Anda di halaman 1dari 10

BAB II

DATA DAN PENGUKURANNYA

A. DATA DAN PENGUMPULANNYA


Data adalah keterangan mengenai sesuatu yang dibuat dalam bentuk angka-angka
(bilangan) atau dibuat dalam bukan angka-angka (bilangan). Data berbentuk bilangan
dinamakan data kuantitatif, sedangkan data bebentuk bukan bilangan dinamakan data kualitatif.
Umur, jumlah, tinggi, hasil tes dan lain sebagainya adalah keterangan – keterangan yang dapat
dinyakatan dengan bilangan, misalnya 41 tahun, 1960, 170 cm, 85, dan sebagainya,
semuanyaitu merupakan contoh-contoh data kuantitatif. Jika kita inting menerangkan sifat-sifat
seseorang, status perkawinan seseorang, jenis kelamin, dan lain sebagainya, semuanya itu
merupakan contoh-contoh data kuantitatif. Jika kita ingin menerangkan sifat-sifat seseorang,
status perkawinan seseorang, jenis kelamin, dan lain sebagainya, tidak dapt dinyatakan dengan
angka, tetapi harus dijelaskan dengan kata-kata/kalimat. Penjelasan yang dibuat dalam bentuk
kata-kata/kalimat dinamakan data kualitatif.
Ada beberapa cara untuk mengumpulkan data, yaitu :
1. Wawancara (interview)
2. Daftar-daftar pertanyaan (questionaries) juga dinamakan angket
3. Tes hasil bejalar, dan
4. Pencatatan dokumen atau buku/brosur/ majalah.

Biasanya sebuah perusahaan atau badan-badan lainnya, mengumpulkan sendiri data


mengenai usaha-usahanya dengan cara yang sama, atau bersama-sama, dengan pembukuan
perusahaan atau badan-badan itu sendiri. Data seperti ini diperlukannya untuk keperluannya
sendiri atau keperluan sendiri dinamakan data intern, sedangkan data dikumpulkan oleh orang
atau badan lain dinamakan data ekstern.
Ada kalanya data yang dikumpulkan oleh sebuah badan tertentu diumumkan atau
diterbitkan oleh badan itu sendiri dan ada juga data yang diumumkan oleh badan yang bukan
pengumpulnya. Data yang diumumkan sendiri oelh pengumpulnya dinamakan data primer, dan
data yang diumumkan oleh badan lain dinamakan data sekunder. Misalnya jika angka-angka
produksi, ekspor, penjualan, pemakaian di dalam negeri dari hasil-hasil perkebunan
dikumpulkan oleh Perusahaan Perkebunan Negara, data itu dinamakan data primer. Jika data
yang serupa diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik di jakarta di dalam beberapa terbitannya, data
yang dimilik dinamakan data sekunder.
Biro pusat statistik adalah badan yang paling banyak menerbitkan data statistik di
Indonesia. Data perkebunan tadi, misalnya dimuat didalam terbitan periodiknya yang berjudul :
luas tanaman, produksi dan persediaan tanaman-tanaman terpenting. Terbitan-terbitan lain dari
Biro Pusat Statistik, antara lain adalah : ekspor menurut jenis barang, impor menurut jenis
barang, perdangangan antar pulan, dan lain-lain. Tentu bukanlah Biro Pusat Statistik saja ang
menjadi penerbit data di negara kita. Diantara badan-badan lain setiap tahun ( di dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris, dimana sudah termasuk data primer dan sekunder.

