Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH PENAMBAHAN ZIRNKONIUM OKSIDA PADA

BAHAN BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK


POLIMERISASI PANAS TERHADAP
KEKUATAN FLEKSURAL
(Study Literature Review)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
BRILI ANENO
NIM. 10617025

PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ZrO2 (Zirkonium Oksida) merupakan nanopartikel yang sekarang tengah

dikembangkan untuk digunakan sebagai bahan penguat basis gigi tiruan

RAPP, karena berbagai kelebihan yang dimiliki ZrO2 dibanding dengan bahan

penguat lain seperti memiliki kekuatan dan kekerasan yang tinggi,

biokompatibilitas, tahan terhadap abrasi tidak bersifat toksik, tidak

menghantarkan listrik, konduktifits termal yang rendah dan kekuatan termal

lebih baik dari pada aluminia serta tahan terhadap korosi. Nanopartikel ZrO 2

dapat menahan tekanan sekitar 2000 MPa (Dahar dan Handayani, 2017).

Gigi tiruan adalah alat untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan

struktur-struktur yang menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan

bawah. Gigi tiruan terdiri dari anasir gigi tiruan yang dilekatkan pada basis

gigi tiruan. Basis gigi tiruan mendapatkan dukungan melalui kontak yang erat

dengan jaringan mulut di bawahnya. Fungsi basis gigi tiruan adalah untuk

memenuhi faktor kosmetik serta memberikan stimulasi kepada jaringan yang

berada di bawah basis gigi tiruan (Gunadi HA et al., 2012).

Bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan

adalah resin akrilik. Bahan ini telah digunakan sebagai basis gigi tiruan selama

lebih dari 60 tahun. Resin akrilik merupakan bahan kedokteran gigi yang

mudah didapatkan, teknik aplikasi yang relatif sederhana, dan hasil cukup

estetik. Resin akrilik yang paling banyak digunakan sebagai basis gigi tiruan
pada saat ini adalah jenis resin akrilik polimerisasi panas. Resin Akrilik

Polimerisasi Panas (RAPP) mempunyai beberapa keunggulan, yaitu estetik,

stabilitas warna baik, harga relatif murah, tidak mengiritasi, cara

pengerjaannya mudah, tidak toksik, mudah direparasi tetapi juga memiliki

beberapa kekurangan, yaitu ketahanan terhadap abrasi rendah, mudah terjadi

fraktur apabila terjatuh, porus dan mudah menyerap cairan, mudah mengalami

perubahan warna (McCabe JF dan Walls, 2008).

Kekuatan transversal atau Kekuatan fleksural merupakan ketahanan basis

resin akrilik terhadap beban, tekanan, dan gaya dorong sewaktu mulut

berfungsi. Kemampuan suatu bahan untuk meregang yang didapatkan saat

tercapainya ultimate flexibility dari suatu bahan sebelum proportional limit.

Jika beban mastikasi masih dibawah proportional limit, maka deformasi

permanen tidak terjadi dan bahan tersebut akan kembali ke dimensi awalnya.

Akan tetapi, jika beban mastikasi melebihi proportional limit maka bahan

tersebut akan bersifat ireversibel (Wahyuni dan Wijaya, 2019). Penggunaan

resin akrilik sebagai basis gigi tiruan memiliki kerugian yaitu mudah patah

(Murthy et al., 2015). Fraktur pada basis gigi tiruan lebih sering terjadi pada

bagian midline gigi tiruan. Penyebab dari fraktur adalah perlekatan base plate

resin akrilik dengan mukosa kurang baik, oklusi yang tidak seimbang, masalah

dalam desain dan pembuatan gigi tiruan, kekuatan yang rendah, serta stres

yang terjadi setiap waktu (Arioli et al., 2011). Resin akrilik harus mampu

menahan tekanan mastikasi yang terus menerus (Sodagar et al., 2011).

Nanopartikel ZrO2 ditambahkan ke dalam bahan basis gigi tiruan RAPP

dengan bahan penyatu berupa silane coupling agent. Nanopartikel ZrO 2


memiliki energi permukaan yang tinggi oleh karena ion yang bersifat

hidrofilik, sedangkan polimer bahan basis gigi tiruan RAPP bersifat

hidrofobik sehingga partikel-partikel tidak dapat menyatu dengan sempurna

karena adanya perbedaan energi permukaan. Modifikasi bahan silane coupling

agent efektif digunakan untuk meningkatkan ikatan kimia antara nanopartikel

ZrO2 dan bahan basis gigi tiruan RAPP sehingga kekuatan akan semakin baik.

Beberapa hasil penelitian telah membuktikan penambahan nanopartikel ZrO2

dalam bahan basis gigi tiruan RAPP meningkatkan kekuatan impak dan

fleksural. Peningkatan kekuatan impak dan fleksural ini terjadi karena

nanopartikel ZrO2 yang telah ditambahkan pada matriks resin akan mengalami

transformasi dari fase tetragonal menjadi fase monoklinik yang mana

perubahan fase ini menyerap energi dari terjadinya cracking. Peningkatan juga

terjadi karena nanopartikel ZrO2 memiliki distribusi yang baik dan ukuran

sangat halus dan tingginya kekuatan pergeseran permukaan antara

nanopartikel dan matriks yang disebabkan oleh adanya pembentukan cross-

link atau ikatan supra molekuler yang menutupi butiran nanopartikel

memungkinkan nanopartikel memasuki antara makromolekular rantai linear

dari polimer sehingga dapat mencegah cracking dan dapat meningkatkan

kekuatan impak dan transversal bahan basis gigi tiruan RAPP (Handayani,

2017).

Penemuan terbaru filler kimia berupa nanoteknologi digunakan dalam

perkembangan bidang prostodonsia dengan tujuan peningkatan kekuatan dan

material kedokteran gigi. Beberapa bahan penguat jenis filler kimia yang
digunakan sebagai bahan penguat basis gigi tiruan RAPP adalah TiO2, Al2O3,

BaTiO3, dan ZrO2 yang dapat meningkatkan sifat mekanis dari RAPP (Dahar

dan Handayani, 2017).

Berdasarkan penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan Dahar dan

Handayani (2017) menyatakan bahwa penambahan nanopartikel ZrO 2 dengan

konsentrasi 5% dan 6%, dapat meningkatkan kekuatan impak dan transversal

dari basis gigi tiruan RAPP, tetapi penambahan nanopartikel ZrO2 konsentrasi

5% lebih baik dibandingkan penambahan nanopartikel ZrO 2 konsentrasi 6%,

namum terjadi penurunan kekuatan impak dan transversal dengan

penambahan nanopartikel ZrO2 konsentrasi 7% pada bahan basis gigi tiruan

RAPP.

Penelitian Ihab NS, et al. (2011) menyatakan bahwa penambahan

nanopartikel ZrO2 dengan konsentrasi 2%, 3%, 5% dan 7% yang paling baik

meningkatkan kekuatan impak dan transversal adalah nanopartikel ZrO2

dengan konsentrasi 5% dan yang paling buruk adalah nanopartikel ZrO 2

dengan konsentrasi 7%.

Ali Aljafery MA, et al. (2014) menyatakan bahwa penambahan

nanopartikel ZrO2 dengan konsentrasi 2% meningkatkan kekuatan impak dan

transversal yang lebih tinggi dibandingkan dengan Al2O3.

Penelitian lain dikemukakan Mohammed, et al. (2014) mengenai

peningkatan kekuatan transversal dengan penambahan nanopartikel ZrO2

dengan beberapa konsentrasi, yaitu 1.5%, 3%, 5%, dan 7%. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa peningkatan kekuatan transversal tertinggi yaitu dengan


penambahan nanopartikel ZrO2 7%, diikuti oleh konsentrasi 5%, 3%, dan yang

terendah 1,5%.

Ravindranath, et al. (2015) menyatakan bahwa penambahan nanopartikel

ZrO2 dengan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5% dan yang paling baik meningkatkan

kekuatan impak adalah nanopartikel ZrO2 dengan konsentrasi 1,5%.

Dari uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui pengaruh penambahan

nanopartikel ZrO2 terhadap kekuatan fleksural basis gigi tiruan RAPP dengan

harapan dapat meningkatkan kekuatan fleksural bahan basis gigi tiruan RAPP.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penambahan nanopartikel ZrO2 terhadap

kekuatan fleksural resin akrilik polimerisasi panas dari beberapa penelitian

sebelumnya?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya pengaruh penambahan nanopartikel ZrO2

terhadap kekuatan fleksural resin akrilik polimerisasi panas dari beberapa

penelitian sebelumnya.

