Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

FARMAKOTERAPI 4

PENYAKIT ONKOLOGI (Oncologic Disorder)

Di susun oleh :

1. Ega Angelia Anarki 170105020


2. Eric Fajar Julianzah 170105021
3. Fasikhatul Qomariyah 170105025
4. Ferlinda Agustina 170105026

PROGAM STUDI FARMASI S1


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
segala berkat, rahmat, karunia, kemudahan dan kelancaran-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penyakit Onkologi”.
Makalah ini telah dibuat dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang bisa menunjang untuk
perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca dan juga penulis khususnya.

Purwokerto, 15 juni 2020

i
Penyusun

ii
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit kanker adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, yang tidak
hanya terdapat pada manusia tetapi pada hewan dan tumbuh-tumbuhan, akibat
adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Salah
satu sebab kerusakan itu ialah adanya mutasi gen. Mutasi gen adalah suatu
keadaan ketika sel mengalami perubahan sebagai akibat adanya paparan sinar
ultraviolet, sinar UV, bahan kimia ataupun bahan-bahan yang berasal dari alam
(Sukardja, 2000).

Kanker adalah salah satu penyakit yang paling banyak menimbulkan


kesakitan dan kematian pada manusia. Diperkirakan, kematian akibat kanker di
dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara
berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan tiga
juta di antaranya ditemukan di negara yang sedang berkembang. Menurut penulis
penyakit kanker merupakan penyakit berat dan bersifat kronis, yang ditandai
pertumbuhan sel tubuh tidak normal, berkembang cepat, menyebar, dan menekan
organ atau saraf sekitar. (Anonim, 2010).

Obat antikanker merupakan obat spesialistik, dimana indeks terapi obat


sempit sehingga perubahan sejumlah kecil dosis obat dapat menyebabkan efek
samping yang tidak diinginkan atau bahkan efek toksik berat, yang dapat
kematian baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena obat antikanker
umumnya bekerja pada sel yang sedang aktif, maka efek sampingnya terutama
mengenai jaringan dengan proliferasi tinggi yaitu sistem hemopoetik dan
gastrointestinal (Sukardja, 2010).

1
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan penyakit onkologi?
b. Bagaimana etiologi, patofisiologi dan gambaran klinis penyakit onkologi
(kanker prostat, kanker ovarium dan lymphomas?
c. Bagaimana diagnosis penyakit onkologi ?
d. Bagaimana farmakoterapi penyakit onkologi?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui apa itu penyakit onkologi
b. Untuk mengetahui etiologi, patofisiologi dan gambaran klinis penyakit
onkologi
c. Untuk mengetahui diagnosis penyakit onkologi
d. Untuk mengetahui farmakoterapi penyakit onkologi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kanker Prostat
1. Definisi

Kanker prostat adalah keganasan yang terjadi di dalam kelenjar prostat. Beberapa
dokter mempercayai bahwa kanker prostat dimulai dengan perubahan sangat
kecil dalam ukuran dan bentuk sel-sel kelenjar prostat. Perubahan ini dikenal
sebagai PIN (prostatic intraepithelial neoplasia). Hampir setengah dari semua
orang yang memiliki PIN setelah berusia di atas 50 tahun. Orang yang mengalami
PIN mengalami perubahan tampilan sel-sel kelenjar prostat pada mikroskop.
Perubahan ini dapat berupa tingkat rendah (hampir normal) atau bermutu tinggi
(abnormal).

2. Diagnosis
Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Kecurigaan akan
meningkat dengan adanya gejala lain seperti: nyeri tulang, fraktur patologis
ataupun penekanan sumsum tulang. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan PSA usia
50 tahun, sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga dianjurkan untuk
pemeriksaan PSA lebih awal yaitu 40 tahun.

3. Etiologi
Etiologi kanker prostat tidak diketahui secara pasti, namun beberapa faktor resiko
yang diduga sebagai penyebab timbulnya kanker prostat adalah sebagai berikut:
a. Predisposisi genetik
Kemungkinan untuk menderita kanker prostat menjadi dua kali jika saudara
laki-lakinya menderita penyakit ini. Kemungkinannya naik menjadi lima kali
jika ayah dan saudaranya juga menderita. Kesemuanya itu menunjukkan
adanya faktor genetika yang melandasi terjadinya kanker prostat.
b. Pengaruh hormonal

