Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No.

2/Desember 2017 (168-175)

ANALISIS USAHA TAMBAK GARAM DI DESA PENGARENGAN


KECAMATAN PANGENAN KABUPATEN CIREBON

Jason Trikobery, Achmad Rizal, Nia Kurniawati, Zuzy Anna


Universitas Padjadjaran

Abstrak
Garam sebagai salah satu produk sumberdaya perikanan non hayati yang memiliki
prospek bisnis yang cukup bagus, karena garam merupakan kebutuhan yang sangat penting
bagi manusia seperti bahan pangan, bahan kimia, dan bahan pengawet. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kinerja finansial dan keragaan produksi tambak garam di
Desa Pengarengan. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus dengan teknik
wawancara dan kuesioner. Kedua skala kelompok usaha tambak garam terdiri dari lahan
pribadi dan lahan sewa menunjukkan menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Kinerja
finansial usaha garam lahan pribadi yakni pendapatan sebesar Rp. 35.210.000, GPM
(53%), R/C rasio (1,86), PP (9 bulan), dan NPV hingga 5 tahun mendatang sebesar Rp.
198.139.803. Sedangkan kinerja finansial usaha garam sewa lahan yakni pendapatan
sebesar Rp.32.355.000, GPM (53%), R/C rasio (1,74), PP (10 bulan), dan NPV hingga 5
tahun mendatang sebesar Rp. 195.075.632. Secara keseluruhan, benefit yang diterima
petambak termasuk baik karena dapat menutupi biaya operasional yang dikeluarkannya
dan memperoleh keuntungan.

Kata Kunci: Benefit, garam, keuntungan, kinerja finansial, layak

Abstract
Salt is one non-biological products fishery resources has a good business prospect,
Because because salt is a very important requirement in humans such as additive, chemical
material, and food preservative. This study aims to analyze the financial performance and
performance of salt pond production at Desa Pengarengan. This research was conducted by
case study method with interview technique and questionnaire. Two scale salt ponds
business group comprising of private land and land rents show a profitable and feasible.
Business financial performance of private land that is revenue of Rp. 35.210.000, GPM
(53%), R / C ratio (1.86), PP (9 months), and NPV for the next 5 years Rp. 198.139.803.
While, business financial performance of land rents that is revenue of Rp. 32.355.000,
GPM (53%), R/C rasio (1,74), PP (10 months), dan NPV for the next 5 years Rp.
195.075.632. Overall, the benefits received by the farmers are good because it can cover
the operating costs incurred and make a profit.

