Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stasiun Pati (PT) adalah stasiun kereta api non-aktif kelas I yang berada di  Puri, Pati,
Pati. Stasiun ini termasuk dalam Wilayah Aset IV Semarang serta merupakan stasiun terbesar
dan terpenting di Kabupaten Pati.

Dalam sejarahnya, stasiun ini diresmikan oleh Samarang – Joana Stoomtram


Maatschappij (SJS). Perusahaan ini disahkan sebagai badan hukum pada tanggal 18 Maret
1881 berdasarkan konsesi tertanggal 1 Desember 1879, bertujuan untuk menghubungkan
wilayah Lingkar Muria Raya dengan Semarang menggunakan moda kereta api. Sesuai

namanya (Samarang – Joana), pertama-tama perusahaan ini membangun jalur kereta api yang

menghubungkan Stasiun Samarang Centraal (Jurnatan) melalui Demak, Kudus, dan berakhir


di Juwana. Untuk menjangkau daerah lainnya di Lingkar Muria, dari stasiun ini kemudian
dibangun kelanjutan menuju Rembang dan berakhir di Jatirogo. Selain itu dari Juwana juga
dibangun percabangan menuju Tayu. Semua jalur menggunakan lebar sepur 1.067 mm.
Jalur dan stasiun ini kemudian terus beroperasi di bawah bendera DKA, PNKA,
hingga masa-masa emas PJKA sepanjang dekade 1970-an. Walaupun jalurnya sudah dimiliki
oleh DKA, SJS baru dilikuidasi pada tahun 1959 bersamaan dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1959 oleh Soekarno. 

Jalur-jalur SJS ini terus berguguran. Jalur Juwana – ayu ditutup tahun 1975,

sedangkan jalur Kemijen – Rembang ditutup tahun 1986. Tetapi perlu dicatat bahwa dalam
catatan dan foto yang dibuat dan dipotret oleh Michiel van Ballegoijen de Jong dalam
 bukunya yang berjudul Spoorwegstations op Java, ternyata jalur tersebut belum
dibongkar sebelum akhirnya dibongkar seluruhnya pada tahun 1996, ditandai dengan
 penutupan jalur Rembang – Blora dan Wirosari – Kradenan.
Saat ini stasiun ini dialihfungsikan sebagai kafe. Di dekat stasiun terdapat taman kota
(Taman Stasiun Puri Pati) dan tidak ada reaktivasi untuk jalur dan stasiun ini.

B. Rumusan Masalah
1.   Bagaimana perkembangan kereta api di Kabupaten Pati
2.   Apa yang menjadikan penyebab kereta api di Kabupaten Pati saat ini sudah tidak beroprasi
lagi
1
C. Tujuan Penelitian
1.   Untuk mengetahui perkembangan kereta api di Kabupaten Pati
2.   Untuk mengetahui penyebab kereta api di Kabupaten Pati saat ini sudah tidak beroprasi
lagi

D. Manfaat Penelitian
1.   Agar mengetahui perkembangan kereta api di Kabupaten Pati
2.   Agar mengetahui penyebab kereta api di Kabupaten Pati saat ini sudah tidak beroprasi lagi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Kereta Api di Kabupaten Pati