3
Faktor hormonal Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan oleh
sel Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa
dihidrotestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5 - a reduktase.
Beberapa teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya
peningkatan kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan
secara ilmiah. Beberapa penelitian menemukan terjadinya penurunan kadar
testosteron pada penderita kanker prostat. Selain itu, juga ditemukan
peningkatan kadar DHT pada penderita prostat, tanpa diikuti dengan
meningkatnya kadar testosteron.
c. Diet
Diet yang banyak mengandung lemak, susu yang berasal dari binatang,
daging merah dan hati diduga dapat meningkatkan kejadian kanker prostat.
Dan ini mungkin bahan bakar bagi pertumbuhan sel kanker.
d. Pengaruh lingkungan
Penderita prostat tertinggi ditemukan pada pria dengan ras Afrika – Amerika.
Pria kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih besar untuk menderita kanker
prostat dibandingkan dengan pria kulit putih.

4. Diagnosis
a) Anamnesis
Dari anamnesis kita dapat menggali keluhan utama pasien biasanya pasien
dengan kanker prostat memiliki keluhan dibagian urogenital seperti gangguan
miksi atau rasa tidak enak saat akan kencing, pasien juga mengeluhkan turunnya
berat badan. Perlu juga digali riwayat-riwayat faktor resiko terjadinya kanker itu
sendiri.
b) Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah pemeriksaan colok dubur, ini
dilakukan untuk membedakan antara BPH dengan kanker prostat, biasanya yang
diperiksa pada colok dubur (Digital Rectal Examination) adalah : konsistensi
prostat itu sendiri, kesimetrisannya, ada atau tidaknya nodul dan kemudian ada
atau tidaknya darah; pada kanker biasanya konsistensinya agak sedikit keras,
tidak simetris dan kadang-kadang terdapat darah. Penemuan prostat abnormal
pada DRE berupa nodul atau indurasi hanya 15 – 25 % kasus yang mengarah ke
kanker prostat.

4
c) Pemeriksaan kadar Prostat Spesifik Antigen
Prostat Spesifik Antigen (PSA) adalah enzim proteolitik yang dihasilkan oleh epitel
prostat dan dikeluarkan bersamaan dengan cairan semen dalam jumlah yang banyak.
Prostat Spesifik Antigen memiliki nilai normal ≤ 4ng/ml. Pemeriksaan PSA sangat
baik digunakan bersamaan dengan pemeriksaan DRE dan TRUSS dengan biopsy.
Peningkatan kadar PSA bisa terjadi pada keadaan Benign Prostate Hyperplasya
(BPH), infeksi saluran kemih dan kanker prostat sehingga dilakukan penyempurnaan
dalam interpretasi nilai PSA yaitu PSA velocity atau perubahan laju nilai PSA,
densitas PSA dan nilai rata – rata PSA, yang nilainya bergantung kepada umur
penderita.
d) Biopsi prostat
Pemeriksaan biopsi prostat menggunakan panduan transrectal ultrasound
scanning (TRUSS) sebagai sebuah biopsi standar. Pemeriksaan biopsi prostat
dilakukan apabila ditemukan peningkatan kadar PSA serum pasien atau ada kelainan
pada saat pemeriksaan DRE atau kombinasi keduanya yaitu ditemukannya
peningkatan kadar PSA serum dan kelainan pada DRE. Neoplasia Interaepitel
Prostat (PIN) yang diduga merupakan prekusor kanker prostat.
Pada biopsi jaringan sampel diambil dan diperiksa dengan bantuan
mikroskop untuk mengetahui ada tidaknya perubahan dari kanker. Hanya biopsi
yang dapat menentukan kanker prostat dengan pasti. Sejumlah dokter biasanya
mengambil sejumlah jaringan sample untuk dibiopsi. Namun perlu diketahui
meskipun hasil biopsi negatif namun kanker kemungkinan tetap ada. Hal ini
mungkin dikarenakan pada saat biopsy sample yang diambil bukanlah jaringan yang
mengalami kanker. Pada kanker prostat yang mempunyai pembungkus tumornya
memiliki grade dan stage tersendiri. Grade dan stage tersebut membantu dalam
menentukan jenis terapi yang akan dilakukan.

5. Terapi Kanker Prostat


Hingga saat ini pengobatan yang tepat untuk penderita kanker prostat masih
diperdebatkan. Secara umum, pilihan pengobatan penderita kanker prostat
tergantung pada stadium kankernya.
1. Kanker prostat stadium awal biasanya dilakukan prostatektomi (pengangkatan
prostat) dan terapi penyinaran.

5
2. Kanker yang telah menyebar biasanya dilakukan terapi hormon, pengangkatan
testis, atau kemoterapi.

