Anda di halaman 1dari 25

1

Modul Aplikasi Splint dan Alat Bantu pada


Kondisi Rematoid Arhtritis

Penyusun:

Atilla Fiara Rachmawati P27228016192

Kholishoh Mawadati P27228016 213

Rezky Kurniawan Silambi P27228016 225

Sigit Prakoso P27228016 233

Sabila Rahadatul Aisyi P27228016 228

Ulfah Nidaul Hasanah P27228016 234

Windi Widiawati P27228016 237

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN OKUPASI TERAPI TAHUN 2018


DAFTAR ISI
Halaman Sampul

Daftar Isi Modul 2

Tujuan pembelajaran 3

Uraian materi

Definisi Rematoid Artritis 4

Etiologi 5

Patofisiologi 5

Klasifikasi rematoid artritis 6

manifestasi klinis 6

Karakteristik Deformitas Rheumatoid Arthritis 9

Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis 11

Penanganan Kondisi Rheumatoid Arthritis 12

Aplikasi Splinting Pada Kondisi Rheumatois Arthritis

Statis Splint 16

Dinamis Splint 21

Safety precaution 23

Tes formatif 24

Daftar Pustaka 26

Page 25
Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari Modul ini anda diharapkan dapat


memahami cara pengaplikasi Splint dan Alat Bantu pada
Kondisi Rematoid Arhtritis

Kegiatan Belajar ini terdiri dari :


1. Rheumatoid Arthritis

2. Static Splint pada Remathoid arthritis

3. Dynamic splint pada Remathhoid Arthritis

Page 25
URAIAN MATERI

A. Definisi Rheumatoid Arthritis

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang

berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis

berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit

autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami

peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya

menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998)

mengatakan bahwa, rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan

penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari

membran sinovial dari sendi diartroidial.

REUOMATOID ARTRITIS:

B. Etiologi

Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara

pasti, namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-

Page 25
antibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung &

Raenah, 2008).

C. Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan

sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis

menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan

memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan

akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan

dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan

sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena

serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan

menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer &

Bare, 2002). Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang

ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan.

Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya

tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif

yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi

vaskulitis yang difus (Long, 1996).

D. Klasifikasi Rheumatoid Arthritis

Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4

tipe, yaitu:

Page 25
 Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

 Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

 Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.

 Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2

kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus

menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

E. Manifestasi Klinis

Gejala umum rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung

pada tingkat peradangan jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang,

penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti meradang, penyakit ini tidak

aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan

pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi, gejala

penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika

penyakit ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux &

Lockhart, 2001). Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan,

kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot

dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di

Page 25
pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat

bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit.

Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan

gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare,

2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah capek,

lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996). Pola

karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian

kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai

persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang

serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan

simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari

berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah

hal yang umum.

Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :

a) Stadium sinovitis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang

ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak

maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.

b) Stadium destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial

terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi

tendon.

c) Stadium deformitas

Page 25
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang

kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Keterbatasan

fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini

sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi

inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang

teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien

cendrung menjaga atau melinddungi sendi tersebut dengan

imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan

kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas

dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika

sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga

sendi (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun tanda dan gejala yang umum

ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut

Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit

dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan

dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah

beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan

dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat

menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

F. Karakteristik Deformitas Rheumatoid Arthritis

a) Ulnar deviasi

Page 25
Jari-jari reposisi miring ke

arah jari kelingking. Deformitas yang telah terjadi bersifat permanen

berarti tidak dapat diperbaiki lagi.

b) Boutonniere

Kelainan bentuk

buttonniere adalah hasil dari cedera tendon yang meluruskan atau

ekstensi sendi tengah jari anda atau disebut dengan PIP. Hasilnya

adalah bahwa sendi PIP yang terluka tidak akan meluruskan, sementara

ujung jari pada sendi DIP membengkok atau ekstensi. Kecuali cedera ini

segera diobati, deformitas mungkin mengalami kemajuan, sehingga

Page 25
deformitas menjadi permanen dan mengalami gangguan fungsional jari-

jari tangan.

c) Swan neck

Swan neck

deformitas adalah salah satu karakteristik RA yang paling sering

dijumpai. Pada swan neck deformitas terjadi kerusakan pada sinovitis

pada selubung fleksor dan membatasi PIP melakukan flexi. Oleh karena

itu kekuatan fleksor pada DIP semakin meningkat dalam waktu yang

bersamaan. Kontraksi antar otot instrisik tidak seimbang sehingga sendi

PIP tidak memiliki tenaga melakukan fleksi. Sehingga pada karakteristik

swan neck deformitas ini terdapat hiperekstensi pada sendi PIP dan

fleksi pada sendi DIP.

d) Mallet

Page 25
Mallet deformitas pada jari adalah tidak adanya ekstensi pada DIP

karena perpanjangan atau pecahnya sambungan tendon ekstensor tanpa

deformitas pada sendi PI.

G. Pola Aktivitas Pasien Rheumatoid Arthritis

Berdasarkan dari pengalaman para pasien rheumatoid arthritis

aktivitas yang dilakukan sehari-hari dapat terganggu. Hal ini disebabkan

adanya gerakan sendi yang terbatas. Rheumatoid arthritis mengurangi

kemampuan seseorang untuk menggerakkan sendi mereka dalam jangkauan

gerakan yang penuh. Sumber utama dari perubahan aktivitas ini adalah rasa

tidak nyaman pada fisik penderita rheumatoid arthritis karena sendi yang

kaku dan sakit. Saat pasien mengeluh rasa lemah dan lelah pada dokter

mereka, mereka disarankan untuk mengurangi jumlah kegiatan mereka, dan

bukannya mendorong untuk menambahnya tetapi untuk istirahat yang

banyak. Fakta lain menunjukkan bahwa istirahat yang berlebihan dapat

merusak kesehatan (Gordon, 2002).

Pengaruh negatif dari sistem otot dan tulang yang tidak bergerak,

mencakup: terhentinya pertumbuhan otot, tendon, ligament dan tulang.

Melemahnya otot otot, tendon, ligament dan tulang. Merosotnya kondisi

tulang rawan sendi, bertambahnya risiko tulang yang patah karena

hilangnya massa tulang, suatu kondisi yang disebut dengan osteoporosis.

Pola aktivitas pasien rheumatoid arthritis yang tergaggu diterjemahkan

Page 25
dalam kapasitas fungsional yang semakin rendah atau kemampuan

melakukan aktivitas semakin berkurang. Kemampuan yang menurun

seperti : membungkuk untuk memungut sesuatu, membersihkan kebun,

menyisir rambut, bangun dari tempat tidur pada pagi hari, berjalan, dan

berdiri (Gordon, 2002). Selain itu juga pasien dengan rheumatoid arthritis

mengalami kesulitan melakukan kegiatan normal sehari-hari dalam hal

berpakaian, berdandan, mencuci, menggunakan toilet, menyiapkan

makanan, dan melakukan pekerjaan rumah. Gejala-gejala rheumatoid

arthritis dapat juga menganggu kerja bagi orang banyak. Setengah dari

pasien-pasien rheumatoid tidak lagi mampu bekerja 10-20 tahun setelah

kondisi mereka didiagnosis.

H. Penanganan Kondisi Rheumatoid Arthritis

Terapi di mulai dengan memberikan edukasi kepada pasien

mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga

terjalin hubungan baik antara pasien dan keluarganya dengan dokter atau

tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik akan sukar

untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu

jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001). Kecenderungan yang

terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis menuju pendekatan

farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih dini.

Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan

penyakit terdapat dalam dua tahun pertama kejadian penyakit tersebut

(Smeltzer & Bare, 2002).

Page 25
Program terapi yang dapat dilakukan adalah antara lain istirahat,

latihan fisik, diberi penghangat dan pengobatan yang dapat menghilangkan

rasa nyeri. Untuk mengurangi peradangan sendi bisa dilakukan latihan-

latihan, terapi fisik, pemanasan pada sendi yang meradang dan juga

pembedahan. Sendi yang meradang harus dilatih secara halus sehingga

tidak terjadi kekakuan. Setelah peradangan mereda, bisa dilakukan latihan

aktif yang rutin, tetapi jangan sampai terlalu lelah. Biasanya latihan akan

lebih mudah jika dilakukan di dalam air. Untuk mengobati persendian yang

kaku, dilakukan latihan yang intensif untuk meregangkan sendi secara

perlahan serta penggunaan splint dapat mempertahankan fungsi sendi dan

memaksimalkan kapasitas fungsional penderita. Selain itu dapat mencegah

atau mempertahankan kondisi RA agar tidak semakin memburuk.

Menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan

tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa

menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3

terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap

lentur.

I.Aplikasi Splinting Pada Kondisi Rheumatois Arthritis

Tujuan dari Splinting

Salah satu tujuan utama penggunaan penyangga adalah untuk

meningkatkan fungsional tangan. Splint dibuat harus disesuikan dengan

kondisi pasien oleh terapis menggunakan bahan plastik bersuhu rendah dan

cocok untuk setiap individu. Splint membantu jika memiliki keterbatasan

Page 25
gerakan sendi, dan membantu dalam memperbaiki atau mengurangi

kecacatan. Splint juga memiliki peran dalam yang menyesuaikan posisi yang

tepat dari satu atau beberapa sendi. Dua tipe dasar splint, statis dan

dinamis, dibahas di bagian berikut

Splints statis

Splint statis tidak memiliki bagian yang bergerak dan umumnya

digunakan untuk menempatkan tangan dalam posisi fungsional. Splints

statis dapat digunakan untuk :

 Melindungi otot-otot yang lemah dari peregangan berlebihan atau

untuk tetap berfungsi otot-otot dari tertular. Sementara

kelumpuhan berikut cedera saraf yang mungkin menjamin

penggunaan splints statis.