Juwana merupakan sebuah kecamatan di kawasan pesisir pantai yang ada di
Kabupaten Pati. Daerah ini di zaman kolonial, menjadi penyangga ekonomi yang sangat kuat
untuk daerah-daerah di sekitarnya. Pelabuhan Juwana, menjadi pelabuhan utama yang
menjadi tempat bersandar kapal-kapal dagang besar.
Bahkan saking istimewanya daerah ini, perusahaan kereta api Belanda, menggunakan
nama daerah ini untuk nama perusahaanya, yakni Semarang Joana Stroomtram Maatschappij
(SJS). Kata Joana ini yang kini menjadi Juwana.
Perusahaan operator kereta api ini merupakan perusahaan swasta, bukan milik
 pemerintah. Kalau zaman sekarang SJS ini seperti perusahaan otobus (PO), yang dimiliki
swasta. Dan memang di era Belanda, pihak swasta memang diberi izin untuk mengelola jalur
kereta api. Selain SJS kala itu juga ada Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).
SJS mengelola jalur kereta api yang cukup panjang, mulai dari Semarang hingga Rembang,
dengan stasiun utama di kawasan Jurnatan Semarang. Bahkan saking istimewanya Juwana,
SJS juga membangun jalur kereta dari stasiun Juwana hingga ke pelabuhan.
Saat itu kereta yang digunakan bukanlah kereta cepat, melainkan kereta bergandar
rendah dengan kecepatan maksimal 50 kilometer per jam. Pada pemerintahan Hindia Belanda,
 jalur KA tersebut tidak hanya mengangkut orang, tapi juga untuk mendukung peningkatan
sektor ekonomi. Mulai dari komoditas pertanian, kayu jati, karung goni, ataupun gula.
Apalagi kawasan Pati dan sekitarnya sejak dulu sudah dikenal sebagi produsen gula yang
cukup besar.
Pada saat itu, pamor kereta api memang lagi top. Oleh karenananya, SJS setelah
membangun jalur Semarang-Genuk-Demak-Kudus-Pati-Joana, pada 5 Mei 1895 perusahaan
tersebut menambah jalur Kudus-Mayong-Pecangaan. Kemudian pada 1 Mei 1900, SJS
menambah jalur kereta api hingga mencapai Rembang dan Lasem. Pada tahun itu juga, 10
 November SJS membuka jalur baru lagi yang melayani rute Mayong-Welahan.
Pada zaman kemerdekaan, seiring menggeloranya semangat menasionalisasi
 perusahaan-perusahaan milik Belanda, maskai SJS pun akhirnya dilebur menjadi Djawatan
Kereta Api (DKA), yang kini berubah menjadi PT Kereta Api Indonesia. Jalur Semarang-
Rembang ini berada di wilayah Daerah Operasional (Daop) IV Semarang.
Lambat laun popularitas kereta api semakin memudar. Dengan gencarnya pembangunan
infrastruktur jalan, dan masuknya mobil-mobil dari Jepang dan negara-negara lain, kereta api
semakin ditinggalkan, hingga akhirnya jalur Semarang-Juwana-Rembang ini pun ditutup.
 Namun belakangan ini muncul rencana dari pemerintah untuk kembali mengaktifkan
(re-aktifasi) jalur-jalur kereta mati yang ada di Jawa Tengah, termasuk jalur yang dulu
miliknya SJS. Rencana ini masuk dalam desain masterplan dokumen perkeretaapian Indonesia
2005-2030.
Di Jawa Tengah ada 455 kilometer jalur KA yang mangkrak dari Semarang hingga
Bojonegoro. Disebut-sebut jika jalur ini kembali diaktifkan akan mampu membangkitkan
kegiatan ekonomi masyarakat.
Memang bukanlah hal yang mudah untuk kembali mengaktifkan jalur kereta api ini.
Karena nanti akan menemui berbagai tantangan, mulai dari persaingan dengan moda
transportasi lain, hingga harus gusur-gusur bangunan. Bagaimana tidak, sebagian besar jalur-
 jalur rel itu kini telah hilang bahkan sudah beralih fungsi menjadi berbagai macam. Aset-aset
milik PT KAI kini juga banyak yang sudah dikepung bangunan-bangunan penduduk.
Jejak jalur kereta api ini masih bisa kita jumpai di beberapa tempat. Di Kudus,
 bangunan yang dulu digunakan untuk stasiun, kini telah beralih fungsi menjadi Pasar Wergu.
Ketika kereta masih beroperasi, stasiun Kudus merupakan stasiun percabangan. Kalau ke
timur menuju Pati, ke barat menuju Demak, dan ke utara menuju Mayong.
Di Kabupaten Pati, jejak-jejak jalur kereta api juga masih banyak ditemui. Sebagian
 besar memang sudah beralih fungsi, dan banyak rel yang hilang. Entah dicuri untuk dijadikan
rongsok atau faktor lainnya. Sisa-sisa rel masih bias ditemui di sepanjang jalan raya Pati-
Kudus, termasuk beberapa bekas rambu sinyal.
Di Margorejo masih terdapat sinyal masuk, dan di samping gudang pupuk Pusri masih
ada plang semboyan 35 dan beberapa sinyal lainnya. Di kawasan Puri, bangunan yang dulu
menjadi stasiun telah banyak berubah fungsi, mulai dari warung-warung bahkan dulu juga ada
tempat karaoke di kawasan itu. Lahan di kompleks itu hingga saat ini masih dikuasai PT KAI.
Di Juwana atau Joana kala itu, adalah stasiun akhir di awal perusahaan SJS beroperasi.
Stasiun ini tak jauh dari Alun-alun Juwana. Sisa-sisa bangunan stasiun masih bisa dilihat
hingga saat ini.
Untuk menghidupkan kembali jalur ini memang bukanlah hal yang mudah, namun
 bukan tidak mungkin. Apalagi proyek reaktifasi jalur mati kini juga sudah mulai dilakukan
yakni jalur Kedungjati-Tuntang. Pemerintah melalui Direktorat Perkeretaapian Kementerian
Perhubungan bahkan sudah menargetkan, jalur kereta api di jalur pantura timur ini akan bisa
mulai diaktifkan antara 2019-2020 mendatang.
Jika benar-benar bisa terelisasi, jalur kereta api mati yang dihidupkan kembali ini akan
menjadi jawaban dari peliknya masalah angkutan barang di pantura. Potensinya juga sangat
 besar, karena selain untuk mengangkut penumpang, kereta api ini nantinya bisa mengurangi
 beban jalan dengan perpindahan angkutan berbasis jalan raya ke angkutan kereta api. Apalagi
idustri di kawasan Kudus, Pati dan Rembang semakin besar, mulai dari pabrik-pabrik gula,
hingga yang terbaru bakal beroperasinya pabrik Semen Indonesia di Rembang, dan bakal
dibangunnya pabrik semen di kawasan Pegunungan Kendeng Pati.
Dengan penggunaan angkutan kereta, maka masalah kemacetan jalan, kerusakan jalan
akibat overtonase akan bisa dipecahkan. Sehingga proyek tahunan perbaikan jalan pantura
yang menghabiskan dana triliunan rupiah, juga bisa ditekan dan dialihkan ke bidang lain yang
lebih mendesak, seperti pendidikan dan kesehatan.

