Anda di halaman 1dari 3

Berawal dari Kegagalan

Karya Hanna Nurfadillah

Pengenalan Cerita : Paragraf 1

Usiaku sekarang duduk dikelas 2 aliyah, Alhamdulillah aku sekarang mulai


menyukai pelajaran yang dahulu aku tidak disukai, karena aku termotivasi oleh suatu
kejadian waktu aku duduk di kelas 3 sekolah dasar. Pada waktu itu aku sangat benci
yang namanya pelajaran matematika. Setiap pelajaran matematika aku selalu
mengobrol sama temanku, menulis yang tidak jelas, dan lain sebagainya. Tetapi aneh
pelajaran yang lain aku  fokus memerhatikan guru bahkan aku tidak mau untuk
melewatkannya, kalau ada tugas matematika aku menyontek, pokoknya aku sangat
malas sama pelajaran itu. Suatu hari ada PR, padahal mungkin PR itu sangat mudah,
aku tidak mengerjakannya dirumah, karena aku malas untuk mengerjakannya. Aku
ingin menyontek sama teman yang pintar matematika, tetapi temanku pada waktu itu
sangat pelit tidak mau memberikan jawabannya.

Menuju Konflik ; Pargraf 2

Bel pun berbunyi, sementara  aku belum mengerjakan tugasnya, sedangkan


guru sudah masuk, “hai anak-anak, apakah ada PR matematika?” dan temanku yang
pelit itu langsung menjawab dengan percaya diri “ada bu, di LKS halaman 10”. Ibu
pun menyuruh anak-anak untuk mengumpulkan tugasnya, “haduhh mampus deh aku,
PRnya belum dikerjakan gimana nihh” ucap batinku. Dengan situasi begitu aku segera
meminta jawaban kepada siapa pun, dan anak yang pelit itu menghampiriku dengan
sombong, aku resah dan berkata, “hei ayo dong tolong aku, mengerjakannya gimana
nihh?”, dan pada akhirnya dia memberikan jawaban tersebut, lalu aku merasa lega,
bahwa PRku sudah di kerjakan dan dikumpulkan kepada guru. Setelah selesai dinilai
dan dibagikan kepada anak-anak, alhasil ternyata nilaiku 0. Aku sangat malu dan aku
semakin benci sama anak itu, “aku ingin memberikan pelajaran kepada dia, tetapi
bagaimana caranya? Males kalau dengan cara kekerasan maupun omongan dan lain
sebagainya, nah aku punya akal, bagaimana kalau aku menunjukan bahwa aku bisa
lebih besar nilainya dibandingkan dengan dia, atau mungkin aku ingin dia merasakan
ketika berada di posisiku” ucap batinku. Dari sinilah aku semangat belajar dan
karena terlalu semangatnya, aku sampai membeli buku khusus untuk rumus
matematika, aku rajin latihan soal matematika, menghafal perkalian dan lain
sebagainya.

Puncak Konflik : Aku sangat malu…….. keduanya saling melotot

Ketika pertemuan selanjutnya aku sudah mempelajari materi sebelum


dijelaskan oleh ibu guru, dan aku memperhatikanya dengan fokus, mungkin
materinya lebih sulit dari yang sebelumnya. Pada waktu itu kebetulan dia tidak
mengerti materi tersebut dan dari teman-teman juga jarang yang bisa, lalu ibu guru
memberikan soal latihan, ”sekarang latihan ya, siapa yang paling cepat, jawabannya
di tulis di papan tulis dan akan mendapat nilai plus”, ternyata aku paling pertama
mengumpulkan, dia kaget dan merasa dia kalah olehku. Ketika istirahat dia
menghampiriku lalu berkata “ternyata kamu hebat juga ya?” cetus dia, aku
menjawab dengan nada kesalku “makasih” sambil membuang muka. Tiba-tiba ada
seorang anak yang menghampiri “sudah-sudah, jangan pada ribut terus, ini memang
keduanya juga salah, yang pertama kamu mengerjakan tugas hanya bisa menyontek,
dan kedua kamu juga salah telah membohongi dia, seharusnya dibimbing supaya dia
bisa mengerjakannya sendiri”, keduanya saling melotot.“Sekarang tidak usah lagi
saling menyalahkan, lebih baik kalian saling memaafkan dan lain kali kalau kita bisa
mengerjakan tugas bimbing kepada yang tidak bisa agar ilmu kita bermanfaat”.

Konflik menurun
Lalu dia meminta maaf atas perbuatannya, “maafkan aku ya, aku sudah salah
menilaimu, aku juga sudah membohongimu waktu kemarin, sekali lagi maaf ya, dan
sekarang aku mau minta tolong sama kamu, aku tidak mengerti materi yang ini,
maukan kamu mengajariku?”, dan dengan senang hati aku menjawab “ia maafkan aku
juga ya, ini juga termasuk kesalahanku, karena aku malas belajar dan terima kasih
kamu telah membuatku berubah menjadi lebih baik, tentu saja aku mau
mengajarimu”. Dan akhinya mereka menjadi lebih akrab, dari sinilah aku mulai
bangkit dari nilai nol menjadi nilai yang lebih memuaskan.
Ternyata kita bisa menyimpulkan bahwa ketika orang lain bisa, saya juga
harus bisa dan ketika orang lain tidak bisa saya harus menjadi orang yang pertama
bisa. Kegagalan itu awal dari kesuksesan selagi ada kemauan dan semangat yang
tinggi, orang sukses itu adalah orang yang belajar dari kegagalannya. Janganlah
menilai seseorang dengan sebelah mata, karena disetiap kelemahan pasti ada sebuah
kelebihan tersendiri. Ini adalah sebuah pengalaman yang tidak terlupakan oleh saya
dan mampu mengubah potensi belajar untuk lebih semangat.  Sekian dari saya
semoga bermanfaat bagi kita semua. Tetap semangat untuk meraih cita-citamu.

Anda mungkin juga menyukai