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengaruh jumlah konsentrasi penambahan

nanopartikel ZrO2 pada bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi

panas terhadap kekuatan fleksural dari beberapa penelitian sebelumnya.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Prostodonsia. Dan

juga dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang bahan

basis gigi tiruan RAPP yang ditambahkan zirconium oksida berdasarkan

beberapa penelitian sebelumnya.

2. Manfaat Aplikatif

A. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter gigi sebagai bahan

pertimbangan dalam penambahan aluminium oksida pada bahan basis gigi

tiruan RAPP, karena penambahan zirconium oksida yang berbeda pada

bahan basis gigi tiruan RAPP akan memberikan pengaruh yang berbeda-

beda terhadap kekuatan fleksural.

B. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kekuatan fleksural bahan

basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas sehingga basis gigi tiruan

tidak mudah patah dan dokter gigi dapat meningkatkan kualitas pelayanan

yang diberikan kepada pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Basis Gigi Tiruan

1. Pengertian

Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang berkontak erat

dengan jaringan mulut dan sebagai tempat melekatnya anasir gigi tiruan.

Basis gigi tiruan memperoleh dukungan dari mukosa rongga mulut pada

daerah yang tidak bergigi. Pada awalnya, basis gigi tiruan dibuat dengan

menggunakan kayu, tulang, dan metal, namun bahan tersebut sulit untuk

dimanipulasi, dan tidak sewarna dengan jaringan mulut. Perkembangan ilmu

kedokteran gigi yang pesat dalam basis gigi tiruan menyebabkan terjadinya

peralihan dari penggunaan bahan alami menjadi resin sintetis dalam

pembuatan basis gigi tiruan (Power dan Sakaguchi, 2006).

Fungsi basis gigi tiruan adalah menyalurkan tekanan oklusal ke

jaringan pendukung gigi yaitu gigi penyangga, mukosa dan tulang alveolar,

menggantikan tulang alveolar yang sudah hilang, mempertahankan residual

ridge, mengembalikan estetis wajah, dan tempat untuk melekatnya

komponen gigi tiruan lainnya seperti anasir gigi tiruan, occlusal rest, lengan

retentif dan lengan resiprokal (Carr et al., 2011).


2. Syarat

Bahan basis gigi tiruan yang ideal untuk digunakan dalam pembuatan

basis gigi tiruan memilki beberapa persyaratan yaitu :

1. Tidak toksik dan tidak mengiritasi jaringan (biokompatibel)

2. Tidak larut dalam saliva dan tidak mengabsorbsi saliva

3. Mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang memadai, antara lain :

a. Memiliki kekuatan yang baik sehingga basis gigi tiruan tidak

mudah fraktur apabila terjatuh, menahan tekanan pengunyahan dan

tekanan lain yang terjadi ketika di dalam rongga mulut

b. Proporsional limit yang baik : tidak mudah mengalami perubahan

secara permanen jika menerima tekanan

c. Tidak mudah terabrasi sehingga basis gigi tiruan tetap memiliki

bentuk yang baik walaupun telah dipakai dalam jangka waktu

yang lama

d. Memiliki kekerasan yang baik

e. Memiliki konduktivitas termal yang baik, sehingga tidak

mempengaruhi bentuk basis gigi tiruan pada suhu panas dan

dingin.

f. Stabilitas dimensi yang baik

4. Estetis dan stabilitas warna yang cukup baik

5. Mudah dimanipulasi dan direparasi apabila fraktur

6. Mudah dibersihkan baik secara mekanis maupun kemis


7. Resistensi yang tinggi terhadap fraktur dan distorsi (Annusavice et al.,

2013. Power dan Sakaguchi, 2006. Carr et al., 2011)

3. Bahan Basis Gigi Tiruan

Bahan yang digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan dibagi ke

dalam dua kelompok yaitu logam dan non logam.

a. Logam

Logam yang digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan adalah

campuran dari dua jenis logam atau lebih. Logam yang dapat digunakan

sebagai bahan basis gigi tiruan antara lain kobalt kromium, aloi emas,

aluminium dan stainless steel. Bahan logam yang pertama kali digunakan

sebagai basis gigi tiruan adalah emas yang diperkenalkan oleh John

Greenwood pada tahun 1974. Basis gigi tiruan yang terbuat dari logam

dapat dibuat lebih tipis dan akurat dan dapat mempertahankan bentuk

dibandingkan bahan resin. Bahan basis gigi tiruan logam memiliki

beberapa keuntungan yaitu sangat kaku, konduktivitas termal yang tinggi

dan kekuatan yang tinggi, memiliki bentuk yang stabil, resisten terhadap

abrasi, memiliki poreus yang lebih sedikit dari pada resin, akumulasi

makanan, plak dan kalkulus lebih sedikit dan mudah dibersihkan.

Kekurangan bahan basis gigi tiruan logam yaitu memiliki estetis yang

kurang baik dan sulit beradaptasi dengan jaringan lunak apabila basis

fraktur dan di reparasi (Wilson et al., 1979).

b. Non Logam
Bahan non logam diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan ada atau

tidaknya perubahan kimia dalam proses pembentukannya. Bahan ini

terbagi menjadi dua yaitu:

1) Termoplastik

Termoplastik adalah bahan yang dapat dilunakkan dan dibentuk pada

suhu dan tekanan yang tinggi tanpa mengalami perubahan kimia. Jenis

bahan termoplastik yang biasa digunakan adalah seluloid, nitrat selulosa,

resin vinil, nilon, polikarbonat, dan polistiren (Carr et al., 2011).

2) Termoset

Termoset adalah bahan yang mengalami reaksi kimia pada saat

dibentuk. Produk akhir dari bahan ini secara kimia berbeda dari substansi

awalnya. Setelah diproses bahan ini tidak dapat dilunakkan kembali untuk

dibentuk. Polimer termoset biasanya lebih keras dan kuat dari pada

termoplastik dan mempunyai stabilitas dimensional yang lebih baik. Jenis

bahan termoset yang biasa digunakan adalah resin akrilik. Jenis lainnya

adalah vulkanit dan fenolformaldehid (Carr et al., 2011).

4. Resin Akrilik

Resin akrilik (polimetilmetakrilat) dikembangkan sejak 1930-an dan

dipakai sebagai biomaterial kedokteran gigi pada pertengahan tahun 1940-

an. Sejak pertengahan tahun 1940, resin akrilik sudah banyak digunakan

dalam kedokteran gigi untuk berbagai keperluan, diantaranya pelapis

estetik, splinting, bahan pembuat anasir gigi tiruan, piranti ortodontik, bahan

reparasi dan bahan basis gigi tiruan. Resin ini terdiri dari cairan yang
mengandung metal metakrilat tidak terpolimer dan bubuk yang mengandung

resin (polimetalmetakrilat) (Annusavice et al., 2003). Resin akrilik adalah

material yang paling banyak digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan.

Resin akrilik banyak digunakan sebagai bahan basis gigi tiruan karena

memiliki estetis yang baik, mudah dimanipulasi, stabilitas dimensi yang

baik, tidak berbau, tidak berasa, tidak beracun, tidak mengabsorbsi saliva,

mudah untuk direparasi dan dibersihkan serta harga yang murah (Gladwin

dan Bagby, 2013).

Berdasarkan cara berpolimerisasinya, resin akrilik ini dibagi menjadi

tiga yaitu resin akrilik polimerisasi sinar, resin akrilik swapolimerisasi, dan

resin akrilik polimerisasi panas. Resin akrilik polimerisasi sinar adalah

bahan basis gigi tiruan yang aktifasinya menggunakan sinar. Resin akrilik

swapolimerisasi menggunakan bahan kimia yang mengandung monomer

yang lebih banyak sehingga berpotensi sebagai iritan jaringan dan

membatasi biokompotibilitas basis gigi tiruan dalam proses polimerisasinya.

Resin akrilik polimerisasi panas menggunakan energi termal untuk

berpolimerisasi, yang diperoleh dari waterbath atau microwave. Resin ini

memiliki estetis, sifat mekanis dan fisis yang cukup baik, tidak

menyebabkan iritasi jaringan, lebih mudah dimanipulasi, dan hampir

mencapai sifat basis gigi tiruan yang ideal (Annusavice et al., 2003. Power

dan Sakaguchi, 2006. Carr et al., 2011).


B. Resin Akrilik Polimerisasi Panas

1. Pengertian

Resin akrilik polimerisasi panas adalah bahan basis gigi tiruan yang proses

polimerisasinya dengan pengaplikasian energi termal atau energi panas.

