BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Pustaka
Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang tidak asing lagi bagi
masyarakat Indonesia. Di daerah tropis yang memiliki suhu relatif tinggi seperti
Negara Indonesia ini, ikan mudah mengalami pembusukan dan hal itu
mengakibatkan pada kualitas ikan itu sendiri. Untuk menjaga kualitas ikan,
dibutuhkan alat untuk menjaga kondisi ikan pada kondisi yang seharusnya yaitu
dalam kondisi beku atau dalam kondisi temperatur rendah yang dilakukan dengan
cara menyimpannya didalam sebuah freezer yang temperaturnya dikondisikan
dengan semestinya. Ikan yang disimpan didalam freezer akan membuat ikan tidak
cepat busuk, kondisi ikan menjadi lebih baik, dan menjaga harga jual ikan bahkan
menaikan harga jual ikan tersebut.
Menurut Sondoro (2011), ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6°C
sampai -20°C. Proses pembekuan terbagi atas 3 tahapan yaitu:
1. Tahap pertama suhu menurun dengan cepat sampai 0°C yaitu titik beku
air.
2. Tahap kedua suhu turun perlahan-lahan untuk mengubah air menjadi
kristail-kristal es. Tahap ini sering disebut periode thermal arrest.
3. Tahap ketiga suhu kembali turun dengan cepat ketika kira-kira 55% air
telah menjadi es. Pada tahap ini sebagian besar atau hampir seluruh air
membeku.
Berdasarkan panjang pendeknya waktu thermal arrest ini pembekuan dibagi
menjadi 2 yaitu:
1. Pembekuan lambat (slow freezing, yaitu bila waktu thermal arrest lebih
dari 2 jam.
2. Pembekuan cepat (quick freezing), yaitu bila waktu thermal arrest tidak
lebih dari 2 jam.
Ikan yang telah dibekukan perlu disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk
mempertahankan kualitasnya. Biasanya ikan beku disimpan dalam cold storage,
yaitu sebuah ruangan penyimpanan yang didinginkan.
II.1
II.2
II.1.1 Air Blast Freezer
Menurut Hadiwiyanto (1993), air blast freezer atau metode pembekuan ini
dilakukan
dengan cara menempatkan produk pada rak-rak pembeku di dalam ruang
pembekuan,
kemudian udara bersuhu rendah dihembuskan ke sekitar produk yang
disimpan pada rak-rak pembekuan tersebut. Prinsip dari teknik ini adalah
pembekuan dilakukan dengan menghembuskan udara dingin melewati pipa-pipa
pendingin ke permukaan produk dengan kecepatan yang tinggi.
II.1.2
Cara Kerja Air Blast Freezer
Menurut Ilyas (1993), prinsip kerja air blast freezer adalah udara dingin
bersuhu sangat rendah ditiupkan melalui koil pipa evaporator ke permukaan produk
ikan oleh kipas yang mensirkulasikan ulang udara dingin itu selama proses
pembekuan. Jadi, panas dari ikan dan ruang pembeku serta penghantaran panas ke
koil evaporator (yang refrigerannya bersuhu beberapa derajat celcius lebih rendah
daripada alat pembeku), dilakukan oleh sirkulasi ulang udara pembeku tersebut.
II.3
5. Tambahan panas yang tidak diperlukan, yang berasal dari motor
penggerak kipas.
II.1.4
Deskripsi Ikan Kembung
Mengacu pada Wikipedia, ikan kembung adalah salah satu kelompok ikan
laut yang tergolong ke dalam marga Rastrelliger, suku Scrombridae. Meskipun
bertubuh kecil , ikan ini masih sekerabat dengan ikan tenggiri, tongkol, tuna,
madidihang, dan makerel. Di Ambon, ikan ini dikenal dengan nama lema atau
tatare,
di Makassar disebut banyar atau banyara. Dari sini didapat sebutan
kembung
banjar. Berikut adalah klasifikasi ilmiah dari ikan kembung:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scrombridae
Genus : Rastrelliger
Ikan kembung termasuk ikan kecil yang memiliki nilai ekonomis menengah,
sehingga terhitung sebagai komoditas yang cukup penting bagi nelayan local. Ikan
kembung biasanya dijual segar atau diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin
yang lebih tahan lama. Ikan kembung yang masih kecil juga sering digunakan
sebagai umpan hidup untuk memancing ikan cakalang.
II.4
II.2 Pengeringan Bahan Pangan
Menurut Obin (2001), pengeringan bahan pangan adalah proses
pengeluaran atau pemisahan air dari bahan baku dalam jumlah yang relatif kecil
dengan
menggunakan energi panas. Menurut Winarno (1984), hasil dari proses
pengeringan
adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar
air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aW)
yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi.
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling tua
dan paling banyak digunakan. Pengeringan atau dehidrasi adalah cara untuk
mengeluarkan
atau menghilangkan sebagian kandungan air dari suatu bahan pangan
dengan cara menguapkan sebagian besar kandungan air yang terdapat di dalamnya
dengan memanfaatkan energi panas.
Bahan pangan atau produk pertanian yang akan dikeringkan sebaiknya
dipotong atau diiris terlebih dahulu sehingga proses pengeringannya akan lebih
cepat. Hal ini dikarenakan pemotongan dan pengirisan akan memperluas
permukaan bahan, sehingga akan lebih banyak permukaan bahan yang akan
berhubungan langsung dengan udara panas.
Dalam proses pengeringan bahan pangan ini yaitu dengan menggunakan
pemanfaatan panas dari kondenser sebagai media untuk menurunkan kadar air yang
masih terkandung dalam dalam bahan pangan yang berupa cabai merah, dengan
suhu maksimal pengeringan yaitu 50 °C.
II.5
Dengan:
Kadar Air bb : kadar air bahan berdasarkan basis basah (%)
m awal : massa bahan sebelum pengeringan (g)
m akhir : massa bahan setelah pengeringan (g)
Sedangkan untuk penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot kering (dry
basis) berlaku rumus sebagai berikut:
𝑚 𝑎𝑤𝑎𝑙−𝑚 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Kadar Air bk = × 100 % ............................................................. (2)
𝑚 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Dengan:
Kadar Air bk : kadar air bahan berdasarkan basis kering (%)
mawal : massa bahan sebelum pengeringan (g)
makhir : massa bahan setelah pengeringan (g)
(Sumber : ASHRAE, ASHRAE Application Handbook 2003 : 23.1)
Menurut Obin (2001) kandungan air pada suatu bahan hasil pertanian terdiri
dari 3 jenis yaitu:
1. Air bebas (free water). Air ini terdapat pada permukaan bahan, sehingga
dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya serta dapat
dijadikan sebagai media reaksi-reaksi kimia. Air bebas dapat dengan mudah
diuapkan pada proses pengeringan. Bila air bebas ini diuapkan seluruhnya,
maka kadar air bahan akan berkisar antara 12 % sampai 25 %.
2. Air terikat secara fisik. Air jenis ini merupakan bagian air yang terdapat
dalam jaringan matriks bahan (tenunan bahan) akibat adanya ikatan-ikatan
fisik. Air jenis ini terdiri atas:
a. Air terikat menurut sistem kapiler yang ada dalam bahan karena adanya
pipa-pipa kapiler pada bahan.
b. Air absorpsi yang terdapat pada tenunan-tenunan bahan karena adanya
tenaga penyerapan dari dalam bahan.
c. Air yang terkurung di antara tenunan bahan karena adanya hambatan
mekanis dan biasanya terdapat pada bahan yang berserat.
II.6
3. Air terikat secara kimia. Untuk menguapkan air jenis ini pada proses
pengeringan diperlukan enersi yang besar. Air yang terikat secara kimia
terdiri atas:
a. Air yang terikat sebagai air kristal.
b. Air yang terikat dalam sistem dispersi koloidal yang terdiri dari partikel-
partikel yang mempunyai bentuk dan ukuran beragam. Partikel-partikel
ini ada yang bermuatan listrik positif atau negatif sehingga dapat saling
tarik menarik.
Kekuatan ikatan yang ada dalam ketiga jenis air tersebut berbeda-beda dan
untuk
memutuskan ikatannya diperlukan enersi penguapan. Besarnya energi
penguapan untuk air bebas paling rendah, kemudian diikuti oleh air terikat secara
fisik dan air teikat secara kimia yang paling besar.
II.7
Berikut klasifikasi ilmiah dari cabai merah:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (dikotil)
Sub kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum Annum L.
II.8
niacin, pyridoxine (vitamin B-6), riboflavin dan thiamin (vitamin B-1). Vitamin ini
penting bagi tubuh, dan harus diperoleh melalui sumber eksternal.
II.9
Dari keempat proses tersebut apabila berlangsung terus–menerus maka akan
menghasilkan suatu siklus, seperti Gambar II.4.
Gambar II.4 Diagram P-h
Sumber: https://encrypted-tbn2.gstatic.com
II.10
KOMPRESOR
Qw
2. Proses 2 – 3, yaitu: Proses Kondensasi
Dossat (1981) menjelaskan bahwa proses kondensasi terjadi di kondenser,
karena temperatur refrigeran lebih tinggi dari temperatur lingkungan, maka kalor
dari refrigeran akan dilepas melalui dinding pipa kondenser ke lingkungan sekitar.
Proses pelepasan atau perpindahan kalor secara konveksi dari refrigeran ini dapat
dilakukan secara konveksi alami (natural) maupun secara koveksi paksa dengan
bantuan fan.
Pada saat uap refrigeran yang berasal dari discharge kompresor masuk ke
kondenser maka uap (superheat) tersebut akan didinginkan dan diembunkan pada
keadaan saturasi. Di kondenser tekanan ataupun temperatur akan tetap tinggi ,
namun refrigeran akan berubah fasa menjadi cair.
Untuk lebih jelasnya proses kondensasi dapat dilihat pada Gambar II.6.
Qc
KONDENSER
Refrigerant Uap Refrigerant Cair
II.11
Dengan:
Qc = Besarnya kalor yang dilepas di kondenser (kW)
ṁ = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
h2 = Enthalpy refrigeran masuk kondenser (kJ/kg)
3. Proses 3 - 4, yaitu: Proses Ekspansi
Proses ini terjadi dalam kondisi entalpi yang konstan, hal ini berarti tidak
terjadi
penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur.
Proses ini terjadi di alat ekspansi dan selanjutnya akan mengalami proses evaporasi
(h3 = h4). Untuk lebih jelasnya proses ekspansi dapat dilihat pada Gambar II.7.
.
ALAT EKSPANSI
Refrigerant Cair Refrigerant Campuran
EVAPORATOR
Refrigerant Campuran Refrigerant Uap
Qe
II.12
Kalor yang diserap di evaporator:
Qe = ṁ . qe
qe = h1 – h4
Qe = ṁ . (h1 – h4) .................................................................................... (5)
Dengan:
Qe = Kalor yang diserap di evaporator (kW)
ṁ = Laju aliran massa refrigeran (kg/s)
h4 = Enthalpy refrigeran masuk evaporator (kJ/kg)
h1 = Enthalpy refrgeran keluar evaporator (kJ/kg)
(Sumber
: Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981 : 114)
Siklus pada Gambar II.4 dapat digambarkan dengan menggunakan diagram
Mollier atau disebut juga diagram tekanan – entalpi (P-h) dan siklus tersebut adalah
siklus ideal, artinya faktor–faktor yang menyebabkan adanya gangguan terhadap
sistem diabaikan. Dari Gambar II.4 juga dapat ditentukan beberapa besaran yang
harganya dapat dilihat dari diagram tekanan entalpi atau tabel saturasi untuk
masing–masing refrigeran. Besaran-besaran itu adalah sebagai berikut:
1. Efek refrigerasi per unit massa (qe)
qe = h1 – h4 .............................................................................................. (6)
Dengan:
qe = panas yang diserap oleh evaporator (kJ/kg)
h1 = entalpi saat refrigeran keluar evaporator (kJ/kg)
h4 = entalpi saat refrigeran masuk evaporator (kJ/kg)
(Sumber : Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981 : 123)
2. Kerja kompresi per unit massa (w)
w = h2 – h1 .............................................................................................. (7)
Dengan:
w = kerja kompresi kompresor (W)
h2 = entalpi saat refrigeran keluar kompresor (kJ/kg)
h1 = entalpi saat refrigeran masuk kompresor (kJ/kg)
(Sumber : Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981 : 124)
II.13
Dossat (1981) menjelaskan bahwa kemampuan kerja sistem refrigerasi
dinyatakan oleh besaran yang dinamakan (Coeficient of Performance). COP ini
dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur kerja dari sistem itu sendiri.
Harga COP yang ideal (Carnot), tergantung dari temperatur kondensasi dan
evaporasi
dan juga tekanan kerja dari sistem.
COPactual atau COP sebenarnya ialah COP sebenarnya yang dimiliki oleh
suatu sistem.
COPCarnot atau COP ideal ialah COP maksimum yang dapat dimiliki oleh
suatu
sistem.
𝐶𝑂𝑃 𝐴𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 = 𝐶𝑂𝑃 𝐶𝑎𝑟𝑛𝑜𝑡 𝑥100% ...................................................... (10)
Dengan:
qe = besar kalor yang diserap dievaporator (kJ/kg)
w = besarnya kerja kompresi dilakukan (kJ/kg)
h1 = entalphy saat refrigeran masuk kompresor (kJ/kg)
h2 = entalphy saat refrigeran keluar kompresor (kJ/kg)
h4 = entalphy saat refrigeran masuk evaporator (kJ/kg)
Te = temperatur evaporasi (K)
Tk = temperatur kondensasi (K)
(Sumber : ASHRAE, ASHRAE Application Handbook 2003 : 23.1)
II.14
evaporator dan kondenser akibat belokan atau sambungan pipa dan adanya
penambahan laju aliran massa pada bagian tersebut. Pemasangan heat exchanger
pada keluaran evaporator dan keluaran kondenser akan menyebabkan adanya
subcool
dan superheat di keluaran kondenser dan saluran suction (masukan)
kompresor.
Siklus refrigerasi aktual ini diperoleh dengan percobaan yang hasilnya
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar dan kepresisian pengukuran dari
alat yang digunakan.
II.15
B. Kondenser
Kondenser adalah alat pertukaran panas yang berfungsi untuk melepas kalor
dari refrigeran yang bertekanan dan temperatur tinggi ke lingkungan sekitar
sehingga
terjadi perubahan fasa refrigeran dari uap menjadi cair.
C. Alat Ekspansi
Alat ekspansi berfungsi untuk menurunkan tekanan refrigeran yang berasal
dari kondenser sehingga tekanannya jauh menurun dan temperaturnya juga jauh
menurun sampai di bawah temperatur udara, ruangan, air atau bahan yang akan
didinginkan.
Dossat (1981) menjelaskan bahwa alat ekspansi adalah alat kontrol yang
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Mengatur aliran refrigeran dari liquid ke evaporator sesuai dengan laju
aliran atau penguapan refrigeran cair di evaporator.
2. Menjaga sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah.
Alat ekspansi yang digunakan untuk air blast freezer sistem ini adalah jenis
alat ekspansi thermostatic expansion valve (TXV) dan pipa kapiler.
D. Evaporator
Evaporator adalah alat perpindahan panas yang berfungsi untuk menyerap
kalor dari udara, air, ruang, benda atau bahan lain yang akan didinginkan oleh
refrigeran yang bertekanan dan temperatur rendah sehingga terjadi perubahan fasa
dari cair menjadi uap.
Berdasarkan konstruksinya, ada 3 macam:
1. bare tube evaporator
2. plate surface evaporator
3. finned (tube) evaporator
II.16
Berdasarkan metoda pemasokan refrigeran, ada 2 macam:
1. dry-expansion evaporator
2. flooded evaporator
Berdasarkan sirkulasi fluida yang akan didinginkan, ada 2 macam:
baudelot cooler, tank-type cooler, shell and coil evaporator, dan shell
and tube evaporator
Berdasarkan sistem kontak refrigerannya, ada 2 macam:
1. Sistem langsung/ direct system
2. Sistem tak langsung/ indirect system (menggunakan brine)
Evaporator yang digunakan untuk air blast freezer sistem ini adalah jenis
finned (tube) evaporator.
E. Refrigeran
Refrigeran adalah zat yang bertindak sebagai fluida kerja media pendingin
yang menyerap panas dari air, udara, benda atau bahan lain sehingga mudah
berubah wujudnya dari cair menjadi uap (penguapan membutuhkan kalor) dan
membuang panas ke udara atau air sehingga mudah berubah wujud dari uap
menjadi cair (pengembunan melepas kalor).
II.17
refrigeran pada sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah. Ada tiga macam
pressurestat yaitu:
- high pressure cut-off switch (high pressurestat)
- low pressure cut-off switch (low pressurestat)
2. Thermostat
Thermostat berfungsi mengatur atau mengendalikan temperatur udara dalam
ruangan,
yaitu dengan membuka/menutup kontak listrik yang biasanya
dihubungkan
seri ke kompresor secara otomatis. Pengaturan temperatur dan
differensialnya dapat dipilih dari yang tersedia, tapi pada alat yang penulis kerjakan
pengeturan kontrol temperatur diganti oleh kontrol arduino.
3. Solenoide Valve
Solenoid valve terdiri dari sebuah komponen yang di bagian tengahnya
terdapat sebuah inti besi yang dapat menjadi magnet. Solenoid valve hanya
mempunyai dua kedudukan yaitu membuka penuh atau menutup penuh. Solenoid
valve dipasang pada liquid line yang dimaksudkan untuk mencegah refrigeran cair
mengalir ke evaporator pada saat evaporator tidak digunakan, sedangkan solenoid
valve yang dipasang di saluran suction dimaksudkan untuk mencegah refrigeran
mengalir ke kompresor pada saat mati. Pada sistem Air Blast Freezer ini
menggunakan 3 solenoid valve yang dipasang di liquid line, di jalur menuju
kondensor 1 dan dijalur menuju kondensor 2.
4. Sight Glass
Alat ini dipasang setelah filter dryer / strainer dan berguna untuk melihat
apakah refrigeran sudah cukup atau belum. Selain itu sight glass berfungsi untuk
mengamati apakah refrigeran yang melewati sight glass benar-benar cair atau tidak.
Dapat dilihat di Tabel II.1 indikator pada sight glass jika berwarna biru atau hijau
menandakan dry sedangkan jika berwarna merah muda atau kuning menandakan
wet.
II.18
Tabel II.1 Indikator Warna Pada Sight Glass
Warna Keterangan
Biru / Hijau Dry
Merah muda / kuning Wet
5. Pressure Gauge
Pressure gauge adalah alat bantu mekanik yang berfungsi sebagai penunjuk
tekanan kerja sistem. Namun yang diukur bukanlah tekanan kerja absolute
melainkan
tekanan kerja alat ukur atau gauge.
II.6.3 Komponen Kelistrikan
1. MCB (Mini Circuit Breaker)
MCB adalah salah satu komponen dalam instalasi listrik yang digunakan
untuk memutus arus listrik apabila terjadi beban lebih dan hubung singkat arus
listrik (korsleting)
2. Volt-meter
Berfungsi untuk mengukur besarnya tegangan listrik yang dipakai pada
sistem.
3. Ampere-meter
Berfungsi untuk mengukur besarnya arus listrik yang mengalir pada sistem.
Semakin tinggi perbedaan tekanan pada sisi tekanan tinggi dan sisi tekanan rendah
pada sistem, maka arus yang terjadi akan semakin besar. Ampere-meter juga dapat
digunakan sebagai acuan untuk menentukan banyaknya refrigeran yang dimasukan
ke kompresor. Jika jarum ampere meter telah menunjukan arus sebesar name plate
kompresor maka refrigeran telah cukup.
4. Junction Terminal
Pada dasarnya hanya sebagai penghantar arus listrik dari dan menuju alat-alat
kontrol. Alat ini memudahkan kita untuk menghubungkan kabel yang terlalu
banyak jumlahnya.
