Anda di halaman 1dari 3

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

ANAK PRASEKOLAH

PENYEBAB KECEMASAN :
Dampak fisik :
LINGKUNGAN KELUARGA :
KECEMASAN ANAK AWAL 1. Jari tangan dingin
1. Pertengkaran keluarga
MASUK SEKOLAH 2. Detak jantung makin
2. Ketidak pedulian orangtua
cepat
3. Ketidaknyamanan berada
PENGUKURAN KECEMASAN 3. Berkeringat dingin
dirumah
SKALA KECEMASAN 4. Kepala pusing
LINGKUNGAN SOSIAL 1. Fisik : Gemetar, keringat, tangan 5. Nafsu makan
terasa dingin, , sulit berbicara, pusing, menurun
1. Ancaman bahaya lemas, 6. Tidur tidak nyenyak
2. Tidaknyaman 2. Behavioral : Perilaku menghindar
dilingkungan baru dan perilaku melekat Dampak mental :
3. Kelemahan fisik
3. Kognitif : Khawatir tentang
sesuatu dan sulit untuk berkonsentrasi 1. Ketakutan
4. Trauma social
2. Tidak dapat
5. Prilaku buruk Di modifikasi dengan skala likert yang memusatkan
6. Penolakan pada terdiri dari 4 pertanyaan perhatian
masyarakat ( SS,S,TS,STS). (Widyaastuti,2018) 3. Tidak tentram
Lingkungan tidak baik 4. Rasa takut
5. Emosi tidak stabil
1. Lingkungan keras PENATALAKSANAAN 6. Halusinasi
2. Jauh dari lingkungan
Terapi Bermain Yang Dapat
ramai
Dilakukan
3. Lingkungan kumuh
4. Lingkungan penjahat 1. Bliblioterapi

2. Storytelling

3. Menggambar
4. Musik
KETERANGAN : (Parker & Wampler, 2010).

= DITELITI = BERPENGARUH

= TIDAK DITELITI = BERHUBUNGAN


Dari bagan diatas dijelaskan bahwa kecemasan pada anak prasekolah disebabkan oleh beberapa
faktor yang pertama pada lingkungan keluarga disebabkan pertengkaran keluarga,
ketidakpedulian orangtua, ketidaknyamanan berada dirumah, lalu pada lingkungan sosial di
sebabkan oleh adanya ancaman bahaya , ketidaknyamanan lingkungan baru, kelemahan fisik,
trama sosial,prilaku buruk, penolakan pada masyarakat. Selanjutnya pada lingkungan tidak baik
disebabkan oleh lingkungan keras, lingkungan kumuh, jauh dari lingkungan ramai. Cemas
akibat perpisahan atau yang biasa disebut depresi analitik, merupakan stres utama pada
bayi usia pertengahan sampai usia prasekolah. Pada rentang usia tersebut kecemasan
dimanifestasikan dalam tiga fase, yaitu fase protes, putus asa, dan pelepasan. Selama fase
protes, anak-anak bereaksi secara agresif, menolak perhatian dari orang lain, dan kedukaan
mereka tidak dapat ditenangkan. Selama fase putus asa, anak-anak cenderung tidak aktif,
tidak tertarik, dan menarik diri dari orang lain. Skala kecemasan merupakan alat ukur untuk
mengetahui tingkat kecemasan yang dialami oleh seseorang. Didalam skala terdapat sebuah
pernyataan, pernyataan tersebut mengacu pada indikator kecemasan yang sudah
dikemukakan oleh beberapa ahli. Skala ini menggunakan indikator kecemasan yang
diungkapkan oleh Nuvid (dalam Annisa &Ifdil, 2006:96). indikator yang digunakan oleh
peneliti dalam penyusunan skala kecemasan sebagai berikut:
1. Fisik : Gemetar, keringat bercucuran, tangan terasa dingin, detak jantung cepat, gangguan
pencernaan, nafas memburuk, sulit berbicara, pusing, lemas, gangguan pencernaan, mudah
marah.
2. Behavioral : Perilaku menghindar dan perilaku melekat
3. Kognitif : Khawatir tentang sesuatu dan sulit untuk berkonsentrasi

Modifikasi skala Likert yang terdiri dari 4 (empat) kategori jawaban, pernyataan dengan
menggunakan skala Likert model empat pilihan jawaban, hal ini bertujuan untuk menghindari
jawaban netral. berikut adalah empat jawaban yang digunakan oleh peneliti :

1. SS : Jika pernyataan sangat sesuai dengan kondisi siswa.


2. S : Jika pernyataan sesuai dengan kondisi siswa.

3. TS : Jika pernyataan tidak sesuai dengan kondisi siswa.


4. STS : Jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan kondisi siswa.

Prosedur penskalaan dengan model Likert di dasari oleh dua asumsi yaitu :Setiap pernyataan
sikap yang disepakati sebagai pernyataan yang mendukung (Favorable) atau yang tidak
mendukung (unfavorable). Jawaban dari individu yang mempunyai sikap positif harus diberi
bobot yang lebih tinggi dari pada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai
sikap negatif.
Dalam penelitian ini pada anak prasekolah yang mengalami kecemasan akan dilakukan
intervensi berupa terapi bermain dengan metode storytelling , ini berguna untuk mengatasi
kecemasan pada anak usia prasekolah yang mengalami kecemasan agar anak usia prasekolah
tersebut tidak menjadi stress, sehingga dapat membantu proses pembelajaran anak di sekolah
Mendongeng dapat meningkatkan rasa percaya (trust), menjalin hubungan, dan menyampaikan
pengetahuan. Ide terapi mendongeng bukanlah konsep baru. Mendongeng sudah digunakan
pada proyek komunitas, promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, koping terhadap
kesedihan, dan sebagainya (Parker & Wampler, 2010).

Penelitian menemukan adanya pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kekooperatifan pada
anak usia 3–5 tahun. Begitu pun dengan penelitian ini menyatakan bahwa terapi bermain
berdampak terhadap penurunan kecemasan Terapi ini dapat diaplikasikan pada rentang toddler
dan prasekolah. Banyak orang tua meyakini bahwa pentingnya kemampuan berbahasa di masa
depan , sehingga secara tidak langsung terapi mendongeng ini dapat mengembangkan
kemampuan berbahasanya. Selain itu pada tingkat perkembangan, sangat sulit bagi pemberi
pelayanan kesehatan untuk memberikan tindakan pada mereka . Pada usia toddler dan
prasekolah, mereka mulai tumbuh rasa untuk bersosialisasi, keingin tahuan yang tinggi, dan
memiliki selfcontroldan will power (Sue, 2010).

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian (H1) dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ada pengaruh dari metode storytelling untuk mengurangi tingkat kecemasan anak

prasekolah pada saat awal masuk sekolah kelompok A di TK PUTERA BHAKTI KEDIRI

Anda mungkin juga menyukai