Keywords: Benefit, salt, profitable, feasible, financial performance

168
Jason Trikobery : Analisis Usaha Tambak Garam Di Desa Pengarengan...........

PENDAHULUAN Petambak tidak dapat bertahan


Potensi perairan laut Indonesia menjalankan usaha garam karena
menyimpan sumberdaya perikanan, baik dilingkupi dengan berbagai risiko,
sumberdaya perikanan hayati maupun bahkan ada yang meninggalkan usahanya
sumberdaya perikanan nonhayati. dan berpindah menekuni mata
Sumberdaya perikanan hayati berupa pencaharian lain.
organisme akuatik dan tumbuh-tumbuhan Menurut Komaryatin (2012),
yang hidup di air, sedangkan sumberdaya pelaku usaha garam skala kecil yang
perikanan nonhayati berupa tanah dan air. tinggal di perdesaan dihadapkan pada
Upaya pemanfaatan sumberdaya penguasaan teknologi yang rendah,
perikanan dengan melakukan kegiatan kepemilikan modal yang lemah,
bertambak di wilayah pesisir laut, seperti minimnya akses dan informasi terhadap
bertambak ikan, udang, dan garam. pasar, dan keterampilan manajemen
Pemanfaatan sumberdaya perikanan usaha yang terbatas.
nonhayati seperti air laut dapat bernilai Beberapa tantangan dihadapi
ekonomis jika diolah menjadi garam. Air petambak garam mulai dari harga garam,
laut yang bersifat tidak terbatas iklim dan cuaca, serta garam impor.
(renewable resource) membuat usaha Kendala yang dihadapi dari segi hilir atau
garam layak untuk digeluti. aspek pemasaran garam adalah harga
Pada umumnya usaha garam di yang murah. Harga jual garam menen-
Indonesia diperoleh dari penguapan air tukan keuntungan yang diterima pelaku
laut dengan memanfaatkan tenaga sinar usaha. Jika harga garam murah maka
matahari (solar evaporation) yang dipe- kelayakan usaha garam dipertanyakan
ngaruhi oleh iklim tropis (Sudarto 2011). apakah menguntungkan atau tidak bagi
Hal tersebut dapat menjadi lapangan pelaku usaha. Kegiatan tambak garam
pekerjaan bagi masyarakat pesisir. tradisional masih bergantung pada musim
Purbani. 2003 menyatakan bahwa kemarau. Perubahan musim hujan yang
kebutuhan garam nasional dari tahun ke tidak menentu membuat petambak
tahun makin meningkat seiring dengan kesulitan memprediksi waktu yang tepat
pertambahan penduduk dan perkem- untuk melakukan kegiatan penggaraman.
bangan industri di Indonesia. Kebutuhan Sementara itu garam lokal dari produksi
garam nasional tahun 2014 mencapai petambak tradisional hanya diserap ma-
3,61 juta ton, terdiri dari garam konsumsi syarakat untuk garam konsumsi saja. Hal
sebesar 1,48 juta ton dan garam industry ini membuat pemerintah menginzinkan
2,13 juta ton (KKP 2015). Permintaan impor garam untuk memenuhi kebutuhan
tersebut mencerminkan bahwa garam garam industri.
memiliki fungsi sendiri yang tidak dapat Pengetahuan analisis usaha mem-
digantikan oleh bahan lainnya. berikan informasi mengenai kaitan antar
Produksi garam tertinggi tahun struktur biaya yang dikeluarkan dan
2015 terdapat di Kabupaten Cirebon yaitu kinerja finansial dalam mengetahui
438 ribu ton dengan luas tambak garam keuntungan dan kelayakan usaha tambak
mencapai 3.858 ha sekaligus merupakan garam. Selain itu, analisis usaha tambak
daerah dengan tambak garam terluas garam menguraikan kegiatan produksi
(KKP 2015). Desa Pengarengan merupa- garam di Desa Pengarengan agar rang-
kan salah satu produsen garam di Keca- kaian kegiatan tersebut mudah dipahami.
matan Pangenan dengan 20 KUGAR dan
total produksi sebesar 5.247 ton (DKP METODE PENELITIAN
Cirebon,2014).Kehidupan petambak Penelitian dilaksanakan di Desa
garam tidak terlepas dari kemiskinan atau Pengarengan, Kecamatan Pangenan,
perekonomian menengah ke bawah. Kabupaten Cirebon. Pengumpulan data

169
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2/Desember 2017 (168-175)

dimulai 1 Februari 2017 hingga 1 Maret Analisis Data


2017. Metode penelitian yang digunakan Keragaan produksi merupakan
adalah studi kasus (case study). Menurut suatu rangkaian kegiatan dari pra-
Bogdan dan Biklen (1982), studi kasus produksi, produksi hingga pascaproduksi
merupakan pengujian secara rinci yang diuraikan secara rinci agar mudah
terhadap satu latar atau satu orang subjek dipahami. Faktor-faktor yang mendukung
atau satu tempat penyimpanan dokumen dan menghambat proses pembuatan
atau satu peristiwa tertentu. garam tersebut mempengaruhi kualitas
Data yang dikumpulkan data dan kuantitas garam. Data hasil observasi
primer dan data sekunder. Data primer kegiatan usaha tambak garam dianalisis
merupakan data yang diperoleh secara secara deskriptif pendekatan kualitatif.
langsung dari pelaku usaha dan pihak Analisis finansial digunakan
terkait baik melalui pengisian kuisioner untuk menghitung kelayakan usaha dan
maupun wawancara. Sedangkan data kelayakan investasi usaha tambak garam
sekunder merupakan data yang diperoleh di Desa Pengarengan sehingga diketahui
melalui studi litelatur dari artikel, jurnal, kinerja finansial dari usaha tersebut.
buku dan data pendukung lainnya. Kriteria finansial yang dianalisis dalam
Desa Pengarengan merupakan penelitian, yaitu : pendapatan, rasio pro-
sentra produsen garam terbesar di fitabilitas (Gross Profit Margin), revenue
Kecamatan Pangenan. Petambak cost ratio (R/C rasio), payback periods
tergabung kedalam kelompok usaha (PP), dan net present value (NPV). Data
garam skala kecil dan kelompok usaha hasil perhitungan keuntungan dan kela-
garam skala usaha besar. Satuan yakan usaha tambak garam dianalisis
kasusnya adalah usaha tambak garam di secara deskriptif dengan pendekatan
Desa Pengarengan dengan pendekatan kuantitatif.
analisis finansial dan keragaan produksi
garam. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data jumlah produksi
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
garam dalam Program PUGAR
Desa Pengarengan merupakan
Kabupaten Cirebon bahwa terdapat 20
salah satu desa yang terdapat di
kelompok usaha garam (KUGAR) dan
Kecamatan Pangenan, Kabupaten
petambak 168 orang di Desa
Cirebon. Desa Pengarengan secara
Pengarengan (DKP Cirebon 2014).
geografis terletak di bagian timur wilayah
Pengambilan sampel dilakukan dengan
Kabupaten Cirebon. Secara Topografi
metode purposive sampling dengan
wilayah tersebut mempunyai ketinggian
responden terpilih sebanyak 15 orang.
±130m diatas permukaan laut dan terma-
Setiap kelompok usaha garam ditetapkan
suk dalam daerah daratan rendah karena
sebagai data homogen sehingga dipilih 12
terletah di sekitar Pantai Utara Jawa.
orang yang mewakili kelompok-
Kedalaman perairan berkisar antara ±20m
kelompok tersebut. Kelompok tersebut
dasar perairan lumpur dan lumpur berpa-
KUGAR skala kecil dan KUGAR besar.
sir. Luas wilayah keseluruhan desa yaitu
Data homogen merupakan keadaan yang
2,06km2 (Profil Desa Pengarengan 2016).
sama dari petambak garam yang
Perekonomian suatu daerah tidak
tergabung dalam kelompok tersebut.
terlepas dari letak geografis yang strate-
Selain itu ditetapkan responden tambahan
gis dan karakteristik sumber daya alam-
yaitu pedagang garam untuk melengkapi
nya.Perekonomian Desa Pengarengan
data-data terkait usaha tambak garam
didominasi oleh sektor perikanan karena
dipilih sebanyak 3 orang.
wilayah pesisir desa dimanfaatkan
.
masyarakat untuk bertambak garam dan

170
Jason Trikobery : Analisis Usaha Tambak Garam Di Desa Pengarengan...........

budidaya ikan air payau, serta wilayah adalah 5 bulan (Tabel 1). Namun
laut untuk aktivitas perikanan tangkap. fluktuasi musim yang terjadi saat ini
Sumberdaya alam tersebut dieksploitasi menjadi kendala dalam memperkirakan
agar menjadi lapangan pekerjaan waktu ideal untuk persiapan tambak dan
masyarakat lokal. operasionalnya. Hal ini disebabkan faktor
Mata pencaharian tambak garam cuaca seperti hujan dapat mempengaruhi
lebih mirip dengan usaha pertanian produksi garam karena tidak terjadi
karena pola produksi dan pendapatan penguapan akibat kurang intensitas panas
yang terima petambak pada waktu matahari pada proses kristalisasi air
tertentu saja. Menurut Sulistiyono dkk. garam.Faktor cuaca seperti hujan dapat
(2015) menyatakan Indonesia terdiri dari mempengaruhi produksi garam karena
dua musim yaitu kemarau dan penghujan tidak terjadi penguapan akibat kurang
yang berpengaruh terhadap operasional intensitas panas matahari pada proses
pertanian dan penangkapan. Usaha kristalisasi air garam. Hal ini
pertanian sangat produktif bila musim menyulitkan petambak memperkirakan
hujan, karena saat tersebut air diperlukan waktu ideal untuk persiapan tambak dan
petani untuk mengaliri tanaman. Petani operasionalnya. Menurut Adi dkk.
memperoleh pendapatan hanya waktu (2012), usaha penggaraman yang
tertentu saja, yaitu saat musim panen. dilakukan oleh petambak garam rakyat di
Indonesia umumnya masih menggunakan
Keragaan Produksi Usaha Tambak teknologi yang sederhana dan sangat
Garam bergantung kepada intensitas panas
Keragaan usaha tambak garam matahari, kelembaban dan kecepatan
merupakan rangkaian kegiatan produksi angin. Hujan merupakan faktor
dan faktor-faktor yang mempengaruhi penghambat produksi garam karena air
produksi garam. Keragaan usaha tambak hujan dapat membuat kristal garam
garam terbagi menjadi dua yaitu aspek kembali menjadi air garam pada proses
non finansial dan aspek finansial. Aspek kristalisasi.
non finansial menggambarkan fasilitas
produksi garam, kepemilikan lahan, Aspek Non Finansial
teknik produksi garam, dan kelembagaan Teknik produksi garam dapat
yang terdapat di Desa Pengarengan. dibedakan menjadi tiga bagian yaitu
Aspek finansial menganalisis kinerja persiapan lahan, memasukkan air laut ke
finansial berdasarkan struktur biaya dan meja garam, dan pemanenan. Ketiga
kriteria-kriteria keuntungan dan proses tersebut akan menentukan jenis
kelayakan investasi. tenaga kerja yang dibutuhkan. Pada
Berdasarkan hasil penelitian rata- persiapan lahan dan memasukkan air laut
rata waktu produksi setiap tahunnya ke meja garam merupakan pekerja
hanya 4 bulan dengan waktu pengolahan perorangan. Pada pemanenan garam
lahan yang dilakukan sebelumnya selama merupakan pekerja yang tergabung ke
1 bulan, sehingga total masa produksi dalam kelompok (Wijaya dkk. 2014).