Berikut ini beberapa pengobatan yang biasa dilakukan untuk penderita kanker
prostat:
a. Pembedahan Untuk Kanker Prostat
Salah satu jenis pembedahan yang biasa dilakukan adalah prostatektomi radikal.
Prostatektomi radikal adalah operasi yang dilakukan untuk mengobati kanker
prostat. Cara ini paling sering digunakan untuk kanker yang belum menyebar ke
luar kelenjar prostat. Dalam operasi ini, ahli bedah melakukan pengangkatan
seluruh kelenjar prostat disertai beberapa jaringan di sekitarnya, termasuk
vesikula seminalis.
b. Radioterapi pada Kanker Prostat
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker
prostat. Radioterapi dalam tatalaksana kanker prostat dapat diberikan sebagai
terapi kuratif definitif, kuratif ajuvan, salvage dan paliatif.
1) Radiografi

Radiografi polos panggul tidak dapat digunakan untuk menunjukkan penyakit


lokal di prostat, dan mereka umumnya hanya diperlukan dalam evaluasi penyakit
metastasis. Kebanyakan metastase tulang dari kanker prostat (sekitar 85%)
adalah osteoblastik dan terlihat sebagai daerah aktivitas tracer yang abnormal
pada scan tulang radionuklida. Dalam kasus yang meragukan, pencitraan yang
ditargetkan dengan radiografi tulang dapat membantu membedakan daerah
metastasis dari penyakit degeneratif. Gambar di bawah ini menggambarkan
metastase kanker prostat pada radiografi.

6
Gambar 2.3 Radiografi panggul menunjukkan luas, osteoblastik, metastasis sklerotik dari
kanker prostat.

Sebuah rontgen dada dapat digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan


kanker prostat yang diketahui untuk menilai gejala pada dada, penurunan berat
badan, nyeri tulang lokal, atau gejala dasar.

2) Transrectal Ultrasound (TRUS)


Merupakan pemeriksaan ultrasonografi (USG) dengan menggunakan alat
probe berbentul silinder panjang yang dimasukkan lewat anus. Teknologi
ultrasonografi yang berkembang sampai saat ini seperti TRUS biplane dan
3D sangat membantu meningkatkan akurasi diagnosis kanker prostat
.Transrectal Ultrasound (TRUS) memberikan gambaran hipoekoik pada
kira-kira 60% kanker prostat. Ultrasnografi juga dapat dipakai untuk
menentukan penyebaran ke vesika seminalis dan kelenjar limf yang dekat
penuntun penunjuk jarum.

Gambar 2.4 Pemindaian aksial ultrasonografi transrektal menunjukkan


daerah hypoechoic luas (panah) di zona perifer yang tepat. Biopsi
mengungkapkan adenokarsinoma prostat.

7
Gambar 2.5 Pemindaian ultrasonografi transrektal aksial menunjukkan area hypoechoic
di kiri zona perifer dan area hypoechoic kecil di zona perifer kanan (panah). Biopsi
mengungkapkan sebuah adenokarsinoma (Gleason grade 6).

3) CT Scan
Pada pasien kanker prostat, CT Scan memiliki sedikit kelebihan dalam
menunjukkan patologi intraprostatik dan dalam penentuan stadium lokal.
Bagaimanapun, CT membantu dalam mendeteksi penyakit metastasis,
seperti keterlibatan kelenjar getah bening atau metastasis tulang.sehingga
klinisi bisa menetukan terapi yang tepat bagi pasien. Namun perlu diingat
juga bahwa pencitraan ini cukup memakan biaya dan sensitivitasnya juga
terbatas hanya sekitar 30 – 40% .

Gambar 2.6 Computed tomography (CT) scan aksial pada level


ginjal menunjukkan limfadenopati para-aorta yang meluas (panah),
yang disebabkan oleh kanker prostat.

a. Radiasi
Ditujukan untuk pasien tua atau pasien dengan tumor loko-invasif dan tumor
yang telah mengadakan metastase . Pemberian radiasi eksterna biasanya
didahului dengan limfadenektomi. Diseksi kelenjar limfe saat ini dapat dikerjakan
melalui bedah lparaskopik disamping operasi terbuka.
b. Terapi hormonal

1. Pemberian terapi hormonal berdasarkan atas konsep dari hugin yaitu “sel
epitel prostatakan mengalami atropi jika sumber androgen ditiadakan”
2. Sumber androgen ditiadakan dengan cara pembedahan atau dengan
medikametosa. Menghilangkan sumber androgen yang hanya berasal dari