 Mendukung tangan untuk memungkinkan beristirahat atau

penyembuhan. Pasien dengan tendonitis atau CTS sering membantu

dengan memakai splints statis untuk dukungan.

 Mencegah atau memperbaiki kelainan. Splint statis digunakan

untuk mencegah atau memperbaiki kelainan yang dihasilkan dari

rheumatoid arthritis. Membantu pasien menyesuaikan diri dalam

melakukan aktivitas menggunakan splint.

Page 25
STATIS SPLINT

1) Full hand resting spint

Merupakan inflamasi akut pada banyak sendi. Adapun rincian splint

tersebut adalah volar splint sesuaikan pada lebih distal dua pertiga dari

lengan bawah dan meluas ke ujung jari. Secara umum wrist diposisikan 5 o –

10o ulnar deviasi, pada netral atau sedikit ekstensi. MP tetap pada 0 o deviasi

sedikit fleksi, biasanya 30o PIP tetap pada sedikit fleksi, jika C-bar dipakai,

ibu jari diam pada posisi abduksi.

2) Volar wrist / Gauntlet

Merupakan peradangan wrist, Kelemahan pegangan sekunder

terhadap nyeri, Carpal tunnel syndrome (digunakan dengan hati-hati jika

peradangan atau ketidakstabilan hadir di parlemen). Rincian: sesuaikan

Page 25
volar pada 2/3 distal forearm dan memanjang proksimal ke lekukan distal

palmar sehingga memungkinkan gerakan full fleksi MP. Gauntlet cocok

sebagai volar wrist splint tetapi memperpanjang dorsal sekitar lingkar

penuh UE; daerah atas kepala ulnar dibebaskan untuk menghindari daerah

tekanan; Gauntlet menyediakan lebih rigidfixation saat radioulnar sendi

tidak stabil

3) Metacarpal-Phalangeal support

Merupakan inflamasi/peradangan dan atau ketidak stabilan pada

sendi MP. Secara umum wrist diposisikan 5o – 10o ulnar deviasi; pada netral

atau sedikit ekstensi; sesuaikan volar untuk kepala metakarpal (mungkin

Page 25
atau mungkin tidak memiliki pemisah jari sendiri-sendiri yang memberikan

dukungan pada aspek ulnaris dari phalang proksimal); mungkin bagian

palmar yang meninggalkan pergelangan tangan bebas atau dapat

memperpanjang pergelangan yang

sebelumnya. Mendukung fleksi MP atau

sedikit fleksi dan 0o deviasi; Fleksi PIP pada

splint inimeregangkan kuat bagian

intrinsik.

4) Ulnar drift positioning splint

Merupakan deformitas penyimpangan ulnar. manset atau hinged

splint sesuaikan pada MP untuk menahan deviasi ulnaris; sesuai untuk

membantu fungsi ulnar.

Page 25
5) Thumb spica

Merupakan peradangan atau ketidakstabilan pada ibu jari atau sendi

CMC. Sesuaikan diatas aspek radial pergelangan tangan dan meluas

proksimal IP ibu jari; ibu jari diposisikan abduksi; splint meniadakan

gerakan pada pergelangan tangan, CMC, Dan Sendi MP. Digunakan untuk

mengurangi rasa sakit; opponens pendek dapat digunakan, tetapi umumnya

gerak pergelangan tangan harus dibatasi untuk mengurangi rasa sakit CMC.

6) Figure-eight splint

Merupakan deformitas fleksible swan neck. Sesuaikan volar pada PIP

dan dorsal ke proksimal serta middle phalanges; membatasi pergerakan 20-

atau-30 ekstensi; mengijinkan full fleksi PIP; mungkin juga menyesuaikan

pada thumb IP dan MP.

Page 25
7) Mallet splint

Merupakan DIP extention lag, ketidak stabilan lateral DIP. Sesuaikan volar

atau dorsal pada sendi DIP; pertahankan sendi distal ekstensi dan

kestabilan lateral.

8) PIP extension splint

Merupakan kondisi Boutonniere. Sesuaikan volar pada PIP atau secara

melingkar; mempertahankan ekstensi maksimal PIP; mendukung gerak

penuh terhadap MP dan DIP.

Page 25
DINAMIS SPLINT

Splint dinamis dirancang untuk membantu otot yang lemah atau

berfungsi sebagai pengganti adanya penurunan kekuatan otot secara

signifikan. Tujuan splint dinamis adalah mampu meningkatkan kemampuan

fungsi normal pada pasien yang memiliki keterbatasan gerak sendi.

Dinamis tangan splint umumnya memiliki basis statis dan satu atau lebih

bagian yang bergerak. Hal ini memungkinkan mobilitas dalam arah

tertentu tetapi juga kontrol tingkat dan arah pergerakan. Splinting

dinamis biasanya digunakan untuk :

 Memperbaiki atau mencegah sebuah kelainan bentuk, seperti dengan

pengetatan sendi atau kontrak otot

 Mencegah otot yang melemah dari penguatan berlebihan

 Memberikan keseimbangan pada otot yang tidak seimbang

 Membantu dalam memperkuat otot atau tendon yang lemah

 Dalam sementara waktu dapat digunakan untuk mengurangi bagian

yang nyeri, meradang, atau penyembuhan

Page 25
 Mempersiapkan prosedur bedah, seperti mendapatkan jangkauan

gerak yang lebih baik sebelum operasi

 Posisikan atau lindungi area setelah debridemen terbakar

(pengangkatan jaringan mati), cangkok kulit, atau prosedur bedah

lainnya

 Membantu dalam mendapatkan kembali penggunaan fungsional

tangan

meskipun membantu dalam banyak hal tetapi splinting tidak

diindikasikan untuk semua individu, termasuk keterbatasan gerak

tangan seperti mengurangi penggunaan tangan yang berlebihan,

iritasi kulit atau kerusakan setelah penggunaan splinting, dan

keluhan lainnya yang dialami pasien.

Dynamic splint untuk RA Dynamic splint untuk RA


pada MCP pada Deviasi Ulnar

Page 25
Dynamic splint untuk RA pada
Dynamic splint untuk RA pada DIP
PIP

SAFETY PRECAUTION

Tindakan pencegahan yang harus diambil pasien yang memakai

splints. Dapat dilakukan secara mandiri. Namun, untuk pasien yang

memiliki gangguan kognitif dan persepsi, seperti anak-anak atau pasien

dalam keadaan kritis, tindakan pencegahan harus dibantu oleh orang lain,

Ketika splint digunalkan pada area yang bermasalah, daerah tersebut harus

diperiksa setiap setengah sampai satu jam sekali. Untuk melihat apakah ada

permasalahan yang diakibatkan dari penggunaan splint tersebut seperti

iritasi kulit, gangguan sirkulasi darah, atau sensasi yang tidak normal splint

harus dicek secara rutin.

Saat penggunaan splint pasien juga diminta untuk melihat apakah ada iritasi

atau warna merah akibat tekanan pada splint jika terjadi iritasi pasien

dapat memakai obat (bedak) pencegah iritasi.

Cara merawat splint harus diedukasikan kepada pasien, beritahukan

pada pasien untuk menjaga kebersihan splint dengan membasuh dengan air

hangat atau alcohol, untuk pelnyimpanan splint alanhkah baiknya tidak

Page 25
diletakan dekat dengan sumber panas, setiap pengguna splint seharusnya

memiliki pemahaman tentang kegunaan serta perawatan

Tes formatif

1. Apa fungsi dari splint dinamis?


a. Alat bantu
b. Bidai untuk imobilisasi tangan
c. Jawaban A dan B benar
d. Meningkatkan Kemampuan Fungsi Normal Pada Pasien
2. Sebutkan secara umum jenis splint?
a. Mallet splint
b. Statis dan Dinamis splint
c. Thumb Spica splint
d. Ulnar drift positioning splint

3. Dibawah ini merupakan ciri splint statis adalah?

a. Pada salah satu bagian dapat digerakan

b. Terbuat dari bandage

c. Tidak memiliki bagian yang bergerak

d. Semua jawaban benar

4. Ciri dari Ulnar deviasi deformity adalah?

Page 25
a. Jari-jari reposisi miring ke arah jari kelingking

b. Jari-jari reposisi miring ke arah jari jempol

c. PIP fleksi

d. Semua jawaban salah

5. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah? suatu


a. penyakit autoimun yang mengenai persendian

b. penyakit kulit

c. penyakit pembuluh darah

d. semua jawaban salah

kunci jawaban tes formatif

No 1 2 3 4 5
Jawaban D B A A A

Page 25
DAFTAR PUTAKA

ICRC (2014). Manufacturing Guidelines Upper limb orthoses. Geneva, Switzerland:

Physical Rehabilitation Programme.

Coppard, Brenda M., &Lohman, Helene (2008).Introduction to Splinting3rd ed.

Amsteram, Netherlands: Elsevier.

Stanley, B. G., & Tribuzi, S. M (1992). Concepts in Hand Rehabilitation.

Philadelphia: F. A. Davis Company.

Steeper (2014).Upper Limb Prosthetic Components Catalogue. UK: RSLSteeper.

Page 25

Anda mungkin juga menyukai