171
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2/Desember 2017 (168-175)

Tabel 1 Tahapan produksi garam dalam satu siklus (selama satu tahun).
No. Bulan Perkiraan panen Perkiraan Keterangan
Tahapan Kegiatan
harga
1 Pengolahan Lahan Mei - Petak
2 Panen 1 Juni 300 kg/petak merupakan
Rp. 500/kg
3 Panen 2 Juli 500 kg/petak meja garam
4 Panen 3 Agustus 700kg/petak tempat
5 September 1 ton/petak Rp. 150/kg proses
Panen 4 kristalisasi
7 Pengangkutan Juni hingga - garam.
garam dari gudang September Ukuran 250
2
ke jalan raya m

Kepemilikan lahan merupakan Pengarengan berasal dari modal pribadi


modal (capital) yang harus dimiliki dan pinjaman. Petambak memperoleh
pelaku usaha untuk menjalankan pinjaman modal dari keluarga, tengkulak
usahanya. Lahan tambak garam termasuk (pedagang/pengumpul), dan beberapa
akses pengelolaan individu (private lembaga keuangan seperti koperasi,
property) yaitu seseorang memiliki hak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan bank
privasi dalam eksploitai wilayah tersebut. Hasil penelitian ditemukan faktor
Petambak dapat menjalankan usaha pendukung aspek non teknis dalam
garam terbagi menjadi dua status produksi garam yakni sumber modal
kepemilikan lahan yaitu status lahan untuk aktivitas produksi yang berasal dari
pribadi dan sewa lahan. Selain itu, dana pribadi dan pinjaman Pinjaman
pembangunan Desa Pengarengan dimasa modal dapat diperoleh dari keluarga,
yang akan datang secara perlahan tengkulak (pedagang/pengumpul), dan
menggusur kawasaan tambak garam beberapa lembaga keuangan seperti
seperti pembangunan pemukiman, PLTU, koperasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
dan lahan pertanian. dan bank. Menurut Wijaya dkk. (2014),
Kelompok Usaha Garam masyarakat petambak garam di
(KUGAR) merupakan kelembagaan yang Kabupaten Sumenep dan Kabupaten
menfasilitasi pelaku-pelaku usaha garam. Janeponto, terdapat semacam perilaku di
KUGAR memberikan aspek legalitas dalam masyarakat yang tidak ingin
kepada petambak yang tergabung dalam memiliki hutang untuk aktivitas usaha
keanggotaan sehingga mempermudah dan tambak garam. Akan tetapi pada
memperlancar kegiatan usaha pada saat beberapa kasus yang dialami oleh
menjalin jaringan kerjasama (networking) petambak garam, hutang biasanya
dengan pihak lain. Selain itu, pemerintah menjadi pilihan sumber modal apabila
khususnya instansi terkait dapat petambak garam membutuhkan biaya
bersinergi dengan KUGAR untuk operasional yang cukup besar dan adanya
memberikan pendampingan, bantuan kejadian yang tidak terduga.
permodalan, dan program pelatihan, serta Analisis usaha tambak garam di
studi banding. Upaya tersebut diharapkan Desa Pengarengan untuk menganalisis
dapat meningkatkan SDM bidang usaha tingkat keberhasilan yang telah dicapai
garam di Desa Pengarengan. dua skala KUGAR. Tingkat keberhasilan
KUGAR tersebut difokuskan pada
Aspek Finansial petambak-petambak yang menjalankan
Sumber modal untuk aktivitas usahanya berdasarkan status kepemilikan
usaha tambak garam di Desa lahan yakni usaha lahan pribadi dan

