Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EPIDIDMITIS

OLEH
KELOMPOK

I GUSTI LANANG AGUNG KURNIAWAN (0602105030)


I MADE AGUS ARINATA (0602105050)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2009
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EPIDIDIMITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
- Epididimis adalah sebuah struktur yang terletak di atas dan di sekeliling
testis (buah zakar).
- Epididimitis adalah peradangan pada epididimis.
- Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada
epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil)
yang menempel di belakang testis dan berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sperma yang matur.

2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Dari penelitian terakhir mengatakan bahwa C. Trachomatis merupakan
penyebab utama epididimitis pada pria kurang dari 35 tahun (sekitar 70-
90%). Sedangkanpria berusia labih dari 35 tahun, kuman E. coli dan
pseudomonas ialah penyebab utama radang. Pada pria homoseksual,
epididimitis disebabkan oleh enterobacteriaceae.

3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien,
sehingga penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi:
Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella)
menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa
dengan usia lebih dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma
urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, and Mima polymorpha juga
dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae and N meningitides sangat
jarang terjadi.
Penyakit Menular Seksual
Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang
dari 35 tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Trichomonas dan
Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada populasi ini.
Virus
Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada
epididimitis yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria.
Mumps merupakan virus yang sering menyebabkan epididimitis selain
coxsackie virus A dan varicella.
Tuberkulosis
Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi di daerah
endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.
Penyebab infeksi lain (seperti brucellosis, coccidioidomycosis,
blastomycosis, cytomegalovirus [CMV], candidiasis, CMV pada HIV) dapat
menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun biasanya hanya terjadi
pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah atau menurun.
Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks.
Vaskulitis (seperti Henoch-Schönlein purpura pada anak-anak) sering
menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik.
Penggunaan Amiodarone dosis tinggi
Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung
dengan dosis awal 600 mg/hari – 800 mg/ hari selama 1 – 3 minggu secara
bertahap dan dosis pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone
dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan menimbulkan antibodi
amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang epidididmis sehingga
timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah bagian
cranial dari epididimis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % pasien yang
menggunakan obat amiodarone.
Prostatitis
Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat
disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum,
menyebabkan timbulnya epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat,
pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh terasa sangat nyeri. Gejala
yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah antara
penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil.
Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan
terasa nyeri jika disentuh.
Tindakan pembedahan seperti prostatektomi.
Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi
preoperasi pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang
dilakukan prostatektomi suprapubik.
Kateterisasi dan instrumentasi
Terjadinya epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan
instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar
hingga ke epididimis.
4. Patofisiologi

uretra Duktus Vas deferens


ejakulatoris

Bakteri
virus epididimis

Reaksi antigen-Antibody

Peradangan pd Infiltrasi leukosit


epididimis di jar. interstisial
(epididmitis)

Tubuli
terisi
Permeabilitas Bakteri menjalar
eksudat
kapiler ↑ melalui vaskularisasi
ke urinary blader

Abses/nekrosis
Perpindahan cairan
ke jar. Interstisial Cysitis
di testis

Frek. Antigen Aktif Mengeluarkan


Edema pd Kencing ↑ Mengeluarkan nanah
skrotum Zat pirogen

Perubahan Kencing
pola Merusak nanah
eliminasi Kerja
Nyeri Gg. Citra
urine hypothalamus
tubuh
Ansietas

Pelepasan mediator
Inflamasi : histamin
Demam Memepengaruhi kerja
hormon reproduksi
(testosteron)
Peningkatan permeabilitas dan
peningkatan vasodilatasi kapiler Hypertermi
Disfungsi
seksual

Peningkatan permeabilitas dan


peningkatan vasodilatasi kapiler

Perpindahan cairan dari


intravaskuler ke interstisiil

PK SYOK SEPSIS
5. Klasifikasi
a. Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi 2, yaitu:
 Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya
dalam beberapa hari.
 Epididmitis kronik timbulnya nyeri dan peradangan pada epididimis
telah berlangsung sedikitnya selama enam minggu.
b. Berdasarkan penyebabnya, epididimitis dibedakan menjadi 2, yaitu:
 Epididimitis bakterial non spesifik
Disebabkan oleh keadaan patologis urologik yang mendasarinya.
 Epididmitis ditularkan secara seksual
Disebabkan oleh Gonore, Chlamydia, Treponema pallidium, T.
Vaginalis.

6. Gejala Klinis
Gejalanya berupa nyeri dan pembengkakan skrotum (kantung zakar), yang
sifatnya bisa ringan atau berat. Peradangan yang sangat hebat bisa
menyebabkan penderita tidak dapat berjalan karena sangat nyeri. Infeksi
juga bisa menjadi sangat berat dan menyebar ke testis yang berdekatan.
Infeksi hebat bisa menyebabkan demam dan kadang pembentukan abses
(pernanahan). Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah:
 Benjolan di testis
 Pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena
 Pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena
 Nyeri testis ketika buang air besar
 Demam
 Keluar nanah dari uretra (lubang di ujung penis)
 Nyeri ketika berkemih
 Nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi
 Darah di dalam semen
 Nyeri selangkangan
 Pusing
 Pasien tampak pucat
 Nadi cepat(>100x/menit), lemah dan tidak teratur
 TD <90/60 mmHg

7. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan inspeksi dan palpasi (perabaan dengan jari tangan).
Pada inspeksi ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di
selangkangan, sedangkan pada palpasi terdapat rasa nyeri yang terlokalisir
di epididimis dengan suhu yang sedikit meningkat karena aliran darah
meningkat di daerah tersebut. Bila keadaan ini berlanjut, peradangan dapat
melibatkan testis sehingga menjadi epididimo-orkitis. Pada keadaan ini rasa
sakit lebih hebat dan terdapat pembesaran skrotum dan isinya. Biasanya
pada keadaan epididimitis atau epididimo-orkitis yang akut terdapat sedikit
peningkatan suhu.

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mengetahui adanya
suatu infeksi, adalah:
- Pemeriksaan darah, dimana ditemukan leukosit meningkat dengan
shift to the left (10.000-30.000/μl)
- Kultur urine dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi
- Analisa urine untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
- Tes penyaringan untuk clamydia dan gonorhoeae
- Kultur darah bila dicuringai telah terjadi infeksi sistemik pada
penderita.

b. Pemeriksaan Radiologi
Sampai saat ini pemeriksaan radiology yang dapat digunakan adalah:
1. Color Doppler Ultrasonography
o Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana
pemeriksaan ini lebih banyak digunakan untuk membedakan
epididimitis dengan penyebab akut skrotum lainnya
o Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran
anatomi pasien (seperti ukuran bayi berbeda dengan dewasa)
o Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk
melihat aliran darah pada arteri testikularis. Pada epididimitis,
aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat
o Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses
skrotum sebagai komplikasi dari epididimitis
o Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan
epididimis yang disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini
akan menimbulkan gambaran echo yang heterogen pada
ultrasonografi.
2. Nuclear Scintigraphy
o Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan
dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah
yang meragukan dengan memakai ultrasonografi
o Pada epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan
penangkapan kontras
o Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100% dalam menentuka
daerah iskemia akibat infeksi
o Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis
negatif palsu
o Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan
sulit dalam melakukan interpretasi.
3. Vesicouretrogram (VCUG), cystourethroscopy, dan USG abdomen
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali
kongenital pada pasien anak-anak dengan bakteriuria dan epididmitis.

9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis epididmitis dapat ditegakkan melalui:
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan Laboratorium
d. Pemeriksaan penunjang lainnya

10. Diagnosis Banding


Diagnosis banding epididmitis meliputi:
1. Orkitis
2. Hernia inguinalis inkarserata
3. Torsio testis
4. Seminoma testis
5. Trauma testis

11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epididmitis meliputi dua hal yaitu tindakan medis dan
bedah, berupa:
a. Penatalaksanaan Medis
Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi.
Antibiotik yang sering digunakan adalah:
o Fluorokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi akrena terbukti
resisten terhadap kuman gonorhoaea
o Sefalosforin (Ceftriaxon)
o Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan
igunakan pada pasien yang alergi penisilin
o Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi
infeksi bakteri non gonokokal lainnya.

Penanganan epididmitis lainnya berupa tindakan suportif, seperti:


o Pengurangan aktifitas
o Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama
dua sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada
skrotum
o Kompres es
o Pemberian analgesik dan NSAID
o Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra.
b. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi:
o Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis
dan orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada
testis.
o Epididymectomy
Tindakan ini dilaporkan telah berhasil mengurangi nyeri yang
disebabkan oleh kronik epididimitis pada 50% kasus.
o Epididymotomy
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididmitis akut
supurativa.

12. Pencegahan
Pada saat menjalani pembedahan, seringkali diberikan antibiotik profilatik
(sebagai tindakan pencegahan) kepada orang-orang yang memiliki resiko
menderita epididimitis.

13. Komplikasi
Komplikasi dari epididmitis adalah:
1. Abses dan pyocele pada skrotum
2. Infark pada testis
3. Epididimitis kronis dan orchalgia
4. Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari
duktus epididmitis
5. Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism
6. Fistula kutaneus

14. Prognosis
Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan
adekuat serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati
partner seksualnya. Kekambuhan epididimitis pada seseorang pasien adalah
hal yang biasa terjadi.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Awal ( Tahap I )
- Airway :
DS :
DO:
- Breathing :
DS :
DO:
- Circulation:
DS :
 Pasien mengeluh pusing
DO :
 Pasien tampak pucat
 Nadi cepat(>100x/menit), lemah dan tidak teratur
 TD <90/60 mmHg

b. Pengkajian Dasar ( Tahap II )


- Breathing
DS :
DO:
- Blood
DS :
 Pasien mengeluh dirinya panas
 Pasien mengeluh menggigil
DO:
 Akral pasien teraba hangat
 Suhu tubuh pasien diatas 37,2°C
 Pasien mengeluh menggigil dan demam
 Pemeriksaan darah, dimana ditemukan leukosit meningkat
dengan shift to the left (10.000-30.000/μl)
- Brain
DS :
 Pasien mengeluh pusing
DO:
 Kesadaran composmentis
 GCS: E4 M6 V5
 Bicara lambat
 Wajah tampak meringis
- Bladder
DS :
 Pasien mengeluh nyeri saat kencing
 Pasien mengatakan kencing nanah
 Pasien mengatakan sering kencing
DO:
 Terdapat edema pada skrotum
 Nyeri tekan pada skrotum
 Epididimis dan lipatan paha tampak bengkak
 Pada pemeriksaan didapatkan urine mengandung nanah dan
bakteri

- Bowel
DS : -
DS: -
- Bone
DS : -
DS : -

2. Diagnosa Keperawatan
a. PK Syok septic
b. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada epididimis ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri
c. Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada epididimis ditandai
dengan suhu tubuh pasien di atas 37,2°C
d. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan peradangan pada
epididimis
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan edema pada epididimis ditandai
dengan pembengkakan pada skrotum
f. Disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan kerja hormon reproduksi
(testosteron)
g. Takut/Ansietas berhubungan dengan abses/nekrosis pada epididimis
ditandai dengan urine yang mengandung nanah.

3. Rencana Tindakan
1. Dx: PK : syok septic
Ds: Pasien mengeluh pusing
Do: - Pasien tampak pucat
- Nadi cepat(>100x/menit), lemah dan tidak teratur
- TD <90/60 mmHg
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x24 jam
diharapkan tidak terjadi syok pada pasien,
Kriteria hasil :
- Tidak ada penurunan kesadaran
- TD >100/60 dan <140/90 mmHg
- Nadi kuat, 60-100x/menit
Rencana tindakan :
- Pantau tanda vital
R : Perubahan pada tingkat kesadaran, TTV menunjukkan kemungkinan
terjadinya syok, serta mengetahi keadaan umum pasien
- Kolaborasi dalam pemberian cairan (isotonik)
R : Menganti cairan intravaskular yang hilang dan mencegah dehidrasi
- Kolaborasi dalam pemberian antibiotic
R : Menghambat atau menghentikan perkembangan kuman

2. Dx: Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada epididimis ditandai


dengan pasien mengeluh nyeri
Ds: Pasien mengeluh nyeri pada skrotum dan selangkangan
Do: - Pasien tampak meringis
- Skala nyeri pasien 5 (dari 1-10)

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, nyeri


pasien berkurang

Kriteria hasil:
- Skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 1
- Wajah pasien tampak rileks

Rencana Tindakan
- Evaluasi sifat nyeri pasien dan letak serta intensitasnya dengan
menggunakan skala nyeri
R: Menentukan sifat, penyebab dan intensitas nyeri membantu untuk
memilih cara peredaan yang sesuai dan memberika dasar untuk
perbandingan kemudian
- Hindari aktifitas yang berlebihan
R: Aktifitas yang berlebih dapat memperburuk nyeri
- Kolaborasi dalam pemberian analgesic
R: Analgesic mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman

3. Dx: Hipertermi berhubungan dengan peradangan pada


epididimis ditandai dengan suhu tubuh pasien di atas 37,2°C
Ds: Pasien mengeluh demam dan menggigil
Do: Suhu tubuh pasien di atas 37,2°C

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan ....x 24 jam, suhu tubuh


pasien normal (36,5 – 37,2°C)

Kriteria hasil:
- Suhu tubuh pasien kembali normal (36,5 – 37,2°C)
- Pasien tidak mengigil lagi
Rencana Tindakan
- Pantau TTV pasien
R: Pada hipertermi terjadi perubahan TTV ke arah abnormal
- Berikan kompres mandi hangat
R: Dapat membantu mengurangi demam
- Kolaborasi dalam pemberian antipiretik, misalnya ASA (aspirin),
asitaminofen
R: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi centralnya pada
hipotalamus

4. Dx : Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan


peradangan pada epididimis
Ds : Pasien mengatakan sering berkemih
Do : Pasien terlihat sering ke kamar mandi

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam,


menunjukkan aliran urine yang terus-menerus dengan haluaran
urine yang adekuat
Kriteria hasil:
- Volume urine 1500cc/hari
- Aliran urine pasien tidak tersendat-sendat

Rencana Tindakan
- Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine.
R : Dapat mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering
dalam jumlah sedikit atau kurang (kurang 100ml)
- Palpasi kandung kemih, selidiki keluhan ketidaknyamanan, penuh,
ketidakmampuan berkemih.
R : Persepsi kandung kemih penuh, distensi kandung kemih diatas
simpisis pubis menunjukkan retensi urine.
- Berikan tindakan berkemih rutin, contoh privasi, posisi normal, aliran air
pada baskom, penyiraman air hangat pada perinium
R : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan dapat mempermudah upaya
berkemih.
- Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter bila ada.
R : Meningkatkan kebersihan menurunkan resiko ISK asendens
- Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan, bau
R: Retensi Urine, drainase vagina, dan kemungkinan adanya kateter
intermitent atau tidak menetap meningkatkan resiko infeksi,
khususnya bila pasien mempunyai jahitan perineal.
- Pemasangan kateter bila indikasikan atau perprotokol bila pasien tidak
mampu berkemih atau tidak nyaman.
R: Edema atau pengaruh suplai saraf dapat menyebabkan otoni
kandung kemih atau retensi kandung kemih memerlukan dekompresi
kandung kemih.
- Dekompresi kandung kemih dengan perlahan.
R: Bila jumlah besar urine terakumulasi, dekompresi kandung kemih
cepat menghilangkan tekanan pembuluh pelvis meningkatkan
pengumpulan vena.
- Pertahankan patensi kateter tetap menetap, pertahankan drainase selang
bebas lipatan
R: Meningkatkan drainase bebas urine, menurunkan resiko stasis urine
atau retensi dan infeksi.
- Periksa residu volume urine setelah berkemih bila indikasi
R: Tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara lengkap, retensi
urine meningkatkan kemungkinan untuk infeksi dan ketidaknyamanan
nyeri.

5. Dx : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan edema pada


epididimis ditandai dengan pembengkakan pada skrotum
Ds : Pasien mengatakan sering berkemih
Do : Pasien terlihat sering ke kamar mandi

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam,


menunjukkan aliran urine yang terus-menerus dengan haluaran
urine yang adekuat

Kriteria hasil:
- Volume urine 1500cc/hari
- Aliran urine pasien tidak tersendat-sendat

Rencana Tindakan
- Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine.
R : Dapat mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering
dalam jumlah sedikit atau kurang (kurang 100ml)
- Palpasi kandung kemih, selidiki keluhan ketidaknyamanan, penuh,
ketidakmampuan berkemih.
R : Persepsi kandung kemih penuh, distensi kandung kemih diatas
simpisis pubis menunjukkan retensi urine.
- Berikan tindakan berkemih rutin, contoh privasi, posisi normal, aliran air
pada baskom, penyiraman air hangat pada perinium
R : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan dapat mempermudah upaya
berkemih.
- Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter bila ada.
R : Meningkatkan kebersihan menurunkan resiko ISK asendens
6. Disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan kerja hormon reproduksi
(testosteron)
Ds : Pasien mengatakan tidak bisa berhubungan seksual
Do : Bengkak pada skrotum dan lipatan paha

Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …x 24 jam, pasien


dapat melakukan hubungan seksual dengan adekuat

Kriteria hasil:
- Tidak terjadi pembengkakan pada skrotum dan lipatan paha.
- Dapat mencapai kepuasan saat melakukan hubungan seksual

Rencana Tindakan
- Mendengarkan pernyataan pasien/orang terdekat.
R: Masalah seksual sering tersembunyi sebagai pernyataan humor dan
atau ungkapan yang gamblang
- Kaji informasi pasien/orang terdekat tentang anatomi/fungsi seksual dan
pengaruh prosedur pembedahan
R: Menunjukkan kesalahan informasi/konsep yang mempengaruhi
pengambilan keputusan. Harapan negatif sehubungan dengan hasil
yang buruk. Perubahan kadar hormon ,mempengaruhi libido dan atau
menurunkan kelunakkan vagina. Meskipun pemendekan vagina dapat
meregang, pada awal coitus mungkin terasa ketidaknyamanan atau
nyeri.
- Identifikasi faktor budaya/nilai dan adanya konflik.
R: Dapat mempengaruhi kembalinya kepuasan hubungan seksual
- Bantu pasien untuk menyadari/menerima tahap berduka.
R: Mengakui proses normal kehilangan secara nyata atau menerima
perubahan dapat menungkatkan koping dan memudahkan resolusi.

- Dorong pasien untuk berbagi pikiran/masalah dengan teman.


R: Komunikasi terbuka dapat mengidentifikasi area penyelesaian atau
masalah dan meningkatkan diskusi dan resolusi.
- Solusi pemecahan masalah terhadap masalah potensial, contoh
menunda coitus seksual saat kelelahan, melanjutkan dengan ekspresi
alternatif, posisi yang menghindari tekanan pada insisi abdomen,
menggunakan minyak vagina.
R: Membantu pasien pada hasrat atau kepuasan aktivitas seksual.

7. Dx: Takut/Ansietas berhubungan dengan abses/nekrosis pada


epididimis ditandai dengan urine yang mengandung nanah
Ds: Pasien mengeluh takut saat berkemih
Do: - Urine mengandung nanah
- Urine mengandung bakteri
- Pasien tampak gelisah

Tujuan: Setelah diberikan askep selama …x 24 jam, urine kembali normal


(tidak mengandung nanah dan bakteri)

Kriteria hasil:
- Urine tidak mengandung nanah
- Urine tidak mengandung bakteri

Rencana Tindakan
- Yakinkan informasi pasien tentang diagnosis, harapan intervensi
pembedahan dan terapi yang akan datang. Perhatikan adanya penolakan
atau ansietas extrem
R: Memberikan dasar pengetahuan perawat untuk menguatkan
kebutuhan informasi dan membantu untuk mengidentifikasi pasien
dengan ansietas tinggi dan kebutuhan akan perhatian khusus.
- Jelaskan tujuan dan persiapan untuk tes diagnostik
R: Pemahaman jelas akan prosedur dan apa yang terjadi meningkatkan
perasaan kontrol dan mengurangi ansietas.
- Berikan lingkungan perhatian, keterbukaan dan penerimaan juga privasi
untuk pasien atau orang terdekat. Anjurkan bahwa orang terdekat ada
kapanpun diinginkan.
R: Waktu dan privasi diperlukan untuk memberikan dukungan, diskusi
perasaan tentang antisipasi kehilangan dan masalah lain. Komplikasi
terapiutik, pertanyaan terbuka, mendengarkan dan sebagainya,
memudahkan proses ini.
Daftar Pustaka

1. Brunner & Suddart. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume
2. Jakarta, EGC.
2. Doenges, Moorhouse, Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.
Jakarta, EGC.
3. Sylvia, A.P., 1995. Patofisiologi jilid 2. Jakarta, EGC.
4. Available at http://medicastore.co

Anda mungkin juga menyukai