paru.
2. Ekstra Paru Apabila kelainan ada di luar parenkim paru.
Bila dijumpai kelainan di paru maupun di luar paru maka pasien di
registrasi sebagai pasien TB MDR dengan klasifikasi TB MDR Paru.
Pasien TB MDR diregistrasi sesuai dengan klasifikasi pasien berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya sebagai berikut :
Tipe Pasien Keterangan
Pasien Baru Pasien yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau pernah di obati
menggunakan OAT kurang dari 1 bulan
Pengobatan Ulangan Pasien yang mendapatkan pengobatan ulang
karena : • Kasus Kambuh (relaps): Yaitu
pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapatkan pengobatan TB lini pertama atau
lini kedua dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
dan biakan positif.
• Pasien kembali setelah putus berobat (loss to
follow up) Yaitu pasien yang kembali berobat
setelah putus berobat paling sedikit 2 bulan
dengan pengobatan TB lini pertama atau lini
kedua serta hasil pemeriksaan dahak
menunjukkan BTA positif.
• Kasus Gagal Pengobatan Kategori 2: Yaitu
pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada
pengobatan dengan OAT lini pertama kategori
2. Hal ini ditunjang dengan rekam medis dan
atau riwayat pengobatan TB sebelumnya.
• Kasus Gagal Pengobatan Kategori 1 : Yaitu
pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada
pengobatan dengan OAT lini pertama kategori
1.
Transfer in Pasien TB Resistan Obat yang sudah diobati
dan sudah diregister di RS Rujukan/Sub
Rujukan lain.
Lain-lain Pasien TB yang riwayat pengobatan
sebelumnya tidak jelas atau tidak dapat
dipastikan
A. Topik
Pengobatan pada TB MDR
B. Waktu
Kamis, 5 Maret 2020
C. Tempat
Ruang Al Hakim RSUD Ratu Zalecha Martapura
D. Pengorganisasian
Moderator : St Aisyah Fitriyah, S. Kep
Penyaji : Senna Virgandiri, S.Kep
Ifdy Patmindry, S. Kep
Fasilitator : Syahidah , S.Kep
Notulen : Elsa Monica Rahman, S. Kep
Peserta : Amalia Septiani S.Kep
Muhammad Bayu Ihsan, S. Kep
Susi Lestari, S.Kep
Nurhaliza, S.Kep
D. Metode
1. Diskusi
2. Refleksi diri
E. Media
Laptop (PPT), Lembar Pengkajian
E. Kegiatan DRK
F. Setting
Keterangan gambar:
= Layar
= Fasilitator
= Penyaji
= Notulen
= Peserta
Catatan: Posisi tempat duduk dalam bentuk lingkaran sehingga peserta dapat
saling bertatap muka dengan leluasa dan peserta terdiri dari 5-8
orang.
G. Lampiran
1. Jadwal kegiatan DRK
2. Daftar hadir
3. Laporan kegiatan DRK
Lampiran 1
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
11. 11.
12. 12.
13. 13.
14. 14.
15. 15.
Martapura,
Mengetahui, Kepala Ruangan
Setiawan, S.Kep., Ners
NIP. 19860311 200904 1 002
Lampiran 3
FORMAT LAPORAN DISKUSI REFLEKSI KASUS
RUANG PERAWATAN AL HAKIM
Nama Ruangan :
Hari, Tanggal Pelaksanaan :
Topik Diskusi Kasus :
B. PEMBAHASAN
2.
3.
4.
5.
Dst.
Lampiran 4
1. PENGERTIAN
Diskusi Refleksi Kasus (DRK) adalah suatu metode pembelajaran dalam
merefleksikan pengalaman perawat dan bidan yang aktual dan menarik dalam
memberikan dan mengelola asuhan keperawatan dan kebidanan di lapangan
melalui suatu diskusi kelompok yang mengacu pada pemahaman standar yang
ditetapkan.
2. TUJUAN
Diskusi Refleksi Kasus (DRK) mempunyai tujuan sebagai berikut:
A. Mengembangkan profesionalisme perawat dan bidan.
B. Meningkatkan aktualisasi diri.
C. Membangkitkan motivasi belajar.
D. Wahana untuk menyelesaikan masalah dengan mengacu pada standar
keperawatan/kebidanan yang telah ditetapkan.
E. Belajar untuk menghargai kolega untuk lebih sabar, lebih banyak
mendengarkan, tidak menyalahkan, tidak memojokkan dan meningkatkan
kerja sama.
3. LANGKAH LANGKAH
A. Memilih/Menetapkan Kasus Yang Akan Didiskusikan
Topik–topik bahasan yang ditetapkan untuk didiskusikan dalam DRK
antara lain:
Pengalaman pribadi perawat/bidan yang aktual dan menarik dalam
menangani kasus/pasien di lapangan baik di rumah sakit/puskesmas.
Pengalaman dalam mengelola pelayanan keperawatan/kebidanan dan
isu-isu strategis.
Pengalaman yang masih relevan untuk dibahas dan akan memberikan
informasi berharga untuk meningkatkan mutu pelayanan.
B. Menyusun Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan DRK adalah daftar kegiatan yang harus dilaksanakan
dalam kurun waktu yang telah ditetapkan dan disepakati. Kegiatan DRK
disepakati dalam kelompok kerja, baik di puskesmas maupun di rumah
sakit (tiap ruangan). Kegiatan DRK dilakukan minimal satu kali dalam
satu bulan dan sebaiknya jadwal disusun untuk kegiatan satu tahun.
Dengan demikian para peserta yang telah ditetapkan akan mempunyai
waktu yang cukup untuk mempersiapkannya.
C. Waktu Pelaksanaan
Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut minimal 60
menit, dengan perincian sebagai berikut:
• Pembukaan : 5 menit
• Penyajian : 15 menit
• Tanya jawab : 30 menit
• Penutup/rangkuman : 10 menit
3) Peserta
E. Penulisan Laporan
Setelah melakukan kegiatan, langkah berikutnya adalah menyusun laporan
DRK. Agar kegiatan DRK dapat diketahui dan dibaca oleh pimpinan,
anggota kelompok maupun teman sejawat lainnya maka kegiatan tersebut
harus dicatat/didokumentasikan sebagai laporan.
DAFTAR PUSTAKA