Energi termal yang dibutuhkan untuk proses polimerisasinya dapat diperoleh

dari waterbath atau microwave (McCabe JF dan Walls, 2011).

2. Komposisi

Resin akrilik polimerisasi panas tersedia dalam bentuk bubuk dan cairan.

Unsur-unsur yang terkandung dalam RAPP antara lain : (Power dan

Sakaguchi, 2006. McCabe JF dan Walls, 2011)

a. Bubuk

Polimer : butir-butir polimetilmetakrilat

Inisiator : benzoil peroksida

Zat translusensi : titanium dioksida

Pigmen : garam kadmium atau besi atau pigmen organik

b. Cairan

Monomer : metilmetakrilat

Cross-linking agent : etilen-glikol-dimetakrilat


Inhibitor : hidrokuinon

3. Manipulasi

Metode umum manipulasi resin akrilik polimerisasi panas dipengaruhi

oleh proporsi dan pencampuran dari polimer dan monomer. Perbandingan

polimer dan monomer adalah 2 : 1 berdasarkan volumenya. Beberapa hal

yang perlu diperhatikan saat manipulasi resin akrilik polimerisasi panas

yaitu :

a. Perbandingan bubuk (polimer) dan cairan (monomer)

Perbandingan polimer dan monomer merupakan bagian yang

sangat penting diperhatikan selama proses manipulasi RAPP.

Pencampuran polimer dan monomer menggunakan perbandingan volume

3:1 atau perbandingan berat 2:1. Jika monomer yang dicampurkan terlalu

sedikit, maka tidak semua dari polimer akan dibasahi oleh monomer, hal

ini mengakibatkan akrilik yang telah selesai proses polimerisasi akan

bergranula, tetapi jika monomer terlalu banyak akan menyebabkan waktu

untuk mencapai dough stage (konsistensi) akan semakin lama, hal ini

membuat timbulnya porositas pada resin akrilik (Annusavice et al., 2013.

Power dan Sakaguchi, 2006).

b. Pencampuran

Cairan yang telah diukur sesuai perbandingan kemudian dituang ke

dalam wadah yang kering, bersih dan tertutup. Bubuk ditambahkan ke

dalam cairan secara perlahan sampai seluruh bubuk terbasahi oleh cairan.
Untuk mendapatkan hasil polimerisasi yang diinginkan maka resin

akrilik harus melalui 5 tahap pada saat pencampuran diantaranya :

1) Tahap I ( Wet sand stage)

Pada tahap ini polimer dan monomer bertahap bercampur

membentuk endapan. Monomer bertahap akan meresap kedalam

polimer membentuk suatu fluid yang tidak bersatu. Selama tahap ini,

sedikit atau tidak ada interaksi pada tingkat molekuler. Butiran-

butiran polimer tetap tidak berubah dan konsistensi adukan masih

kasar dan berbentuk butiran.

2) Tahap II ( Sticky stage)

Pada tahap ini monomer akan mulai meresap atau masuk ke

dalam permukaan polimer. Rantai polimer akan terdispersi dalam

cairan monomer. Rantai polimer ini akan melepaskan ikatan

sehingga meningkatkan kekentalan dari adukan. Pada tahap ini

adukan akan berserat berbentuk benang dan akan lengket bila

disentuh ataupun ditarik.

3) Tahap III (Dough/gel stage)

Pada tahap ini campuran akan lebih halus dan homogen. Adukan

tidak akan lengket lagi bila disentuh dengan tangan ataupun spatula.

Pada tahap ini adukan siap dibentuk dan dimasukan kedalam mold.

4) Tahap IV (Rubbery stage)

Pada tahap ini monomer tidak ada lagi yang tersisa, karena

monomer telah bersatu meresap sempurna dengan polimer dan


sebagian monomer menguap. Massa pada tahap ini sudah berbentuk

plastik dan tidak dapat lagi dibentuk dan dimasukan kedalam mold.

5) Tahap V (Stiff stage)

Pada tahap terlihat adonan akan menjadi keras dan kaku, hal ini

disebabkan menguapnya monomer bebas. Secara klinik adukan

terlihat sangat kering. (Annusavice et al., 2013).

c. Pengisian

Setelah adonan mencapai dough stage, adonan dimasukkan ke

dalam mold di kuvet. Setelah pengisian adonan dilakukan pres pertama

dengan tekanan sebesar 1000 psi untuk mencapai mold terisi dengan

padat dan kelebihan resin dibuang kemudian dilakukan pres terakhir

dengan tekanan sebesar 2200 psi lalu kuvet dikunci. Selanjutnya kuvet

dibiarkan pada temperatur kamar selama 30-60 menit (Vodjani dan

Khaledi, 2006).

d. Kuring

Kuvet kemudian dipanaskan menggunakan waterbath pada suhu

70oC selama 90 menit dan dilanjutkan dengan suhu 100 oC selama 30

menit.

e. Pendinginan

Setelah pemanasan, kuvet dibiarkan di dalam waterbath selama 30

menit untuk proses pendinginan. Setelah itu kuvet diletakkan di bawah

air mengalir selama 15 menit dan dibiarkan dingin hingga mencapai suhu

kamar (Vodjani dan Khaledi, 2006).


4. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan resin akrilik polimerisasi panas adalah :

1. Tidak beracun

2. Estetik sangat baik karena sewarna dengan jaringan sekitar

3. Mudah direparasi/modifikasi, mudah dimanipulasikan

4. Tidak larut dalam cairan mulut, daya absorpsi rendah

5. Harga relatif murah dan pembuatan mudah

6. Ikatan kimia yang baik pada gigi tiruan akrilik

7. Permukaan tidak kasar

Kekurangan resin akrilik polimerisasi panas adalah:

1. Kekuatan impak dan kekuatan transversal yang rendah

2. ketahanan terhadap fatik dan abrasi yang rendah

3. Perubahan dimensi akibat pengerutan polimerisasi dan dehidrasi

4. Konduktivitas termal yang rendah

5. Adanya monomer sisa yang mengakibatkan sensitif

6. Porositas yang banyak (Power dan Sakaguchi, 2006. Wilson et al.,

1979. Ihab dan Moudhaffar, 2011. Hammed dan Rahman, 2015.

McCabe JF dan Walls, 2011).

5. Sifat-Sifat

a. Sifat Fisis
Sifat fisis adalah sifat suatu bahan atau zat yang dapat diamati atau

diukur tanpa mengubah zat-zat penyusun materi tersebut. Sifat fisis yang

dimiliki oleh RAPP yaitu :

1) Densitas

2) Stabilitas dimensi

3) Porositas

4) Koefisien Termal Ekspansi

5) Kondiktivitas termal

6) Kekasaran permukaan

b. Sifat Kemis

Sifat kemis adalah sifat suatu bahan atau zat yang untuk

mengukurnya diperlukan perubahan kimiawi dari bahan atau zat tersebut.

Sifat kemis yang dimiliki oleh bahan basis gigi tiruan RAPP yaitu :

1) Penyerapan air

2) Stabilitas Warna

c. Sifat Biologis

Sifat biologis adalah sifat suatu bahan atau zat yang tampak secara

biologis. Sifat biologis yang dimiliki oleh bahan basis gigi tiruan RAPP

adalah biokompatibel. Biokompatibel yang dimiliki bahan basis gigi

tiruan RAPP dapat beradaptasi dengan baik dengan mukosa rongga mulut,

tidak beracun dan tidak larut dalam saliva.

d. Sifat Mekanis
Sifat mekanis adalah ilmu fisika yang berhubungan dengan energi

dan kekuatan serta efeknya terhadap benda. Sifat mekanis yang dimiliki

oleh RAPP adalah kekuatan impak, kekuatan transversal atau fleksural,

kekuatan fatik, kekuatan tarik dan kekerasan (Annusavice et al., 2003,

Power dan Sakaguchi, 2006. McCabe JF dan Walls, 2011).

6. Kekuatan Tranversal

Kekuatan transversal atau kekuatan fleksural adalah kemampuan dari

suatu bahan di dalam menerima beban yang ditambah secara beraturan

sampai bahan tersebut patah yang dinyatakan dalam satuan kg/cm2. Kekuatan

transversal mempunyai nilai penting karena gigi tiruan selalu berada dibawah

beban. Fraktur basis gigi tiruan di dalam rongga mulut terjadi akibat

kombinasi dari kekuatan kompresi, kekuatan tarik dan kekuatan geser.