8
testis menurut Labrie belum cukup. Karena masih ada sumber andeogen
dari kelenjar suprarenal yaitu sebesar ±10% dari seluruh testosterone
yang beredar di dalam tubuh. Untuk itu Labrie menganjurkan
untukmelakukan blockade androgen total.
c. Kemoterapi
Kemoterapi seringkali digunakan untuk mengatasi gejala kanker prostat yang
kebal terhadap pengobatan hormonal. Biasanya diberikan obat tunggal atau
kombinasi beberapa obat untuk menghancurkan sel-selkanker. Obat-obatan yang
bisa digunakan untuk mengobati kanker prostat adalah: Mitoxantron, Prednisone,
Paclitaxel, Dosetaxel, Estramustin, Adriamycin. Efek sampingnya bervariasi dan
tergantung kepada obat yang diberikan.

9
B. Kanker Ovarium
1. Definisi
Kanker ovarium adalah kanker primer yang berasal dari ovarium. Kanker
ovarium merupakan penyebab kematian tertinggi pada kanker alat genitalia
perempuan. Kanker ovarium tipe epitelial merupakan keganasan ovarium yang
paling banyak ditemukan dan biasanya asimtomatis sampai terjadi metastase
sehingga kebanyakan pasien yang datang sudah memasuki stadium lanjut
(Cannistra, 2004; Andrijono, 2009).
2. Klasifikasi Kanker Ovarium

Tumor ovarium diklasifikasikan berdasarkan World Health Organization


(WHO) dan International Federation of Gynecolgy and Obstetric (FIGO).
Berdasarkan kriteria WHO, tumor ovarium dibedakan menjadi 3 kategori utama
berdasarkan struktur anatomi dari mana mereka berasal yaitu: 1) surface
epitelialstromal tumors (65%), 2) germ cell tumors(15%), 3) sex cord-stromal
tumors (10%). Masing-masing kategori dibagi kembali menjadi beberapa subtipe.
Disebut mixed tumors apabila terdapat kombinasi dua atau lebih subtipe
(Pearson, 2009).

a. Karakteristik tumor serous pada pemeriksaan digambarkan dengan lesi kistik


dimana epitelium papiler terkandung di dalam beberapa kista berdinding
fibrous (intrakistik), atau diproyeksikan dari permukaan ovarium. Tumor
jinak secara tipikal ditunjukkan dengan dinding kista halus berkilau tanpa
penebalan epitel atau dengan proyeksi papiler kecil. Tumor borderline
berisikan peningkatan jumlah proyeksi papiler. Proporsi penting pada tumor
serous borderline dan tumor serous ganas melibatkan (atau berasal dari)
permukaan ovarium. Pada pemeriksaan histologi, kista dilapisi oleh epitel
kolumnar yang mempunyai banyak silia pada tumor jinak. Papilae
mikroskopik mungkin ditemukan. Tumor serous borderline menunjukkan
peningkatan kompleksitas papilae stroma, stratisikasi epitelium dan nukleus
atipikal ringan, tetapi pertumbuhan infiltrative destruktif ke stroma tidak
ditemukan. Proliferasi epitel dapat mengikuti pola papiler yang disebut
“micropapillary carcinoma” dan merupakan prekursor low grade serous
carcinoma. Banyaknya massa solid atau massa tumor papiler, bentuk massa

