Mikroalaga SISCO
Mikroalaga SISCO
B. TUJUAN
1. Mengetahui teknik budidaya mikroalga spesies Spirulina platensis dan Chlorella
vulgaris serta manfaatnya dalam bidang akuakultur.
2. Mengertahui pengaruh perbedaan salinitas air terhadap pertumbuhan mikroalga.
Alat: Bahan:
1. Rak kultur 1. Inokulan Spirulina platensis
2. Erlenmeyer 500 ml 2. Inokulan Chlorella vulgaris
3. Selang Aerator 3. Pupuk Walne
4. Aerator/Huston 4. Vitamin B12
5. Mikroskop 5. Air laut
6. Tabung reaksi
7. Pipet
8. Gelas Ukur
9. Sedwick rafter
10. Hand counter
1
D. CARA KERJA
1. Sterilisasi Wadah
Dilakukan perhitungan kebutuhan air laut dan air tawar pada untuk salinitas 10 dan 20 ppt
dengan rumus yang sama. Diperoleh kebutuhan air laut sebanyak 147 ml dan air tawar 353
ml untuk media bersalinitas 10 ppt. Air laut sebanyak 294 ml, air tawar 206 ml untuk
media bersalinitas 20 ppt
↓
Didapatkan air sebanyak 500 ml dengan salinitas yang dibutuhkan
↓
Air laut dipanaskan hingga mendidih
3. Persiapan Media
Dimasukkan air laut (yang sudah disaring) kedalam Erlenmeyer hingga batas 500 ml
Dipasang peralatan aerasi terlebih dahulu untuk mengeluarkan sisa sisa air yang ada di batu
aerasi maupun selang
Erlenmeyer siap diletakkan di rak kultur fitoplankton yang sudah disediakan pencahayaan
buatan dari lampu dan inkubasi dengan suhu 20°C
Media siap ditambahkan dengan pupuk walne dan vitamin B12 sebanyak masing-masing
dengan dosis 1 ml/L ke dalam media
Sebelum kultur murni dimasukkan dalam media, dipastikan bahwa tangan serta peralatan
yang ada dalam kondisi sudah tercuci dengan bersih
Diambil kultur murni dengan menggunakan pipet tetes dan gelas ukur dengan jumlah 50 ml
N = (Oi x Vr x n)/(Op x Vo x P)
N = jumlah individu/ml
Oi = Luas bidang pandang = 2 x 10-2 mm2
Op = Luas Sedwick Rafter = 2,49 x 10-4 mm2
Vr = Volume yang diambil = 10 ml
n = Jumlah Spirulina teramati
Vo = Volume yang diamati
P = Jumlah bidang pandang yang diamati (4)
F. PEMBAHASAN
Klasifikasi Spirulina platensis adalah sebagai
berikut : Kingdom : Protista
Divisi : Cyanophyta
Kelas : Cyanophyceae
Ordo : Nostocales
Famili : Oscilatoriaceae
Genus : Spirulina
Spesies : Spirulina platensis
350000
300000
250000 Kelompok 4
200000 Kelompok 5
150000 Kelompok 6
100000
50000
0
Tebar I II III IV V VI Panen
Waktu Pengamatan
Prayitno (2016) menyatakan, pola pertumbuhan mikroalga terdiri dari empat fase
yaitu fase lag, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Fase lag terjadi pada awal
pemeliharaan. Pada fase ini, sel-sel mempersiapkan diri untuk melakukan pembelahan sel
dengan cara memproduksi enzim-enzim dan senyawa metabolisme lainnya yang diperlukan
untuk pembelahan sel. Dalam fase ini, sel-sel yang membelah masih sedikit sehingga pada
awal pemeliharaan biomassa tidak tinggi. Fase eksponensial merupakan fase pertumbuhan
dimana sel-sel membelah diri dengan cepat dan enzim-enzim serta senyawa-senyawa
metabolit yang dibutuhkan untuk pembelahan sel sudah tersedia. Fase ini memiliki
pertumbuhan dengan tingkat serapan CO2 dan laju pembentukan biomassa yang tinggi. Fase
kematian merupakan kondisi saat terjadi penurunan jumlah sel mikroalga yang berbanding
lurus dengan lamanya waktu pemeliharaan.
Pengamatan yang dilakukan pada mikroalga Spirulina platensis menunjukkan pada
hari ke-1 terjadi penurunan biomassa mikroalga pada kedua spesies. Hari ke-2 dan ke-3
sebagian besar kelompok mengalami peningkatan biomassa namun tidak signifikan, hal ini
menunjukkan fase linier dari siklus hidup mikroalga. Hari ke-4 dan ke-5 menunjukkan
kenaikan pertumbuhan biomassa yang signifikan, hal ini menandakan bahwa mikroalga
sedang memasuki fase eksponensial, fase dimana sel-sel mikroalga membelah diri dengan
cepat karena enzim-enzim dan senyawa-senyawa metabolit yang dibutuhkan untuk
pembelahan sel telah tersedia. Hari ke-5 hingga ke-6, pertumbuhan meningkat, misalnya pada
kelompok 4, 5 dan kelompok 6. Hal ini tidak sesuai dengan literatur Prayitno (2016),
bahwa pertumbuhan mikroalga di tahap ini seharusnya berada pada fase stasioner, fase saat
jumlah pertumbuhan dan kematian mikroalga berada pada tingkat yang sama, sehingga grafik
seharusnya datar. Hari ke-7 terjadi penurunan biomassa pada seluruh kelompok, yang
disebabkan karena mikroalga telah memasuki fase kematian. Fase ini nutrisi yang dibutuhkan
untuk menyuplai nutrisi mikroalga telah habis, dan tidak ada lagi yang dapat digunakan. Fase
kematian ditunjukkan dengan kematian sel dalam jumlah besar.
Mikroalga saat ini mulai ditujukan untuk penghasilan produk bermanfaat yang
bernilai ekonomi tinggi. Fungsi mikroalga dalam bidang akuakultur antara lain sebagai
makanan larva ikan. Chlorella sp. dapat dimanfaatkan sebagai pakan bagi Rotifera sp. dan
Daphnia sp. Mikroalga dari genus Chlorella, khususnya Chlorella vulgaris banyak
mengandung vitamin, karbohidrat, dan terutama protein sehingga mempunyai potensi secara
komersial untuk dimanfaatkan sebagai pakan yang baik (Becker, 2004). Mikroalga ini sangat
cocok untuk dijadikan pakan larva karena ukurannya pas dengan bukaan mulut larva dan
mengandung nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan larva. Industri hatchery udang di
Indonesia sudah banyak yang menggunakannya sebagai pakan alami. Spirulina sp. dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pelet ikan, maupun pakan invertebrata. Spirulina sp. juga dapat
dimanfaatkan sebagai obat bagi ikan karena mampu meningkatkan imunitas dan mengandung
antioksidan alami (carotenoid, astaxhantin) sebagai pengganti antibiotik (Wirosaputro,
2002). Spirulina sp. sebagai pakan ikan banyak dimanfaatkan dalam bentuk tepung.
Penggunaan tepung ikan pada pakan diminati karena kadar proteinnya yang tinggi dan kaya
akan asam amino. Selain itu, pengolahan dan penggunaannya juga lebih ramah lingkungan.
Hal ini membuat Spirulina dapat menjadi pilihan sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan
(Henry, 2012).
G. KESIMPULAN
1. Teknik budidaya mikroalga dilakukan melalui sterilisasi wadah, sterilisasi air laut,
persiapan media yang telah diberi pupuk walne dan vitamin B12, dan penebaran bibit di
wadah kultur dalam skala laboratorium. Manfaatnya adalah sebagai makanan larva ikan,
serta sebagai pakan alami bagi Rotifera sp. dan Daphnia sp.
2. Perkembangbiakan mikroalga dipengaruhi oleh faktor salinitas. Semakin rendah salinitas,
biomassa yang dihasilkan semakin tinggi. Semakin tinggi salinitas, biomassa yang
dihasilkan semakin rendah.
H. SARAN
Terdapat gumpalan di Spirulina saat pengamatan sel, hal ini kurang baik karena
berarti aerasi yang diberikan kurang merata, sehingga aerasi perlu mendapat perhatian lebih
agar biomassa yang didapat bisa lebih optimal.
I. DAFTAR PUSTAKA