B. PENGUKURAN DAN SKALA PENGUKURAN


Pengukuran adalah pengamatan/observasi yang dikuantisasikan atau dikategorikan
(Hopkins dan Glass, dalam Ardhana, 1987). Apabila hasil-hasil pengukuran ini berbeda diantara
masing-masing satuan pengukuran itu maka observasi semacam itu dinamakan variabel.
Variabel dapat didefenisikan sebagai ciri satuan pengamatan /observasi yang tidak
uniform sifatnya, sedangkan satuan-satuan observasi adalah satuna-satuan yang merupakan
suatu keseluruhan yang utuh. Atas dasar satuan-satuan inilah observasi dilakukan. Satuan-
satuan yang paling umum dipergunakan dalam ilmu pendidikan dan ilmu-ilmu prilaku lainnya
adalah orang, meskipun satuan-satuan lain seperti keluarga, kota, murid dalam kelas, dan
objek-objek lainnya yang digunakan dalam percobaan-percobaan. Contoh-contoh variabel yang
berkaitan dengan orang adalah : tinggi badan, kecerdasan, kecetapan membaca, status sosial
ekonomi, jenis kelamin, angka indeks prestasi kemauan belajar, mata pencaharian, status
perkawinan, agama, dan lain sebagainya.
Variabel yang sama dapat diukur dengan menggunakan berbagai macam cara.
Kecerdasan misalnya, dapat diukur dengan menggunakan salah satu dari beberapa macam tes
kecerdasan yang masing-masing bebreda ditinjau dari segi kualitas dan validitasnya. Akan
tetapi kecerdasan dapat juga diukur berdasarkan penilaian (disebut “rating”) guru atau malahan
berdasarkan penilaian diri sendiri. Pengukuran terhadap suatu variabel (secara kategorial atau
numerikal) barangkali dapat memiliki validitas (ketepatan/kesesuaian) yang tinggi atau rendah.
Interpretasi yang cermat dan tepat mengenai suatu variabel sangat peka terhadap tingkat
validitas dari pengukuran yang dikenakan kepada variabel tersebut. Misalnya pernyataan yang
mengatakan bahwa “nilai Matematika Dasar I Mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA UNIMED
medan Angkatan 2001 dan nilai Fisika Dasar I “berkolerasi 0,65 tidaklah sama informasi yang
dikandungnya dengan “nilai Kimia Dasar I berkorelasi 0,65 dengan nilai Fisika Dasar I”,
walaupun nilai korelasi tersebut secara kuantitas sama.
Kedua pernyataan tersebut di atas memberikan keterangan kepada kita pembaca tentang
bagaimana hasil belajar itu diukur serta meminta kewaspadaan dari pembaca, karena
pengukuran suatu variabel mungkin sepenuhnya benar atau keseluruhannya tidak benar, akan
tetapi biasanya bebeda di antara keduanya.
Ada empat tingkat-tingkat atau skala pengukuran mulai dari deskripsi yang paling kasar
sampai tingkat yang paling njilmet atau rumit. Tingkat-tingkat atau skala-skala yang
dimaksudkan adalah : (1) skala nominal, (2) skala ordila, (3) skala interval,(4) skala rasio.

1. Skala Nominal
Skala nominal adalah metode kualifikasi tingkat terendah. Suatu skala nominal
menunjukkan atau menggambarkan perbedaan antara berbagai hal, dengan cara
memberikan kategori-kategori seperti guru besar, lektor kepala, lektor muda, lektor
madya, asisten ahli madya, asisten ahli, asisten ahli madya, atau kategori jenis kelamin :
wanita dan pria.
Tabel 2.1.
Jumlah Mahasiswa Jurusan Fisika Angkatan Tahun 2001
Jenis
No.
Jurusan Kelamin Jumlah
Urut
Pria Wanita
1 Program Studi Non Kependidikan 40 38 78
2 Program Studi Kependidikan 60 68 128
3 Program Studi Kependidikan ekstensi 19 22 41

Tiap individu hanya dapat menjadi anggota dari salah satu kategori, dan semua kategori
ini memiliki karakteristik tertentu yang sama. Kategori-kategori seperti suku, kota, tingkat
pendidikan, atau agama, semuanya adalah contoh data nominal. Skala nominal tidak
diberi konotasi yang lain. Misalnya prita tidak lebih “berharga” daripada wanita

2. Skala Ordinal
Seringkali dikehendaki urutan bukan saja untuk menyatakan bahwa sesuatu itu
berbeda, tetapi juga untuk menyatakan perbedaan jumlah atau tingkatnya. Skala ordinal
bisa berupa urutan kedudukan klasifikasi yang dinyatakan dalam lebih besar daripada
atau lebih kecil daripada. Kriteria urutan dari yang paling tinggi ke paling rendah, atau dari
yang paling baik ke yang paling jelek, dinyatakan dalam bentuk posisi relatif atau urutan
kedudukan pada suatu kelompok : ke 1, ke 2, ke 4, ke 5,…..ke n. Ukuran ordinal memiliki
harga mutlak. Perbedaan (selisih) antara urutan-urutan yang berdekatan, mungkin tidak
sama.

TABEL 2.2
Urutan Tinggi Badan Dari Beberapa Orang Siswa

Nama Siswa Tinggi Selisih Jenjang


Badan (cm) (cm) (Rangking)
Ahmad Albar Simanjuntak 175 - 1
Nono Sebayang 170 5 2
Bagekin Br Tarigan 160 10 3
Megawati Br Simanjuntak 157 3 4
Lovelina 155 2 5

3. Skala Interval
Suatu skala yang didasarkan atas unit-unit pengukuran yang sama, yang
menunjukkan Besar atau kecilnya suatu karakteristik atau sifat tertentu disebut interval.
Perbedaan jarak karakteristik yang dimiliki oleh mahasiswa yang mencapai skor 70 dan
75, diasumsikan sama dengan perbedaan jarak karakteristik yang dimiliki oleh mahasiswa
yang mencapai skor 60 dengan 65.
Skala interval memberi keuntungan yang pasti, melebihi skala nominal dan skala
ordinal, karena skala interval menunjukkan besarnya sifat atau karakteristik yang
sebenarnya. Keterbatasan pokoknya ialah skala interval tidak memiliki harga nol mutlak.
Tes-tes psikologi adalah skala interval dan terkena keterbatasan. Skala interval mewakili
suatu pengukuran yang lebih halus dari skaka ordinal. Dengan menggunakan skala
interval, bilangan-bilangan dapat dipergunakan untuk menunjukkan besarnya perbedaan
di antara satuan-satuan observasi. Dalam pengertian fisikanya perbedaan antara 50 F
dan 60 F adalah sama dengan perbedaan antara 90 F dan 100 F. akan tetapi 100 F
tidak dapat dikatakan dua kali lebih panas dari 50 F. Pada pengukuran interval, titik nol
skala bersifat arbitrer dan sama sekali tidak menunjukkan tiadanya sifat-sifat yang diukur
secara mutlak. Suatu benda yang suhunya 0 F atau 0 C tidak berarti bahwa benda
tersebut tidak memiliki suhu, seperti halnya 0 Kg yang menunjukkan tidak adanya berat.
Setiap skala interval dapat diubah dengan mudah menjadi skala ordinal, akan tetapi skala
ordinal biasanya tidak dapat diubah ke dalam skala interval.
4. Skala Rasio
Skala rasio adalah skala interval dengan nol mutlak. Pada skala observasi-observasi
dapat dibandingkan secara berarti dengan menggunakan rasio-rasio. Berat Pak Bakri 64
Kg. Berat Anaknya, Yunus 32 Kg dengan demikian berat Pak Bakri dua kali berat Yunus.
Ukuran-ukuran yang menyatakan jarak, waktu dan uang dilukiskan dengan menggunakan
skala rasio. Dengan menggunakan skala rasio kita dapat membandingkan ukuran-ukuran
yang dimiliki oleh dua orang secara berarti, seperti biasanya umumnya, waktu yang
dipergunakannya dalam menyelesaikan tugas atau penghasilannya. Akan tetapi kita tidak
dapat melakukan pembandingan semacam itu terhadap ukuran-ukuran tentang sikap,
kemajuan belajar, kepribadian, kecerdasan atau kedudukan sosial ekonomi. Kebanyakan
pengukuran-pengukuran dalam ilmu sosial atau ilmu-ilmu tingkah laku tidak mencapai
tingkatan skala rasio.
Skala rasio memiliki interval yang sama dengan skala interval, tetapi masih memiliki
dua cara tambahan :
1. Skala rasio memiliki harga nol mutlak. Skala rasio memungkinkan penunjuk
tidak adanya suatu ciri atau sifat. Misalnya, titik nol pada skala sentimeter menunjukkan
tidak adanya panjang atau tinggi sama sekali
2. Angka-angka skala rasio memiliki kualitas bilangan riel yang dapat dijumlahkan,
dikurangi, dikalikan atau dibagi, dan dinyatakan dalam hubungan rasio. Lima gram adalah
setengah dari 10 gram. Lima belas gram adalah tiga kali lima gram. Salah satu
keuntungan yang dapat dinikmati oleh para praktisi ilmu-ilmu tingkah laku terpaksa hanya
mendeskripsi variabel dalam bentuk skala interval, suatu bentuk pengukuran yang
sebenarnya kurang seksama. Tingkat pengukuran suatu variabel membatasi seseorang di
dalam menggunakan metoda statistik tertentu. Begitu juga tingkat pengukuran yang
dicapai membatasi interpretasi yang bisa diberikan terhadap suatu informasi statistik.
Tabel 2.3 merupakan suatu ikhtisar dari defenisi-defenisi dan contoh-contoh skala
pengukuran yang telah dibicarakan di atas.

Tabel 2.3
Ikhtisar, ciri-ciri dan contoh-contoh skala pengukuran

Tingkat Ciri-ciri Contoh-contoh


Pengukuran
Ratio Angka-angka menunjukkan Jarak, waktu,
satuan-satuan yang sama dari nol berat, suhu
yang mempunyai nilai mutlak. mutlak Kelvin
Observasi-observasi dapat
dibandingkan sebagai ratio-ratio
atau persentase-persentase.
Interval Angka menunjukkan satuan- Tahun ( sesudah
satuan yang sama (interval). Masehi ),F, C
Interval antara observasi -
observasi dapat dibandingkan
Ordinal Angka menunjukkan observasi- Norma persentil,
observasi urutan peringkat (rank) kelas-kelas sosial
Nominal Angka menunjukkan kategori- Jenis kelamin,
kategori. Angka-angka tidak kebangsaan,
menunjukkan perbedaan besar. diagnosa klinis,
Angka berfungsi untuk jurusan - jurusan
membedakan kelompok. di Perguruan
Tinggi

Sumber : Ikhtisar ciri-ciri dan contoh-contoh tingkat pengukuran, berdasarkan Hopkins dan
Glass, 1978, hlm. 12, dalam Ardana, 1987:25
C. KECERMATAN DATA DAN BEBERAPA ATURAN MEMBULATKAN BILANGAN

a. Kecermatan Data
Kita telah membicarakan bahwa obyek utama statistik adalah data dalam bentuk angka-
angka. Melihat dari caranya diperoleh, data angka ini dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
(1) data yang diperoleh melalui proses mengukur, dan (2) data yang diperoleh melalui proses
membilang. Data jenis pertama biasanya diperoleh dari variabel yang bersifat kontinyu,
sedangkan yang disebutkan belakang diperoleh dari variabel yang diskontinyu atau deskrit.
Guilford menamakan jenis pertama data enumerasi dan jenis kedua data metrik (Guilford,
1956,hlm. 11). Kalau pengukuran dilakukan dalam satuannya yang utuh, data metrik selalu
berwujud angka yang merupakan hasil perkiraan dan karenanya tidak pernah cermat. Apa yang
biasanya dilaporkan sebagai 2 kg beras tidaklah pernah tepat 2 kg tanpa adanya suatu
kesalahan. Begitu juga tinggi seseorang yang dilaporkan 168 cm tidaklah pernah tepat tanpa
lebih atau kurang sedikitpun. Dengan perkataan lain semua angka-angka tersebut adalah
angka-angka perkiraan yang merupakan hasil dari pembulatan-pembulatan sampai pada
satuan-satuan pengukuran yang dianggap berarti. Sebaliknya data enumerasi selalu bersifat
pasti. Tiga orang anak yang saya miliki dan tiga puluh lima orang murid yang ada dalam kelas
saya adalah benar-benar tiga orang atau tiga puluh lima orang, kecuali kalau terjadi kesalahan
dalam menghitung.
Perbedaan antara data sebagai hasil mengukur dan membilang perlu dikemukakan di sini,
karena ada pengaruhnya pada saat kita melakukan perhitungan-perhitungan.

b. Membulatkan Bilangan
Maksud pembulatan bilangan adalah untuk mendapatkan angka-angka yang berarti, yaitu
angka yang cermat dalam hubungannya dengan satuan pengukuran yang dipergunakan. Untuk
mengukur berat badan dipergunakan kg sebagai satuan pengukuran, sedangkan berat emas
barangkali diukur sampai dengan mg. Jutaan dipergunakan sebagai satuan ukuran dalam
menghitung pendapatan dan belanja negara, sedangkan untuk anggaran pendapatan dan
belanja keluarga barangkali satuan tersebut adalah ratusan rupiah. Dengan perkataan lain uang
seratus rupiah masih merupakan jumlah yang berarti bagi suatu keluarga, akan tetapi sama
sekali tidak ada artinya bagi suatu negara. Dengan menggunakan prinsip ini, kalau berat badan
diukur dengan menggunakan kg sebagai unit pengukuran, berat badan 62,58 kg harus
dibulatkan menjadi 63 kg.
Beberapa aturan telah dibuat di dalam melakukan pembulatan. Salah satu cara yang telah
umum dikenal adalah membulatkan angka yang lebih besar dari setengah satuan pengukuran
ke atas dan membuang angka yang lebih kecil dari setengah satuan pengukuran. Misalnya :
56,7 dibulatkan menjadi 57, akan tetapi 48,3 dibulatkan menjadi 48. Prinsip yang sama berlaku
juga membulatkan angka-angka sampai satu angka di belakang koma. Misalnya, 148,26
dibulatkan menjadi 148,3 Bilamana angka harus dibulatkan menjadi 148 Bilamana angka yang
harus dibulatkan besarnya sama dengan setengah satuan, maka ditempuh aturan yang bersifat
arbitrerer. Kalau setengah satuan itu berada di belakang bilangan ganjil, pembulatan dilakukan
ke atas, sedangkan kalau berada di belakang bilangan genap pembulatan dilakukan ke bawah,
dalam arti angka tengahan itu dibuang. Contoh 148,35 dibulatkan menjadi 148,3 ; sedangkan
148,25 dibulatkan menjadi 148,2.

D. PENYAJIAN DATA
Data yang telah terkumpul perlu disusun atau disajikan dalam bentuk-bentuk yang
sederhana dan komunikatif. Secara garis besarnya penyajian data digolongakn atas 2 (dua)
jenis, yaitu : (1) tabel atau daftar dan (2) grafik atau diagram.
Penyajian data dengan tabel atau daftar meliputi diagram : (a) biasa, (b) distribusi
frekuensi, (c) distribusi frekuensi relatif, (d) distribusi frekuensi kumulatif, dan (e) distribusi
frekuensi relatif kumulatif. Sedangkan penyajian data dengan grafik atau diagram meliputi
diagram : (a) btang, (b) garis, (c) lambang (simbol), (d) lingkaran (pastel), (e) peta (kartogram)
dan (f) pencar (titik). Penyajian data dari perpaduan distribusi frekuensi (sumbu vertikal) dengan
penyajian data dengan diagram (sumbu horizontal) dinamakan penyajian data secara (a)
poligon, (c) histogram, atau (c) ogive (ozaiv).
Materi PENYAJIAN DATA harap dipelajari sendiri oleh Mahasiswa dari Daftar Pustaka Dikat ini !!!!
Yang dibahas hanya membuat distribusi frekuensi; tidak termasuk tabel distribusi frekuensi
relatif, tabel distribusi frekuensi kumulatif, dan tabel distribusi frekuensi kumulatif relatif.
E. DISTRIBUSI FREKUENSI
Untuk membuat sajian data secara distribusi frekuensi dapat dilakukan melalui langkah-
langkah berikut :
1. Tentukan besar rentang data, yaitu datum tertinggi dikurangi datum terendah
Rentang = data tertinggi – data terendah
2. Tentukan banyaknya kelas interval, dengan mengunakan aturan Sturges, yaitu : Banyak
kelas interval = 1 + 3,3 log n, di mana n adalah banyak data. Tanpa menggunakan aturan
Sturges, aturan lain yang umumnya digunakan adalah banyaknya kelas interval minimum
5 kelas dan maksimum 15 kelas
3. Tentukan ujung bawah kelas interval pertama; dapat diambil data yang terkecil

4. Tentukan nilai f dengan membuat tabel penolong sbb:

Nilai Tabulasi f
5. Pindahkan nilai f ke tabel distribusi frekuensi

CONTOH SOAL :
Hasil ujian statistik untuk 80 orang mahasiswa adalah sebagai berikut :
79 80 70 68 90 92 80 70 63 76
49 84 71 72 35 93 91 74 60 63
48 90 92 85 83 76 61 99 83 88
74 70 38 51 73 71 72 95 82 70
81 91 56 65 74 90 97 80 60 66
98 93 81 93 43 72 91 59 67 88
87 82 74 83 86 67 88 71 89 79
80 78 73 86 68 75 81 77 63 75

Buatlah tabel distribusi frekuensinya !

PENYELESAIAN :
1. Rentang = 99 – 36 = 64
2. Banyak kelas interval = 1 + 3,3 log 80 = 7,28, dapat dipilih 7 atau 8
3. Panjang kelas interval = 64/7 = 9,14, dapat diambil 9 atau 10
4. Ujung bawah kelas adalah 31
5. Dengan mengambil banyak kelas 7 dan panjang kelas interval 10, maka tabel
penolong adalah sebagai berikut :

Nilai Ujian Tabulasi Frekuensi


31 – 40 II 2
41 – 50 III 3
51 – 60 IIII 5
61 – 70 IIII IIII IIII 14
71 – 80 IIII IIII IIII IIII IIII 24
81 – 90 IIII IIII IIII IIII 20
91 - 100 III IIII IIII 12

6. Membuat tabel Distribusi Frekuensi


TABEL II. 1
DISTRIBUSI FREKUENSI
NILAI UJIAN STATISTIK

Nilai Ujian Frekuensi


31 – 40 2
41 – 50 3
51 – 60 5
61 – 70 14
71 – 80 24
81 – 90 20
91 – 100 12
Jumlah 80

Tugas Rutin Individual

Dari data di atas buatlah penyajian data dalam bentuk diagram histogram dan
polygon (Cari referensi lain untuk mempelajarinya).

Anda mungkin juga menyukai