Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

METODE STATISTIKA (JENIS DATA, PENYAJIAN DATA,


UKURAN PEMUSATAN, DAN UKURAN PENYEBARAN)

Dosen Pengampu :
Dr. H. Karim, M.Si
Kamaliyah, M.Pd

Disusun Oleh :
1. Cyndana Kartika Putri 1710118220010
2. Husnul Khotimah 1710118320014
3. Syifa Maharani Safiri 1710118320040
4. Wafa Islamiyah 1710118220031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018
A. JENIS-JENIS DATA
1. Berdasarkan Cara Memperolehnya
Metode pengumpulan data menunjukkan cara-cara yang dapat ditempuh untuk
memperoleh data yang dibutuhkan. Dikenal metode pengumpulan data primer dan
metode pengumpulan data sekunder.

a. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, dari
individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa
dilakukan peneliti. Misalnya produsen suatu produk kosmetik ingin mengetahui
perilaku konsumen terhadap produk yang dihasilkannya. Diadakanlah wawancara
terhadap para konsumen untuk mengumpulkan informasi yang diharapkan. Dalam
metode pengumpulan data primer, peneliti/observer melakukan sendiri observasi
di lapangan maupun di laboratorium. Pelaksanaannya dapat berupa survei atau
percobaan (experiment).
Cara survei dilakukan bila data yang dicari sebenarnya sudah ada di
lapangan atau di sasaran peneliti lainnya. Misalnya jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan, dan jenis pekerjaan seseorang. Tugas observer adalah menentukan
bentuk data yang akan diukur, karakteristik yang akan diteliti, dan melakukan
pengukuran serta pengumpulan data dengan teknik-teknik tertentu.
Pada percobaan (experiment) dilakukan jika data yang ingin diperoleh belum
tersedia sehingga variabel yang akan diukur harus dibangkitkan datanya melalui
percobaan. Misalnya data respon berat badan terhadap jenis diet yang diberikan
atau pengaruh penerapan metode kerja tertentu terhadap peningkatan
produktivitas kerja. Observasi terhadap data baru bisa dijalankan setelah
dilakukan percobaan tersebut.

b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data primer yang diperoleh oleh pihak lain atau
data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpul data
primer atau oleh pihak lain. Pada umumnya disajikan dalam bentuk tabel atau
diagram. Data sekunder umumnya digunakan oleh peneliti untuk memberikan
gambaran tambahan, gambaran pelengkap, ataupun untuk diproses lebih lanjut.
Sebagai contoh, banyak informasi tentang manajer potensial yang diperoleh suatu
perusahaan dari terbitan yang dikeluarkan oleh suatu badan riset swasta. Dalam
metode pengumpulan data sekunder, observer tidak meneliti langsung. Datanya
didapat dari hasil penelitian observer lain atau dari beberapa sumber seperti BPS,
mass media, lembaga pemerintah atau swasta, dan lain sebagainya.
2. Berdasarkan Sifat
Data dapat diklasifikasikan menurut sifatnya, yaitu:
a. Data kualitatif
Data kualitatif adalah data yang sifatnya hanya menggolongkan saja.
Termasuk dalam klasifikasi ini adalah data yang berskala ukur nominal dan
ordinal. Sebagai contoh data kualitatif adalah jenis kerjaan seseorang (supir,
bisnisman, guru, dan lain-lain), motivasi karyawan (bagus, jelek, sedang) dan
jabatan di perusahaan (supervisor, manajer pemasaran, dan lain-lain).
b. Data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data berbentuk angka. Termasuk dalam klasifikasi
ini adalah data yang berskala ukur interval dan rasio. Sebagai contoh dari data
kuantitatif adalah keuntungan perusahaan Golden pada tahun 1997 (Rp 5 milyar),
kenaikan penjualan perusahaan GM (35%), dan sebagainya.

3. Berdasarkan Skala Pengukuran


Diantara bermacam-macam pengukuran untuk respon-respon yang diamati
terhadap obyek-obyek, yang sering dipergunakan ialah ukuran-ukuran cacah, peringkat,
panjang, volume, waktu, bobot, maupun pengukuran fisika-kimia. Sesuai kemampuan
kita dalam menilai atau mengukur suatu obyek amatan, dalam statistika dibedakan empat
macam skala pengukuran yang mungkin dihasilkan, yaitu:
a. Skala nominal
b. Skala ordinal
c. Skala interval atau selang
d. Skala nisbah atau rasio
Sebelum melakukan observasi terhadap variabel yang akan diukur, terlebih
dahulu perlu ditentukan skala pengukurannya, karena akan mempengaruhi metode
statistika yang akan digunakan dan tentu saja akan memberikan dampak pada kualitas
informasinya.
a. Skala Nominal
Skala ini mengklasifikasi (menggolongkan) obyek-obyek atau kejadian-
kejadian ke dalam berbagai kelompok (kategori) untuk menunjukkan kesamaan
atau perbedaan ciri-ciri obyek. Kategori-kategori didefinisikan sebelumnya dan
dilambangkan dengan kata-kata, huruf simbol, atau angka. Dengan skala
nominal, hasil pengukurannya bisa dibedakan tetapi tidak bisa diurutkan mana
yang lebih tinggi, mana yang lebih rendah, mana yang lebih utama, dan mana
yang lebih bisa dikesampingkan. Hal ini karena fungsi angka, simbol, maupun
huruf yang diberikan hanya sebagai lambang yang menunjukkan dalam kelompok
mana suatu hasil pengamatan harus dimasukkan. Sebagai contoh adalah variabel
jenis kelamin (pria dan wanita). Dalam hal ini wanita tidak lebih rendah daripada
pria dan begitu pula sebaliknya. Bila dalam pengolahan data biasanya laki-laki
diberi nilai 1 dan wanita 0, pemberian nilai ini harus diartikan sebagai pemberian
label saja, tidak untuk operasi matematika (untuk keperluan khusus terkadang
angka tersebut dibalik, laki-laki 0 dan wanita 1.