B. Penyebab Kereta Api Di Kabupaten Pati Saat Ini Sudah Tidak Beroprasi
Kereta api merupakan moda transportasi yang digemari masyarakat akhir  –  akhir ini.
Selain harganya yang terjangkau, ketepatan waktu dan kenyamanan, menjadikan kereta api
sebagai idola. Transportasi masal ini memang sedang mendapatkan perhatian pemerintah, hal
itu terbukti dengan dibangunya rel kereta diluar jawa seperti di Makassar dan Sorong.
Walaupun demikian tidak semua kabupaten di Pulau Jawa memiliki sarana
transportasi kereta api, Kabupaten Pati salah satunya. Masyarakat yang ingin menggunakan
 jasa transportasi kereta api harus naik dari Stasiun Semarang Tawang atau Poncol yang cukup
menyulitkan masyarakat Pati dan sekitarnya
Sebenarnya dulu terdapat rel yang menghubungkan Kota Semarang sampai
Kecamatan Juwana lewat Kabupaten Demak dan Kudus. Namun ditutup pada tahun 1987
dengan alasan kalah bersaing dengan moda transportasi roda empat. Berbeda dengan 3 tahun
 belakangan ini, setiap musim libur lebaran tiket kereta api tujuan Semarang dalam berbagai
kelas selalu ludes terjual.
Oleh karena itu diperlukan penambahan stasiun dan rangkaian kereta untuk
mengurangi membeludaknya penumpang kereta api di Stasiun Semarang Tawang dan
Poncol. Hampir setiap harinya ada penumpang kereta tujuan Kabupaten Pati dan sekitarnya
yang harus transit di Stasiun Semarang. Penumpang didominasi oleh mahasiswa, pegawai
swasta, dan aparatur sipil negara yang bekerja diluar Kabupaten Pati. Melihat animo
masyarakat Kabupaten Pati sudah saatnya PT KAI mengaktifkan jalur kereta dan stasiun di
Kabupaten Pati.
Pembangunan stasiun kereta api memberikan dampak positif terutama untuk
 pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Karisidenan Pati dan sekitarnya. Dengan
adanya kereta api akan mengurangi kemacetan di jalur pantura terutama pada arus mudik
lebaran. Selain itu beban jalan di pantura akan berkurang sehingga pemerintah dapat
menghemat anggaran untuk perbaikan jalan. Untuk bis dan angkutan antar kota tidak perlu
khawatir tersaingi dengan adanya kereta api karena penumpang akan meningkat. Sederhana
saja setiap penumpang kereta api memiliki tujuan yang berbeda  –   beda sehingga bis dan
angkutan antar kota dapat mengangkut penumpang dari stasiun ke berbagai kecamatan dan
kabupaten di sekitar Pati.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jika benar-benar bisa terelisasi, jalur kereta api mati di Kabupaten Pati yang
dihidupkan kembali ini akan menjadi jawaban dari peliknya masalah angkutan barang di
 pantura. Potensinya juga sangat besar, karena selain untuk mengangkut penumpang, kereta
api ini nantinya bisa mengurangi beban jalan dengan perpindahan angkutan berbasis jalan
raya ke angkutan kereta api. Apalagi idustri di kawasan Kudus, Pati dan Rembang semakin
 besar, mulai dari pabrik-pabrik gula, hingga yang terbaru bakal beroperasinya pabrik Semen
Indonesia di Rembang, dan bakal dibangunnya pabrik semen di kawasan Pegunungan
Kendeng Pati.

B. Saran
Tentunya dengan adanya stasiun baru di Kabupaten Pati akan membutuhkan tenaga
kerja yang berarti juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat Kabupaten Pati dan
sekitarnya, mulai dari pegawai PT KAI, penjual kantin dan oleh  –   oleh disekitar stasiun
hingga penyedia jasa transportasi ojek, becak, angkutan kota hingga bis antar kota.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai