Anda di halaman 1dari 4

APAKAH ROH KUDUS HANYA BISA DIMILIKI OLEH ORANG KATOLIK? BERIKUT BEBERAPA PRINSIPNYA!

1. Pembaptisan yang sah memberikan Roh Kudus  Pembaptisan merupakan pintu masuk menuju kehidupan
dalam Roh dan menuju Sakramen-sakramen yang lain. Oleh Pembaptisan kita dibebaskan dari dosa dan
dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam
Gereja dan ikut serta dalam perutusannya.
2. Pembaptisan yang sah diberikan oleh Gereja Katolik, dan dapat pula oleh gereja-gereja non Katolik, sepanjang
ketentuan dipenuhi  Baptisan ini dapat diberikan oleh Gereja Katolik atau gereja non-Katolik, asalkan itu
dilakukan sesuai dengan maksud Gereja, dan dengan materia dan forma yang sah, yaitu dengan air dan
dengan rumusan Baptisan:. “… di dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus”.
KGK 1256    Biasanya pelayan Pembaptisan adalah Uskup dan imam dan, dalam Gereja Latin, juga diaken.
Dalam keadaan darurat setiap orang, malahan juga seorang yang belum dibaptis, dapat menerimakan
Pembaptisan, asal saja ia mempunyai niat yang diperlukan: Ia harus bersedia melakukan, apa yang dilakukan
Gereja, waktu Pembaptisan, dan memakai rumusan Pembaptisan yang trinitaris.
3. Terdapat 3 jenis/cara Baptisan disampaikan  1) Baptisan air, yaitu Pembaptisan yang umum dilakukan; 2)
Baptisan darah, yang terjadi pada para martir yang membela iman; 3) Baptisan rindu, yang terjadi pada para
katekumen dan mereka yang dengan tulus mencari Allah namun yang bukan karena kesalahannya sendiri,
tidak sampai mengenal Kristus dan Gereja-Nya.
4. Walaupun Allah mengikatkan rahmat keselamatan pada sakramen, namun Allah tidak terikat pada sakramen-
sakramen. Artinya, Allah tetap dapat berkarya di luar batas-batas sakramen- sakramen-Nya.
5. Kuasa menguduskan diberikan Kristus kepada para Rasul. Dengan memberikan Roh Kudus-Nya kepada para
Rasul, Yesus memberikan kuasa kepada para Rasul untuk menguduskan. Kuasa yang sama diberikan kepada
para penerus Rasul melalui jalur apostolik.
6. Rahmat adalah karunia Roh Kudus yang menguduskan, namun keadaan rahmat itu dapat hilang karena dosa
berat (mortal sin).  Dalam keadaan berdosa berat, manusia ‘kehilangan’ Roh Kudus, bukan karena Roh
Kudus meninggalkannya, tetapi karena manusia itu sendiri meninggalkan Roh Kudus [Dalam keadaan ini, jika
ia wafat dalam keadaan tidak bertobat, ia akan kehilangan rahmat keselamatan yang diperolehnya melalui
Baptisan]. Keadaan rahmat diperoleh kembali melalui sakramen Pengakuan Dosa
7. Hubungan dengan saudara-saudari Kristen non-Katolik  KGK 1271    Pembaptisan membentuk dasar
persekutuan semua orang Kristen, juga dengan mereka yang belum sepenuhnya berada dalam persekutuan
dengan Gereja Katolik. “Sebab mereka itu, yang beriman akan Kristus dan dibaptis dengan sah, berada
dalam suatu persekutuan dengan Gereja Katolik, sungguhpun tidak secara sempurna. Sungguhpun begitu,
karena mereka dalam baptis dibenarkan berdasarkan iman, mereka disatu-ragakan dalam Kristus. Oleh karena
itu mereka memang dengan tepat menyandang nama Kristen, dan tepat pula oleh putera-puteri Gereja
Katolik diakui selaku saudara-saudari dalam Tuhan”. “Baptis merupakan ikatan sakramental kesatuan antara
semua orang yang dilahirkan kembali karenanya”.

KARYA DAN KARUNIA ROH KUDUS


Pewahyuan karunia-karunia Roh Kudus berakar pada nubuat nabi Yesaya mengenai kedatangan Mesias: “Suatu
tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah. Roh TUHAN akan
ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN;
ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN.” (Yes 11:1-3).
Sementara nubuat Yesaya ditujukan secara khusus bagi Mesias, Tradisi Gereja menyatakan bahwa karunia-
karunia ini diberikan juga kepada semua orang beriman melalui Sakramen Baptis dan teristimewa Sakramen
Krisma (Katekismus Gereja Katolik no. 1303). St Paulus mengajarkan, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari
semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya…” (Rm
8:29), menyatakan bahwa melalui rahmat sakramen-sakramen, orang mengenakan identitas Kristus dan beroleh
bagian dalam karunia-karunia tersebut yang sesuai dengan peran-Nya sebagai Mesias (setidak-tidaknya yang
dapat diberikan kepada kita).
Dalam pelayanan Sakramen Krisma, bapa uskup berdoa, sambil mengulurkan tangannya atas kelompok
penerima Penguatan, “Allah yang Mahakuasa, Bapa Tuhan kami Yesus Kristus, Engkau telah melahirkan kembali
para hamba-Mu ini dari air dan Roh Kudus, dan membebaskan mereka dari dosa. Sudilah kiranya mencurahkan
Roh Kudus penghibur kepada mereka. Semoga mereka Kauanugerahkan roh kebijaksanaan dan pengertian, roh
penasihat dan kekuatan, roh pengetahuan dan ibadat; dan semoga mereka Kaupenuhi dengan roh takwa
kepada-Mu. Demi Kristus, Pengantara kami. Amin.” Kemudian bapa uskup meneguhkan masing-masing calon,
membuat tanda salib dengan minyak krisma suci di dahi calon sambil mengatakan, “Semoga dimeterai oleh
karunia Allah, Roh Kudus.”
Atas dasar ini, menurut Tradisi Gereja ketujuh karunia Roh Kudus adalah: kebijaksanaan, pengertian, nasihat,
keperkasaan, pengenalan, kesalehan dan rasa takut kepada Allah. (Catatan, teks kitab Nabi Yesaya dalam bahasa
Ibrani mencatat hanya enam karunia dengan karunia takut akan Tuhan disebutkan dua kali, terjemahan
Septuaginta bahasa Yunani dan Vulgata bahasa Latin mencatat tujuh karunia, dengan menambahkan “kesalehan”
dan menghilangkan pengulangan “takut akan Allah. Lagipula, dalam Perjanjian Lama, tujuh merupakan angka
sempurna, kelimpahan dan perjanjian).
Pertama-tama, istilah “karunia” perlu dijelaskan. Dengan sangat tepat mereka disebut “karunia Roh Kudus”
karena Roh Kudus yang mengaruniakannya. Sebab itu, mereka merupakan karunia-karunia rohani yang bekerja
dengan cara rohani. Karunia-karunia ini bukanlah karunia yang diberikan pada saat orang berseru dalam saat-
saat genting; tetapi karunia ini diberikan kepada orang selama ia tetap berada dalam keadaan rahmat. Dengan
demikian, karunia-karunia ini membantu orang untuk mencapai kekudusan dan menghantarnya pada
kesempurnaan kebajikan, baik kebajikan ilahi (iman, harapan dan kasih) maupun kebajikan pokok (kebijaksanaan,
keadilan, keberanian dan penguasaan diri).
1. KARUNIA TAKUT AKAN ALLAH memampukan orang “untuk menghindari dosa dan menghindari cinta /
kelekatan pada barang-barang duniawi lebih dari rasa cinta dan hormat kepada Tuhan.” Teristimewa, karunia
ini membangkitkan rasa hormat dan cinta yang mendalam kepada Allah segala kuasa yang Mahatinggi. Di
sini, orang menyadari “keterbatasannya sebagai ciptaan” dan ketergantungannya kepada Tuhan, serta tidak
akan pernah mau dipisahkan dari Tuhan yang penuh belas kasihan. Karunia takut akan Allah ini
membangkitkan dalam jiwa semangat sembah sujud dan takwa kepada Allah yang Mahakuasa serta rasa
ngeri serta sesal atas dosa.
Karunia ini kadangkala disalahtafsirkan karena kata 'takut'. Takut yang dimaksudkan di sini bukanlah rasa
takut seorang budak, di mana orang melayani Tuhan hanya karena ia takut akan penghukuman, baik
hukuman yang sifatnya sementara di dunia ini ataupun hukuman abadi di neraka. Hubungan sejati dengan
Tuhan didasarkan atas kasih, bukan takut. Sebab itu, “takut akan Allah” ini lebih merupakan takut anak
kepada bapa atau takut karena hormat yang menggerakkan orang untuk melakukan kehendak Tuhan dan
menghindari dosa karena kasih kepada Tuhan, yang sepenuhnya baik dan patut mendapatkan kasih kita
seutuhnya. Demikian juga halnya, seorang anak hendaknya tidak dimotivasi untuk taat pada bimbingan moral
orangtuanya ataupun perintah orangtuanya hanya karena takut akan hukuman, melainkan karena kasih dan
hormat kepada mereka. Orang haruslah lebih takut menyakiti orang yang dikasihinya dan merusak
kepercayaan orang yang dikasihinya itu, daripada takut akan hukuman. (Namun demikian, orang haruslah
memiliki rasa takut yang sehat pada hukuman karena dosa, meskipun hal ini bukan menjadi faktor yang
memotivasi orang untuk mengasihi Tuhan.)
Karunia takut akan Allah menghantar orang pada kesempurnaan terutama kebajikan akan pengharapan:
manusia menghormati Tuhan sebagai Tuhan, percaya pada kehendak-Nya dan mempercayakan hidupnya
dalam tangan-Nya. Di samping itu, ia rindu untuk bersatu dengan Tuhan selamanya di surga. Karunia ini juga
merupakan landasan bagi karunia-karunia yang lain. Seperti ditegaskan dalam Kitab Suci, “Berbahagialah
orang yang takut akan TUHAN, yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.” (Mzm 112:1) dan “Awal
kebijaksanaan ialah ketakutan akan Tuhan.” (Sir 1:14).
Karunia ini juga menyempurnakan kebajikan akan penguasaan diri, yang rindu untuk mempergunakan segala
sesuatu dengan bijaksana, dan sepantasnya, serta tidak berlebihan, khususnya yang mendatangkan
kesenangan-kesenangan duniawi. Dengan akal sehat dalam terang iman, penguasaan diri mengendalikan
hasrat. Penguasaan diri berhubungan dengan karunia takut akan Allah karena kesadaran dan rasa hormat
orang akan kekudusan Tuhan mendorongnya sebagai ciptaan untuk memuliakan Tuhan dengan menguasai diri
dalam segala tindakan dan keinginan. Sebagai contoh, kemurnian merupakan suatu kebajikan akan
penguasaan diri yang menghormati kebaikan seksualitas diri sendiri, kekudusan perkawinan, dan kekudusan
cinta kasih dalam perkawinan; orang yang digerakkan oleh karunia takut akan Allah berjuang untuk hidup
murni karena Tuhan adalah pencipta dari segala kebajikan itu dan dengan hidup demikian ia mendatangkan
kemuliaan serta puji-pujian bagi-Nya.
2. Dengan karunia takut akan Allah, orang dihantar pada KARUNIA KESALEHAN: “guna menghaturkan sembah
sujud kepada Tuhan terutama sebagai Bapa kita dan berhubungan dengan semua orang sebagai anak-anak
dari Bapa yang sama.” Di sini, orang menyatakan rasa hormat pada Tuhan sebagai Bapa yang penuh belas
kasihan, serta menghormati sesama sebagai anak-anak Tuhan terutama karena memang begitu mereka
adanya. Dengan demikian, karunia kesalehan menyempurnakan kebajikan akan keadilan, memampukan
orang untuk memenuhi segala kewajibannya kepada Tuhan dan sesama; ia tidak hanya dimotivasi oleh
keadilan yang harus ditegakkan, tetapi juga oleh hubungan cinta kasih yang dialaminya bersama sesama.
Sebagai contoh, kita mentaati sepuluh perintah Allah bukan hanya karena perintah-perintah itu sendiri,
melainkan karena kasih kita kepada Bapa Surgawi dan kasih kita kepada saudara serta saudari dalam Tuhan.
3. KARUNIA PENGENALAN adalah karunia yang memampukan orang “untuk menilai dengan benar dalam hal
kebenaran iman sesuai dengan dasar dan prinsip-prinsip dari kebenaran yang telah dinyatakan.” Di bawah
bimbingan Roh Kudus, akal budi manusia membuat penilaian yang benar atas barang-barang duniawi dan
hubungan antara benda-benda tersebut dengan kehidupan kekal dan kesempurnaan Kristiani. Dengan
demikian, karunia ini merupakan suatu pencerahan khusus, yang memampukan orang untuk menyadari
kesia-siaan barang duniawi bagi diri mereka sendiri sehingga barang-barang tersebut tidak menjadi
penghalang bagi persatuannya dengan Tuhan.
Pada saat yang sama, karunia pengenalan memampukan orang untuk melihat melalui karya ciptaan, Tuhan
yang menjadikan semuanya. Karenanya, daripada menganggap karya ciptaan sebagai penghalang persatuan
dengan Tuhan, jiwa memandangnya sebagai sarana persatuan dengan Tuhan. Dengan demikian, orang
melihat bagaimana memanfaatkan karya ciptaan dengan benar dan bahkan dengan cara yang kudus.
Lagipula, karunia ini menimbulkan dalam diri orang rasa iman, sensus fidei, artinya orang memiliki insting
ilahi tentang ya atau tidaknya sesuatu. Misalnya tentang suatu devosi, apakah sesuai dengan iman atau tidak,
meskipun ia tidak pernah mengenyam pendidikan teologi secara formal. Karunia ini menimbulkan beberapa
efek yang sungguh bermanfaat bagi pengudusan jiwa: introspeksi diri, memampukan orang melihat keadaan
jiwanya; lepas dari kelekatan terhadap hal-hal materi; dan rasa sesal atas penyalahgunaan barang-barang
materi atau apabila barang-barang tersebut telah menjadi penghalang hubungannya dengan Tuhan. St.
Thomas mengajarkan bahwa karunia pengenalan menghantar orang pada kesempurnaan kebajikan akan
iman, tetapi berhubungan juga dengan kesempurnaan kebajikan akan kebijaksanaan, keadilan dan
penguasaan diri.
4. Dengan KARUNIA KEPERKASAAN, orang dapat “mengatasi persoalan-persoalan atau menanggung derita dan
sengsara dengan kekuatan dan keperkasaan yang dianugerahkan Tuhan.” Sama seperti karunia-karunia yang
lain, karunia keperkasaan bekerja atas dorongan Roh Kudus, dan memberikan kekuatan kepada orang untuk
melawan yang jahat serta bertekun demi kehidupan kekal. Karunia ini menghantar keutamaan keperkasaan
pada kesempurnaan, mengisinya dengan energi, ketekunan dan ketangkasan.
Lagipula, karunia ini mendatangkan kepercayaan akan keberhasilan dalam kebajikan. Sebagai contoh, St.
Maximilianus Kolbe tidak hanya memiliki keperkasaan yang mengagumkan dalam bersegera menawarkan
nyawanya sebagai ganti nyawa orang lain dan menanggung kematian yang mengerikan, tetapi juga
kepercayaan bahwa ia akan berhasil mengatasi kekuasaan si jahat dan memperoleh kehidupan kekal.
Terakhir, karunia keperkasaan memampukan orang untuk mengamalkan kebajikan-kebajikan lain dengan
gagah berani, untuk menderita dengan tabah dan penuh sukacita, untuk mengatasi segala suam-suam kuku
dalam melayani Tuhan.
5. KARUNIA NASIHAT adalah karunia “untuk membangkitkan ketaatan dan pasrah diri orang pada nasihat
Tuhan dalam segala tindakannya demi mencapai kekudusan dan keselamatan.” Terutama, karunia nasihat
memampukan orang untuk menilai tindakan pribadi sebagai baik dan harus dilakukan, atau sebagai jahat
dan harus dihindari. Nasihat dibuat sesuai pandangan pribadi akan kekudusan dan tujuan akhir rohaninya.
Oleh karenanya, karunia ini mendorong orang untuk bertanya kepada dirinya sendiri, “Apakah tindakan ini
menghantar pada kekudusan? Apakah tindakan ini menghantar ke neraka?”
Jelaslah, karunia nasihat berhubungan dengan kebajikan akan kebijaksanaan; namun demikian, jika kebajikan
akan kebijaksanaan bekerja sesuai dengan akal budi dalam terang iman, karunia nasihat bekerja di bawah
bimbingan Roh Kudus. Sebagai konsekuensinya, nasihat yang diberikan mungkin tidak akan dapat dijelaskan
dengan akal sehat. Sebagai contoh, teladan St. Maximilianus Kolbe, suatu tindakan pengorbanan diri yang
sedemikian itu bagi orang lain merupakan tindakan yang benar dilakukan, tetapi tidak sesuai dengan jalan
pikiran akal sehat yang normal yang menggerakkan orang untuk mempertahankan diri dan bukannya
mengorbankan diri.
Juga, karunia nasihat membantu orang menghadapi situasi genting. Sebagai contoh, melalui karunia nasihat,
Roh Kudus membantu orang yang sedang menghadapi dilema akan perlunya menjaga rahasia dengan
kewajiban mengatakan kebenaran. Karunia nasihat membantu kebajikan akan kebijaksanaan, dan
mengarahkannya pada kesempurnaan. Karunia ini juga mendatangkan banyak manfaat: memelihara suara
hati yang baik, menyediakan solusi dalam menghadapi situasi-situasi sulit dan tak terduga, serta membantu
memberikan nasihat kepada orang-orang lain, terutama dalam hal kekudusan dan keselamatan pribadi.
6. KARUNIA PENGERTIAN adalah karunia “untuk memberikan pengertian dan pemahaman mendalam akan
kebenaran ilahi dalam iman, bukan sebagai pencerahan sementara, melainkan sebagai intuisi tetap.” Dengan
pencerahan akal budi terhadap kebenaran, Roh Kudus membantu orang untuk mengerti kebenaran iman
dengan mudah dan mendalam, serta memahami kedalaman kebenaran-kebenaran tersebut. Karunia
pengertian tidak hanya membantu dalam memahami kebenaran-kebenaran yang telah dinyatakan, tetapi juga
kebenaran-kebenaran alamiah sejauh mereka berhubungan dengan akhir hidup rohani.
Kualitas terpenting dari karunia ini adalah “memahami intuisi” - dalam beberapa hal menjangkau yang tak
nampak. Karunia ini, yang memberikan pemahaman akan kebenaran-kebenaran iman, bekerja dalam
beberapa cara: menyingkapkan makna tersembunyi dalam Kitab Suci; mengungkapkan makna simbol-simbol
dan bilangan (seperti St. Paulus memandang Kristus sebagai pemenuhan akan batu karang dalam kisah
Keluaran yang memancarkan air untuk melegakan dahaga bangsa Israel (1Kor 10:4); menunjukkan tangan
Tuhan yang berkarya dalam hidup manusia, bahkan dalam peristiwa-peristiwa yang paling misterius atau
penuh persoalan hidup (misalnya penderitaan); dan mengungkapkan kebenaran rohani yang tersembunyi di
balik peristiwa-peristiwa (misalnya pemahaman akan misteri kurban Kristus dalam ritual Misa). Karunia ini
menghantar kebajikan akan iman pada kesempurnaan. Karenanya, St. Thomas mengatakan, “Dalam hidup ini,
apabila mata rohani dimurnikan oleh karunia pengertian, orang dapat dengan suatu cara tertentu melihat
Tuhan”.
7. Yang terakhir dari ketujuh karunia adalah KARUNIA KEBIJAKSANAAN yaitu “untuk menilai dan mengatur
segala sesuatu sesuai dengan norma-norma ilahi dan dengan kewajaran yang memancar dari persatuan
kasihnya dengan Tuhan.” Roh Kudus membantu mengkontemplasikan perkara-perkara ilahi, memampukan
orang untuk bertumbuh dalam persatuan mesra dengan Tuhan. Dengan karunia kebijaksanaan, bahkan suatu
“jiwa yang tak berpendidikan” dapat memiliki pengetahuan ilahi yang sangat mendalam. Sebagai contoh,
St. Theresia dari Liseux tidak memiliki pendidikan formal dalam teologi, namun demikian ia memiliki
kebijaksanaan dalam mengenal jalan-jalan Tuhan; oleh karena alasan ini, ia digelari Pujangga Gereja.
Sementara karunia kebijaksanaan membantu mengkontemplasikan perkara-perkara ilahi, karunia ini juga
mendukung praktek kebijaksanaan praktis. Karunia kebijaksanaan menerapkan ilham-ilham Tuhan untuk
menilai baik perkara-perkara duniawi maupun ilahi. Karenanya, karunia ini mengarahkan tindakan-tindakan
manusia agar sesuai dengan yang ilahi.
Karunia kebijaksanaan mendatangkan banyak manfaat: dengan karunia ini orang akan melihat serta
mengevaluasi segala hal - baik sukacita ataupun dukacita, kegembiraan ataupun penderitaan, keberhasilan
ataupun kegagalan - dari sudut pandang Tuhan, serta menerima semuanya dengan ketabahan. Dengan
kebijaksanaan, segala hal, bahkan yang terburuk sekalipun, dipandang sebagai memiliki nilai rohani.
Misalnya, karunia kebijaksanaan memberikan penghargaan kepada kemartiran. Di sini, orang diangkat
melampaui kebijaksanaan dunia ini, dan tinggal dalam kasih Allah. Sebab itu, karunia kebijaksanaan
mendatangkan kesempurnaan cinta kasih.

APAKAH KARUNIA ROH BISA MENYESATKAN?


Discerment dalam Karunia Roh Kudus untuk menilai apakah karunia yang kita terima sungguh berasal dari Tuhan,
dan kemudian bagaimana kita menyikapi talenta/ karunia yang Tuhan berikan kepada kita. Memang prinsip
dasarnya adalah seperti yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita, “Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.” (Mat
12:33, Luk 6:44). Maka jika karunia tersebut dari Tuhan maka akan menghasilkan buah- buah yang baik, yang kita
kenal sebagai buah Roh Kudus, yaitu, “kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan,
kesetiaan, kelemahlembutan, dan pengendalian diri” (Gal 6:22).
1. Apakah buah yang dihasilkan adalah kesatuan (satu Roh) ataukah perpecahan?
2. Jika karunia itu dalam rupa penglihatan atau pengetahuan, apakah yang disampaikan sesuai dengan ajaran
Gereja Katolik?
3. Apakah ada prinsip kasih dan kemurahan hati, atau sebaliknya, mencari keuntungan diri sendiri?
4. Apakah karunia tersebut digunakan untuk membangun jemaat secara keseluruhan, atau untuk menonjolkan
diri sendiri?
5. Apakah karunia tersebut digunakan untuk memuliakan Tuhan atau memuliakan nama sendiri? Apakah orang
yang bersangkutan cukup sabar dan rendah hati?
6. Apakah manifestasi karunia tersebut dapat dikendalikan dalam kesopanan dan keteraturan, dan memberi
damai sejahtera? Apakah yang menerima karunia mau tunduk di bawah arahan pemimpin Gereja?

Anda mungkin juga menyukai