Dalam skala pengukuran nominal, setiap observasi harus dimasukkan


pada satu kategori saja, tidak boleh lebih. Dengan kata lain, antara kategori yang
satu dengan lainnya harus saling bebas (tidak tumpang tindih).

b. Skala Ordinal
Dengan menggunakan skala ordinal, obyek-obyek juga dapat digolongkan
dalam kategori tertentu. Seperti halnya dalam skala nominal, kelompok-kelompok
yang sudah didefinisikan sebelumnya juga menggunakan lambang angka atau
huruf. Angka atau huruf yang diberikan di sini mengandung tingkatan, sehingga
dari kelompok yang terbentuk dapat dibuat peringkat yang menyatakan hubungan
lebih dari atau kurang dari menurut aturan penataan tertentu.
Ukuran pada skala ordinal tidak memberikan nilai absolut pada obyek,
tetapi hanya urutan (ranking) relatif saja. Jarak antara golongan satu dan golongan
dua tidak perlu sama dengan jarak antara golongan dua dan tiga, dan seterusnya.
Dalam skala ordinal, peringkat yang ada tidak memiliki satuan ukur.
Dapat dilihat bahwa tingkat skala pengukuran ordinal lebih tinggi daripada
skala nominal, karena selain dapar ditentukan obyeknya sama atau tidak, juga
dapat ditentukan yang lebih besar atau lebih kecil (secara umum mana yang lebih
dan mana yang kurang). Sebagai contih, kita diberi informasi bahwa si A paling
cerdas, si B menengah, dan si C paling bodoh. Disini ada peringkat kecerdasan,
tetapi selisih kecerdasan dari ketiganya tidak terlihat pasti. Contoh lainnya bila
kita mengatakan kursi ini lebih bagus dari yang itu, disini juga kita jumpai kondisi
pemeringkatan tetapi seberapa jauh perbedaan kebagusan juga tidak bisa diukur
dengan pasti.

c. Skala Interval (skala selang)


Skala interval memberikan ciri angka pada kelompok obyek yang
mempunyai skala nominal dan ordinal, ditambah dengan jarak yang sama pada
urutan obyeknya.
Data skala interval diberikan apabila kategori yang digunakan bisa
dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, tetapi tidak bisa dibandingkan.
Data skala interval diperoleh sebagai hasil pengukuran dan biasanya mempunyai
satuan pengukuran.
Ciri penting dari skala interval adalah datanya bisa ditambahkan,
dikurangi, digandakan, dan dibagi tanpa mempengaruhi jarak relatif skor-skornya.
Karakteristik penting lainnya adalah skala pengukuran ini tidak mempunyai nilai
nol mutlak sehingga tidak dapat diinterpretasikan secara penuh besarnya skor dari
rasio tertentu. Pada skala interval, rasio antara dua interval sembarang tidak
tergantung pada nilai nol dan unit pengukuran. Sebagai contoh, pengukuran suhu
dalam skala Celcius. Bila bak berisi air dengan suhu 0°C, 50°C, dan 100°C, maka
perbedaan suhu dari 0°C ke 50°C dan dari 50°C ke 100°C menyatakan perbedaan
suhu yang sama, tetapi tidak dapat dikatakan bahwa air bersuhu 100°C dua kali
lebih panas daripada air bersuhu 50°C.
Untuk melengkapi gambaran tentang skala pengukuran ini marilah kita
perhatikan pengukuran suhu dalam skala Celcius dan Fahrenheit.

C 0 10 30 100
F 32 50 86 212

Sebagaimana diketahui, suhu 0°C sama dengan 32°F, 10°C sama dengan
50°F, dan seterusnya. Rasio suhu pada skala Celcius untuk (30-10) / (10-0) = 2
dan rasio suhu pada skala Fahrenheit (86-50) / (50-32) = 2. Rasio dari keduanya
sama, yaitu 2, tetapi bila diperhatikan rasio antara dua nilai pada masing-masing
unit pengukuran tersebut tidak sama (100/10 dalam skala Celcius = 10, tetapi
212/50 pada skala Fahrenheit = 4.24).

d. Skala Rasio (skala nisbah)


Skala rasio mempunyai semua sifat skala interval ditambah satu sifat lain,
yaitu memberikan keterangan tentang nilai absolut dari obyek yang diukur. Skala
rasio merupakan skala pengukuran yang ditujukan pada hasil pengukuran yang
bisa dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, dan bisa dibandingkan.
Skala rasio menggunakan titik baku mutlak (titik nol mutlak). Angka pada
skala rasio menunjukkan nilai sebenarnya dari obyek yang diukur, sedangkan
satuan ukurannya dapat ditetapkan dengan perjanjian tertentu. Pada skala rasio,
jarak dan waktu pengukuran mempunyai titik nol sejati dan rasio antara dua titik
skala tidak tergantung pada unit pengukuran. Contohnya bila kita ingin
membandingkan berat dua benda. Berat benda A adalah 50 gram dan B adalah
100 gram. Kita tahu berat B dua kali A, karena variabel numerik berat
mengungkapkan rasio dengan nilai 0 sebagai titik bakunya.
Untuk memperjelas perbedaan skala ini dengan skala interval, marilah kita
perhatikan pengukuran berat dalam pon dan ons berikut:

