Anda di halaman 1dari 11

TUGAS

REVIEW NUTRITIONAL CARE PROCESS (NCP)

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Nutrition Diagnosis

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

1. Lulu’ Luthfiya NIM. 145070309111001


2. Pipit Septiana NIM. 145070309111002
3. Sutoyo NIM. 145070309111003
4. Ni Nengah Asty K NIM. 145070309111004
5. Danang Kurniawan NIM. 145070309111005

PROGRAM STUDI ILMU GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
A. Definisi Nutritional Care Process (NCP)
Istilah Nutritional Care Process (NCP) dikenalkan oleh assosiasi ahli
gizi di Amerika (ADA) pada awal 2003. NCP ini menurut Lacey, K, dan E.
Pritchett (2003) merupakan model pendekatan pemecahan masalah gizi
yang sistematis yang dilakukan oleh seorang ahli gizi profesional untuk
memecahkan problem gizi yang aman dan berkualitas. Menurut American
Dietetic Association (2006), NCP adalah suatu metode pemecahan
masalah yang sistematis, dimana dietisien profesional menggunakan cara
berpikir kritisnya dalam membuat keputusan untuk menangani berbagai
masalah yang berkaitan dengan gizi, sehingga dapat memberikan asuhan
gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi.
Proses Asuhan Gizi Terstandar atau Nutrition Care Process (NCP)
adalah suatu model baru dari asuhan gizi (ADA, 2008). NCP mulai
diimplementasikan sejak tahun 2006 di beberapa rumah sakit di Indonesia.
NCP terdiri dari 4 langkah sistematis, dimana terdapat tahapan diagnosis
gizi yang membedakan NCP dengan asuhan gizi sebelumnya. Dengan
diagnosis gizi asuhan gizi menjadi seragam, sehingga asuhan gizi model
baru ini mampu meningkatkan kualitas pelayanan. Upaya pemenuhan
kebutuhan gizi untuk pasien rawat inap dilakukan melalui pelayanan
pemberian makanan sesuai kebutuhan masing-masing pasien. Agar
pemenuhan zat gizi dapat optimal maka diperlukan keterlibatan dan
kerjasama antar berbagai profesi kesehatan sebagai pendukung tim
asuhan gizi.