Kombinasi kekuatan tersebut disebut juga dengan kekuatan transversal atau

kekuatan fleksural. Kekuatan transversal inilah yang terjadi terus menerus

didalam rongga mulut saat pengunyahan sehingga menyebabkan fraktur basis

gigi tiruan (Dahar dan Handayani, 2017). Nilai kekuatan transversal

dihasilkan ketika beban yang diberikan pada sebuah benda berbentuk batang

yang bertumpu pada kedua ujungnya dan beban tersebut diberikan ditengah-

tengahnya, selama batang ditekan maka beban akan meningkat secara

beraturan dan berhenti ketika batang uji patah (Gurbuz et al.,2010). Kekuatan

transversal yang diperlukan bahan basis gigi tiruan RAPP berdasarkan ISO

1567:1999 adalah 662 kg/cm2. Rumus kekuatan transversal yaitu (McCabe JF

dan Walls, 2011):


Keterangan:

S = Kekuatan transversal (kg/cm2)

P = Jarak pendukung (cm)

L = Beban (kg)

W = Lebar sampel (cm)

T = Tebal sampel (cm)

Dalam kehidupan sehari-hari kekuatan transversal dikaitkan dengan

gambaran ketahanan bahan basis gigi tiruan RAPP dalam menerima beban

saat terjadi pengunyahan maupun tekanan lain (Mowade et al., 2012).

Kekuatan transversal diukur menggunakan Torsee’s Electronic System

Universal Testing Machine. Pengukuran kekuatan transversal dilakukan

dengan memberi nomor pada kedua ujung sampel, lalu sampel diletakkan

sedemikian rupa sehingga alat akan menekan sampel hingga patah

(Annusavice et al., 2003. Kumar V et al., 2015).

C. Bahan Penguat

Resin akrilik polimerisasi panas merupakan bahan yang paling sering

digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan karena memiliki banyak

kelebihan. Namun bahan basis gigi tiruan RAPP memiliki kekurangan yaitu
mudah fraktur. Hal ini berhubungan dengan rendahnya kekuatan impak dan

kekuatan transversal yang dimiliki oleh bahan basis gigi tiruan RAPP.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menambah kekuatan impak dan

transversal bahan basis gigi tiruan RAPP diantaranya dengan penambahan

penguat logam, kimia dan serat ke dalam bahan basis gigi tiruan

RAPP(McCabe JF dan Walls, 2011. Kumar GVS et al., 2016).

1. Logam

Peningkatan kekuatan impak dan transversal juga dapat dicapai dengan

penambahan logam pada bahan basis gigi tiruan RAPP. Beberapa bentuk

logam yang dapat ditambahkan antara lain berbentuk kawat, plat dan

anyaman. Meskipun penambahan logam dapat meningkatkan kekuatan impak

dan transversal dari bahan basis gigi tiruan RAPP, namun terdapat beberapa

kekurangan seperti buruknya adhesi antara logam dengan resin akrilik, estetik

yang buruk, harga yang mahal dan kemungkinan terjadinya korosi (Dindal,

2012).

2. Serat

Serat pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu serat

alami dan serat buatan.

a. Serat Alami

Serat alami terbagi dalam tiga kategori besar yaitu serat yang

berasal dari tumbuhan, hewan dan mineral. Contoh serat alami yang

berasal dari tumbuhan adalah kapas dan rami. Contoh serat alami yang
berasal dari hewan adalah wol dan sutera. Contoh serat alami yang

berasal dari mineral adalah asbes (Monaco, 2005).

b. Serat Buatan

Serat buatan terbagi dalam tiga kategori yaitu serat yang bahan

bakunya berasal dari alam namun kemudian mengalami proses

polimerisasi lanjutan, serat yang bahan bakunya berasal dari proses

polimerisasi dan serat yang berbahan dasar anorganik. Contoh serat

buatan yang bahan bakunya berasal dari alam kemudian mengalami

proses polimerisasi lanjutan adalah asetat. Contoh serat buatan yang

bahan bakunya berasal dari proses polimerisasi adalah serat polietilen,

rayon dan nilon. Contoh serat buatan yang berbahan dasar anorganik

adalah serat kaca dan karbon (McCabe JF dan Walls, 2011. Alla et al.,

2013).

3. Kimia

Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan penguat berupa filler

kimia cross-lingking-agent dan rubber particles. Penemuan terbaru

modifikasi kimia berupa filler kimia dengan sistem nanoteknologi digunakan

dalam perkembangan bidang prostodonsia dengan tujuan peningkatan sifat

mekanis material kedokteran gigi. Beberapa jenis filler kimia yang sering

digunakan sebagai bahan penguat basis gigi tiruan RAPP adalah ZrO 2, Al2O3,

BaTiO3 (Power dan Sakaguchi, 2006. Wilson et al., 1979. Ihab dan

Moudhaffar, 2011. Hammed dan Rahman, 2015).


D. Zirkonium Oksida Sebagai Bahan Tambahan Pada Resin Akrilik

1. Pengertian Zirkonium Oksida

Zirkonium oksida (ZrO2) pertama kali ditemukan oleh M.H. Kalaproth

pada tahun 1788 dalam bentuk mineral zirkon yang tidak ditemukan di alam

dalam bentuk bebas tetapi sebagai oksida atau silikat dalam kerak bumi dan

bebatuan dalam kadar kecil. ZrO2 adalah kristal putih oksida dari zirkonium

berbentuk kristal (amorf/struktur kristal yang tidak teratur), lunak, dapat

ditempa dan diulur bila murni, juga tahan terhadap udara bahkan api. Bahan

ini termasuk keramik yang mempunyai sifat kegetasan (brittle) yang tinggi

dan resistansi tinggi terhadap berbagai jenis asam dan alkali, air laut dan lain-

lain. Tahan korosi, memiliki titik lebur yang sangat tinggi (>2000 °C), dan

sensitif terhadap gas oksigen (Flemings and Chan, 2000). Kristal ini termasuk

dalam golongan IV B dan memiliki nomor atom relatif 91,224. ZrO 2 berasal

dari bijih utama mineral zircon dan baddleylite. Umumnya mineral zirkonium

mengandung unsur besi, kalsium sodium dan mangan putih (Sajima et al.,

2007). Sifat-sifat ini membuat ZrO2 banyak digunakan dalam berbagai

industri adalah bubuk halus yang digunakan sebagai bahan pemoles dalam

pasta gigi dan juga sebagai bahan gigi tiruan.

Dalam bidang kedokteran gigi, ZrO2 merupakan filler kimia berupa

nanopartikel yang digunakan sebagai bahan penguat basis gigi tiruan RAPP.

ZrO2 ini digunakan sebagai bahan penguat karena memiliki kelebihan yaitu

biokompatibel, tidak bersifat toksik, estetika yang baik, radiopasitas yang

baik, resistensi terhadap fraktur yang tinggi dan penyebaran partikel yang
lebih baik. ZrO2 dapat menahan tekanan sekitar 2000 Mpa (Ihab dan

Moudhaffar, 2011. Hammed dan Rahman, 2015. Madfa et al.,2014). ZrO2

juga dapat digunakan sebagai material implan, pasak, crown dan bracket.

2. Kelebihan dan Kekurangan

Zirkonia atau zirkonium oksida (ZrO2) adalah salah satu bahan keramik

yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan beberapa jenis

keramik lainnya, diantara keunggulannya tersebut antara lain adalah

mempunyai ketangguhan dan kekuatan yang relatif tinggi. Dibalik

keunggulannya tersebut, zirkonia juga mempunyai beberapa kelemahan yang

antara lain adalah dimana bentuk kristalnya sangat tidak stabil, dalam arti

kata bahwa zirkonia di alam hampir tidak pernah dijumpai dalam bentuk

senyawa tunggal (ZrO2), tetapi selalu bercampur dengan senyawa lain

(Priyono dan Febrianto, 2012). Pada umumnya di alam seringkali dijumpai

dalam bentuk senyawa zirkonium silikat (ZrSiO4) yang biasa disebut sebagai

zirkon, sehingga harus dimurnikan atau distabilkan terlebih dahulu untuk

memperoleh zirkonia.

Kelebihan dari ZrO2 adalah:

1. Tidak bersifat toksik

2. Memiliki sifat mekanis yang baik

3. Memiliki sifat biokompabilitas yang baik

4. Memiliki radiopasitas yang baik


5. Memiliki sifat yang baik yaitu daya tahan kimia yang kuat, tahan abrasi,

tahan korosi, tidak menghantarkan listrik, konduktifitas termal rendah

dan kekuatan termal lebih baik dari pada alumnia.

Kekurangan dari ZrO2 adalah:

1. Proses pembuatan silanisasi memerlukan waktu yang cukup lama dan

memerlukan alat yang lengkap.

2. Harga mahal (Ihab dan Moudhaffar, 2011. Hammed dan Rahman, 2015).

3. Bentuk

Zirkonia mempunyai struktur flourite kubik, walaupun begitu pada

kenyataannya terdapat tiga bentuk kristal yang berbeda (polimorf) dari

zirkonia yaitu fasa kubik, tetragonal, dan monoklinik. Ketiga bentuk kristal

tersebut dibedakan oleh kesimetrian kristal yang ditentukan oleh jarak antar

atom, bukan oleh nomor koordinasi ion (Chiang et al., 1997). Pada suhu

rendah, fase zirkonia yang paling stabil adalah bentuk monoklinik, yang

terjadi secara natural sebagai mineral baddeleyite. Pada suhu di atas 1.205 °C

sampai 2.377°C dan tekanan ambien, fasa zirkonia tetragonal secara

termodinamika menjadi stabil. Pada suhu di atas 2.377°C sampai 2.710°C,

fasa zirkonia berubah menjadi kubik dengan struktur flourite dan mencair

pada suhu di atas 2710°C.

ZrO2 harus melalui proses-proses tertentu untuk menghasilkan zirkonium.

Dalam memproses zirkonium dilakukan pemisahan dan penghilangan

materia-material yang tidak diinginkan serta impurities yang ada, yaitu zirkon
–silika. Pada keadaan di bawah normal zirkonium tidak dapat bereaksi

dengan air, namun dengan udara zirkonium dapat bereaksi sehingga dapat

menghasilkan ZrO2. Adapun reaksi zirkonium dengan udara yaitu sebagai

berikut:

Zr(s) + O2 (g) ZrO2 (g)

Zirkonium oksida merupakan senyawa bentukan dari zirkonium yang

berada dengan udara (Madfa et al.,2014. Kusum dan Harsimran , 2010).

4. Sifat

Adapun sifat-sifat dari ZrO2 ini, yaitu:

1. Daya tahan kimia yang kuat

2. Tahan abrasi dan korosi

3. Mempunyai densitas sebesar 6,05 g/cm2

4. Titik lebur yang sangat tinggi (>2000 °C)

5. Dapat menahan tekanan sebesar 2000 MPa

6. Kekasaran permukaan sebesar 1200 HV

7. Modulus Young sebesar 210 GPa

8. Koefisien termal ekspansi sebesar 11 x 10-6 1/K


9. Tidak menghantarkan listrik

10. Konduktifitas termal baik

11. Kekuatan termal lebih baik dari pada alumnia

Sebagai dental material ZrO2 memiliki sifat fisik, mekanis, kimia, dan

biologis yang sangat baik (Madfa et al.,2014).

5. Pengaruh Zirkonium Oksida pada Sifat Resin Akrilik

Nanopartikel ZrO2 ditambahkan pada RAPP untuk basis gigi tiruan

bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, kekerasan, dan penyerapan air

dengan bahan penyatu berupa silane coupling agent. Nanopartikel ZrO2

memiliki energi permukaan yang tinggi oleh karena ion yang bersifat

hidrofilik, sedangkan polimer bahan basis gigi tiruan RAPP bersifat

hidrofobik sehingga partikel-partikel tidak dapat menyatu dengan sempurna

karena adanya perbedaan energi permukaan. Modifikasi bahan silane

coupling agent efektif digunakan untuk meningkatkan ikatan kimia antara

nanopartikel ZrO2 dan bahan basis gigi tiruan RAPP sehingga kekuatan akan

semakin baik. Beberapa hasil penelitian telah membuktikan penambahan

nanopartikel ZrO2 dalam bahan basis gigi tiruan RAPP meningkatkan

kekuatan impak dan fleksural (Handayani, 2017).

Nanopartikel ZrO2 ditimbang terlebih dahulu berdasarkan perbandingan

kadar yang telah ditentukan kemudian dilakukan silanisasi menggunakan

silane coupling agent untuk menyempurnakan adhesi antara nanopartikel

ZrO2 dan polimer RAPP. Dengan adanya kandungan air didalamnya, maka

nanopartikel ZrO2 sulit berikatan dengan matriks resin dikarenakan air yang

terdapat pada interface kedua zat dapat merusak ikatan polimer dan
nanopartikel ZrO2. Penambahan silane coupling agent dapat membentuk

sebuah ikatan anti air pada interface kedua zat sehingga kedua zat tersebut

dapat berikatan sempurna (Hirano et al., 2012).

Dengan demikian, modifikasi bahan silane coupling agent efektif

digunakan untuk meningkatkan ikatan kimia antar partikel sehingga kekuatan

RAPP akan lebih baik. Nanopartikel ZrO2 yang telah disilanisasi

dicampurkan pada monomer RAPP dalam keadaan di sonikasi. Campuran

diukur terlebih dahulu berdasarkan perbandingan kadar yang telah ditentukan

kemudian campuran kedua bahan tersebut dicampur ke dalam polimer dengan

kadar yang telah ditentukan ke dalam pot akrilik dan diaduk hingga homogen

dan adonan mencapai dough stage (Ihab dan Moudhaffar, 2011. Hammed dan

Rahman, 2015. Alla et al., 2013. Salman dan Khalaf, 2015).

Hammed dan Rahman (2015) dalam penelitiannya menambahkan bahan

silane coupling agent untuk menyempurnakan adhesi antara nanopartikel

ZrO2 dan matriks resin sehingga distribusi antar partikel menjadi lebih baik.

Hasil penelitian menunjukkan kekuatan, kekerasan dan penyerapan air yang

lebih tinggi pada perlakuan modifikasi bahan penyatu silane coupling agent

dibandingkan dengan yang tanpa modifikasi silane coupling agent (Hammed

dan Rahman, 2015).

6. Mekanisme Penambahan Zirkonium Oksida Terhadap Kekuatan

Fleksural
Peningkatan kekuatan impak dan transversal terjadi karena nanopartikel

ZrO2 memiliki distribusi yang baik dan ukuran sangat halus memungkinkan

nanopartikel memasuki antara makromolekular rantai linear dari polimer.

Peningkatan kekuatan impak dan transversal terjadi dalam proses

“transformasi kekuatan” atau “transformation toughening”. Ketika stress

terjadi kemudian stress yang dihasilkan semakin besar, akan menyebabkan

timbulnya cracking. Dalam hal ini, nanopartikel ZrO2 yang telah

ditambahkan pada matriks resin akan mengalami transformasi dari fase

tetragonal menjadi fase monoklinik, dimana perubahan fase ini menyerap

energi dan menghambat terjadinya cracking. Peningkatan kekuatan juga

terjadi karena tingginya kekuatan pergeseran permukaan antara nanopartikel

dan matriks yang disebabkan oleh adanya pembentukan cross-link atau ikatan

supra molekuler yang menutupi butiran nanopartikel sehingga nanopartikel

menempati bagian cracking di bawah keadaan stress. Distribusi nanopartikel

ZrO2 memungkinkan partikel-partikel tersebut memasuki kemudian mengisi

ruang antara rantai makromolekul linear dari polimer dan gerakan segmental

makromolekul juga menjadi terbatas sehingga distribusi nanopartikel lebih

efektif dan mencegah terjadinya cracking. Akhirnya kekuatan dan kekakuan

bahan dapat meningkat. Kedua mekanisme tersebut yang menjadi landasan

terjadinya perbaikan ketahanan terhadap fraktur basis gigi tiruan ketika

mengalami tekanan pengunyahan dan tekanan diluar rongga mulut. Namun,

penambahan kadar nanofiller yang tinggi dapat menyebabkan defek pada

bahan sehingga menurunkan kekuatan bahan, pengendapan partikel-partikel


di dalam resin, dan penambahan nanofiller yang berlebih ketika telah

mencapai titik jenuh matriks akan menyebabkan ganguan dalam kontinuitas

matriks resin (Ihab dan Moudhaffar, 2011. Hammed dan Rahman, 2015.

Salman dan Khalaf , 2015. Aljafery dan Basima, 2015).