Pon 1 2 3 4
Ons 5 10 15 20

Rasio antara dua nilai dalam pon (4/1 = 4) sama dengan rasio dua nilai
dalam ons (20/5 = 4. Rasio antara dua selang nilai dalam pons (4-3) / (3-2) = 1
sama dengan rasio dua nilai dalam ons (20-15) / (15-10) = 1.
Bila dilihat dari penjelasan di atas tampak bahwa skala pengukuran
nominal mempunyai kejelasan pengukuran yang paling rendah. Meskipun
demikian tidak berarti bahwa skala nominal yang paling jelek dan skala rasio
yang paling baik. Skala pengukuran yang paling baik adalah yang paling sesuai
dengan kebutuhan.
Skala pengukuran dengan tingkat pengukuran lebih tinggi dapat diubah ke
tingkat pengukuran yang lebih rendah, tetapi hal sebaliknya tidak dapat dilakukan.
Variabel yang terlanjur diukur dengan skala nominal tidak dapat ditingkatkan ke
pengukuran dengan skala ordinal, interval, atau rasio. Sedangkan variabel yang
telah ditetapkan pada skala ordinal, hasil pengukurannya dapat diubah ke skala
nominal. Demikian pula variabel yang diukur dengan skala pengukuran interval
tidak dapat diubah ke skala rasio, tetapi dapat diubah ke skala nominal atau
ordinal.
Dengan pertimbangan tersebut, sebaiknya diusahakan untuk melakukan
pengukuran variabel dalam skala pengukuran yang setinggi mungkin, supaya bisa
diubah bila diperlukan.

B. PENYAJIAN DATA
Beberapa penyajian data berikut dibuat berdasarkan data tunggal dan data
kelompok. Data tunggal adalah data yang belum tersusun atau dikelompokkan ke dalam
interval-interval kelas. Data kelompok adalah data yang sudah disusun dan
dikelompokkan dalam kelas-kelas interval. Biasanya data kelompok disusun dalam tabel
frekuensi.
1. Tabel
Tabel merupakan kumpulan angka yang disusun menurut kategori-kategori atau
karakteristik-karakteristik data sehingga memudahkan analisis data. Misalnya jumlah
penduduk menurut jenis kelamin, jumlah pegawai menurut tingkat pendidikan, dan
ukuran kendaraan.
Data Tunggal
Nilai Ujian Statistik Mahasiswa (Skala 0-10)
NILAI FREKUENSI
4 1
5 2
6 2
7 3
8 2
9 1
Data Kelompok

Nilai Ujian Statistik Universitas CJDW Tahun 2001


NO NILAI FREKUENSI
INTERVAL
KELAS
1 60-64 2
2 65-69 6
3 70-74 15
4 75-79 20
5 80-84 16
6 85-89 7
7 90-94 4

2. Diagram
Diagram adalah lukisan pasang surutnya suatu keadaan dengan garis atau gambar
(tentang turun naiknya hasil statistik) dan biasanya dibuat berdasarkan tabel yang telah
ada sebelumnya.
Jenis-jenis diagram :
a. Diagram Garis (line chart)
Diagram garis dipakai untuk menggambarkan suatu keadaan berupa data berkala atau
berkesinambungan yaitu dengan memplotkan frekuensi kelas dan kemudian
menghubungkan titik-titiknya yang berurutan.

Data Tunggal

Nilai Ujian Statistik Ma-


hasiswa (Skala 0-10)
3
FREKUENSI

2 2 2

1 1

4 5 6 7 8 9
NILAI
Data Kelompok

Nilai Ujian Statistik Universitas CJDW


Tahun 2001
25

20 20
16
FREKUENSI

15 15

10
6 7
5 4
2
0 0 0
57 62 67 72 77 82 87 92 98
NILAI

b. Diagram Batang(bar chart)


Cara menggambar diagram batang caranya hampir sama dengan menggambarkan
diagram garis. Hanya di dalam diagram batang untuk mengatakan suatu keadaan
digunakan batang/balok bukan garis.

Data Tunggal

Nilai Ujian Stati sti k Ma -


has is wa (Skala 0-10)
3
3
2.5 2 2 2
FREKUENSI

2
1.5 1 1
1
0.5
0
4 5 6 7 8 9
NILAI
Data Kelompok

Nilai Ujian Stati stik Universitas


CJDW Tahun 2001
20
18
16
14
FREKUENSI

12
20
10
15 16
8
6
4 6 7
4
2 2
0
60 64 65 69 70 74 75 79 80 84 85 89 90 94
NILAI INTERVAL KELAS

c. Diagram Lingkaran
Untuk membuat grafik lingkaran gambarkanlah suatu lingkaran, lalu dibagi-bagi
menjadi beberapa bagian sesuai dengan kepentingan. Tiap bagian menunjukkan
karakteristik data yang terlebih dahulu diubah menjadi derajat/persen.
Data Tunggal

Nilai Ujian Statistik Mahasiswa


(Skala 0-10)