B. Perbedaan NCP dan Medical Nutritional Therapy (MNT)


MNT adalah standar perawatan/asuhan yang merupakan aspek di
dalam NCP yang menekankan pada kualitas dari diagnosis serta
penanganan dari masalah yang ada pada pasien sedangkan Nutrition Care
Process adalah Metode pemecahan masalah yang sistematis dan
digunakan profesi dietetik secara kritis dalam membuat keputusan tentang
masalah gizi & penyediaan pelayanan gizi yang berkualitas & efektif secara
aman sedangkan
Medical Nutritional Therapy (MNT) pertama kali diperkenalkan oleh
ADA pada pertengahan 1990-an untuk mempromosikan manfaat dari
pengelolaan atau pengobatan penyakit dengan gizi. Komponen-komponen
yang terdapat dalam MNT meliputi pengkajian gizi/penilaian status gizi
pasien dan penyediaan makanan baik modifikasi diet, konseling, atau
terapi gizi khusus. Sejak MNT pertama kali diperkenalkan, Profesi dietetic
telah mendapatkan banyak kredibilitas di antara legislator dan penyedia
layanan kesehatan lainnya. Kemudian Pada tahun 2001 MNT telah
didefinisikan ulang sebagai bagian dari undang-undang . manfaat MNT
adalah diagnosa gizi, pemberian terapi dan konseling gizi untuk
penangganan penyakit yang dilakukan oleh RD atau Profesional gizi.
Terdapat satu perbedaan yang mendasar antara MNC dan NCP.
MNC merupakan standar asuhan dimana MNC menunjukan pada “apa
yang harus” dilakukan dan merupakan komponen asuhan pada penyakit
tertentu. NCP adalah proses terstandar, lebih menunjukan “bagaimana
asuhan MNT dilakukan. Pada intinya NCP menunjukan secara akurat
spektrum asuhan gizi yang menekankan pada langkah langkah konsisten
dan spesifik dari dietisien saat memberikan MNT, dan juga sebagai
pedoman dalam edukasi gizi, dan tempat pelayanan asuhan gizi lain yang
bersifat preventif.
Penerapan langkah NCP yang tepat memperlihatkan satu
harmonisasi dari 4 langkah yang konsisten dan terstandar mengenai
pelayanan asuhan gizi, meskipun pelayanan tersebut dilakukan di tempat
yang berbeda. Oleh karena itu dengan penerapan NCP saat ini, MNT tidk
dapat lagi mewakili gambaran seluruh pelayanan gizi yang diberikan oleh
dietisien, namun menjadi komponen dalam penerapan NCP. Perubahan
gambaran mengenai tugas dietisien tersebut merubah paradigma yang
selama ini dianut. Paradigma baru ini kelihatannya lebih kompleks
membutuhkan tanggung jawab yang lebih besar, namun dapat
menjelaskan pemikiran atau hasil pengamatan yang lebih baik. Akhirnya,
dietisien dapat memberikan pelayanan dengan cara yang lebih
memungkinkan untuk mencapai hasil yang diinginkan atau sesuai harapan.
Paradigma ini akan lebih menguatkan keberadaan dietisien sebagai pelaku
pelayanan kesehatan.
C. Tujuan Digunakan NCP
Tujuan digunakannya NCP adalah agar tersedianya pedoman bagi
tenaga gizi dalam melaksanakan NCP di fasilitas pelayanan kesehatan
sehingga dietisien dapat memberikan pelayanan asuhan gizi yang
berkualitas tinggi, aman, efektif, serta hasil yang dicapai dapat diprediksi
dan lebih terarah.

D. Tahapan NCP
Tahapan-tahapan dalam NCP terdiri atas :
1. Nutritional Assessment (A)
Tahapan assessment atau pengkajian status gizi merupakan
langkah awal dalam pelaksanaan asuhan gizi. tahapan ini merupakan
langkah yang sistematis dengan tujuan mendapatkan, memverifikasi,
dan menginterpretasikan data yang dibutuhkan dalam rangka
mengidentifikasi masalah terkait gizi, penyebab, dan implikasinya.
Ahli Gizi mengumpulkan informasi terkait riwayat kesehatan,
kebiasaan makan, dan pilihan makanan pasien. Sumbernya didapat
dari catatan kesehatan pasien, pasien sendiri, keluarga pasien, perawat
atau tim kesehatan lainnya dan observasi dari sisa makanan. Proses ini
akan membantu menentukan tingkatan dari resiko gizi yang dialami
pasien dan untuk meastikan keamanan, kenyamanan, kemandirian
dalam makan dan minum.
2. Nutritional Diagnosa gizi (D)
Tahapan pada proses ini merupakan langkah untuk
mengidentifikasi problem gizi dimana terdapat kode-kode standard
yang kemudian kode dan bahasa standard ini diharapkan akan menjadi
bahasa standard diagnosa gizi bagi profesional ahli gizi. diagnosa gizi
ditulis dalam format Problem-Etiologi-Signs/Symptom atau disingkat
dengan PES statement.
3. Nutritional Intervensi (I)
Tahapan ini merupakan tindakan yang terencana dengan tujuan
untuk perubahan perilaku gizi yang positif, kondisi lingkungan atau
aspek status kesehatan dari pasien/klien (beserta keluarganya atau
pengasuh), kelompok sasaran, atau masyarakat luas.
4. Nutritional Monitoring Evaluasi (ME)
Tahapan ini merupakan komponen yang kritis dalam NCP
dikarenakan proses identifikasi parameter penting untuk melihat
perubahan atau hasil yang dicapai pada pasien/klien. Parameter yang
diukur merupakan parameter yang sesuai dengan diagnosa gizi dan
intervensi gizi yang telah dilakukan.
Tahapan yang jelas ini mempermudah seorang ahli gizi dalam
melakukan intervensi gizi pada pasien/klien. selain itu dengan
melaksanakan NCP akan membuat ahli gizi bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap intervensi terkait gizi yang dilakukan, karena
intervensi ahli gizi tidak hanya berdasarkan diet order yang sudah
ditentukan oleh tenaga kesehatan lain misalnya dokter, namun dalam
hal ini ahli gizi dituntut untuk melakukan assessment secara mendalam,
menentukan diagnosa gizi, dan melakukan monitoring evaluasi
terhadap intervensi yang dilakukan.