BAB III

PETA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Basis Gigi Tiruan

Penambahan ZrO2 Tanpa Penambahan ZrO2

Tidak adanya
Penambahan ZrO2 Penambahan ZrO2
pembentukan cross-
2%, 3%, 5% dan 6% 7%
link atau ikatan supra
molekuler
pembentukan cross- semua ruang antara rantai
link atau ikatan supra PMMA telah terisi pada saat
molekuler <7% Tidak ada yang
menutupi butiran
nanopartikel
ikatan supra molekuler kelebihan pengisi
menutupi butiran menyebabkan pemisahan
nanopartikel rantai PMMA
Ruang antara rantai
makromolekul linear
Distribusi agregasi pengisi nano-ZrO2 dari polimer tidak
nanopartikel ZrO2 lebih terisi sempurna
efektif
menyebabkan retakan
mikro yang melemahkan Tidak Ada Perubahan
tingginya kekuatan nano-composite pada Kekuatan
pergeseran permukaan persentase ini Transversal/Fleksural
antara nanopartikel dan
matriks defek pada bahan

Peningkatan Kekuatan Penurunan Kekuatan


Transversal/Fleksural Transversal/Fleksural

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti
Gambar 1 Kerangka konsep

penelitian
B. Pembahasan Kerangka Konsep

Bahan yang digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan dibagi ke

dalam dua kelompok yaitu logam dan non logam. Logam yang digunakan

sebagai bahan basis gigi tiruan adalah campuran dari dua jenis logam atau lebih.

Bahan non logam diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan ada atau tidaknya

perubahan kimia dalam proses pembentukannya. Bahan ini terbagi menjadi dua

yaitu Termoplastik dan Termoset.

Termoset adalah bahan yang mengalami reaksi kimia pada saat dibentuk.

Polimer termoset biasanya lebih keras dan kuat dari pada termoplastik dan

mempunyai stabilitas dimensional yang lebih baik. Jenis bahan termoset yang

biasa digunakan adalah resin akrilik.

Resin akrilik adalah material yang paling banyak digunakan sebagai

bahan basis gigi tiruan. Resin akrilik polimerisasi panas adalah bahan basis gigi

tiruan yang proses polimerisasinya dengan pengaplikasian energi termal atau

energi panas. Bahan basis gigi tiruan RAPP memiliki beberapa keuntungan

seperti warna dan tekstur yang menyerupai mukosa, mudah dimanipulasi, tidak

toksik, tidak mengiritasi, biokompatibilitas yang baik terhadap jaringan rongga

mulut, murah dan mudah untuk diproses perubahan dimensi kecil dan daya

serap air relatif rendah. Selain itu, bahan basis gigi tiruan RAPP ini memiliki

beberapa kekurangan seperti sifat mekanis dan fisis yang rendah, diantaranya

adalah kekuatan impak, kekuatan transversal/Fleksural dan kekuatan fatigue.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menambah kekuatan

fleksural/transversal bahan basis gigi tiruan RAPP diantaranya dengan


penambahan bahan penguat seperti logam, kimia dan serat ke dalam bahan basis

gigi tiruan RAPP. Beberapa jenis filler kimia yang sering digunakan sebagai

bahan penguat basis gigi tiruan RAPP adalah ZrO2, Al2O3, BaTiO3.

ZrO2 (Zirkonium Oksida) merupakan nanopartikel yang sekarang tengah

dikembangkan untuk digunakan sebagai bahan penguat basis gigi tiruan RAPP.

Nanopartikel ZrO2 banyak digunakan karena berbagai kelebihan yang

dimilikinya dibanding dengan bahan lain seperti memiliki kekuatan dan

kekerasan yang tinggi, biokompatibilitas, tahan terhadap abrasi tidak bersifat

toksik, tidak menghantarkan listrik, konduktifits termal yang rendah dan

kekuatan termal lebih baik dari pada aluminia serta tahan terhadap korosi.

Penambahan nanopartikel ZrO2 ke dalam bahan basis gigi tiruan RAPP

dapat meningkatkan kekuatan fleksural/transversal. Peningkatan kekuatan

fleksural ini terjadi karena adanya kekuatan geser antara permukaan

nanopartikel dan matriks resin membentuk cross-links atau supramolekul yang

menutupi atau melindungi nanopartikel sehingga mencegah terjadinya patah

dan terjadi karena adanya ikatan yang baik antara nanopartikel dan matriks

resin. Hal ini juga terjadi karena nanopartikel memiliki distribusi yang baik dan

ukuran sangat halus memungkinkan nanopartikel memasuki antara

makromolekular rantai linear dari polimer sehingga dapat meningkatkan

kekuatan fleksural basis gigi tiruan RAPP.

Berdasarkan penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan Dahar dan

Handayani (2017) menyatakan bahwa penambahan nanopartikel ZrO2 dengan

konsentrasi 5% dan 6%, dapat meningkatkan kekuatan impak dan transversal


dari basis gigi tiruan RAPP, tetapi penambahan nanopartikel ZrO2 konsentrasi

5% lebih baik dibandingkan penambahan nanopartikel ZrO2 konsentrasi 6%,

namum terjadi penurunan kekuatan impak dan transversal dengan penambahan

nanopartikel ZrO2 konsentrasi 7% pada bahan basis gigi tiruan RAPP.

Penelitian Ihab NS, et al. (2011) menyatakan bahwa penambahan

nanopartikel ZrO2 dengan konsentrasi 2%, 3%, 5% dan 7% yang paling baik

meningkatkan kekuatan impak dan transversal adalah nanopartikel ZrO 2 dengan

konsentrasi 5% dan yang paling buruk adalah nanopartikel ZrO 2 dengan

konsentrasi 7% (menurun).

Peningkatan kekuatan terjadi karena tingginya kekuatan pergeseran

permukaan antara nanopartikel dan matriks yang disebabkan oleh adanya

pembentukan cross-link atau ikatan supra molekuler yang menutupi butiran

nanopartikel sehingga dapat mencegah perluasan cracking. Distribusi

nanopartikel ZrO2 memungkinkan partikel-partikel tersebut memasuki

kemudian mengisi ruang antara rantai makromolekul linear dari polimer dan

gerakan segmental makromolekul juga menjadi terbatas sehingga distribusi

nanopartikel lebih efektif dan akhirnya kekuatan dan kekakuan bahan dapat

meningkat dan basis gigi tiruan tidak mudah patah.

Pada penelitian ditemukan penurunan kekuatan pada penambahan

nanopartikel ZrO2 konsentrasi 7%. Hal ini terjadi karena semua ruang antara

rantai PMMA telah terisi pada saat 5%, di atas persentase ini kelebihan pengisi

menyebabkan pemisahan rantai PMMA dan gaya lemah di antara mereka

menyebabkan penurunan tahanan patah dan penurunan sifat mekanik polimer.

Juga pengurangan kekuatan transversal pada 7% disebabkan oleh agregasi


pengisi nano-ZrO2 yang dimodifikasi karena luas permukaan yang lebih tinggi

(mencapai ukuran μm), agregasi ini sebenarnya menyebabkan retakan mikro

yang melemahkan komposit nano pada persentase ini. Mengakibatkan defek

pada bahan sehingga menurunkan kekuatan bahan, pengendapan partikel-

partikel di dalam resin, dan penambahan nanopartikel yang berlebih ketika telah

mencapai titik jenuh matriks akan menyebabkan gangguan dalam kontinuitas

matriks resin.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode study literature review, merupakan

istilah yang digunakan untuk merujuk pada metodologi penelitian atau riset

tertentu dan pengembangan yang dilakukan untuk mengumpulkan serta

mengevaluasi penelitian yang terkait pada fokus topik tertentu. Tujuan dari

metode ini adalah untuk mengidentifikasi, mengkaji, mengevaluasi, dan

menafsirkan semua penelitian yang tersedia dengan bidang topik fenomena yang

menarik, dengan pertanyaan penelitian tertentu yang relevan serta memahami

kenapa dan bagaimana hasil dari penelitian tersebut sehingga dapat menjadi acuan

untuk penelitian baru yang akan dilakukan (Triandini et al., 2019). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh penambahan nanopartikel ZrO2

terhadap kekuatan fleksural resin akrilik polimerisasi panas dari beberapa

penelitian sebelumnya.

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karangan ilmiah yang

didapat melalui google scholar dan pubmed dengan penelitian terkait tentang

penambahan nanopartikel ZrO2 terhadap kekuatan fleksural resin akrilik

polimerisasi panas.
2. Sampel

Pada Metode penelitian ini, sampel yang digunakan adalah bagian dari

populasi yang menjadi unit analisis. Penulis menyusunnya berdasarkan kriteria

inklusi dan eksklusi yang disusun sebagai berikut;

a. Kriteria Inklusi

1) Data penelitian yang dipilih merupakan penelitian yang

relevan dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui pengaruh

penambahan nanopartikel ZrO2 terhadap kekuatan fleksural

resin akrilik polimerisasi panas.

2) Data penelitian yang menjadi sumber data merupakan

penelitian yang menggunakan data sekunder.

