Aldama Putra (19), mahasiswa ATKP Makassar mengembuskan napas terakhirnya di Rumah
Sakit Sayang Rakyat Makassar, pada 5 Februari 2019.
Meninggal dengan luka lebam disekujur tubuh, Aldama diketahui menjadi korban
penganiayaan oleh seniornya. Penganiayaan terjadi pada Minggu 3 Februari 2019, sekira
Pukul 21.30 Wita. Aldama dianiaya karena tidak mengenakan helm saat masuk ke
lingkungan kampus yang berada di Jalan Salodong, kecamatan Bringkanaya, Makassar.
Atas kasus penganiayaan tersebut, Muhammad Rusdi (21) ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapannya sebagai tersangka dilakukan setelah melakukan pemeriksaan secara maraton.
Pihak kepolisian pun telah memeriksa sebanyak 24 orang saksi lainnya, termasuk pihak
kampus.[1]
Diatas adalah beerita yang saya dapatkan salah satu kasus pembullyan terhadap siswa
sehingga mengakibatkan korban nya meninggal dunia.
Menurut saya kasus diatas adalah kasus pelanggaran HAM, karena korban
sebelumnya di aniaya oleh seniornya hingga mengakibatkan meninggalnya sang korban.
Sangat jelas disini sudah melanggar Hak Asasi Manusia dimana senior telah membully
dengan cara menganianya korban. Tak sedikit kasus pelanggaran HAM di kalangan siswa
atau mahasiswa di indonesia. Paling sering kasus pembullyan terhadap mahasiswa baru di
kampus-kampus yang ada di indonesia. Adanya ospek mahasiswa baru biasanya di acara itu
terjadi perpeloncoan/pembullyan terhadap mahasiswa baru. Tentunya ini adalah kasus serius
yang harus di tuntaskan. Karena korban dari pembulian tersebut menjadi trauma untuk untuk
mengikuti perkuliahan. Akibatnya mahasiswa baru enggan berkuliah karena merasa trauma
dan takut kepada seniornya.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana
telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Referensi:
Riauskina, Djuwita, & Soesetio. 2005. “Gencet Gencetan” Di Mata
Siswa/Siswi Kelas 1 SMA : Naskah Kognitif Tentang Arti Skenario, dan Dampak “Gencet-
Gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. Volume. 12. Nomor. 01, Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.
Muhammad, 2009. “Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying)
terhadap Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas”, Jurnal
Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3, 2009, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
[1] Riauskina, Djuwita, & Soesetio. 2005. “Gencet Gencetan” Di Mata Siswa/Siswi Kelas 1
SMA : Naskah Kognitif Tentang Arti Skenario, dan Dampak “Gencet-Gencetan”. Jurnal
Psikologi Sosial. Volume. 12. Nomor. 01, September. Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. hal. 50.
[2] Muhammad, Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap
Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas, Jurnal Dinamika
Hukum Vol. 9 No. 3, 2009, hal.232
[3] Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak: “Setiap Orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh
dua juta rupiah).”
[4] Pasal 71D ayat (2) UU Perlindungan Anak sebetulnya mengamanatkan agar dibuat
Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksanaan restitusi (ganti rugi) anak korban
kekerasan, namun sepanjang penelusuran kami, Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum
ada.
[5] Dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (perdata), sebaiknya menunggu
putusan pidana terhadap pelaku bullying berkekuatan hukum tetap, agar pembuktian untuk
menuntut ganti rugi menjadi mudah.
[6] Lihat Pasal 20 UU Perlindungan Anak.[2]
KESIMPULAN :
Menurut media berita online kasus diatas tersangka penganiayaan yang mengakibatkan taruna
ATKP Makassar meninggal dunia di tuntun 10 tahun penjara. Namun orang tua korban tidak
terima karena menurutnya hukuman 10 tahun penjara bagi seorang pembunuh sangatlah
rendah sehingga orang tua korban merasa kecewa. Dalam kasus tersebut tersangka terbukti
ada Unsur merampas nyawa orang lain juga terbukti. Olehnya menurut kami, pasal 338
KUHP dalam dakwaan primer terbukti. Kepada majelis hakim kami meminta terdakwa
Muhammad Rusdi dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun dikurangi masa penahanan selama
terdakwa ditahan," kata Tabrani di hadapan majelis hakim yang dipimpin Suratno, Makassar,
Rabu (31/7).[3]
Sumber :
[1] Okezone, “6 Kasus Kekerasan dan Bullying di Sekolah Awal 2019, Nomor 2 Berakhir
Tragis : Okezone Nasional,” https://nasional.okezone.com/, Feb. 12, 2019.
https://nasional.okezone.com/read/2019/02/12/337/2016872/6-kasus-kekerasan-dan-
bullying-di-sekolah-awal-2019-nomor-2-berakhir-tragis (accessed Oct. 07, 2020).
[2] B. Tampubolon, “Aspek Pidana dan Perdata dalam Kasus Bullying Terhadap Anak,”
Konsultan Hukum Professional, Oct. 22, 2017. https://konsultanhukum.web.id/aspek-
pidana-dan-perdata-dalam-kasus-bullying-terhadap-anak/ (accessed Oct. 07, 2020).
[3] C. N. N. Indonesia, “Penganiaya Junior Taruna ATKP Makassar Dituntut 10 Tahun Bui,”
nasional. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190731165516-12-
417144/penganiaya-junior-taruna-atkp-makassar-dituntut-10-tahun-bui (accessed Oct. 07,
2020).