E. NCP Model dan Aplikasinya

NCP merupakan suatu model kegiatan pemecahan masalah yang


sistematis tanpa bisa mengabaikan keterlibatan lingkungan di sekitar
tempat pelaksanaan NCP ini. Menurut Lacey, K. dan E. Pritchett (2003) inti
dari pelaksanaan NCP sesuai dengan model NCP pada gambar di bawah
ini adalah terbentuknya hubungan yang baik antara pasien/klien/kelompok
masyarakat dengan seorang ahli gizi profesional. Hubungan yang baik ini
merupakan bentuk pelayanan yang bersifat “patient/client oriented” atau
berorientasikan kepada pasien/klien dengan tujuan untuk memberikan
pelayanan yang optimal kepada pasien atau klien.
Pada gambar model NCP terlihat bahwa komponen yang terlibat
dalam pelaksanaan NCP nampak tersusun dalam tingkatan lingkaran yang
berbeda. Berikut adalah penjelasan dari komponen pada setiap lingkaran
tersebut.
1. Lingkaran Bagian Dalam
Lingkaran bagian dalam menjelaskan bahwa inti dari model NCP
adalah 4 tahapan NCP yang meliputi Assessment, Diagnosa Gizi,
Intervensi, Monitoring dan Evaluasi. Empat tahapan ini mempermudah
seorang ahli gizi dalam melakukan intervensi gizi pada pasien/klien
dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap terhadap intervensi
terkait gizi yang dilakukan, karena ahli gizi dituntut melakukan
assesment secara mendalam, menentukan diagnosa gizi, dan
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap intervensi yang
dilakukan.
Agar kegiatan NCP dapat berjalan dengan baik dan terciptanya
layanan gizi yang tepat dan bersifat “Patient/clien Oriented”, seorang
ahli gizi harus melaksanakan 4 tahapan NCP tersebut secara lengkap
dan benar.
2. Lingkaran Tengah
Pada lingkaran tengah menggambarkan hubungan antara
dietisien dengan klien. Kunci keberhasilan pelayanan asuhan gizi
terpusat pada hubungan ini, yaitu bagaimana dietisien dapat
berkolaborasi dengan klien atau pasien, Memberikan pelayanan yang
terfokus pada klien atau pasien melalui pendekatan individu. Kualitas
hubungan antara dietisien dan klien atau pasien dipengaruhi oleh :
a. Pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya oleh klien
atau pasien atau kelompok dan kesiapan mereka untuk berubah.
b. Tingkat pendidikan dan pelatihan yang dimilki seorang dietisien
yang menunjang pengetahuan dan keterampilannya dalam
mengembangkan kemampuan berkomunikasi atau melakukan
hubungan antar personal seperti mendengarkan, empati, melatih
dan memberikan motivasi.
Kotak tengah memperlihatkan kompetensi yang unik dari
seorang dietisien dalam menerapkan NCP. Kompetensi tersebut
meliputi pengetahuan dan keterampilan dietetik agar dietisien
mengembangkan kapasitasnya untuk berfikir kritis, berkolaborasi dan
berkomunikasi. Selain itu mendorong dietisien bekerja berdasarkan
fakta-fakta kode etik profesi.
a. Kode Etik Profesi
Dalam melaksanakan pekerjaannya, seorang ahli gizi terikat pada
kode etik profesi. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes 374 tahun
2007, prinsip kode etik profesi gizi di Indonesia adalah:
1) Kesadaran dan rasa tanggungjawab penuh akan kewajiban
terhadap bangsa dan negara
2) Keyakinan penuh bahwa perbaikan gizi merupakan salah satu
unsur penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan dan
kesejahteraan rakyat
3) Tekad bulat untuk menyumbangkan bangsa dan pikirannya
demi tercapainya masyarakat adil, makmur, dan sehat
sentosa.
b. Pengetahuan Tentang Diet
Dalam menetapkan problem dan mengidentifikasi diagnosa gizi
seorang ahli gizi harus ditunjang dengan keilmuan yang baik,
karena seorang ahli gizi harus dapat mengidentifikasi secara jelas
penyebab timbulnya problem terkait gizi dan dikaitkan dengan
dasar keilmuan atau teori yang ada.
c. Skil dan Kompetensi
Skill dan kompetensi seorang ahli gizi diatur dalam Kepmenkes RI