3) Literatur memiliki nomor seri standar internasional secara

elektronik (electronic international standard serial number,

e-ISSN) dan memiliki pengenal objek digital (digital object

identifier, DOI).

4) Tahun sumber literatur yang diambil mulai tahun 2010

sampai dengan 2020, keterkaitan hasil penulisan dan

pembahasan serta kesesuaian keyword penulisan: poly

(methylmethacylate), zirconium oxide nanoparticles,

transverse strength, heat polymerized acrylic resin, denture

base, zirconium oxide.


5) Strategi dalam pengumpulan jurnal berbagai literatur

dengan menggunakan situs jurnal yang sudah terakreditasi

seperti Pubmed dan Google Schoolar serta dapat diakses

full text.

b. Kriteria Eksklusi

1) Data penelitian yang tidak memenuhi kriteria inklusi di atas.

2) Tahun terbit karya tulis ilmiah yang dibawah tahun 2010.

3. Teknik Sampling

Teknik Sampling yang digunakan dalam Study literature review adalah

purposive non random sampling, atau teknik pengambilan sampel berdasar tujuan

penelitian, teknik sampling ditentukan oleh peneliti sendiri dengan beberapa

kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

C. Unit Analisis

Pada penelitian ini terdapat unit analisis. Unit analisis adalah satuan yang

diteliti yang bisa berupa individu, kelompok, benda atau suatu latar peristiwa

sosial seperti misalnya aktivitas individu atau kelompok sebagai subjek penelitian

(Wibawanto Sigit, 2018). Pada unit analisis dijabarkan tentang pengertian

konseptual dari topik atau isu penelitian dengan mengacu pada grand teori yang

digunakan. Penjabaran bukan berdasar perkata, tetapi langsung pada topik

penelitian.
Berdasarkan pengertian unit analisis tersebut penulis menentukan beberapa

unit analisis dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Resin akrilik

Resin akrilik merupakan bahan kedokteran gigi yang mudah

didapatkan, teknik aplikasi yang relatif sederhana, dan hasil cukup

estetik. Resin akrilik yang paling banyak digunakan sebagai basis

gigi tiruan pada saat ini adalah jenis resin akrilik polimerisasi panas.

Resin Akrilik Polimerisasi Panas (RAPP) mempunyai beberapa

keunggulan, yaitu estetik, stabilitas warna baik, harga relatif murah,

tidak mengiritasi, cara pengerjaannya mudah, tidak toksik, mudah

direparasi tetapi juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu

ketahanan terhadap abrasi rendah, mudah terjadi fraktur apabila

terjatuh, porus dan mudah menyerap cairan, mudah mengalami

perubahan warna.

2. Zirkonium Oksida

ZrO2 (Zirkonium Oksida) merupakan nanopartikel yang sekarang

tengah dikembangkan untuk digunakan sebagai bahan penguat basis

gigi tiruan RAPP, karena berbagai kelebihan yang dimiliki ZrO 2

dibanding dengan bahan penguat lain seperti memiliki kekuatan dan

kekerasan yang tinggi, biokompatibilitas, tahan terhadap abrasi tidak

bersifat toksik, tidak menghantarkan listrik, konduktifits termal yang

rendah dan kekuatan termal lebih baik dari pada aluminia serta tahan

terhadap korosi.
3. Kekuatan transversal atau Kekuatan fleksural

Kekuatan transversal atau Kekuatan fleksural merupakan ketahanan

basis resin akrilik terhadap beban, tekanan, dan gaya dorong sewaktu

mulut berfungsi. Kemampuan suatu bahan untuk meregang yang

didapatkan saat tercapainya ultimate flexibility dari suatu bahan

sebelum proportional limit. Jika beban mastikasi masih dibawah

proportional limit, maka deformasi permanen tidak terjadi dan bahan

tersebut akan kembali ke dimensi awalnya. Akan tetapi, jika beban

mastikasi melebihi proportional limit maka bahan tersebut akan

bersifat ireversibel.

D. Sumber Data dan Prosedur Pengumpulan Data

Sumber data yang didapatkan oleh penulis berasal dari data-data

sebelumnya melalui perpustakaan digital, dengan prosedur yang digunakan adalah

dengan metode pencarian Jurnal Kesehatan yaitu PICO (Problem/population,

intervention, comparison, dan outcome), prosedur ini membantu dalam pencarian

dengan menggunakan kata kunci. Setelah pertanyaan dirumuskan, tahap

selanjutnya dilaksanakan pencarian berdasarkan kata kunci menggunakan data

base elektronik yaitu Google Scholar dan Pubmed. Tinjauan literatur, yaitu

berupa Jurnal dan Naskah Publikasi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan data yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung. Akan

tetapi data tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data sekunder yang dimaksud berupa buku dan

laporan ilmiah primer atau asli yang didapatkan melalui pencarian jurnal

penelitian yang dipublikasikan di internet menggunakan search engine PubMed,

dan Google Schoolar dengan kata kunci: poly (methylmethacylate), zirconium

oxide nanoparticles, transverse strength, heat polymerized acrylic resin, denture

base, zirconium oxide. serta sesuai kriteria inklusi sampel.

Sumber utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah beberapa

jurnal, yaitu :

Tabel 1. Judul jurnal yang digunakan sebagai Sumber utama dalam

penelitian

No Penulis Tahun Judul Kata Kunci


1. Eddy Dahar, Sri 2017 1. Pengaruh Penambahan Poli (methylmethacylate),
Handayani Zirkonium Oksida Pada Bahan nanopartikel oksida
Basis Gigi Tiruan Resin zirkonium, nano
Akrilik Polimerisasi Panas komposit, kekuatan
Terhadap Kekuatan Impak Dan impak, kekuatan
Transversal transversal

2. Eddy Dahar, 2017 Pengaruh Penambahan heat polymerized acrylic


Raudhatul Husna Zirkonium Oksida Dan Serat resin, denture base,
Polipropilen Terhadap impact strength,
Kekuatan Impak Dan transverse strength,
Transversal Bahan Basis Gigi zirconium oxide,
Tiruan Resin Akrilik polypropylene fiber
Polimerisasi Panas
3. Selamat Suhardi, 2019 Peranan Penambahan Heat-cured acrylic resin,
Syafrinani Zirkonium Oksida Pada Provisional restoration,
Mahkota Provisional Resin zirconium oxide
Akrilik Polimerisasi Panas
4. Ihab NS, 2011 Evaluation the effect of poly(methylmethacrylate)
Moudhaffar M modified nano-fillers addition , nano composite
on some properties of heat
cured acrylic denture base
material

5. Ali MA Aljafery, 2015 Effect of addition ZrO2-Al2O3 Acrylic denture base,


B.D.S. , Basima nanoparticles mixture on some nano fillers, mechanical
MAH, B.D.S., properties and denture base properties, denture base
M.Sc., Ph.D. adaptation of heat cured adaptation
acrylic resin denture base
material
6. Mohamed 2014 Effect of zirconium oxide Zirconium Oxide Nano-
Ashour Ahmed, nano-fillers addition on the Fillers, Flexural
Mohamed I. flexural strength, fracture Strength, Fracture
Ebrahim toughness, and hardness of Toughness,
heat-polymerized acrylic resin Hardness,Heat-
Polymerized Acrylic
Resin
7. Hussein Karim 2015 The effect of addition nano Salinized (ZrO2) nano
Hameed, B.D.S. , particle ZrO2 on some fillers, PMMA
Hanan Abdul properties of autoclave
Rahman, B.D.S., processed heat cure acrylic
M.Sc. denture base material
8. Mohammed Gad, 2016 The reinforcement effect of glass fiber, zirconia,
Aws S. ArRejaie, nano-zirconia on the nano-zirconia, transverse
Mohamed Saber transverse strength of repaired strength, polymerized
Abdel-Halim, acrylic denture base acrylic resin, denture
and Ahmed base, heat polymerized
Rahoma acrylic resin
Setiap jurnal yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi sampel dan relevan

dengan tujuan penelitian. Setiap jurnal yang digunakan memiliki tujuan penelitian

yang sama. Dengan populasi dan sampel yang berbeda pada setiap jurnal yang

digunakan, hal ini menjadi faktor pembanding sekaligus pendukung untuk

mengetahui adanya pengaruh penambahan nanopartikel ZrO2 terhadap kekuatan

fleksural resin akrilik polimerisasi panas dari beberapa penelitian sebelumnya.

E. Analisis Data

Analisis data yang disajikan adalah dalam bentuk deskriptif atau

narasi, dimana dalam deskriptif tersebut mensintesa fakta-fakta yang ditemukan

pada sumber referensi dalam penelitian sebelumnya, data dijelaskan dengan

rinci dan detail sehingga dapat menyajikan narasi yang baik dan memuat data

serta penjelasan yang akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Dahar, E., & Handayani, S. 2017. Pengaruh Penambahan Zirkonium Oksida


pada Bahan Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas
terhadap Kekuatan Impak dan Transversal. Jurnal Ilmiah PANNMED
(Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment,
Dentist), 12(2), 194-199.

Gunadi HA, Margo A, Burham LK. 2012. Buku Ajar ilmu geligi tiruan
sebagian lepasan (Removable partial prosthodontics). Jakarta:
Hipokrates: 8-9,215-216,218-219,407-408.

McCabe, J. F., & Walls, A. W. G. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed.
ed. London : Blackwell Munsgaard, 2008 :110-23.

Wahyuni, S., & Wijaya, W. P. 2019. PENGARUH PENAMBAHAN


BAHAN KOMPATIBILISASI PADA NILON DAUR ULANG
TERHADAP KEKUATAN FLEKSURAL BASIS GIGI TIRUAN
NILON TERMOPLASTIK. B-Dent: Jurnal Kedokteran Gigi
Universitas Baiturrahmah, 6(1), 42-48.

Murthy, H. M., Shaik, S., Sachdeva, H., Khare, S., Haralur, S. B., & Roopa,
K. T. (2015). Effect of Reinforcement Using Stainless Steel Mesh,
Glass Fibers, and Polyethylene on the Impact Strength of Heat Cure
Denture Base Resin-An In Vitro Study. Journal of international oral
health: JIOH, 7(6), 71.

Arioli Filho, J. N., Butignon, L. E., Pereira, R., Lucas, M. G., & Mollo, F.,
Jr. 2011. Flexural Strength of Acrylic Resin Repairs Processed by
Different Methods: Water Bath, Microwave Energy and Chemical
Polymerization. Journal of Applied Oral Science. 19(3): 249–53.

Sodagar A, Kassaee MZ, Akhavan A, Javadi N, Arab S, Kharazifard MJ.


2011. Effect of Silver Nano Particles on Flexural Strength of Acrylic
Resins. J. Prosthodontic Research. 56 (2012) :120–124.

Handayani S. 2017. Pengaruh Penambahan Zirkonium Oksida Pada Bahan


Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas Terhadap
Kekuatan Impak Dan Transversal. In: Medan: Universitas Sumatera
Utara, pp: 58

Ihab NS, Moudhaffar M. 2011. Evaluation the effect of modified nano-


fillers addition on some properties of heat cured acrylic denture base
material. J Bagh College Dent; 23(3): 23-9.
Aljafery AMA, Basima MAH. 2015. Effect of addition ZrO2-Al2O3
nanoparticles mixture on some properties and denture base adaptation
of heat cured acrylic resin denture base material. J Bagh College Dent;
27(3): 1-7.

Ahmed MA, Ebrahim MI. 2014. Effect of zirconium oxide nano-fillers


addition on the flexural strength, fracture toughness, and hardness of
heat-polymerized acrylic resin.. WJNSE; 4: 50-7

Ravindranath, Sabarigirinathan C, Vinayagavel. 2015. A comparative study


to evaluate the mechanical properties zirconium oxide added
polymethil methacrylate by two different concentration – in vitro
study. Ann Int Med and Dent Res; 1(3): 161-65.

Powers JM, Sakaguchi RL. 2006. Craig’s restorative dental materials. 12nd
ed. Missouri: Elsevier: 513-546.

Wilson HJ, Mansfied MA, Helath JR. 1979. Dental techonology and
materials for student. 8th ed. USA: Osney Mead: 352-373.

Carr AB, Brown, DT. 2011. Mc Cracken’s Removable Partial


Prosthodontics. 12nd ed. Canada: Elsevier: 103-109.

Annusavice KJ, Shen C, Rawls HR. 2013. Philip’s science of dental


material. 12nd ed. Missouri: Elsevier: 474-497.

Annusavice KJ. 2003. Buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi. Alih Bahasa.
Johan Arif Budiman. Jakarta : EGC:49-52, 59, 177-235.

Gladwin M, Bagby M. 2013. Clinical aspects of dental materials theory,


practice and cases. 4th ed. USA: Philadelphia: 153-161.

McCabe JF. Walls AWG. 2011. Bahan kedokteran gigi. Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran: 157-176.

Vojdani M, Khaledi AAR. 2006. Transverse strength of reinforced denture


base resin with metal wire and e-glass fibers. J Dent; 3 (4): 167-72.

Hammed HK, Rahman HA. 2015. The effect of addition nano particle ZrO2
on some properties of autoclave processed heat cure acrylic denture
base material. J Bagh College Dent; 27(1): 32-9.

Gurbuz O, Unalan F, Dikbas I. 2010. Comparison of the transverse strength


of six acrylic denture resins. OHDMBSC; 9(1): 21-4.

Mowade TK, Dange SP, Thakre MB, Kamble VD. 2012. Effect of fiber
reinforcement on impact strength of heat polymerized polymethyl
methacrylate denture base resin: in vitro study and SEM analysis. J
Adv Prost; 4: 30-6.

Kumar V, Ghalautt P, Gupta D. 2015. Comparative evaluation of the impact


strength of heat cured (lucitone199), microwave cured (VIPI WAVE)
and glass fiber modified denture base material. Int Journal of
Enhanced Research in Med and Dent Care; 2(5): 12-7.

Kumar GVS, Nigam A, Naeem A. 2016. Reinforcing heat-cured poly-


methylmetacrylate resins using fiber of glass, polyaramid, and nylon:
an in vitro study. The J of Contemporary Dent Pract; 17(11): 948-52.

Dindal CD. 2012. The effect of impregnated glass fibers on the flexural
strength of acrylic and composite resin: an in-vitro study. Thesis.
University Of Pitstsburgh: 4-20.

Monaco C. 2005. Clinical and scientific aspect of inlay fixed partial


denture. Thesis. Italia: University of Siena: 1-39.

Alla RK, Sajjan S, Alluri VR. 2013. Influence of fiber reinforcement on the
properties of denture base resins. J of Biomaterials and
Nanobiotechnology; 4: 91-7.

Flemings, M.C. and Chan, R.W. 2000. Organization and Trends in Mater.
Acta Mater 48 Scie and Eng. Education in USA and Europe. Page.
371-383.

Sajima., Nuraini, E. dan Handayani, A. 2006. Pembuatan ZrO2 dengan


Pengendapan Larutan Stripping Secara Catu dari Berbagai Keasaman
dan Volume. Seminar Nasional II SDM Teknologi Nuklir Sekolah
Tinggi Teknologi Nuklir. BATAN. Yogyakarta. Page. 69-75.

Priyono, S., dan Febrianto, E.T. 2012. Pemurnian Serbuk Zirkonia dari
Zirkon. TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, vol. 30,
no.1, hal. 1-6.

Hirano H, Yamashita T, Agari Y. 2012. Treatment of inorganic filler surface


by silane coupling agent: investigation of treatment condition and
analysis of bonding state of reacted agent. International Scholarly and
Scientific Research & Innovation; 6(1): 1-5.

Madfa AA, Al-Sanabani F, Al-Qudami NH. 2014. Use of zirconia in


dentistry: an overview. The Open Bio Material J; 5: 1-9.

Chiang, Y.-M., Birnie, D.P., Kingery, W.D. 1997. Physical Ceramics:


Principles for Ceramic Science and Engineering.Wiley, New York.
Kusum D, Harsimran K. 2010. A review of zirconia ceramics. BFUDJ;
1(1) : 38-9.

Salman TA, Khalaf HA. 2015. The influence of adding of modified ZrO2-
TiO2 nanoparticles on certain physical and mechanical properties of
heat polymerized acrylic resin. J Bagh College Dent; 27(3): 33-9.

Aljafery AMA, Basima MAH. 2015. Effect of addition ZrO2-Al2O3


nanoparticles mixture on some properties and denture base adaptation
of heat cured acrylic resin denture base material. J Bagh College Dent;
27(3): 1-7.

Triandini, E. et al. 2019. Metode Systematic Literature Review untuk


Identifikasi Platform dan Metode Pengembangan Sistem Informasi di
Indonesia. Indonesian Journal of Information Systems. 1(2), p. 63.
doi: 10.24002/ijis.v1i2.1916.

Wibawanto Sigit. 2018. Peran keluarga dalam prilaku pembelian hedonis.


International Journal Morphol. 34(02), pp. 510–513.

Anda mungkin juga menyukai