1; 9% 1; 9%
4
2; 2;
18% 18% 5
6
7
8
9

2;
3; 18%
27%
Data Kelompok

Nilai Ujian Statistik Universitas CJDW


Tahun 2001

4; 20,6° 2; 10,3° 60-64


6; 30,9°
65-69
70-74
7; 36° 75-79
80-84
85-89
15; 77° 90-94
16; 82,3°

20; 102,9°

d. Diagram Gambar
Diagram gambar adalah diagram berupa gambar atau lambang. Diagram ini sering
dipakai untuk mendapatkan suatu gambaran yang agak kasar mengenai suatu keadaan
dan merupakan alat visual bagi orang awam. Lambang yang dipilih biasanya bergantung
pada karakteristik datanya. Misalnya, data jumlah penduduk digambarkan dengan orang,
data gedung digambarkan dengan gedung, dan sebagainya.
Data Tunggal
Nilai Ujian Statistik Mahasiswa (Skala 0-10)
NILAI FREKUENSI
4 ☺
5 ☺☺
6 ☺☺
7 ☺☺☺
8 ☺☺
9 ☺
Data Kelompok

Nilai Ujian Statistik Universitas CJDW Tahun 2001


NILAI FREKUENSI
60-64 ☺☺
65-69 ☺☺☺☺☺☺
70-74 ☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺
75-79 ☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺
80-84 ☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺
85-89 ☺☺☺☺☺☺☺
90-94 ☺☺☺☺

C. UKURAN PEMUSATAN
1. . Pengertian
 Mean adalah rata-rata nilai data.
 Median adalah nilai tengah data setelah diurutkan.
 Modus adalah nilai yang paling sering muncul.
 Kuartil adalah nilai yang membagi data menjadi empat bagian yang sama setelah data
diurutkan. Terbagi menjadi kuartil pertama, kedua, dan ketiga.
 Desil adalah nilai yang membagi data menjadi 10 bagian yang sama setelah data
diurutkan.
 Persentil adalah nilai yang membagi data menjadi 100 bagian yang sama setelah data
diurutkan.

2. . Contoh
Data tunggal :
4, 5, 5, 6, 6, 7, 7, 7, 8, 8, 9 (ganjil)
Penyelesaian :
Jumlah semua data 4+ 5+5+6+6 +7+7+7 +8+8+ 9 72
 Mean( x )=¿ =¿ =¿ =6 ,5
banyak data 11 11
1 1 1
 Median ( me ) =¿ ( n+1 )=¿ ( 11+1 )= ( 12 )=6
2 2 2
Berarti median berada pada data ke-6 yaitu angka 7
 Modus ( mo )=¿ 7
 Kuartil untuk data : 4 , 5 ,∨5 | 6 , 6 ,¿ 7∨7 ,7∨8∨, 8 , 9
1 1
 kuartil bawah/ kuartil pertama (Q 1) ¿ ( n+1 ) = ( 11+1 )=3
4 4
berarti kuartil bawah berada pada data ke-3 yakni angka 5
1 1
 kuartil tengah/ kuartil kedua ¿2) ¿ ( n+1 )= ( 11+1 )=6
2 2
berarti kuartil kedua berada pada data ke-6 yakni angka 7
3 3
 kuartil atas/ kuartil ketiga (Q 3) = ( n+1 )= ( 11+1 )=9
4 4
berarti kuartil ketiga berada pada data ke-9 yakni angka 8
 Desil untuk data : 4, 5, 5, 6, 6, 7, 7, 7, 8, 8, 9
1
 Letak Ds1 ¿ ( 11+1 )=1,3
10
Ds1 ¿ data ke-1 + data 0,3 (data ke-2 – data ke-1)
¿ 4 +0,3 ( 5−4 )=4,3
2
 Letak Ds2 = ( 12+1 )=2,6
10
Ds2 ¿ data ke-2 + data 0,6 (data ke-3 – data ke-2)
¿ 5+0,6 ( 5−5 )=5
3
 Letak Ds3¿ ( 12+1 )=3,9
10
Ds3 = data ke-3 + data 0,9 (data ke-4 – data ke-3)
¿ 5+0,9 ( 6−5 )=5,9
4
 Letak Ds4 ¿ ( 12+1 )=5,2
10
Ds4 = data ke-5 + data 0,2 (data ke-6 – data ke-5)
¿ 6+ 0,2 ( 6−6 ) =6
5
 Letak Ds5 ¿ ( 12+1 )=6,5
10
Ds5 = data ke-6 + data 0,5 (data ke-7 – data ke-6)
¿ 6+ 0,5 ( 7−6 )=6,5
6
 Letak Ds6 ¿ ( 12+1 )=7,8
10
Ds6 = data ke-7 + data 0,8 (data ke-8 – data ke-7)
¿ 7+0,8 ( 7−7 ) =7
7
 Letak Ds7 ¿ ( 12+1 )=9,1
10
Ds7 = data ke-9 + data 0,1 (data ke-10 – data ke-9)
¿ 7+0,1 ( 8−7 )=7,1
8
 Letak Ds8 ¿ ( 12+1 )=¿10,4
10
Ds8 = data ke-10 + data 0,4 (data ke-11 – data ke-10)
¿ 8+0,4 ( 8−8 )=8
9
 Letak Ds9 ¿ ( 12+1 )=11,7
10
Ds9 = data ke-11 + data 0,7 (data ke-12 – data ke-11)
¿ 8+0,7 ( 9−8 )=8,7
 Persentil : 4, 5, 5, 6, 6, 6, 7, 7, 7, 8, 8, 9
10
 Letak Ps10 ¿ ( 12+1 )=1,3
100
Ps10 = data ke-1 + data 0,3 (data ke-2 – data ke-1)
¿ 4 +0,3 ( 5−4 )=4,3
90
 Letak Ps90 ¿ ( 12+1 )=11,7
100
Ps80 = data ke-11 + data 0,7 (data ke-12 – data ke-11)
¿ 8+0,7 ( 9−8 )=8,7
Data kelompok :
Diketahui : Nilai Statistik Universitas CJDW Tahun 2001 yang diikuti oleh 70
mahasiswa. Berapakah rata-rata kelompok nilai statistik tersebut :

DISTRIBUSI FREKUENSI
Nilai Ujian Statistik Universitas CJDW Tahun 2001
Nilai Interval f (frekuensi)
60 – 64 2
65 – 69 6
70 – 74 15
75 – 79 20
80 – 84 16
85 – 89 7
90 – 94 4
Penyelesaian :

No. Nilai Interval Titik Tengah Frekuensi fk≤ Jumlah


(ti) (fi) (ti . fi)
1. 60 – 64 62 2 2 124
2. 65 – 69 67 6 8 402
3. 70 – 74 72 15 23 1.080
4. 75 – 79 77 20 43 1.540
5. 80 – 84 82 16 59 1.312
6. 85 – 89 87 7 66 609
7. 90 – 94 92 4 70 368
∑ n ¿ 15i ∑f i = 70 ∑ ¿¿ .f ) =
i i

5.435
 Median (me ¿ :
1 1
Letak kelas Me ¿ n= .70=35
2 2
Kelas Me = 75 – 79
L2 = Batas bawah kelas median = 74,5
fk = frekuensi kumulatif sebelum kelas median = 23
i = panjang kelas = 5
fm = frekuensi kelas median = 20

[ ]
1
n−fk
Me 2
¿ L 2+ .i
fm

¿ 74,5+
[ ]
35−23
20
.5

¿ 74,5+
[ ]
12
20
.5

¿ 74,5+3
¿ 77,5
 Modus (mo ¿ :
Kelas modus = 75 – 79
L = Batas bawah kelas modus = 74,5
d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sebelumnya
=20 – 15 = 5
d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sesudahnya
= 20 – 16 = 4
i = panjang kelas = 5
d1
Mo ¿ L+ .i
d 1+ d2
5
¿ 74,5+ .5
5+4
25
¿ 74,5+
9
¿ 74,5+2,778
¿ 77,278
 Kuartil :
1 1
 Letak Q1 = n= .70=17,5
4 4
Kelas Q1 = 70-74
L1 = batas bawah kelas Q1 = 69,5
fk1 = frekuensi kumulatif sebelum kelas Q1 = 8
f1 = frekuensi kelas Q1 = 15
i = panjang kelas = 5

[ ]
1
n−f k 1
Q1 ¿ L + 4 .i
1
f1

¿ 69,5+
[ 17,5−8
15
.5
]
¿ 69,5+3,167
¿ 72,67

1 1
 Letak Q2 = n= .70=35
2 2
Kelas Q2 = 75-79
L2 = 74,5
fk2 = 23
f2 = 20
i=5

[ ]
1
n−f k 2
Q2 ¿ L + 2 .i
2
f2

¿ 74,5+
[ 35−23
20 ]
.5

¿ 74,5+3
¿ 77,5
3 3
 Letak Q3 = n= .70=52,5
4 4
Kelas Q3 = 80-84
L3 = 79,5
fk3 = 43
f3 = 16
i=5

[ ]
3
n−f k 3
Q3 ¿ L + 4 .i
3
f3

¿ 79,5+
[ 52,5−43
16 ].5

¿ 79,5+2,97
¿ 82,47

 Desil :
m
Rumus : Letak Dsm = .n
10
Ket : m = 1,2,……,9
n = banyak data
m 1
Letak Ds1 = . n= .70=7
10 10
Kelas Ds1 = 65 – 69
L1 = Batas bawah kelas Ds1 = 64,5
fk Ds1 = 2
f Ds1 = 6
i=5

[ ]
m
. n−f k dm
Dm = Lm + 10 .i
f dm

D1 = 64,5 + [ ]
7−2
6
.5

= 64,5 + 4,167
= 68,667
 Persentil :
m
Rumus : Letak Pm= .n
100
Ket : m = 1,2,…..99
m 10
 Letak P10 = . n= . 70=7
100 100
Kelas P10 = 65 – 69
L10 = 64,5
fk10 = 2
f10 = 6
i=5

[ ]
m
. n−f k pm
Pm = Lm + 100 .i
f pm

¿ 64,5+
[ ] 7−2
6
.5

= 64,5 + 4,167
= 68,67

m 90
 Letak P90 = . n= . 70=63
100 100
Kelas P90 = 85 – 89
L90 = 84,5
fk90 = 59
f90 = 90
i=5

[ ]
m
. n−f k pm
Pm = Lm + 100 .i
f pm

¿ 84,5+
[ 63−59
90 ]
.5

= 84,5 + 0,222
= 84,72
D. UKURAN PENYEBARAN (VARIABILITAS)
Ukuran penyebaran digunakan untuk menggambarkan bagaimana menyebarnya atau
berpencarnya data.
1. Data Tunggal
Untuk memahami ukuran penyebaran, berikut diberikan data hasil ujian statistika
mahasiswa (skala 0-10): 9, 7, 6, 5, 5, 6, 4, 7, 8, 8, 7.
Selanjutnya dari data ini akan ditentukan ukuran variabilitasnya
a. Rentang (R)
Rentang adalah selisih data terbesar (DB) dan data terkecil (DK), atau R
¿ DB−DK . Untuk contoh data hasil ujian di atas, maka Rentang (R) adalah
9−4=5
b. Rentang Antar Quartil (RAQ)
Rentang antar quartil adalah nilai quartil ke-3 dikurangi nilai quartil ke-1, atau
RAQ ¿ Q 3−Q1 . untuk contoh di atas, penentuan rentang sebagai berikut:
4,5 , 5 , 6 , 6 , 7 ,7 ,7 , 8 , 8 , 9
Q1 Q2 Q3

Sehingga RAQ=8−5=3
c. Simpangan Quartil (SQ)
Simpangan quartil atau rentang semi antar quartil adalah setengah dari rentang
1 1
antar quartil atau SQ= ( Q 3−Q 1 ) = RAQ . Untuk contoh data di atas, maka
2 2
1 1
SQ= ( 8−5 )= ( 3 )=1.5
2 2

d. Rata-rata Simpangan (RS)


Rata-rata simpangan adalah jumlah harga mutlak dari jarak setiap data terhadap
rata-rata dibagi banyaknya data atau dirumuskan dengan formula

RS=
∑ ¿ Xi− X∨¿ ¿, dimana nilai
N
4+5+ 5+6+6+ 7+7+7+ 8+8+ 9 72
X= = =6.55 . Sehingga
11 11
RS=|4−6.55|+ 2|5−6.55|+ 2|6−6.55|+ 3|7−6.55|+2|8−6.55|+¿ 9−6.55∨ ¿ =1.221¿
11
e. Standar Deviasi dan Varians
Standar deviasi untuk sampel diberi symbol s dan standar deviasi untuk populasi
diberi symbol σ. Pangkat dua dari standar deviasi disebut varians. Sehingga
varians sampel adalah s2 dan untuk populasi adalah σ2. Dengan demikian, sdan s2
merupakan statistik sedangkan σ dan σ2 parameter untuk standar deviasi. Statistik
standar deviasi untuk sampel dalam bentuk distribusi frekuensi dirumuskan
sebagai berikut:
s= √∑ f xi −¿ ¿ ¿¿ dan σ =√ ∑f x i −¿ ¿ ¿
2 2

Standar deviasi untuk contoh data di atas dapat dihitung menggunakan table
sebagai berikut:
xi fi xi2 fixi fixi2
4 1 16 4 16
5 2 25 10 50
6 2 36 12 72
7 3 49 21 147
8 2 64 16 128
9 1 81 9 81
Jumlah 11 - 72 494
Sehingga simpangan standar deviasi sampel dan populasi:


( 72 )2
494−
11
s= =√ 2.2727=1.508 ,dan
11−1


2
494−( 72 ) /11
σ= =√ 2.0611=1.437
11
Sedangkan varians sampel dan varians populasi masing-masing

2 2
s =2.2727 dan σ =2.0611

f. Koefisien Varians (KV)


Koefisien variansi adalah perbandingan antara standar deviasi dengan harga mean
yang dinyatakan dengan %. Gunanya untuk mengamati variasi data atau sebaran
data dari meannya, artinya semakin kecil koefisien variasinya maka data semakin
seragam (homogen). Sebaliknya, semakin besar koefisien variasinya maka data
semakin heterogen.
Koefisien varians biasa digunakan untuk membandingkan dua data yang
sumbernya berbeda, misalnya membandingkan data hasil ujian statistika dan hasil
ujian akuntansi. Koefisien varians dinyatakan dalam persen dengan rumus:
standar deviasi
KV = x 100 %
rata−rata
Sehingga koefisien varians (sampel) untuk contoh di atas adalah
1.508
KV = x 100 %=23.02 % . Artinya, jarak atau kedekatan variasi data ke rata-
6.55
rata sebesar 23.02%.
g. Koefisien Kemiringan (α3)
Distribusi yang tidak simetris disebut miring (skewness). Distribusi miring ada
dua yaitu miring positif dan miring negatif. Distribusi miring positif atau landai
kanan bila ekor kana

n
lebih panjang dari ekor kiri. Sedangkan distribusi miring negatif atau landai kiri
bila ekor kiri lebih panjang dari ekor kanan.

Koefisien kemiringan pearson dihitung dengan rumus:


apabila secaraempiris didapatkan
( x−mo ) 3 ( x−me )
α 3= atau a3= hubungan antara nilai pusat :
s s
x−mo=3(x−me)

Untuk contoh data di atas, telah diperoleh rata-rata (x ) = 6.55 dan mo = 7,


sehingga didapatkan:

( 6.55−7.00 )
α 3= =−0.29
1.508
Karena berharga negatif, maka distribusi data miring negatif atau landai kiri (mo
> me > µ). Dengan kata lain kecenderungan data mengumpul (modusnya) diatas
rata-rata.
h. Koefisien Kurtosis (α4)
Koefisien kurtosis adalah ukuran keruncingan dari distribusi data. Makin runcing
suatu kurva makin kecil simpangan baku sehingga data makin mengelompok atau
homogeny. Ukuran keruncingan suatu distribusi dinyatakan dengan koefisien
kurtosis, dengan rumus sebagai berikut:
1
(Q −Q 1)
2 3
α 4=
P90 −P 10

Dengan:
Q1 = quartil pertama
Q3= quartil ketiga
P90 = persentil ke 90
P10= persentil ke 10