No. 374/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Gizi. Dalam
Kepmenkes ini skil dan kompetensi ahli gizi dibedakan sesuai
dengan strata pendidikan yang telah ditempuh oleh ahli gizi yaitu
strata 1 (S1 Gizi) dan Diploma (DIII Gizi).
d. Berfikir Kritis
Proses berfikir kritis merupakan komponen penting ahli gizi dalam
melaksanakan NCP. Proses ini akan dilakukan oleh seorang ahli
gizi pada saat melaksanakan tahapan NCP. Dasar keilmuan
seorang ahli gizi dalam melakukan assesment akan sangat
menunjang ahli gizi dalam menentukan problem gizi yang dihadapi
pasien.
e. Kolaborasi
Proses kolaborasi juga merupakan proses penting dalam
pelaksanaan NCP. Dalam beberapa kasus, sering ditemui kasus
yang sangat kompleks, dimana seorang ahli gizi dituntut untuk
berkolaborasi dengan profesi lain seperti dokter, perawat, atau
farmasi dalam pemecahan masalah tersebut. Misalnya pada
penanganan problem intake yang tidak hanya dapat diselesaikan
dari aspek makanan oral dan enteral, tetapi juga membutuhkan
dukungan parentral nutrition yang membutuhkan koordinasi dan
kolaborasi yang baik antara dokter sebagai penanggungjawab
pasien dan perawat sebagai tenaga ahli pada pemberian makanan
parentral serta farmasi yang memahami produk makanan
parenteral tersebut.
f. Komunikasi
Proses komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi
yang efektif dimana terjadi antara tim pelayanan kesehatan
dengan pasien sehingga tercapai tujuan untuk memberikan
intervensi yang terbaik bagi pasien. Komunikasi juga dibutuhkan
dalam kaitannya saat mengedukasi pasien ataupun dalam
melakukan koordinasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam
proses kolaborasi.
g. Bukti Pengalaman Kerja (evidence-based practice)
Pengalaman bekerja seorang ahli gizi dalam menangani pasien
sangat menunjang kemampuan seorang ahli gizi dalam melakukan
asuhan gizi (NCP). Keragaman kasus yang dihadapi tentu akan
menambah kemampuan ahli gizi dalam menganalisa dan
menentukan intervensi yang menjadi prioritas kebutuhan pasien.
Seorang ahli gizi yang dapat memadukan secara sistematis
pengalaman di lapangan dalam memberikan asuhan gizi,
melaksanakan penelitian yang berkualitas terkait gizi dan
melakukan proses review terhadap literatur gizi secara berkala
tentu akan memperbaiki kualitas pelayanan gizi dari ahli gizi
tersebut.
3. Lingkaran Bagian Luar
Lingkaran bagian luar menunjukan faktor lingkungan yang dapat
berpengaruh terhadapa kemampuan klien/pasien/kelompok untuk
menerima dan memperoleh manfaat dari intervensi asuhan gizi. faktor
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Sistem Sosial
b. Sistem pelayanan Kesehatan
c. Ekonomi
d. Praktek
Dalam NCP model, Sistem pelayanan kesehatan ikut berperan dalam
aplikasi pelaksanaan NCP. hal ini dikarenakan  Sistem pelayanan
kesehatan juga mempunyai bagian penting dalam meningkatkan pelayanan
kesehatan. Keberhasilan sistem pelayanan kesehatan tergantung dari
berbagai komponen  yang masuk dalam pelayanan kesehatan diantara
perawat, dokter, ahli gizi atau tim kesehatan lain yang satu dengan yang
lain saling menunjang. Sistem ini akan memberikan kualitas pelayanan
kesehatan yang efektif dengan melihat nilai-nilai yang ada dimasyarakat.
Pelayanan gizi adalah salah satu pelayanan di rumah sakit yang
memiliki peranan sederajat dengan pelayanan kesehatan lain di rumah
sakit dalam usaha penyembuhan pasien. Namun, pelayanan gizi yang
berbasis NCP tidak akan bisa berjalan optimal apabila tidak didukung oleh
proses penyelenggaraan makanan yang baik. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengkajian mengenai langkah apa saja yang harus dilakukan
untuk dapat mengoptimalisasikan penyelenggaraan makanan untuk
menunjang aplikasi NCP bagi pasien sebagai salah satu upaya
meningkatkan kualitas pelayanan gizi di rumah sakit.