172
Jason Trikobery : Analisis Usaha Tambak Garam Di Desa Pengarengan...........

usaha sewa lahan. Berdasarkan hasil sebesar Rp. 13.366.588 per satu hektar
penelitian ditetapkan satuan luas tambak lahan garam.
antara 7.500 m2 – 8.500 m2. Hal ini
diharapkan dapat mempermudah dalam Gross Profit Margin (GPM)
interpretasi struktur biaya dan GPM sebesar 53% menunjukkan
manajemen finansial pada kedua usaha efektivitas manajemen yang sedang
garam di Desa Pengarengan. dalam pengendalian harga pokok
Analisis usaha ditinjau dari penjualan atau biaya produksi pada usaha
komponen biaya dan penerimaan. tambak garam tersebut. Berdasarkan
Komponen biaya yang dikeluarkan Rostika dan Rizal (2015), efektivitas
selama masa produksi terdiri dari biaya usaha sangat rendah jika 0% ≤ GPM ≤
investasi dan biaya operasional. Biaya 25%, efektivitas usaha rendah jika 26% ≤
investasi merupakan modal yang GPM ≤ 49, efektivitas usaha sedang jiika
dikeluarkan satu kali untuk memperoleh 50% ≤ GPM ≤ 74%, efektivitas usaha
beberapa kali manfaat sampai secara tinggi jika 75% ≤ GPM ≤ 99%. Artinya
ekonomis tidak menguntungkan lagi. biaya variabel sebesar Rp.35.655.000
Biaya operasional merupakan biaya tetap mempengaruhi biaya produksi garam
dan variabel yang dikeluarkan selama sehingga keuntungan yang diterima
satu siklus (satu tahun) usaha tersebut petambak termasuk tingkat efektif
dijalankan. Penerimaan merupakan hasil sedang. Jadi usaha tersebut layak untuk
penjualan garam selama satu tahun dijalankan.
(Amaliyah 2007). Biaya variabel mencerminkan
harga pokok penjualan karena biaya
Kriteria Keuntungan dan Kelayakaan tersebut sangat mempengaruhi besar
Investasi Keuntungan kecilnya biaya produksi garam. Menurut
Pendapatan yang diterima Kasmir (2012), harga pokok penjualan
usaha garam lahan pribadi sebesar menunjukkan biaya material, tenaga kerja
Rp.35.210.000 dan pendapatan yang (upah), dan pengeluaran lain yang terkait
diterima usaha garam sewa lahan sebesar langsung dengan produksi, sedangkan
Rp.32.355.000. Hal ini menunjukkan biaya distribusi, tenaga kerja yang tidak
kedua pendapatan tersebut bernilai positif terkait dengan proses produksi tidak
yang berarti usaha tambak garam dengan termasuk harga pokok produksi.
lahan pribadi maupun sewa lahan di Desa
Pengarengan menguntungkan. Jadi usaha Net Present Value (NPV)
tambak garam di Desa Pengarengan Hasil proyeksi arus kas usaha
layak. Menurut Amani dan Ihsannudin tambak garam hingga 5 tahun umur
(2016), analisis kelayakan usaha garam di teknis diperoleh NPV sebesar Rp.
Kabupaten Sampang, Madura pada tahun 198.139.803 dan Rp. 195.075.632.
2015 diketahui pendapatan petambak

Tabel 2. Kriteria kelayakan investasi NPV pada usaha garam


Usaha garam Lahan pribadi Sewa lahan
1 Rp. 19.743.316 Rp. 16.679.144
2 Rp. 40.347.165 Rp. 40.347.164
(Tahun Ke-) 3 Rp. 42.509.768 Rp. 42.509.767
4 Rp. 45.759.391 Rp. 45.759.390
5 Rp. 49.780.165 RP. 49.780.165
NPV Rp. 198.139.803 Rp. 195.075.632

173
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2/Desember 2017 (168-175)

Nilai positif menunjukkan dapat berproduksi di atas nilai break ever


keuntungan yang diterima investor pada point (BEP) tersebut untuk memperoleh
lima tahun yang akan datang dengan keuntungan maksimal dan jika ingin
menanam modal di usaha tambak garam usaha garam terus meningkat. Namun
Desa Pengarengan. Jadi secara finansial jika PP lebih dari satu tahun maka
usaha ini direkomedasikan untuk petambak akan dihadapkan dengan
dijalankan. permasalahan modal.
Berdasarkan Tabel 2, bahwa
kedua investasi usaha garam tersebut R/C rasio
layak karena perhitungan hasilnya Nilai R/C ratio usaha garam lahan
melebihi tingkat suku bunga yang pribadi (1,86) menjelaskan setiap pena-
dipakai. Suku bunga(discount rate) naman modal sebesar Rp 1 akan meng-
ditetapkan suku bunga Bank Indonesia hasilkan penerimaan sebesar Rp 1,86.
yang dirilis 21 Juli 2016 sebesar 6,50%. Pada nilai R/C rasio usaha gram sewa
Suku bunga tersebut menunjukkan biaya lahan (1,74) menjelaskan setiap pena-
korbanan (social opportunity cost of naman modal sebesar Rp 1 akan meng-
capital) yang digunakan sebagai faktor hasilkan penerimaan sebesar Rp 1,74.
diskon pada usaha tambak garam setiap Jadi usaha garam ini dikatakan layak
tahunnya. untuk diusahakan (R/C ratio > 1).
Menurut Marzuki dkk. (2014), Berdasarkan penelitian Marzuki dkk.
secara finansial pembuatan garam di (2014), nilai B/C rasio sebesar 1,48 me-
Kabupaten Aceh Besar dikatakan layak, nunjukkan usaha garam di Kabupaten
dengan nilai B/C ratio sebesar 1,48. NPV Aceh sudah memenuhi syarat dari kela-
sebesar Rp. 5.515.758 per tahun dan yakan suatu proyek untuk dijalankan
waktu pengembalian modal selama 2 secara continu sehingga dikatakan layak
tahun 11 bulan. Nilai IRR sebesar secara finansial.
37,60%. Artinya pembuatan garam
mampu menghasilkan opportunity cost SIMPULAN
yang lebih besar daripada cost of capital Usaha tambak garam di Desa
yang diinginkan sehingga layak untuk Pengarengan menunjukkan bahwa kinerja
dilaksanakan. finansial pada lahan pribadi dan sewa
lahan menguntungkan dilihat dari penda-
Payback Periods (PP) patan dan R/C rasio. Persentase GPM
PP usaha garam lahan pribadi (53%) menunjukkan efektivitas manaje-
yakni 0,76 tahun (9 bulan) dan PP usaha men yang sedang. Selain itu kriteria
garam sewa lahan yakni 0,83 tahun (10 kelayakan yaitu NPV (bernilai positif)
bulan). Hal ini menunjukkan biaya dan PP (kurang dari 1 tahun).
investasi yang dikeluarkan lebih kecil di-
bandingkan total pendapatan yang diteri- DAFTAR PUSTAKA
ma petambak dalam satu siklus produksi
Adi,T.R., A.Supangat, B.Sulistiyo,
(1tahun). Keuntungan tersebut berman-
B.Muljo,H. Amarullah, T.H. Prihadi,
faat bagi modal usaha tambak garam
Sudarto,E. Soentjahjo dan A.Rustam.
siklus berikutnya. Jadi secara finansial
2012. Buku Panduan Pengembangan
usaha ini layak untuk dijalankan.
Usaha Terpadu Garam Artemia.
Berdasarkan penelitian Nursulah
Pusat Penelitian dan Pengembangan
(2013), secara keseluruhan usaha garam
Sumberdaya Laut dan Pesisir, Badan
rakyat Kabupaten Pasuruan sudah layak
Penelitian dan Pengembangan
secara finansial ditinjau dari nilai PP
Sumberdaya Laut dan Pesisir.
usaha tersebut yakni rata-rata empat
Jakarta.
bulan, hal ini menunjukkan petambak
174
Jason Trikobery : Analisis Usaha Tambak Garam Di Desa Pengarengan...........

Amaliaya, Rifqa W. 2007. Analisis Marzuki, Indra, dan Sofyan. 2014.


Finansial Usaha Tambak Garam di Prospek Industri Garam Tradisional
Desa Pinggirpapas, Kecamatan Ditinjau Dari Aspek Teknis, Aspek
Kalianget, Kabupaten Sumenep, Finansial Dan Aspek Pasar Di
Provinsi Jawa Timur. [Skripsi]. Kabupaten Aceh Besar. Jurnal
Manjemen Bisnis dan Ekonomi Agrisep. Vol. 15 (2)
Perikanan-Kelautan. Institut Ningsih, R. S., A. K. Muddzakir, A.
Pertanian Bogor. Rosyid. 2013. Analisis Kelayakan
Finansial Usaha Perikanan Payang
Amani, Dafid dan Ihsannudin. 2016. Jabur (Boat Seine) di Pelabuhan
Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Perikanan Pantai Asemdoyong
Garam Rakyat. Jurnal Media Trend. Kabupaten Pemalang. Journal of
Vol. 11 (2): 166-174 Fisheries Resources Utilization
Management and Technology. Vol. 2
Bogdan, R.C dan Biklen, S.K.1982. (3): 223-232
Qualitative Research For Education Nursaulah, S. 2013. Evaluasi Kelayakan
:An Introduction to Theory and Usaha Garam Rakyat Berpola
Mehtods. Boston :Allyn and Bacon, Subsisten Dalam Rangka
Inc Pembangunan Ekonomi Di Kawasan
Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Pesisir (Studi Pada Kelompok Petani
Cirebon. 2014. Jumlah produksi Garam Pugar Kabupaten Pasuruan).
garam dalam Program PUGAR Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Kabupaten Cirebon Tahun 2014 Ekonomi dan Bisnis Universitas
Kantor Kuwu Pengarengan. 2016. Profil Brawijaya. Vol. 1 (1)
Desa Pengarengan. Cirebon Rostika, R., dan Achmad R. Determining
Kasmir. 2012. Analisis Laporan Core Business For Aquaculture In
Keuangan (Ed. 1, Cet. 5). Jakarta : Indramayu District West Java.
Rajawali Pers. Australian Journal Of Basic and
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Applied Sciences. Vol 9 (22) : 97-
2015. Produksi Tambak Garam 102
Rakyat Tahun 2011-2015. Jakarta Purbani D. 2003. Proses Pembentukan
Kristalisasi Garam I.
Komaryatin, N. 2012. Pengembangan http://www.geocities.com/trisaktigeo
Faktor Produksi Untuk logy84/Garam.pdf. {16 Desember
Meningkatkan Pendapatan Petani 2003
Garam. In Prosiding Seminar dan Sulistiyono, Dwi., Suwarto, dan Moh. G.
Konferensi Nasional Manajemen Rindarjono. 2015. Transformasi
Bisnis: Memberdayakan UMKM Mata Pencaharian dari Petani ke
dalam meningkatkan Kesejahteraan Nelayan di Pantai Depok Desa
Masyarakat Menghadapi Persaingan Parangtritis Kabupaten Bantu. Jurnal
Global, hal 193-200. Badan Penerbit GeoEco. Vol 1(2): hal 234-249
Universitas Muria Kudus. hal 292. Sudarto.2011. Teknologi Proses
Pengaraman di Indonesia. Jurnal
Kurniawan, Tikkyrino dan Achmad A. TRITON. Vol. 7 (1): hal 13-25.
2012. Dampak Perubahan Iklim Wijaya, R. A., R. Rahadian, dan Tenny
terhadap Petani Tambak Garam Dd A. 2014. Analisis Peran Kelemba-
Kabupaten Sampang dan Sumenep. gaan Penyedia Input Produksi dan
Jurnal Masyarakat & Budaya. Vol. Tenaga Kerja Dalam Usaha Tambak
14 (3) Garam. Jurnal Sosial Ekonomi
Kelautan Perikanan. Vol. 9 (1).
175

Anda mungkin juga menyukai