10
yang irregular dan fiksasi atau nodularitas kapsul merupakan indicator
kemungkinan keganasan. Hal ini merupakan karakteristik high-grade serous
carcinoma, secara mikroskopik menunjukkan pola pertumbuhan lebih
kompleks dan infiltrasi stroma. Sel tumor pada high-grade carcinoma
menggambarkan nuclear atypia, pleomorfisme, gambaran mitotik atipikal dan
multinukleasi. Kalsifikasi konsentrik (psammoma bodies) merupakan
karakteristik tumor jinak namun tidak spesifik untuk neoplasia (Kumar, dkk.,
2010; Berek dan Hacker, 2010).
b. Tumor musinus memiliki karakteristik yaitu jarang melibatkan bagian
permukaan dan jarang bilateral. Tumor musinus menghasilkan massa kistik
besar, multilokular berisi cairan lengket, gelatin yang kaya glikoprotein. Pada
pemeriksaan histologi, tumor musinus jinak dilapisi oleh sel epitelial
kolumnar dengan musin apikal dan tidak ada silia, sama dengan epitelia usus
atau servikal jinak. Kistadenokarsinoma mengandung daerah pertumbuhan
padat dan sel epitelial atipia mencolok dan stratifikasi, hilangnya arsitektur
kelenjar dan nekrosis (Kumar, dkk., 2010; Berek dan Hacker, 2010; Maharaj,
A.G., 2012).
c. Tumor endometrioid jinak (endometrioid adenofibromas) dan tumor
endometrioid borderline ditemukan kurang lebih 20% dari kanker ovarium.
Tumor endometrioid dibedakan dari tumor serous dan musinus dari adanya
kelenjar tubuler yang sangat mirip dengan endometrium jinak atau ganas.
Karsinoma endometrioid menunjukkan gambaran kombinasi antara bagian
kistik dan solid yang mirip dengan kistadenokarsinoma. Sebanyak 40%
melibatkan kedua ovarium dan biasanya bilateral (Kumar, dkk., 2010; Berek
dan Hacker, 2010).
d. Tumor clear cell jinak dan borderline sangat jarang ditemukan begitu juga
dengan tipe karsinoma. Gambarannya berupa sel epitelial besar dengan
banyak sitoplasma jernih mirip dengan endometrium gestasional
hipersekretorik. Karena beberapa tumor ini terjadi sehubungan dengan
endometriosis atau karsinoma endometrioid ovarium dan menyerupai clear
cell carcinoma endometrium, mereka dikatakan berasal dari Mullerian dan
varian adenokarsinoma endometrioid. Tumor clear cell ovarium dapat berupa
massa solid atau kistik. Pada neoplasma solid, clear cells tersusun dalam

11
lembaran atau tubulus. Pada jenis kistik, sel neoplastik tersusun berbaris
(Kumar, dkk., 2010; Berek dan Hacker, 2010).
3. Etiologi
Etiologi kanker ovarium masih belum jelas, beberapa hipotesis yang mungkin
saat ini menjelaskan terjadinya kanker ovarium antara lain: hipotesis trauma
ovulasi dan hipotesis gonadotropin. Saat ovulasi, terjadi kerusakan epitel
permukaan ovarium pada waktu pecahnya folikel dan kemudian diikuti oleh
perbaikan sel/DNA. Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin banyak
pembelahan sel yang diikuti proses perbaikan meningkatkan peluang untuk
terjadinya mutasi spontan yang menyebabkan karsinogenesis. Hipotesis
gonadotropin didasarkan pada pembentukan kista inklusi yang kemudian
berkembang karena stimulasi estrogen akibat tingginya gonadotropin.
Overstimulasi sel epitel permukaan ovarium oleh gonadotropin, follicle
stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH) menyebabkan
peningkatan pembelahan sel dan mutasi yang menyebabkan karsinogenesis.
Beberapa hipotesis lain yang menjelaskan terjadinya kanker ovarium adalah
hipotesis stimulasi hormonal, hipotesis inflamasi, dan interaksi gen-lingkungan
(Berek dan Novak’s, 2007; Gardner, dkk., 2009).
Reaksi inflamasi akan menghasilkan oksidan yang toksik, menyebabkan
kerusakan DNA, protein dan lipid. Kerusakan DNA menyebabkan mutasi DNA.
Mekanisme perbaikan DNA tubuh akan melakukan perbaikan DNA yang rusak,
dengan demikian inflamasi kronik akan menimbulkan efek yang lama,
menyebabkan kematian sel sehingga tubuh mengkompensasinya dengan
melakukan pembelahan pertama sel. Pembelahan yang dipacu atau diakselerasi
akan memudahkan kesalahan pembentukan DNA, memudahkan terjadinya mutasi
dan terjadi mutagenesis. Sitokin yang dilepaskan pada reaksi inflamasi juga
berperan dalam regulasi cylooxygenase (COX-2) yang berfungsi dalam sintesis
prostaglandin. Dimana fungsi prostaglandin itu antara lain: penurunan
diferensiasi sel, menghambat apoptosis, meningkatkan proliferasi sel dan
merangsang pembentukan angiogenesis melalui growth factor dan matrix
metalloprotease. Inflamasi kronik berhubungan dengan faktor imunitas selular
dan humoral dimana masing-masing menghasilkan sitokin T-helper 1 (Th-1) dan
immune suppressive cytokine (Moore, dkk., 2008; Andrijono, 2009).

12
13
C. Limfoma

1. Definisi Limfoma

Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga
muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat
sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada
dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin
(LNH)

2. Etiologi

Penyebab penyakit Hodgkin masih belum dapat dipastikan. Namun ada beberapa
faktor yang mungkin berkaitan dengan penyakit ini. Berikut ini adalah hal-hal yang
memiliki kaitan dengan penyakit Hodgkin. Adanya kemungkinan penyakit ini
disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr. Sebab beberapa dari penderita Hodgkin
diketahui telah terinfeksi virus ini. Sementara itu pada penggunaaan obat, terutama
obat imunosupresan untuk kasus transplantasi menunjukkan adanya peningkatan
kecenderungan terhadap limfoma Hodgkin (Rotter, 2011).

Selain faktor penurunan dan riwayat konsumsi obat, beberapa pendapat menyatakan
adanya hubungan antara Limfoma Hodgkin dengan genetik. Pendapat lain
mengatakan paparan terhadap karsinogen, khususnya di tempat kerja, dapat
meningkatkan risiko limfoma Hodgkin. Polutan lingkungan lainnya seperti pestisida,
herbisida dan berbagai virus juga memiliki peran dalam peningkatan insidensi
limfoma hodgkin (Rotter, 2011).

3. Gejala Klinis

Limfoma Hodgkin secara khas ditemukan dengan pembesaran limfonodi yang tidak
terasa nyeri (Mitchell et al, 2009). Limfadenopati ini biasanya memiliki konsistensi

14
rubbery dan tidak nyeri, terkadang ada pasien yang mengalami gejala B (demam dan
penurunan berat badan), hepatosplenomegali dan neuropati. Serta bisa juga terdapat
tanda-tanda obstruksi seperti edema ekstrimitas, sindrom vena cava maupun
kompresi medulla spinalis (Sumantri, 2007). Penentuan stadium secara anatomic
memiliki makna yang penting secara klinis. Pasien yang usianya lebih muda dengan
tipe histologic yang lebih baik cenderung ditemukan dengan stadium klinis I atau II
tanpa manifestasi sistematis. Sedangkan pasien dengan penyakit yang sudah tersebar
luas dan tipe selularitas campuran atau deplesi limfosit lebih banyak masuk ke
stadium III dan IV serta memilkiki gejala B (Mitchell et al, 2009).

4. Diagnosis Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)

Diagnosa NHL mengacu pada lebih dari 24 jenis kanker pada sistem getah bening.
Untuk menemukan pengobatan yang tepat atau pun memprediksi hasilnya, para
dokter pertama-tama harus menemukan sel getah bening mana yang diserang
limfoma. Langkah pertama adalah dengan mengambil sampel jaringan (biopsi) yang
terkena limfoma untuk dianalisa. Sel itu kemudian diberi pewarna khusus dan diamati
melalui mikroskop untuk membandingkan ukuran dan bentuk sel serta penampakan
nukleus dan sitoplasmanya. Sel itu digolong-golongkan dalam beberapa tingkatan
yaitu: tingkat rendah untuk penyebaran yang lambat, tingkat sedang untuk
penyebaran yang agak cepat dan tingkat tinggi untuk penyebaran yang sangat cepat.
Diagnosa dikuatkan dengan CT-scan (computerized tomography scan) dan gambar
MRI (magnetic resonance imaging).
NHL bisa menyerang berbagai organ tubuh. Seseorang dengan HIV berkemungkinan
lebih besar mengalami limfoma pada lebih dari satu organ tubuh. Ronsen dada akan
memperlihatkan apakah paru-paru juga terkena. Biopsi sumsum tulang berguna untuk
mengetahui apakah limfoma itu menjalar ke sumsum tulang, tempat produksi sel
darah merah dan sel darah putih caranya ialah dengan mengambil sedikit sumsum
tulang, yang kemudian diamati dengan mikroskop untuk melihat ada-tidaknya
ketidaknormalan sel. Yang terakhir, gambaran beberapa ronsen khusus dapat berguna
untuk melihat struktur kelenjar getah bening yang membengkak dan memeriksa
suplai darah dan getah bening pada kelenjar tersebut. Proses ini disebut
lymphangiography, memerlukan cairan berwarna biru yang dapat terlihat dengan
sinar X. cairan itu disuntikkan pada pembuluh darah di antara jari kaki dan kemudian

15
dengan menggunakan sinar X akan terlihat gambaran kelenjar getah bening ketika
cairan itu melewatinya.