5. Pilot Lamp
Digunakan sebagai lampu indikator bahwa sistem atau komponen yang
dihubungkan paralel dengannya sudah diberi tegangan listrik.
II.19
6. Relay
Komponen listrik yang fungsinya seperti saklar namun komponen ini
dikendalikan dari rangkaian lainnya. Dalam sebuah relay terdapat lilitan koil dan
NC (normally closed) dan NO (normally opened).
kontak
II.7 Cara Kerja Sistem Refrigerasi
Refrigeran bertekanan rendah dan bertemperatur rendah berfasa uap masuk
kedalam sistem melalui proses awal yaitu melewati komponen kompresor,
kompresor
berfungsi untuk mengompresi refrigeran agar tekanannya naik dan
temperaturnya
naik, fasa masih tetap berupa uap. Setelah itu refrigeran masuk ke
kondenser, di kondenser terjadi proses pembuangan kalor yang mengakibatkan fasa
berubah menjadi cair.
Refrigeran menuju strainer dan sight glass sebelum refrigeran masuk ke
katup ekspansi (TXV atau pipa kapiler) dengan fasa berupa cair tadi, di katup
ekspansi (TXV atau pipa kapuler) terjadi penurunan tekanan ke tekanan sisi rendah
dan otomatis temperatur pun ikut turun drastis.
Kemudian keluaran katup ekspansi (TXV atau pipa kapiler), refrigeran
mayoritas berfasa cair dan selanjutnya refrigeran masuk ke evaporator. Refrigeran
yang mayoritas dalam wujud cair bertekanan rendah akan menyerap kalor dari
benda atau bahan yang akan didinginkan sehingga wujud refrigeran akan berubah
menjadi uap bertekanan rendah. Setelah itu refrigeran kembali dihisap oleh
kompresor dan bersirkulasi terus-menerus hingga temperatur yang diinginkan
tercapai.
Saat suhu dikabin mencapai suhu -13 oC maka thermostat yang diatur
dengan arduino akan merubah saklar pada relay dan menyalakan solenoid valve
yang mengalirkan refrigeran menuju kondensor 2 yang berada didalam kabin dan
merubah relay yang akan mematikan solenoid valve yang menuju kondensor 1 yang
berada diluar kabin.
Setelah solenoid valve berubah menuju pada kondensor 2 sistem akan
berjalan, lalu setelah suhu pada kabin pendingin mencapai suhu -11 oC maka relay
akan merubah kembali pada sistem awal (kondensor 1). Apabila suhu pada kabin
II.20
pendingin dan kabin pemanas mencapai suhu settingan maka kompresor akan mati
dengan penggunaan control dari arduino.
II.21
Dengan:
U = koefisien perpindahan kalor meyeluruh dalam (W/m²K)
k = konduktivitas bahan (W/m.K)
x = tebal lapisan bahan (m)
II.8.2 Beban Pertukaran Udara
ASHRAE (2001) menjelaskan bahwa udara yang masuk ke ruang refrigerasi
dapat menjadi beban bagi ruang tersebut. Udara masuk ke ruangan dapat sebagai
ventilasi (sengaja) atau karena buka tutup pintu dan kebocoran melalui celah-celah.
Beban pertukaran udara (infiltrasi) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
qt = q . DT . Df . (1 – e) ....................................................................... (13)
Dengan:
qt = beban pendinginan dalam sehari (kW)
q = beban sensibel dan laten (kW)
DT = faktor bukaan pintu
Df = faktor aliran udara pintu
e = efektifitas pintu
(Sumber : ASHRAE, ASHRAE Handbook Refrigeration 2007 : 13.4)
Besarnya beban maksimum atau pada saat aliran penuh dikemukakan oleh
Gosney and Olama (1975) dengan persamaan:
ρi
q = 0,221 . A . (hi – hr). ρr . (1 - ρr )0.5 (g . H)0.5 . Fm .......................... (14)
Dengan:
q = beban sensibel dan laten (kW)
A = luas pintu (m²)
hi = entalpi udara infiltrasi (kJ/kg)
II.22
hr = entalpi udara refrigerasi (kJ/kg)
ρi = densitas udara infiltrasi (kg/m³)
ρr = densitas udara refrigerasi (kg/m³)
g = gaya gravitasi (9.81 m/s²)
II.23
Berikut penjelasan dari setiap beban yang termasuk beban produk :
1. Beban Penurunan temperatur produk
Untuk menghitung besarnya beban kalor penurunan temperatur digunakan
persamaan:
𝑚.𝐶𝑝 .∆𝑇
𝑄= 𝑛.3600
.............................................................................................. (17)
Dengan:
Q = Beban kalor penurunan temperatur produk (kW)
M = Massa produk (kg)
Cp = Kalor spesifik dari produk (kj/kg.K)
∆T = Besarnya penurunan temperatur (K)
n = “Chilling Time”, waktu yang diperlukan untuk menurunkan
temperatur dari temperatur asal ke temperatur yang diinginkan (jam).
(Sumber : Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981 : 207)
2. Beban Laten
Beban laten yang berhubungan dengan perubahan fasa dihitung dengan
persamaan:
𝑚.𝐿
QL = ......................................................................................... (18)
𝑛.3600
Dengan:
QL = Beban kalor laten dari produk (kW)
m = Massa produk (kg)
L = Kalor laten (kJ/kg)
n = “Chilling Time”, waktu yang diperlukan untuk menurunkan
temperatur dari temperatur asal ke temperatur yang diinginkan (jam).
(Sumber : Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981 : 213)
3. Beban respirasi
Produk buah-buahan atau sayuran selama penyimpanan di atas titik bekunya,
mengeluarkan kalor respirasi, yang dihasilkan oleh reaksi antara oksigen dengan
karbohidrat pada jaringan buah-buahan atau sayuran.
Dossat (1981) menjelaskan bahwa nilai laju respirasi berbagai buah dan
sayuran dalam satuan watt/kg dan nilainya tergantung pada temperatur produk.
II.24
Besarnya beban respirasi dihitung dengan persamaan:
QR = m x w............................................................................................ (19)
Dengan:
4. Beban Wadah
Dossat (1981) menjelaskan bahwa wadah atau pembungkus dapat menjadi
sumber beban untuk pendinginan, besarnya beban wadah dihitung dengan
persamaan:
𝑚.𝐶𝑝 .∆𝑇
𝑄=
𝑛.3600
.................................................................................................. (20)
Dengan:
Q = Beban dari wadah (kW)
m = Massa produk (kg)
Cp = Kalor spesifik dari wadah (kJ/kg.K)
∆T = Besarnya penurunan temperatur (K)
n = “Chilling Time”, waktu yang diperlukan untuk menurunkan
temperatur dari temperatur asal ke temperatur yang diinginkan (jam).
(Sumber : Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981 : 207)
II.25
5. Beban Rak
Rak bila massanya cukup besar dapat menghasilkan beban bagi ruangan.
Beban rak dihitung dengan persamaan:
𝑚.𝐶𝑝 .∆𝑇
𝑄= 𝑛.3600
............................................................................................... (22)
Dengan:
II.26
Qe = kalor equivalent / orang (kW/orang)
Tp = lamanya orang berada di ruangan (jam)
(Sumber : Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981 : 221)
2. Beban Lampu
Beban dari lampu dihitung dengan persamaan:
𝑇
𝑄𝐿 = 𝑊𝐿 . (24𝐿 ) .............................................................................................. (25)
Dengan:
WL = daya lampu (W)
TL = lamanya lampu menyala
QL = beban kalor dari lampu (kW)
(Sumber : Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981 : 220)
Jika menggunakan forklift, dan peralatan lain, maka kalor yang dihasilkan
harus dihitung menjadi bagian dari beban total refrigerasi.
Beban lain-lain total:
QLL = Qm + QL + Qmtr .............................................................................. (27)
Dengan:
QLL = Beban kalor lain-lain (kW)
Qm = Beban kalor manusia (kW)
II.27
Qmtr = Beban kalor motor penggerak (kW)
(Sumber : Dossat, R.J. Principles of Refrigeration 1981)
II.8.5
Kapasitas Peralatan dan Penggunaan Faktor Keamanan