Anda di halaman 1dari 31

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

Nama kelompok : 1
Cristian Kevin Aditya .P (30140118001)

Silpi Nuryani (30140118016)

Siti Asih Mutmainah (30140118017)

Vani Andriyani (30140118018)

Diploma tiga keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus
Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya kepada kita semua.Syukur Alhamdulillah kami dapat mengerjakan tugas
makalah di mata Kuliah Keperawatan Gerontik yang berjudul “Model Konseptual
Keperwatan Gerontik” kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen mata Kuliah
keperawatan gerontik ibu BM.Siti Rahayu, SKp.

Dengan ini kami belajar lebih memahami terkait judul yang telah ditugaskan
untuk kelomok kami.Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses
pembelajaran , penulisan makalah ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan makalah kami selanjutnya, kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami umumnya dan khususnya pada pembaca.

Padalarang, 28 September 2020


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu keperawatan, model konseptual dan teori merupakan aktivitas


berfikir yang tinggi. Mengacu pada ide-ide global mengenai individu, kelompok, situasiatau
kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang spesifik. Konsep merupakan suatu ide
dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir menjadi simbol-simbol
yang nyata, sedangkan konsep keperawatan merupakan ide untuk menyusun suatu kerangka
konseptual atau model keperawatan. Teori keperawatan itu sendiri merupakan sekelompok
konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menejlaskan
suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari oleh fakta-fakta yang telah diobservasi
tetapi kurang absolut atau bukti langsung. Teori-teori yang terbentuk dari penggabungan
konsep dan pernyataan yang berfokus lebih khusus pada suatu kejadian dan fenomena dari
suatu disiplin (Fawcet, 1992). Teori mempunyai kontribusi pada pembentukan dasar praktik
keperawatan (Chinn & Jacob, 1995). Suatu metode untuk menghasilkan dasar pengetahuan
keperawatan ilmiah adalah melalui pengembangan dan memanfaatan teori keperawatan.
Definisi teori keperawatan dapat membantu mahasiswa keperawatana dalam memahami
bagaimana peran dan tindakan keperawatan yang sesuai dengan peran keperawatan.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang di maksud dengan keperawatan gerontik?
b. Apa saja model konseptual keperawatan gerontic menurut Calista Roy?
c. Apa saja model konseptual keperawatan gerontic menurut Human Being Rogers?
d. Apa saja model konseptual keperawatan gerontic menurut Neuman?
e. Apa saja model konseptual keperawatan gerontic menurut Henderson?
f. Apa saja model keperawatan gerontic budaya menurut Leininger?
g. Apa saja model konseptual perilaku menurut Johnson?
h. Apa saja model konseptual self care menurut orem?
a. Tujuan
a. Untuk mengetahui tentang keperawatan gerontic.
b. Untuk mengetahui model konseptual tentang keperawatan gerontic menurut para ahli.
b. Manfaat
1. Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang modelmodel
keperawatan
2. Menjadi penyemangat dan menambah kinerja kita sebagai perawat agar tidak pantang
menyerah dalam merawat pasien dan memperjuangkan nasib perawat.
3. Dapat menjadi inspirasi kita dalam praktik keperawatan
4. Menjadi dasar bagi mahasiswa keperawatan dan memerikan asuhan keperawatan .
5. Untuk puskesmas, rumah sakit, posyandu dan lain-lain, makalah ini sangatlah
bermanfaat karena lingkungan merupakan hal yang harus di perhatikan dalam
perawatan pasien.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk pertama
kalinya sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun, pada tahun 1976,
nama tersebut diganti dengan gerontological. Gerontologi berasal dari kata geros yang
berarti lanjut usia dan logos berarti ilmu. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang lanjut usia dengan masalah-masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek
biologis, sosiologis, psikologis, dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah
(scientific approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan
(Tamher&Noorkasiani, 2009). Menurut Miller (2004), gerontologi merupakan cabang
ilmu yg mempelajari proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada lansia.
Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari khusus
aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof, preventif, kuratif,
maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa, dan sosial, serta penyakit
cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie
Gunter dan Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini. Namun
istilah keperawatan gerontik sudah jarang ditemukan di literature (Ebersole et al, 2005).
Gerontic nursing berorientasi pada lansia, meliputi seni, merawat, dan menghibur. Istilah
ini belum diterima secara luas, tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik.
Menurut Nugroho (2006), gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
lanjut usia dengan segala permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
Menurut para ahli, istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada lansai adalah
gerontological nursing  karena lebih menekankan kepeada kesehatan ketimbang
penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek perawatan yang
berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan
gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus
pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta
evaluasi.
B. Model Konseptual Adaptasi Callista Roy

Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang berfokus pada
kemampuan adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya. Dalam penerapannya Roy
menegaskan bahwa individu  adalah makhluk  biopsikososial sebagai satu kesatuan  utuh
yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy
mendefinisikan lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh
pada perkembangan manusia. Sehat adalah suatu keadaan atau proses dalam menjaga
integritas diri, respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh menimbulkan
adanya suatu kebutuhan dan menyebabkan individu berespon terhadap kebutuhan
tersebut melalui upaya atau prilaku tertentu. Menurutnya peran perawat adalah membantu
pasien beradaptasi terhadap perubahan yang ada.

Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, sistem atau skema
yang menerangkan tentang serangkain ide global tentang keterlibatan individu,
kelompok, situasi atau kejadian terhadap suatu ilmu dan pengembangannya. Roy dengan
fokus adaptasinya pada manusia terdapat 4 elemen esensial yaitu keperawatan, manusia,
kesehatan dan lingkungan. Berikut akan kami jelaskan definisi dari keempat elemen
esensial menurut Roy :

Keperawatan Menurut Roy keperawatan di definisikan sebagai disiplin ilmu dan


praktek. Keperawatan sebagai disiplin ilmu mengobservasi, mengklasifikasikan, dan
menghubungkan proses yang berpengaruh terhadap kesehatan. Keperawatan
menggunakan pendekatan pengetahuan untuk menyediakan pelayanan bagi orang-orang.
Keperawatan meningkatkan adaptasi individu untuk meningkatkan kesehatan, jadi model
adaptasi keperawatan menggambarkan lebih khusus perkembangan ilmu keperawatan
dan praktek keperawatan. Dalam model tersebut keperawatan terdiri dari tujuan perawat
dan aktifitas perawat. Tujuan keperawatan adalah mempertinggi interaksi manusia
dengan lingkungannya, peningkatan adaptasi dilakukan melalui empat cara yaitu fungsi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Tujuan keperawatan diraih
ketika stimulus fokal berada dalam wilayah dengan tingkatan adaptasi manusia. Adaptasi
membebaskan energi dari upaya koping yang tidak efektif dan memungkinkan individu
untuk merespon stimulus yang lain, kondisi seperti ini dapat meningkatkan penyembuhan
dan kesehatan.

Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi


untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi
fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses
yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

1. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi,


pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991).
2. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan
fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky,
1984 dalam Roy 1991).
3. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal.
( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991).
4. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang
digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan
memulihkan semua komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
5. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan
struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi
proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
6. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau
memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
7. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air,
elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif
fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly,
1984, dalam Roy 1991).
8. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian
integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi
untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan
prosesemosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh
(Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
9. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin
mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator
koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991).

C. Model Konseptual Human Being Rogers

Marta Rogers (1992) mengungkapkan metaparadigma lansia. Dia menyajikan


lima asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan sebagai kesatuan yang dengan
individualitas. Manusia secara kontinyu mengalami pertukaran energi dengan
lingkungan. Manusia mampu abstraksi, citra, bahasa, pikiran, sensasi, dan emosi.
Manusia diidentifikasi dengan pola dan mewujudkan karakteristik dan perilaku yang
berbeda dari bagian dan yang tidak dapat diprediksi dengan pengetahuan tentang bagian -
bagiannya.
1. Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya, individu dan
lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan merupakan, tereduksi terpisahkan,
energi lapangan pandimensional diidentifikasi dengan pola dan integral dengan
bidang manusia (Rogers, 1992).
2. Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan. Ditujukan
terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah pembangunan manusia.
Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses perubahan sehingga orang dapat
mengambil manfaat (Rogers, 1992).
3. Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari komunikasi
pribadi dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers bahwa ia memandang
kesehatan sebagai sebuah nilai. Komunikasi ini menegaskan kesimpulan sebelumnya
bahwa penyakit, patologi dan kesehatan adalah sebuah nilai.

Rencana keperawatan pada bagian helicy membutuhkan penerimaan individu


terhadap perubahan yang terjadi strategi untuk meningkatkan dan memodifikasi irama
dan tujuan hidup. Untuk itu dibutuhkan informasi dan partisipasi aktif klien pada proses
keperawatan. konsep yang menyebutkan manusia adalah unik dan dapat dikenali karena
kemampuannya dalam merasakan, memberi kesempatan perawat untuk membantu
memecahkan masalah kesehatannya dan mengatur agar tujuannya dapat mencapai
kesehatan.

1. Teori yang berkaitan dengan konsep menciptakan perbedaan cara pandang pada suatu
fenomena. Kerangka kerja Martha E Roger akan memberikan alternatif dalam
memandang manusia dan dunia. Teori yang menyatakan keperawatan menggunakan
prinsip hemodinamika dalam memberikan pelayanan kebutuhan manusia atau cara
memandang keperawatan dari satu sisi. Contoh adalah prinsip helicy yang
menekankan pada pola kebiasaan dan ritual.
2. Teori harus masuk akal, Mengetahui perkembangan yang masuk akal merupakan hal
penting perkembangan yang logis menyebabkan mengenai asumsi pada prinsip
hemodinamika.
3. Teori harus sederhana dan dapat disosialisasikan. Teori dapat disosialisasikan sejak
tidak tergantung pada beberapa keadaan. Itu dinyatakan oleh Martha E Roger
konsepsi manusia sangatlah sederhana. Meskipun memberikan kaitan dalam
pemahaman. Ditambahkan teori ini dilandaskan pada penggunaan sistem terbuka
yang sangat kompleks.
4. Teori didasarkan pada hipotesa dan bisa diuji.
5. Teori memberi dan membantu peningkatan batang keilmuan dalam disiplin ilmu
melalui penelitian sehingga teori tersebut sah.
6. Teori bisa digunakan sebagai pedoman dan peningkatan dalam praktek.
7. Teori harus konsisten dengan teori lain yang sah, hukum dan prinsip-prinsip tetapi
harus menghindari pertanyaan terbuka yang perlu diperiksa.

Teori Konseptual

Konsep manusia seutuhnya :

1. Medan energy
2. Keterbukaan
3. Pola
4. Dimensi

D. BETTY NEUMAN
Model sistem Neuman memberikan warisan baru tentang cara pandang terhadap
manusia sebagai makhluk holistik (memandang manusia secara keseluruhan) meliputi
aspek (variabel) fisiologis, psikologis sosiokultural, perkembangan dan spiritual yang
berhubungan dengan adanya respon-respon system terhadap stressor baik dari
lingkungan internal maupun eksternal (Tomey and Alligod, 2006).
Komponen utama dari model ini adalah adanya stress dan reaksi terhadap stress.
Klien dipandang sebagai suatu sistem terbuka yang memiliki siklus input, proses output
dan feedback sebagai suatu pola organisasi yang dinamis. Dengan menggunakan
perspektif sistem ini, maka kliennya bisa meliputi individu, kelompok, keluarga,
komunitas atau kumpulan agregat lainnya dan dapat diterapkan oleh berbagai disiplin
keilmuan (Fawcett, 2005).
Tujuan dari model ini adalah untuk mencapai stabilitas sistem secara optimal.
Apabila stabilitas tercapai maka akan terjadi revitalisasi dan sebagai sistem terbuka
maka klien akan selalu berupaya untuk memperoleh, meningkatkan, dan
mempertahankan keseimbangan diantara berbagai faktor, baik didalam maupun diluar
sistem yang berupaya untuk mengusahakannya. Neuman menyebutkan gangguan-
gangguan tersebut sebagai stressor yang memiliki dampak negatif atau positif. Reaksi
terhadap stressor bisa potensial atau aktual melalui respon dan gejala yang dapat
diidentifikasi (Tomey and Alligod, 2006).
Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara utuh
dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang mempertahankan semua variabel
yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Melalui penggunaan model
keperawatan dapat membantu individu, keluarga dan kelompok untuk mencapai dan
mempertahankan level maksimum dari total wellness. Keunikan keperawatan adalah
berhubungan dengan integrasi dari semua variabel yang mana mendapat perhatian dari
keperawatan . Neuman (1981) menyatakan bahwa dia memandang model sebagai sesuatu
yang berguna untuk semua profesi kesehatan dimana mereka dan keperawatan mungkin
berbagi bahasa umum dari suatu pengertian. Neuman juga percaya bahwa keperawatan
dengan perspektif yang luas dapat dan seharusnya mengkoordinasi pelayanan kesehatan
untuk pasien supaya fragmentasi pelayanan dapat dicegah.

1. Dasar Asumsi Sistem Model Neuman (Tomey.2006)


a. Klien sebagai individu atau kelompok merupakan system yang unik setiap sistem
adalah gabungan dari faktor-faktor yang umum diketahui, atau karakteristik
normal.
b. Keberadaan stressor baik yang diketahui maupun tidak, masing-masing memiliki
potensi untuk merusak tingkat stabilitas klien atau garis pertahanan normal klien.
c. Setiap individu atau klien system telah ditingkatkan respon rentang normalnya
terhadap lingkungan yang telah ditunjuk sebagai garis normal pertahanan atau
stabilitas kondisi sehatnya.
d. Perlindungan diri muncul saat menghadapi stressor.
e. Klien sebagai bagian dari status kesehatan atau kesakitan sebagai komposisi
dinamis yang dipengaruhi fisio, psiko, sosiokultural dan spiritual.
f. Secara implicit faktor pengetahuan sebagai dasar mekanisme perlindungan.
g. Preventif primer berhubungan dengan system pengkajian, intervensi, identifikasi
dalam berespon terhadap stressor.
h. Preventif sekunder meliputi gejala terhadap stressor dan pengobatan.
i. Prevenstif tersier berhubungan dengan pengalaman sebelumnya.
j. Klien sebagai system dalam keadaan dinamis, terjadi pertukaran energi dengan
lingkungan.
2. Konsep Inti Model Betty Neuman
a. Konsep dasar
Konsep dasar yang terdapat pada model Neuman, meliputi stressor, garis pertahanan
dan perlawanan, tingkatan pencegahan, lima variabel sistem klien, struktur dasar,
intervensi dan rekonstitusi (Fitzpatrick & Whall, 1989). Berikut ini akan diuraikan
tentang masing-masing variable :
1) Stressor (Tekanan)
Stressor adalah kekuatan lingkungan yang menghasilkan ketegangan dan berpotensi
untuk menyebabkan sistem tidak stabil. Neuman mengklasifikasi stressor sebagai
berikut :
1) Stressor intrapersonal : terjadi dalam diri individu/keluarga dan berhubungan
dengan lingkungan internal. Misalnya : respons autoimun.
2) Stressor interpersonal : yang terjadi pada satu individu/keluarga atau lebih yang
memiliki pengaruh pada sistem. Misalnya ; ekspektasi peran.
3) Stressor ekstrapersonal : juga terjadi diluar linkup sistem atau individu/keluarga
tetapi lebih jauh jaraknya dari sistem dari pada stressor interpersonal. Misalnya :
sosial politik.

2) Garis pertahanan dan perlawanan


Garis pertahanan menurut Neuman terdiri dari garis pertahanan normal dan garis
pertahanan fleksibel. Garis pertahanan normal merupakan lingkaran utuh yang
mencerminkan suatu keadaan stabil untuk individu, sistem atau kondisi yang
menyertai pengaturan karena adanya stressor yang disebut wellness normal dan
digunakan sebagai dasar untuk menentukan adanya deviasi dari keadaan wellness
untuk sistem klien.
Selain itu ada berbagai stressor yang dapat mengivasi garis pertahanan normal
jika garis pertahanan fleksibelnya tidak dapat melindungi secara adekuat. Jika itu
terjadi, maka sistem klien akan bereaksi dengan menampakkan adanya gejala
ketidakstabilan atau sakit dan akan mengurangi kemampuan sistem untuk mengatasi
stressor tambahan. Garis pertahanan normal ini terbentuk dari beberapa variabel dan
perilaku seperti pola koping individu, gaya hidup dan tahap perkembangan. Garis
pertahanan normal ini merupakan bagian dari garis pertahanan fleksibel.
Garis pertahanan fleksibel berperan memberikan respon awal atau perlindungan
pada sistem dari stressor. Garis ini bisa menjauh atau mendekat pada garis
pertahanan normal. Bila jarak antara garis pertahanan meningkat maka tingkat
proteksipun meningkat. Oleh karena itu untuk mempertahankan keadaan satabil dari
sistem klien, maka perlu melindungi garis pertahanan normal dan bertindak sebagai
buffer. Kondisi ini bersifat dinamis dan dapat berubah dalam waktu relatif singkat.
Disamping itu hubungan dari berbagai variabel (fisiologi, psikologis, sosiokultur,
perkembangan dan spiritual) dapat mempengaruhi tingkat penggunaan garis
pertahanan diri fleksibel terhadap berbagai reaksi terhadap stressor.
Sedangkan garis perlawanan menurut Neuman merupakan serangkaian
lingkaran putus-putus yang mengelilingi struktur dasar. Artinya garis resisten ini
melindungi struktur dasar dan akan teraktivasi jika ada invasi dari stressor
lingkungan melalui garis normal pertahanan (normal line of defense). Misalnya
mekanisme sistem immune tubuh, jika lines of resistance efektif dalam resepon
stressor tersebut, maka sistem depan berkonstitusi, jika tidak efektif maka energy
berkurang dan bisa timbul kematian.

3) Tingkat pencegahan
Tingkatan pencegahan ini membantu memelihara keseimbangan yang terdiri dari :
1) Pencegahan primer : terjadi sebelum sistem bereaksi terhadap stressor, meliputi :
promosi kesehatan dan mempertahankan kesehatan. Pencagahan primer
mengutamakan pada penguatan flexible lines of desese dengan cara mencegah
stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi dilakukan jika resiko atau
masalah sudah diidentifikasikan tapi sebelum reaksi terjadi. Strateginya mencakup :
imunisasi, pendidikan kesehatan, olahraga dan perubahan gaya hidup.
2) Pencegahan sekunder : meliputi berbagai tindakan yang dimulai setelah ada gejala
dari stressor. Pencegahan sekunder mengutamakan pada penguatan internal lines of
resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten sehingga
melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang tepat sesuai gejala.
Tujuannya adalah untuk memperoleh kestabilan sistem secara optimal dan
memelihara energi. Jika pencegahan sekunder tidak berhasil dan rekonstitusi tidak
terjadi maka struktur dasar tidak dapat mendukung sistem dan intervensi-
intervensinya sehingga bisa menyebabkan kematian.
3) Pencegahan Tersier. Dilakukan setelah sistem ditangani dengan strategi-strategi
pencegahan sekunder, pencagahan tersier difokuskan pada perbaikan kembali
kearah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk
memperkuat resistensi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul kembali atau
regresi, sehingga dapat mempertahankan energi. Pencegahan tersier cenderung
untuk kembali pada pencegahan primer.
4) Sistem Klien
Model sistem Neuman merupakan suatu pendekatan sistem yang terbuka dan
dinamis terhadap klien yang dikembangkan untuk memberikan suatu kesatuan fokus
definisi keperawatan dan pemahamam terbaik dari interaksi klien dengan lingkungan.
Elemen-elemen yang ada dalam sistem terbuka mengalami pertukaran energi
informasi dalam organisasi kompleksnya. Stress dan reaksi terhadap stress merupakan
komponen dasar dari sistem terbuka.
Klien sebagai sistem bisa individu, keluarga, kelompok, komunitas atau sosial
issue (Tomey & Alligood, 2006). Klien sebagai suatu sustem memberikan arti bahwa
adanya keterkaitan antar aspek yang terdapat dalam sistem tersebut. Kesehatan klien
akan dipengaruhi oleh keluarganya, kelompoknya, komunitasnya, bahkan lingkungan
sosialnya.
Neuman menyakini bahwa klien adalah sebagai suatu sistem, memiliki lima
variabel yang membentuk sistem klien yaitu fisik, psikologis, sosiokultur,
perkembangan dan spiritual. Selanjutnya juga dijelaskan oleh Neuman bahwa klien
merupakan cerminan secara holistik dan multidimensional (Fawcett,2005). Dimana
secara holistik klien dipandang sebagai keseluruhan yang bagian-bagiannya berada
dalam suatu interaksi dinamis. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa setiap orang
itu akan memiliki keunikan masing-masing dalam mempersepsikan dan menanggapi
suatu peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Disamping itu klien atau sistem dapat menangani stressor dengan baik, sehingga
sakit atau kematian atau stabilitas system. Perubahan dapat mempertahankan
kesehatan secara adekuat. Keseimbangan fungsional atau harmonis menjaga keutuhan
integritas sistem. Apabila bagian-bagian dari klien berinteraksi secara harmonis, maka
akan terwujud jika kebutuhan-kebutuhan sistem telah terpenuhi. Namun apabila terjadi
ketidakharmonisan diantara bagian-bagian system, hal ini disebabkan karena adanya
kebutuhan yang tidak terpenuhi.
5) Struktur dasar
Struktur dasar berisi seluruh variabel untuk mempertahankan dasar yang biasa terdapat
pada manusia sesuai karakteristik individu yang unik.. variabel-variabel tersebut yaitu
variabel system, genetik, dan kekuatan/kelemahan bagian-bagain sistem.
6) Intervensi
Merupakan tindakan-tindakan yang membantu untuk memperoleh, meningkatkan dan
memelihara sistem keseimbangan, terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tertier.

7) Rekonstitusi
Neuman (1995) mendefinisikan rekonstitusi sebagai peningkatan energi yang terjadi
berkaitan sebelum sakit. Yang dengan tingkat reaksi terhadap stressor. Rekonstitusi
dapat dimulai menyertai tindakan terhadap invasi stressor. Rekonstitusi adalah suatu
adaptasi terhadap stressor dalam lingkungan internal dan eksternal. Rekonstitusi bisa
memperluas normal line of defense ke tingkat sebelumnya, menstabilkan sistem klien
pada tingkat yang lebih rendah, dan mengembalikan pada tingkat semula sebelum
sakit. Yang termasuk rekonstitusi adalah faktor-faktor interpersonal, intrapersonal,
ekstrapersonal dan lingkungan yang berkaitan dengan variabel fisiologis, psikologis,
sosiokultural, perkembangan dan spiritual. Model sistem Neuman ini sangat sesuai
untuk diterapkan pada pengkajian di masyarakat, karena pendekatan yang
dipergunakan adalah pada komunitas sebagai sistem klien.

E. Model Konseptual Keperawatan Henderson


Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki keterikatan
hidup secara individual selama kehidupan, dari fase ketergantungan hingga kemandirian
sesuai dengan usia, keadaan, dan lingkungan. Perawat merupakan penolong utama klien
dalam melaksanakan aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien
atau mencapai kematian yang damai. Bantuan ini diberikan oleh perawat karena
kurangnya pengetahuan kekeuatan, atau kemauan klien dalam melaksanakan 14
komponen kebutuhan dasar.
F. Teori Madeleine Leininger (Cultural Diversity and Universality)
Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity and universality,
atau yang kini lebih dikenal dengan transcultural nursing. Awalnya, Leininger
memfokuskan pada pentingnya sifat caring dalam keperawatan. Namun kemudian dia
menemukan teori cultural diversity and universality yang semula disadarinya dari
kebutuhan khusus anak karena didasari latar belakang budaya yang berbeda.
Transcultural nursing merupakan subbidang dari praktik keperawatan yang telah
diadakan penelitiannya. Berfokus pada nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan pelayanan
kesehatan berbasis budaya.
1. Penerapan Teori Madeleine Leininger dalam Keperawatan
a. Riset (Research)
Teori Leininger telah diuji cobakan menggunakan metode penelitian dalam
berbagai budaya. Pada tahun 1995, lebih dari 100 budaya telah dipelajari dipelajari.
Selain itu juga, digunakan untuk menguji teori ethnonursing. Teori transcultural
nursing ini, merupakan satu-satunya teori yang yang membahas secara spesifik
tentang pentingnya menggali budaya pasien untuk memenuhi kebutuhannya. Kajian
yang telah dilakukan mengenai etnogeografi dilakukan pada keluarga yang salah-satu
anggota keluarganya mengalami gangguan neurologis yang akut. Hal yang dilihat
disini, adalah bagaimana anggota keluarga yang sehat menjaga anggota keluarga yang
mengalami gangguan neurologis, tersebut. Akhirnya, anggota keluarga yang sehat di
wawancara dan diobservasi guna memperoleh data. Ternyata mereka melakukan
penjagaan terhadap anggota keluarga yang sakit, selama kurang lebih 24 jam. Hanya
satu orang saja yang tidak ikut berpartisipasi untuk merawat anggota yang sakit.
Setelah dikaji, ada beberapa faktor yang memengaruhi kepedulian anggota keluarga
yang sehat untuk menjaga anggota yang sakit. Faktor tesebut, dintaranya adalah
komitmen dalam kepedulian, pergolakan emosional, hubungan keluarga yang
dinamis, transisi dan ketabahan. Penemuan ini menjelaskan pemahaman yang nyata.
Bahwa penjagaan terhadap pasien merupakan salah ekspresi dari sifat caring dan
memperikan sumbangsih pada pengetahuan tentang perawatan peka budaya. Tujuan
dari kajian kedua adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis ekspresi dari
pelaksaan sifat caring warga Anglo Amerika dan Afrika Amerika dalam sift caring
jangka panjang dengan menggunakan metode ethonursing kualitatif. Data
dikumpulkan dari 40 orang partisipan, termasuk di dalamnya
adalah para penduduk Anglo Amerika dan Afrika Amerika, staf keperawatan, serta
penyedia pelayanan. pemelihara gaya hidup preadmission, perawatan yang
profesional dan memuaskan bagi penduduk, perbedaan yang besar antara appartemen
dengan rumah para penduduk, dan sebuah lembaga kebudayaan yang mencerminkan
motif dan pelaksanaan keperawatan. Penemuan ini berguna bagi masyarakat dan para
staf profesional untuk mengembangkan teori culture care diversity and universality.
b. Edukasi (Education)
Dimasukannya keanekaragaman budaya dalam kurikulum pendidikan
keperawatan bukan merupakan hal yang baru. Keanekaragaman budaya atau dalam
dunia keperawatan mulai diintegrasikan ke dalam kurikulum keperawatan pada tahun
1917, saat komite kurikulum dari National League of Nursing (NLN)
mempublikasikan sebuah panduan yang berfokus pada ilmu sosiologi dan isu social
yang sering dihadapi oleh para perawat. Kemudian, tahun 1937 komite NLN
mengelompokan latar belakang budaya ke dalam panduan untuk mengetahui reaksi
seseorang terhadap rasa sakit yang dimilikinya. Promosi kurikulum pertama tentang
Transcultural Nursing dilaksanakan antara tahun 1965-1969 oleh Madeleine
Leininger. Saat itu Leininger tidak hanya mengembangkan Transcultural Nursing di
bidang kursus. Tetapi juga mendirikan program perawat besama ilmuwan Ph-D,
pertama di Colorado School of Nursing. Kemudian dia memperkenalkan teori ini
kepada mahasiswa pascasarjana pada tahun 1977. Ada pandangan, jika beberapa
program keperawatan tidak mengenal pengaruh dari perawatan peka budaya, akan
berakibat pelayanan yang diberikan kurang maksimal. Teori Leininger memberikan
pengaruh yang sangat besar dalam proses pembelajaran keperawatan yang ada di
dunia. Namun, Leinginger merasa khawatir beberapa program menggunkannya
sebagai fokus utama. Karena saat ini pengaruh globalisasi dalam pendidikan
sangatlah signifikan dengan presentasi dan konsultasi di setiap belahan dunia. Di
Indonesia sendiri, sangat penting untuk menerapkan teori transcultural nursing dalam
sistem pendidikannya. Karena kelak, saat para perawat berhadapa langsung dengan
klien, mereka tidak hanya akan merawat klien yang mempunyai budaya yang sama
dengan dirinya. Bahkan, mereka juga bisa saja menghadapi klien yag berasal dari luar
negara Indonesia.
c. Kolaborasi (Colaboration)
Asuhan keperawatan merupakan bentuk yang harus dioptimalkan dengan
mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan
tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan
individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985). Dalam mengaplikasikan teori
Leininger di lingkungan pelayanan kesehatan memerlukan suatu proses atau
rangkaian kegiatan sesuai dengan latar belakang budaya klien. Hal ini akan sangat
menunjang ketika melakukan kolaborasi dengan klien, ataupun dengan staf kesehatan
yang lainnya. Nantinya, pemahaman terhadap budaya klien akan diimplentasikan ke
dalam strategi yang digunakan dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Strategi ini
merupakan strategi perawatan peka budaya yang dikemukakan oleh Leininger, antara
lain adalah :
a. Strategi I, Perlindungan/mempertahankan budaya.
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relavan, misalnya budaya berolah raga setiap pagi.
b. Strategi II, Mengakomodasi/negosiasi budaya.
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani atau nabati lain yang
c. Strategi III, Mengubah/mengganti budaya klien
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan
status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang
biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
d. Pemberi Perawatan (Care Giver)
Perawat sebagai care giver diharuskan memahami konsep teori Transcultural
Nursing. Karena, bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan
terjadinya cultural shock atau culture imposition. Cultural shock akan dialami oleh
klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan
nilai budaya. Culture imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat),
baik secara diam maupun terang- terangan memaksakan nilai budaya, keyakinan, dan
kebiasaan/perilaku yang dimilikinya pada individu, keluarga, atau kelompok dan
budaya lain karena mereka meyakini bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya
kelompok lain.
Contoh kasus, seorang pasien penderita gagal ginjal memiliki kebiasaan
selalu makan dengan sambal sehingga jika tidak ada sambal pasien tersebut tidak mau
makan. Ini merupakan tugas perawat untuk mengkaji hal tersebut karena ini terkait
dengan kesembuhan dan kenyamanan pasien dalam pemberian asuhan keperawatan.
Ada 3 cara melaksanakan tindakan keperawatan yang memiliki latar budaya atau
kebiasaan yang berbeda. Dalam kasus ini berarti perawat harus mengkaji efek
samping sambal terhadap penyakit gagal ginjal pasien, apakah memberikan dampak
yang negatif atau tidak memberikan pengaruh apapun. Jika memberikan dampak
negatif tentunya sebagai care giver perawat harus merestrukturisasi kebiasaan pasien
dengan mengubah pola hidup pasien dengan hal yang membantu penyembuhan
pasien tetapi tidak membuat pasien merasa tidak nyaman sehingga dalam pemberian
asuhan keperawatan. Pemahaman budaya klien oleh perawat sangat mempengaruhi
efektivitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak
percaya sehingga tidak akan terjadi hubungan terapeutik.
G. Pandangan Dorothy e. Johnson
Dorothy E. Jhonson dilahiorkan pada tanggal 21 agustus 1919 disavannah,Georgia.
Teori system perilaku Johnson tumbuh dari keyakinan Nightingale yakni tujuan tujuan
perawatan adalah membantu individu-individu untuk mencegah atau mengobati dari
penyakit atau cidera. Ilmu dansenimerawat harus berfokus pada pasien sebagi individu
dan bukan padaentitas yang spesifik.Johnson memanfaatkan hasil kerja ilmu perilaku
dalam psikologi,sosiologi dan etnologi untuk membangun teorinya . ia
menyandarkansepenuhnya pada toeri system-sistem dan menggunakan konsep dan
definisidari A. Rapoport,R. Chin dan W.Buckley. struktur teori system perilakudipolakan
sesudah model system; system dinyatakan terdiri dari bagian yangberkaitan untuk
melakukan fungsibersama-sama untukmembentuk keseluruhan. Dalam tulisanya, Johnson
mengkonseptualkan manusia sebagai system perilaku diman fungsi adalah pbservasi
perilakuadalah teori system biologi, yang menyatakan bahwa manusia merupakansystem
biologi yang terdiri dari bagian biologi dan penyakit adalah hasilgangguan system
biologi.Pengembangan teori dari sebuah perspektif filosofis, Johnson menulis bahwa
perawatan merupakan konstribusi penyediaan fungsi perilaku efektif pada pasien
sebelum, selama dan sesudah penyakit. Ia memakai konsep daridisiplin ilmu lain seperti
sosialisasi, motivasi, stimulus, kepekaan, adaptasidan modifikasi perilaku, untuk
mengembangkan teorinya.Johnson mencatat bahwa meski literature menunjukkan ide
dukungan lainyaitu bahwa manusia merupakan system perilaku, sejauh yang ian tahu,
idetersebut adalah asli dari dirinya. Pengetahuan bagian-bagian system perilakudicikung
dalam ilmu-ilmu perilaku, tetapi literature empiris mendukungdugaan bahwa system
perilaku merupakan keseluruhan yang belumdikembangkan. Dalam system biologis ,
pengetahuan atas bagian- bagianya lebih dahulu dari pengetahuan keseluruahan system.
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada bagaimana klien
beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress actual atau potensial dapat
mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan dari keperawatan adalah menurunkan
stress sehingga klien dapat bergerak lebih mudah melewati masa penyembuhannya
(Johnson, 1968). Teori Johnson berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada
pengelompokkan perilaku berikut:
1. Perilaku mencari keamanan
2. Perilaku mencari perawatan
3. Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi prestasi
4. Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
5. Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan cultural
6. Perilaku seksual dan identitas peran
7. Perilaku melindungi diri sendiri

Model Konsep Dan Teori Keperawatan Johnson


Model konsep dan teori keperawatan menurut Johnson adalah dengan pendekatan
system perilaku, dimana individu dipandang sebagai sitem perilakuyang selalu ingin
mencapai keseimgangan dan stabilitas, baik dilingkungan internal maupun eksternal,
juga memiliki keinginan dalammengatur dan menyesuaikan dari pengaruh yang
ditimbulkanya. Sebagi suatusystem , didalamnya terdapat komponen sub system yang
membentuka systemtersebut, diantaranya komponen sub system yang membentuk
system perilakumenurut Johnson adalah
1. Ingestif, yaitu sumber dalam memelihara integritas serta mencapaikesenagan dalam
pencapaian pengakuan dari lingkungan.
2. Achievement, merupakan tingkat pencapaian prestasi melalui kterampilanyang
kreatif.
3. Agresif, merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri atau perlindungandan
berbagai ancaman yang ada di lingkungan.
4. Eliminasi, merupakan bentuk pengelauran segala sesuatu dari sampah atau barang
yang tidak berguna secara biologis
5. Seksual, digunakan dalam pemenuhan kenutuhan saling mencintai dan dicintai
6. Gabungan/tambahan, merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan tambahandalam
mempertahankan lingkungan yang kondusif dengan penyesuaiandalam kehidupan
social, keamanan, dan kelangsungan hidup.Ketergantungan, merupakna bagian yang
membentuk system perilakudalam mendapatkan bantuan, kedamaian, keamanan serta
kepercayaan.Berdasarkan sub system tersebut diatas, maka akan terbentuk
sebuahsystem perilaku individu, sehingga Johnson memiliki pandangan
bahwakeperawatan dalam mengatasi permasalahan tersebut harus dapat
berfungsisebagai pengatur agar dapat menyeimbangkan system perilaku tersebut.
Kliendalamhal ini adalaha manusia yang mendapat bantuan perawatan
dengankeadaan terancam atau potensial oleh kesakitan atau ketidak seimbangan
penyesuaian dengan lingkungan. Status kesehatan yang ingin dicapai adalahmereka
yang mampu berperilaku untuk memelihara keseimbangan ataustabilitas dengan
lingkungan.
C. Asumsi-asumsi
1. Perawatan (nursing)
Perawatan, seperti yang dipandang Johnson, adalah tinmdakan eksternalauntuk
memberikan organisasi perilakupasien ketika pasien dalam kondisistrres dengan
memakai mekanisasi pengaturan yang berkesan atau dengan penyediaan sumberdaya.
Seni dan ilmu, memberikan eksternal baiksebelum dan selama gangguan
keseimbangan system dan karenanyamembutuhkan pengetahuan tentang order,
disorder dan control. Aktivitas perawatan tadak bergantung pada wewenang medis
tetapi bersifat pelengkap(komplementer) bagi medis/ pengobatan.
2. Orang (person)
Johnson memandang manusia sebagai system perilaku dengan pola, pengulangan dan
cara bersikap dengan maksud tertentu yang menghubungkan dirinya dengan
lingkungannya. Pola-pola respon spesifikmanusia membentuk keseluruhan yang
terorganisasi dan terintegrasi.
Person adalah system dari bagian-bagian interpedent yang membutuhkan beberapa
aturan dan pengaturan untuk menjaga keseimbangan.Johnson lebih jauh menganggap
bahwa behavioral system adalah pentinguntuk manusia dan apabila ada tekanan yang
kuat atau ketahanan yangrendah mengganggu keseimbangan sistemt perilaku ,
integritas manusiaterancam. Usaha-usaha mausia untuk menbangun kembali
keseimbanganmembutuhkan pengeluaran energi yang luar biasa, yang
menyisakansedikit energi untuk membantu proses-proses biologis dan penyembuhan
3. Kesehatan (health)
Johnson memandang kesehatan sebagai suatu kondisi yang sulit dipahami (elusive)
dan dinamis, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis, psikologis dan sosial.
Kesehatajn menjadi suatu nilai yang diinginkan oleh para pekerja dan memfokuskan
pada person bukannya penyakit.
Kesehatan direfleksikan oleh organisasi, interaksi, saling ketergantungan subsitem-
subsistem dari sistem perilaku. Manusia berusia mencapai keseimbangan dalam
sistem ini yang akan mengarah ke perilaku fungsional. Keseimbangan yang kurang
baik dalam persyaratan struktural atau fungsional cenderung mengarah ke
memburuknya kesehatan ketika sistem membutuhkan sejumlah energi minimum
untuk pemeliharaan, suplai energi yang lebih besar yang tersedia mempengaruhi
proses biologi dan penyembuhan.
4. Lingkungan
Dalam teori Johnson, lingkungan terdiri diseluruh faktor yang bukan bagian sistem
perilaku individu tetapi hal itu mempengaruhi sistem dan dapat dimanipulasi oleh
perawat untuk mencapai kesehatan yang menjadi tujuan pasien. Individu
menghubungkan dirinya untuk berinteraksi dxengan lingkungan-nya. Sistem perilaku
berusaha menjaga equilibrum dalam respon faktor terhadap faktor lingkungan
dengan mangatur dan adaptasi terhadap kekuatan yang menyertainya. Gaya
lingkungan yang juat secara berlebihan mengganggu keseimbangan sistem perilaku
dan mengancam stabilitas seseorang jumlah energi yang tidak tentu dibtuhkan supaya
sistem membangun kembali eqilibrium dalam menghadapi tekanan-tekanan
berikutnya. Ketika lingkungan stabil, individu dapat melanjutkan dengan perilau-
perilaku yang baik.

H. Model Self Care Menurut Orem

Asuhan keperawatan komunitas pada agregat usia lanjut dengan hipertensi dilakukan
melalui pendekatan proses keperawatan dengan mengunakan framework atau model
konseptual keperawatan self care. Model konseptual self care tersebut berfokus terhadap
analisis kemandirian untuk usia lanjut dengan hipertensi. Model konseptual keperawatan self
care mempunyai pandangan bahwa keperawatan diperlukan untuk mempertahankan
kebutuhan perawatan diri bagi individu, keluarga dan masyarakat yang tidak mampu
melakukannya (Orem, 2001).

Perawat membantu usia lanjut dengan hipertensi untuk mempertahankan kebutuhan


perawatan diri dengan memberikan bimbingan, pengarahan, dan ketrampilan secara
individual maupun kelompok sehingga usia lanjut yang menderita hipertensi mampu mandiri
secara bertahap dalam mengelola penyakitnya. Perawat komunitas mempunyai kontribusi
yang besar dalam meningkatkan status kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat (Anderson, 2000).

Model Self Care Hubungan self care dan tingkat keperawatan self care pada usia
lanjut dengan hipertensi berdasarkan model konseptual keperawatan menurut Orem (2001).
Model ini terdiri dari tiga bentuk hubungan yaitu self care, self care defisit dan nursing
system.

1. Self care

Self care adalah kegiatan praktik yang diprakarsai oleh usia lanjut dan dilakukan
untuk memelihara kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Orang sakit dan orang yang
mengalami ketidakmampuan memerlukan bantuan keperawatan secara penuh atau
sebagian dalam melakukan aktivitas self care. Self care berhubungan dengan self care
agency dan therapeutic self care demand. Self care agency adalah kemampuan seseorang
untuk merawat diri sendiri selama proses kehidupan, mempertahankan atau meningkatkan
integritas struktur, fungsi dan perkembangan tubuh serta meningkatkan kesejahteraan. Self
care agency pada usia lanjut dengan hipertensi adalah kemampuan untuk merawat diri
sendiri sesuai kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan sehari – harinya. Self care
agency berkaitan dengan kekuatan individu untuk melakukan perawatan mandiri.

Therapeutic self care demand adalah keseluruhan tindakan self care yang harus
dilakukan oleh usia lanjut dengan hipertensi untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Terdapat tiga kategori dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri pada usia lanjut dengan
hipertensi meliputi:

a. Universal self care requisites. Terdapat delapan kebutuhan self care pada manusia
yaitu : pemeliharaan keseimbangan pemasukan udara, pemeliharaan keseimbangan
pemasukan air, pemeliharaan keseimbangan dalam pemasukan nutrisi, pengeluaran
melalui proses eliminasi, keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, pemenuhan
interaksi dengan keluarga dan interaksi sosial, pencegahan pencemaran dari
kehidupan manusia, fungsi manusia dan kesejahteraan manusia, serta peningkatan
fungsi dan perkembangan manusia dalam kelompok sosial sesuai dengan potensi,
keterbatasan dan keinginan manusia agar tetap normal. Kebutuhan self care dapat
dijabarkan bahwa secara umum kebutuhan pada usia lanjut dengan hipertensi
adalah menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dalam pemeliharaan
keseimbangan dalam pemasukan nutrisi yaitu berkaitan dengan diet makanan yang
harus dilakukan oleh usia lanjut.
b. Developmental self care requisites Perkembangan manusia terdiri dari dimensi
psikis termasuk kognitif dan afektif serta dimensi personal yang ditunjukkan
dengan karakter pribadi dan kesehatan mental. Kebutuhan dalam perawatan diri
sesuai dengan proses perkembangan dan kematangan seseorang untuk menuju
fungsi yang optimal dan mencegah kondisi yang dapat menghambat perkembangan
dan kematangan serta penyesuaian diri. Setiap individu selama siklus hidupnya
mengalami berbagai tahap perkembangan. Melalui tahapan perkembangan ini
menjadikan individu berkembang kearah kematangan. Hipertensi pada usia lanjut
dapat disebabkan karena menurunnya fungsi tubuh akibat dari proses degeneratif.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh peningkatan stres serta pola makan yang
tidak sehat.
c. Health deviation self care requisites Kebutuhan ini berkaitan dengan
penyimpangan status kesehatan yang terjadi pada usia lanjut dengan hipertensi
yang dapat menurunkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan tindakan
pencegahan dan pengobatan secara mandiri. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri
pada usia lanjut dengan hipertensi diakibatkan karena adanya berbagai masalah
yang meliputi risiko ketidakadekuatan perfusi jaringan serebral (Smeltzer & Bare,
2004; Hudak & Gallo, 1994). Dari permasalahan tersebut, maka terdapat enam
kategori kebutuhan untuk membantu usia lanjut dengan hipertensi agar mampu
mengatasi penyimpangan kesehatan yang dialami yaitu :
1) Mencari pengobatan yang tepat dan aman Usia lanjut dengan hipertensi
dan keluarga berupaya mencari pengobatan yang tepat dan aman ke
tempat pelayanan kesehatan baik rumah sakit, Puskesmas, klinik atau
Posbindu sehingga usia lanjut dan keluarga dapat memperoleh
pengetahuan tentang pengelolaan penyakit hipertensi.
2) Menyadari efek dari patologi penyakit Usia lanjut dan keluarga perlu
menyadari dampak yang terjadi pada penyakit hipertensi, sehingga dapat
mengambil suatu keputusan yang positif dalam melakukan perawatan.
3) Memilih prosedur diagnostik, terapi dan rehabilitatif secara efektif. Usia
lanjut dan keluarga mempunyai kesempatan untuk menentukan hal yang
terbaik bagi kesembuhan penyakitnya. Berbagai upaya dapat dilakukan
mulai dari pengobatan dari dokter maupun pengobatan yang tradisional
atau alamiah untuk mengendalikan tekanan darah usia lanjut.
4) Menyadari dan memahami efek dari pengobatan dan ketidaknyamanan
Pengobatan untuk usia lanjut dengan hipertensi merupakan pengobatan
seumur hidup dan membutuhkan kepatuhan dalam melaksanakan terapi,
sehingga perlu kesadaran dari dan keluarga bahwa pengobatan yang
dilakukan dapat menimbulkan berbagai efek dan akan merasakan
ketidaknyamanan.
5) Memodifikasi konsep diri dalam menerima status kesehatan Perubahan
yang terjadi pada usia lanjut dengan hipertensi dapat mengakibatkan suatu
krisis konsep diri, oleh karena itu usia lanjut memerlukan sumber
pendukung untuk membantu mempelajari cara baru agar dapat mengatasi
dan berespon terhadap situasi yang dihadapi, sehingga dapat
mempertahankan konsep diri yang positif (Potter & Pery, 1997)
6) Belajar hidup dengan keterbatasan sebagai dampak dari kondisi patologis
Adanya situasi yang baru, akan mengalami proses belajar secara self
directed, yaitu akan berusaha beradaptasi dengan keterbatasannya.
Bantuan yang dapat diberikan oleh perawat berupa pengarahan dan
bimbingan (Suliha, Herawani, Sumiati, & Resnayati, 2002).
2. Self care defisit

Self care defisit merujuk pada hubungan antara self care agency dan therapeutic
self care demand dari individu mengenai kemampuan self care akibat dari adanya
keterbatasan, ketidakmampuan dalam memenuhi beberapa atau semua komponen
therapeutic self care demand. Teori ini merupakan inti dari teori Orem dalam keperawatan
sebab menggambarkan kapan perawatan dibutuhkan oleh seseorang. Keperawatan
dibutuhkan ketika seseorang mengalami ketidakmampuan atau keterbatasan dalam
memenuhi perawatan diri yang berkaitan dengan pengelolaan hipertensi.

Nursing System Nursing System yang didesain oleh perawat berdasarkan pada
kebutuhan pengelolaan terhadap penyakit hipertensi pada usia lanjut. Apabila terdapat
ketidakmampuan atau kekurangan dalam melakukan perawatan terhadap pengelolaan
penyakit hipertensi maka akan terjadi self care deficit berarti ada kesenjangan antara
kemampuan individu dalam, melakukan perawatan diri (self care agency) dengan apa yang
dibutuhkan agar dapat berfungsi secara optimal (self care demand), sehingga perawatan
diperlukan. Pada kondisi ini perawat melakukan pengkajian mengapa tidak mampu
memenuhi kebutuhan, apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan tersebut dan menilai seberapa jauh mampu memenuhi kebutuhannya
sendiri. Asuhan keperawatan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis,
perkembangan, dan sosial usia lanjut. Tingkat kemampuan perawatan pada usia lanjut
dengan hipertensi, terdapat tiga klasifikasi yang meliputi: 1) Wholly compensatory nursing
system. Sistem keperawatan ini diperlukan oleh usia lanjut dengan hipertensi yang tidak
mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Wholly compensatory nursing
system diberikan kepada usia lanjut dengan tingkat ketergantungan yang tinggi, yaitu pada
usia lanjut yang tidak mampu melakukan berbagai aktivitas akibat adanya komplikasi dari
penyakit hipertensi, misalnya stroke; 2) Partly compensatory nursing system. Sistem ini
adalah untuk situasi dimana perawat dan usia lanjut serta keluarga bersama – sama
melakukan tindakan keperawatan agar usia lanjut mampu melakukan pengelolaan terhadap
penyakit hipertensi. Perawat dapat mengambil alih beberapa aktivitas yang tidak dapat
dilakukan oleh usia lanjut, misalnya memberikan dukungan untuk melakukan olah raga.
Pada situasi ini mulai belajar beberapa tindakan perawatan yang baru; 3) Supportive
educative nursing system. Pada situasi ini usia lanjut telah mampu dan dapat belajar untuk
melakukan perawatan diri secara mandiri (therapeutic self care) tetapi masih memerlukan
bantuan. Usia lanjut membutuhkan bantuan untuk pembuatan keputusan, mengendalikan
perilaku dan mendapatkan pengetahuan serta ketrampilan. Usia lanjut dengan hipertensi
pada kondisi ini mempunyai ketergantungan yang minimal, sehingga peran perawat adalah
meningkatkan kemampuan diri usia lanjut dalam melakukan peningkatan kesehatan.
Perawat dapat berperan sebagai konsultan bagi usia lanjut dan keluarganya. Berdasarkan
teori keperawatan mandiri (self care) di atas, maka Orem (2001) menjelaskan proses
keperawatan sebagai berikut:

a. Pengkajian Pengkajian bertujuan untuk mengidentifikasi ada atau tidak adanya


defisit perawatan diri usia lanjut. Perawat perlu mengumpulkan data tentang
adanya tuntutan perawatan diri untuk meningkatkan dan memperbaiki fungsi
keluarga, mempertahankan fungsi keluarga serta meningkatkan koping usia lanjut
dalam menyelesaikan masalah berdasarkan berbagai sumber. Pengkajian yang
harus dilakukan menurut Orem (2001) diawali dengan pengkajian identitas usia
lanjut, selanjutnya pengkajian juga didasarkan pada 3 (tiga) kategori perawatan
diri usia lanjut yang meliputi universal self care, developmental self care, dan
health deviation.
b. Diagnosis Keperawatan Penjelasan secara spesifik tentang perumusan diagnosis
keperawatan komunitas tidak ditemukan pada model self care, namun menurut
Orem (2001) diagnosis keperawatan berfokus pada fungsi keluarga yang telah
diidentifikasi dan dampak dalam memenuhi therapeutic self care demand pada
individu anggota keluarga dan pada struktur dan fungsi keluarga. Misalnya,
komunikasi antara suami istri, komunikasi pada anak, dan perilaku interpersonal
anggota keluarga
c. Perencanaan Orem (2001), menyebutkan bahwa perencanaan merupakan
petunjuk pelaksanaan dari tindakan keperawatan yang akan digunakan. Salah satu
bagian penting dari perencanaan adalah negosiasi dengan usia lanjut mengenai
intervensi keperawatan. Komitmen antara perawat dengan usia lanjut merupakan
hal penting dalam keperawatan yang bertujuan untuk kemandirian dalam proses
keperawatan sehingga benar-benar dapat memenuhi kebutuhan usia lanjut.
Perencanaan yang dibuat oleh perawat harus didasarkan pada tujuan, sehingga
disesuaikan dengan diagnosis keperawatan yang dirumuskan, self care demand
dan diupayakan untuk meningkatkan self care. Selain itu dalam membuat
perencanaan juga harus memperhatikan tingkat ketergantungan atau kebutuhan
dan kemampuan usia lanjut yang meliputi the Wholly compensatory nursing
system, the partly compensatory nursing system, dan the supportive educative
nursing system
d. Implementasi Implementasi keperawatan sebagai asuhan kolaboratif dengan
saling melengkapi antara usia lanjut dan perawat, dengan kata lain perawat
bertindak dalam berbagai cara untuk meningkatkan kemampuan usia lanjut.
Dalam implementasi rencana keperawatan, perawat dan usia lanjut bersama-sama
melakukan aktivitas dalam membantu memenuhi kebutuhan terapi perawatan
pada usia lanjut dengan hipertensi. Ada 6 (enam) cara yang dapat dilakukan
perawat dalam mengimplementasikan rencana keperawatan, yaitu: melakukan
tindakan langsung, memberikan pedoman atau petunjuk, memberikan dukungan
psikologis, memberikan dukungan secara fisik, mengembangkan lingkungan
yang suportif, dan mengajarkan / memberikan pendidikan kesehatan (Orem,
2001).
e. Evaluasi Evaluasi difokuskan pada tingkat kemampuan usia lanjut untuk
mempertahankan kebutuhan self care-nya, kemampuan mengatasi self care
deficit, kemampuan keluarga dalam memberikan bantuan self care jika usia lanjut
tidak mampu. Evaluasi dilakukan melalui identifikasi tingkat kemandirian usia
lanjut dalam perawatan dirinya yang dapat dilihat dari kontribusi/keterlibatan
keluarga dalam memberikan asuhan kepada usia lanjut dengan hipertensi. Hasil
yang diharapkan adalah usia lanjut dengan hipertensi dapat memperbaiki dan
memelihara fungsi serta dapat menggunakan berbagai sumber yang dimiliki baik
dalam keluarga maupun kelompok usia lanjut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan model-model konsep dalam keperawatan, perawat harus


mengembangkan interaksi antara perawat dan klien untuk membantu individual dalam
mengatasi masalah yang berkaitan dengan kemampuan sehingga dapat membantu memenuhi
tekanan atau memenuhi kebutuhan yang dihasilkan dari suatu kondisi, lingkungan, situasi
atau waktu yang bertujuan untuk melakukan konservasi kegiatan yang ditujukan untuk
menggunakan sumber daya yang dimiliki klien secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses & Praktik.
Jakarta: EGC.

Hlm130,137 Suzanne C.smeltzer dan Brenda G. Bare.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah, Brunner & suddarth. Jakarta: EGC.

M. Gaie Rubenfeld dan Barbara K. Scheffer.2010.Berpikir kritis untuk perawat ,Strategi


berbasis kompetensi. Jakarta: EGC.

R. Siti Maryam, S.Kp, Ns. Santu Setiawati, S.Kep, Ns. Mia Fatma Ekasari, S. Kep, 2008.
Berpikir Kritis dalam Proses Keperawatan. Jakarta :EGC. Hlm

https://id.scribd.com/document/397311803/Teori-Model-Konsep-Keperawatan-Betty-Neuman

http://fik.old.unipdu.ac.id/download/konseptual-model-konseptual-keperawatan-komunitas-
betty-neumanartikel-4-2015-03-16.doc

http://noviasindi.mahasiswa.unimus.ac.id/wp-content/uploads/sites/256/2016/01/Konsep-Dasar-
Keperawatan-Gerontik_Dinny-Anggraini_D3Keperawatan_G0A015080.docx#:~:text=Model
%20Konseptual%20Keperawatan%20Neuman,mempengaruhi%20respon%20klien%20terhadap
%20stressor

Anda mungkin juga menyukai