5. Terapi Limfoma Non-Hodgkin (LNH/NHL)

Kemoterapi ialah pengobatan dengan menggunakan obat-obatan. Kemoterapi


terutama diberikan untuk limfoma jenis derajat keganasan sedang-tinggi dan pada
stadium lanjut.
1) Radiasi.
Radiasi dosis tingi bertujuan untuk membunuh sel kanker dan mengecilkan
ukuran tumor. Terapi radiasi umumnya diberikan untuk limfoma derajat rendah
dengan stadium awal. Namun kadang-kadang dikombinasikan dengan kemoterapi
pada limfoma dengan derajat keganasan sedang atau untuk terapi tempat tertentu,
seperti di otak.
Digunakan dua jenis terapi radiasi bagi penderita limfoma:
Radiasi eksternal: Sebuah mesin besar akan mengarahkan sinar ke bagian
tubuh di mana sel-sel limfoma terkumpul. Terapi ini bersifat lokal karena
hanya mempengaruhi sel-sel di area yang diobati saja. Sebagian besar
penderita pergi ke rumah sakit atau klinik untuk dirawat 5 hari dalam
seminggu, selama beberapa minggu.
Radiasi sistemik: Beberapa penderita limfoma akan mendapat suntikan
bahan radioaktif yang akan mengalir ke seluruh tubuh. Bahan radioaktif itu
akan terikat pada antibodi yang menargetkan dan menghancurkan sel-sel
limfoma
2) Transplantasi sel induk
Terutama jika akan diberikan kemoterapi dosis tinggi, yaitu pada kasus
kambuh. Terapi ini umumnya digunakan untuk limfoma derajat sedang-tinggi yang
kambuh setelah terapi awal pernah berhasil. Orang dengan limfoma yang kambuh
dapat memperoleh transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk yang
membentuk darah memungkinkan orang mendapatkan kemoterapi dosis tinggi,
terapi radiasi, atau keduanya. Kemoterapi dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-
sel limfoma sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk yang sehat melalui tabung fleksibel yang
dipasang di pembuluh darah balik besar di area dada atau leher. Sel-sel darah yang

16
baru akan tumbuh dari sel-sel induk hasil transplantasi ini. Tranplantasi sel induk
dilakukan di rumah sakit. Sel-sel induk ini bisa didapatkan dari pasien sendiri
3) Observasi
Jika limfoma bersifat lambat dalam pertumbuhan, maka dokter mungkin
akan memutuskan untuk observasi saja. Limfoma yang tumbuh lambat dengan
gejala yang ringan mungkin tidak memerlukan terapi selama satu tahun atau lebih.
4) Terapi biologi.
Satu-satunya terapi biologi yang diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat saat ini adalah rituximab. Rituximab
merupakan suatu antibody monoclonal yang membantu system imun mengenali
dan menghancurkan sel kanker. Umumnya diberikan secara kombinasi dengan
kemoterapi atau dalam radioimunoterapi.
5) Radioimunoterapi.
Merupakan terapi terkini untuk limfoma non-Hodgkin. Obat yang telah
mendapat pengakuan dari FDA untuk radioimunoterapi adalah ibritumomab dan
tositumomab. Terapi ini menggunakan antibody monoclonal bersamaan dengan
isotop radioaktif. Antibodi tersebut akan menempel pada sel kanker dan radiasi
akan mengahancurkan sel
6) Kemoterapi
Kemoterapi menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Terapi ini disebut terapi sistemik karena obat akan mengalir di sepanjang aliran
darah. Obat dapat mencapai sel-sel kanker di hampir seluruh bagian tubuh.
Kemoterapi dapat malalui mulut, melalui pembuluh darah balik, atau di
ruang antara sumsum tulang belakang. Pengobatan biasanya berupa rawat jalan,
baik di rumah sakit/klinik atau di rumah. Beberapa pasien harus menginap di
rumah sakit selama pengobatan untuk mendapatkan pengamatan yang seksama.
Jika pasien menderita limfoma di lambung akibat infeksi Helikobaktor,
dokter dapat mengobati limfoma ini dengan antibiotika. Setelah infeksi sudah
disembuhkan, kanker mulai dapat diobati.

17
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Kanker prostat adalah keganasan yang terjadi di dalam kelenjar prostat. Beberapa
dokter mempercayai bahwa kanker prostat dimulai dengan perubahan sangat
kecil dalam ukuran dan bentuk sel-sel kelenjar prostat. Kanker prostat merupakan
penyebab kematian akibat kanker no 3 pada pria dan merupakan penyebab utama
kematin akibat kanker pada pria diatas 74 tahun.Kanker prostat jarang ditemukan
pada pria berusia kurang dari 40 tahun
 Etiologi kanker prostat tidak diketahui secara pasti, namun beberapa faktor
resiko yang diduga sebagai penyebab timbulnya kanker prostat seperti
genetik, hormonal, diet dan lingkungan\
 Limfoma merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel
limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit. Ada dua jenis limfoma maligna
yaitu Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH)

 Nasib obat dalam tubuh yang diberikan pada pasien limfoma melalui intravena
ini tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of action”
cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %

 Limfoma sangat sensitif terhadap kemoterapi, dan lisis tumor besar kemungkinan
terjadi pada awal kemoterapi. Hal ini dapat menghasilkan sejumlah besar asam
urat yang tidak larut,yang mampu mempercepat dalam ginjal, menyebabkan
kerusakan ginjal.

B. Saran
Perlu informasi dan sosialisasi bagi para usia lanjut untuk mengkonsumsi kalsium
dalam jumlah aman dan tanda atau gejalah kanker prostat agar para usia lanjut
bisa mengobati lebih cepat. Untuk menghindarkan diri dari Kanker Prostat
lakukan pemeriksaan PSA setiap tahun mulai usia 45 tahun, bila terdapat riwayat
kanker prostat pada keluarga.
 Waspada bila terjadi peningkatan kadar diatas 25%, segera konsultasikan
hasil test pada Dokter

18
 Deteksi mulai saat dini memberikan keberhasilan terapi yang lebih besar

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Obat Tradisional dan Fitofarmaka. Diakses tanggal 6 Maret 2010.
Cheeke, P.R. (2001). Actual and potential applications of Yucca schidigera and Quillaja
saponaria saponins in human and animal nutrition. Recent Advances in
Animal Nutrition in Australia 13:115–126.
Chen, J. 2007. Gibberellic acid affects growth and flowering of Philodendron ‘Black
Cardinal’. Plant Growth Regulator 41(1): 1-6
Hendra, R., Ahmad, S., Sukari, A., Shukor, M.E. and Oskoueian, E. (2011). Flavonoid
analyses and antimicrobial activity of various parts of Phaleria macrocarpa
(Scheff.) boerl fruit. International Journal of Molecular Sciences 12(6): 3422–
3431.
Kopjar, M., Orsolic, M. and Pilizota, V. (2014). Anthocyanins, phenols, and antioxidant
activity of sour cherry puree extracts and their stability during storage.
International Journal of Food Properties 17(6): 1393–1405.
Kumar, S. and Pandey, A.K. (2013). Review Article Chemistry and Biological Activities
of Flavonoids: An Overview. The Scientific World Journal: 1–16.

Kara, Murat, Murat Ozkan dan Serpir Dizbay Sak, Primary Pulmonary Non-Hodgkin’s
Lymphoma. Jurnal of Ankara Medical School Vo. 24, No.4, 2002.
Mansjoer A, Triyanti, Savitri R, et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta:Media Aesculapius FKUI, 1999.
Martins, N., Petropoulos, S. and Ferreira, I.C.F.R. (2016). Chemical composition and
bioactive compounds of garlic (Allium sativum L.) as affected by pre- and post-
harvest conditions. A Review. Food Chemistry(211):41–50.
Negi, J.S., Negi, P.S., Pant, G.J., Rawat, M.S.M. and Negi, S.K. (2013). Naturally
occurring saponins: Chemistry and biology. Review. Journal of Poisonous and
Medicinal Plant Research 1(1): 001–006.
Norhendy, Fery , dkk. 2013. Farmakognosi vol. 1. Jakarta : EGC.

Park YM., et al, 2007, Non-Hodgkin’s Lyphoma of The Sphenoid Sinus Presenting As
Isolated Oculomotor Nerve Palsy. World Journal of Surgical Oncology.

20
Patte C. 1997 , Non Hodgkin’s Lymphoma. Dalam Pinkerton CR and Plowman PN
penyunting. Paediatric Oncology. Edisi ke-2. London; Chapman & Hall Medical;:
278-295
Price SA, Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta.
Pasaribu, T., Sinurat, A.P., Wina, E., Purwadaria, T., Haryati, T. dan Susana, I.W.R.
(2018). Efektifitas campuran bahan bioaktif beberapa tanaman dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. Jurnal
Ilmu Ternak dan Veteriner 23(3): 112–122.
Pringgoutomo, Sudarto . 2002. Buku Ajar Patologi I. Jakarta : Sagung Seto

21

Anda mungkin juga menyukai