Kriteria untuk koefisien α4 sebagai berikut:


 Jika α4 > 0.263 maka model kurva runcing (leptokurtis)
 Jika α4 = 0.263 maka model kurva normal (mesokurtis)
 Jika α4 < 0.263 maka model kurva datar (platikurtis)

Untuk contoh data di atas diperoleh nilai Q1=5, Q3 = 8, P90= 8.8, P10= 4.2,
sehingga:

1
(8−5)
2 1.5 > 0.263, maka model kurvanya adalah runcing
α 4= = =0.326
8.8−4.2 4.6
(leptokurtis)

i. Skor Baku (Z) dan Skor T


Setiap data mentah dapat ditransformasi ke skor baku. Skor baku atau nilai baku
( X i−X )
data ditentukan dengan rumus: z i= . sedangkan skor T ditentukan dengan
s
rumus: T =10 z i+50 .

Dari contoh data di atas, misalkan akan dicari skor baku untuk data (Xi) = 7, maka
(7−6.55)
z i= =0.298. Selanjutnya, skor T =10 ( 0.298 ) +50=52.98
1.508
Hasil perhitungan skor baku dan skor T disajikan pada tabel berikut:

xi fi mean Standar zi T
deviasi
4 1 6.55 1.508 -1.691 33.09
5 2 6.55 1.508 -1.028 39.72
6 2 6.55 1.508 -0.365 46.35
7 3 6.55 1.508 0.298 52.98
8 2 6.55 1.508 0.962 59.62
9 1 6.55 1.508 1.625 66.25
Jumlah 11 -

2. Data Kelompok
a. Rentangan (Range)
Rentangan atau range adalah selisih data terbesar (DB) dan Terkecil (DK).
Rumus : R =Data Terbesar (DB) - Data
Terkecil(DK)

Contoh:
Diketahui : data seperti (tabel)
R = 93 -61 = 32

b. Rentangan Antar Quartil (RAQ)


Rentangan Antar Quartil (RAQ) adalah nilai quartil ke-3 dikurangi nilai
quartil ke-1.
RAQ = Q3 – Q1
Contoh:
Diketahui : data seperti (tabel)
Q1 = 72,67 ; Q3 = 82,47
RAQ = 72,67 – 82, 47 = 9,8
Maka dapat disimpulkan bahwa 50% nilai tersebut paling rendah 72,67
dan paling tinggi 82,47 dengan perbedaan paling tinggi 9,8.
c. Simpangan Quartil (SQ)
Simpangan Quartil atau rentang semi antar quartil adalah setengah dari
rentang antar quartil (RAQ).
1 1
SQ = RAQ atau SQ = (Q 3 – Q 1)
2 2
Contoh:
Diketahui data seperti (tabel)
Q1 = 72,67 ; Q2 = 82,47
RAQ = 72,67 – 82, 47 = 9,8
1 1
SK = RAQ = 9,8 = 4,9
2 2
1
Selanjunya harga median (Q2) = (72,67 + 82,47) sama dengan 77,57 ±
2
4,9. Artinya 50% dari Ujian Statistika memperoleh nilai terletak dalam interval
antara 72,67 sampai 82, 47 atau 77,57 ± 4,9.
d. Simpangan Rata-rata (SR)
Simpangan Rata-rata adalah nilai rata-rata dari harga mutlak semua
simpangan terhadap rata-rata (mean) kelompoknya. Maksud harga mutlak disini
semua nilai simpangan negatif dianggap positif.
Nilai simpangan diberi simbol (x), sedangkan harga mutlak bersimbol |x|
sehingga ditulis rumus: x=X −x
Catatan:
x=¿ simpangan data dari nilai rata-ratanya
X =¿ daya yang diketahui
x=¿ Mean kelompok data
Rumus Simpangan Rata-rata (SR) data kelompok:

SR=
∑| X−x| atau SR= ∑|x|
n n
Contoh:
Diketahui : data distribusi seperti tabel
Nilai Frekuensi (f) Titik f.X ( X −x ¿ f .|x|
Tengah |x|
60 – 64 2 62 124 15,64 31,28
65 – 69 6 67 402 10,64 63,84
70 – 74 15 72 1080 5,64 84,6
75 – 79 20 77 1540 0,64 12,8
80 – 84 16 82 1312 4,36 69,76
85 – 89 7 87 609 9,36 65,52
90 – 94 4 92 368 14,36 57,44

∑ f =70 ∑ fX =5435 ∑ f .| x|=385,24


∑ fx = 5435 =77,64 SR=
∑|x|= 385,24 =5,5
x=
f 70 ∑f 70
Jadi, rata-rata nilai statistika dari 70 mahasiswa sebesar 77,64 dengan simpangan
baku rata-rata 5,5.

e. Simpangan Baku (Standar Deviasi)


Simpangan Baku (Standar Deviasi) adalah suatu nilai yang menunjukkan
tingkat (derajat) variasi kelompok data atau ukuran standar peyimpangan dari
meannya. Simbol Standar Deviasi populasi ( σ n atau σ ) sedangkan simbol sampel
( σ n−1 , Sd atau s ).
Standar Deviasi (s) sampel untuk data distribusi (dikelompokkan):

σ n−1=√∑ fX 2−¿ ¿ ¿ ¿ ¿
Standar Deviasi (s) populasi untuk data distribusi (dikelompokkan):
σ n=√ ∑ fX −¿ ¿ ¿ ¿ ¿Contoh data distribusi:
2