F. Tahapan Terstruktur yang Dilakukan Ahli Gizi Saat Melakukan NCP


Apabila seorang ahli gizi telah menerapkan tahapan-tahapan NCP
dengan baik, maka ahli gizi tersebut telah melakukan hal-hal yang
terstruktur seperti di bawah ini:
1. Critical Thinking
Merupakan proses berfikir kritis yang akan dilakukan oleh ahli gizi
sebagai tahapan dari ADME. Dasar keilmuan seorang ahli gizi sangat
menentukan diagnosa yang dibuat oleh ahli gizi terkait masalah yang
dihadapi oleh pasien.
2. Decision Making
Proses berfikir kritis merupakan tahapan yang harus dilakukan sebelum
seorang ahli gizi menggabil suatu keputusan. Dasar keilmuan seorang
ahli gizi dapat mempermudah ahli gizi dalam mengambil keputusan
terkait rencana intervensi yang akan dilakukan kepada pasien. proses
pengambilan keputusan tidak dapat dilakukan apabila ahli gizi tidak
melakukan tahapan berfikir kritis.
3. Problem Solving
Proses NCP menuntut ahli gizi untuk mampu memecahkan masalah
gizi pasein. Pemecahan masalah perlu dilakukan secara
berkesinambungan mulai dari analisa data (berfikir kritis), memutuskan
jenis intervensi yang dilakukan, mengidentifikasi kembali hingga
terpecahkannya masalah dan tampaknya proses evaluasi.
4. Coordination
Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam tahapan NCP adalah proses
analisa data, pengambilan keputusan (terkait intervensi gizi),
melakukan evaluasi dan memecahkan permasalahan gizi yang di alami
pasien. Dalam proses pemecahan masalah seorang ahli gizi akan
berinteraksi dengan profesi lain seperti dokter, farmasi, perawat,
sampai dengan penyelanggara makan. Kemampuan koordinasi yang
baik dari ahli gizi pada proses penanganan pasien dapat menentukan
intervensi yang akan dilakukan serta tim yang akan membantu
terlaksananya intervensi masalah gizi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Adisty. 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Yogyakarta :


Graha Ilmu.

Handayani, D dan Kusumastuti, I. 2015. Diktat Diagnosa Gizi. Malang: Program


Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2014. Pedoman Proses Asuhan Gizi


Terstandar (PAGT). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

PERSAGI dan AsDI. 2011. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta:
Abadi Publishing dan Printing.

Anda mungkin juga menyukai