Diketahui : data distribusi seperti tabel


Nilai Frekuensi (f) Titik f.X X2 f .X2
Tengah (X)
60 – 64 2 62 124 3844 7688
65 – 69 6 67 402 4489 26934
70 – 74 15 72 1080 5184 77760
75 – 79 20 77 1540 5929 118580
80 – 84 16 82 1312 6724 107584
85 – 89 7 87 609 7569 52983
90 – 94 4 92 368 8464 33856

∑ f =70 ∑ fX =5435 ∑ f . x 2=425385

s= √∑ fX −¿ ¿ ¿ ¿ ¿
2

s=
√ 425385−421988,93
69
=

3396,07
69
=√ 49,22=7,016 ( sampel )
Nilai Frekuensi Batas x ( X −x ) x
2
f.x
2

(f) Kelas Atas x


(X)
60 – 64 2 64,5 77,64 -15 225 450
65 – 69 6 69,5 -10 100 600
70 – 74 15 74,5 -5 25 375
75 – 79 20 79,5 0 0 0
80 – 84 16 84,5 5 25 400
85 – 89 7 89,5 10 100 700
90 – 94 4 94,5 15 225 900
∑ f =70 ∑ X=556,5 0 ∑ x 2=700 ∑ f . x 2=3425

x=
∑ X = 556,5 =79,5
n 7

s=
√ ∑ f . x2 =
∑ f −1
3425
70−1 √ =
√ 3425
69
= √ 49,64=7,045 (populasi)

Jadi, standar deviasi nilai statistika dari 70 mahasiswa sebesar 7,045

f. Variasi (Varians)
Variasi adalah kuadrat dari standar deviasi. Simbol varians untuk populasi
= σ atau σ n sedangkan untuk sampel σ 2n-1 atau (s¿¿ 2)¿ atau S.
2 2

1. Varians (S) sampel untuk data distribusi (dikelompokkan):

σ 2n−1 =¿ ¿
Varians (S) populasi untuk data distribusi (dikelompokkan):
2
σ n=¿ ¿
Contoh : data berkelompok
Jika Standar Deviasi s=7,016(data sampel)
Maka Variasi (Varians) S=7,0162=49,2243

g. Koefisien Varians (KV)


Koefisien Varians ialah perbandingan antara standar deviasi dengan harga
mean yang dinyatakan dengan(%). Gunanya untukk mengamati variasi data atau
sebaran data dari mean , artinya semakin kecil koefisien variasinya maka data
semakin seragam (homogen). Sebaliknya semakin besar koefisien variasinya
maka data semakin heterogen.
Rumus menghitung besarnya Koefisien Varians :
s
KV = ×100 %
x
Keterangan:
KV = Koefisien Varians (%)
S = Standar Deviasi
x = Rata-rata
Contoh:
s 7,016
KV = ×100 %= × 100 %=9,04 %
x 77.64

h. Koefisien Kemiringan
Distribusi yang tidak simetris disebut miring (skewness). Distribusi miring
ada dua yaitu miring positif dan miring negatif. Distribusi miring positif atau
landai kanan bila ekor kanan lebih panjang dari ekor kiri. Sedangkan distribusi
miring negarif atau landai kiri bila ekor kiri lebih panjang dari ekor kanan.
Rumus :
3(x−me) ( x−mo)
α 3= atau α 3=
s s
Keterangan:
s=simpangan baku
mo=modus data

Contoh:
(x−mo) (77,64−77,278)
α 3= = =0.0516
s 7,016
Jadi, distribusi data miring positif atau landai di sebelah kanan, sehingga
kecenderungan data mengumpul di bawah rata-rata.

i. Koefisien Kurtosis (α 4 )
Koefisien Kutosis adalah ukuran keruncingan dari distribusi data. Makin
runcing suatu kurva maka makin kecil simpangan baku sehingga data makin
mengelompok atau homogen.
Rumus:
1
(Q −Q1)
2 3
α 4=
P90−P 10

Q1=¿ Quartil pertama


Q3=¿ Quartil Ketiga
P90 =¿ Persentil ke 90
P10 =¿ persentil ke 10

Kriteria untuk koefisien α 4 sebagai berikut.


a. Jika α 4 > 0,263 maka model kurva runcing (leptokurtis)
b. Jika α 4 =¿ 0,263 maka model kurva normal (mesokurtis)
c. Jika α 4 <0,263 maka modrl kurva datar (platikurtis)

Contoh:
1 1 1
(Q −Q 1) (82,47−72,67) (9.8)
2 3 2 2 4.9
α 4= = = = =0.305
P90−P 10 84,72−68,67 16.05 16.05

j. Skor Baku (Z) dan Skor T


Setiap data mentah dapt ditransformasi ke skir baku. Skor baku atau nilai
(X −X)
baku data ditentukan dengan rumus: z i= i . Sedangkan Skor T ditentukan
s
dengan rumus: T =10 z i+50 .
Contoh:
( X i− X ) ( 92−77,64 ) 14.36
z i= = = =2.047
s 7,016 7.016
T =10 z i+50=10 ( 2.047 ) +50=70.47
Daftar Pustaka

Boediono, & Koster, W. (2008). Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Kadir. (2015). Statistika Terapan. Jakarta: Rajawali Press.
Riduwan. (2013). Dasar-Dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.
Siagian, D., & Sugiarto. (2006). Metode Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Sulistiyono, Kurnianingsih, S., & Kuntarti. (2007). Matematika SMA dan MA untuk Kelas XI Semester 1.
Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai