Keperawatan
Teori
Hubungan beberapa konsep atau suatu kerangka konsep atau
definisi memberikan suatu pandangan sistematis terhadap gejala-
gejala atau fenomena-fenomena untuk menguraikan, menerangkan,
meramalkan, dan mengendalikan suatu fenomene
Model
Contoh, menyerupai, merupakan pernyataan simbolik tentang
fenomena, menggambarkan teori dari skema konseptual melelui
penggunaan symbol dan diafragma.
Model Konsep
Rangkaian konstruksi yang sangat abstrak dan berkaitan yang
menjelaskan secara luas fenomena-fenomene, mengekspresikan
asumsi dan mencerminkan masalah.
Teori keperawatan
sebagai usaha untuk menguraikan dan menjelaskan berbagai
fenomena dalam keperawtan.
Teori-Teori Keperawatan
Florence Nightingale
Udara segar
Air bersih
Saluran pembuangan yang efisien
Kebersihan
Cahaya
Menggunkan nalarnya
Ketekunan
Observasi
Virginia Henderson
Manusia
Keperawatan
Kesehatan
Lingkungan
Fisiologis
Psikologis
Sosiokultural
Spiritual
Pencegahan primer
Meliputi tindakan keperawatan untuk mengidentifikasi adanya
stressor, mencegah reaksi tubuh karena adanya stressor serta
mendukung koping pada pasien secara konstruktif.
Pencegahan sekunder
Berbagai tindakan perawatan yang dapat mengurangi gejala penyakit
serta reaksi tubuh lainnya karena adanya stressor
Pencegahan tersier
meliputi pengobatan secara rutin dan teratur serta pencegahan
terhadap adanya kerusakan lebih lanjut dari komplikasi suatu
penyakit
Keperawatan Psikodinamik
Keperawatan psikodinamik
Fase orientasi
Perawat dan klien bertindak sebagai dua individu yang belum saling
mengenal. Fase ini merupakan fase untuk menentukan masalah. Fase
orentasi dipengaruhi langsung oleh :
Fase Identifikasi
Fase Eksploitasi
Fase resolusi/terminasi
Keperawatan
Individu
Kesehatan
Lingkungan
Riwayat alergiRiwayat pengobatanTingkat kegawatan pasienTanda
- tanda vitalPertolongan pertama yang diberikanPengkajian
ulangPengkajian nyeriKeluhan utamaRiwayat keluhan saat iniData
subjektif dan data objektif Periode menstruasi terakhir Imunisasi
tetanus terakhir Pemeriksaan diagnostik Administrasi
pengobatanTanda tangan
registered nurse
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter
serta dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada
dalam tulisan rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan
tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat
instruksi tersebutditulis dan diimplementasikan secara berurutan,
serta pada saat terjadi perubahan status pasienatau informasi klinis
yang dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan
membentuk
“landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada standar
perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu
melakukan danmendokumentasikan tindakan medis dan
keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan standar yang
disetujui.Perawat harus mengevaluasi secara kontinu perawatan
pasien berdasarkan hasilyang dapat diobservasi untuk menentukan
perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan danharus
mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan
dan perkembangannya.Standar Joint Commision (1996)
menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang sifatnya
gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan
kesimpulan padasaat terminasi pengobatan, termasuk disposisi
akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan
tindak lanjut.
Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai
berikut :1.
S : data subjektif 2.
O : data objektif 3.
A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan4
.
P : rencana keperawatan5.
I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic6.
E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasienterhadap
pengobatan dan perawatan yang diberikan(ENA, 2005)Untuk
mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan
stabilisasi, dokumentasimencakup hal - hal sebagai berikut:Salinan
catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim
Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan
di fasilitas pengirimDeskripsi respon pasien terhadap
pengobatanHasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah
perburukan lebih jauh pada kondisi pasien
ASKEP NYERI NANDA
PUBLISHED MARCH 22, 2011 BY SLAMETSURYONO
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI ACUT (NANDA)
1. Konsep dasar nyeri
a. Definisi nyeri
Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. (Potter &
Perry, 2005).
Definisi lain nyeri adalah pengalaman subjektif, sangat pribadi dipengaruhi oleh
pendidikan, budaya, makna situasi dan kognitif ( menurut Bonica dan Melzack,
1987).
b. Tipe nyeri berdasarkan durasi dan lamanya
Nyeri biasanya dibedakan menjadi dua tipe besar yaitu nyeri akut dan nyeri
kronis. Keduanya bisa dibedakan dari onset, durasi dan penyebab nyeri.
1) Nyeri akut
Nyeri akut terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah dan
memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai
berat) dan berlangsung untuk waktu singkat (Meinhart dan Mc Caffery, 1983, NIH
1986 dalam Potter and Perry, 1997).
Menurut Bonica tahun 1987, nyeri akut sebagai kumpulan pengalaman yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan sensori, persepsi dan emosi serta
berkaitan dengan respon autonomi, emosional dan perilaku.
Nyeri akut biasanya peristiwa baru, tiba-tiba dan durasinya singkat. Hal ini
berkaitan dengan penyakit akut, operasi atau prosedur pengobatan atau trauma
dan rasa nyeri dapat membantu untuk menentukan lokasinya. Karakteristik yang
lain adalah rasa nyeri biasanya dapat diidentifikasi, rasa nyerinya cepat berkurang
/ hilang, sifatnya jelas dan mungkin sekali untuk berakhir / hilang.
2) Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung lama, intensitasnya bervariasi dan
biasanya berlangsung lebih dari enam bulan (Mc Caffery, 1986 dalam Potter and
Perry, 1997). Pada klien dengan nyeri kronik sering mengalami periode remisi
(gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan
meningkat). Sifat nyeri kronik ini tidak dapat diprediksi yang membuat klien
frustrasi dan sering mengarah pada depresi psikologis.
Nyeri kronis adalah suatu situasi atau keadaan pengalaman nyeri yang menetap /
kontinyu selama beberapa bulan / tahun setelah fase penyembuhan dari suatu
penyakit akut / injuri. Karakteristik nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah
diidentifikasi, intensitas nyeri sukar diturunkan, rasa nyerinya biasanya
meningkat, sifatnya kurang jelas dan kemungkinan kecil untuk sembuh / hilang.
Nyeri kronis dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu nyeri kronis maligna dan non
maligna. Nyeri kronis maligna dapat digambarkan sebagai nyeri yang
berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif lainnya. Nyeri kronis non
maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat kerusakan jaringan non progresif
atau telah mengalami penyembuhan.
c. Tipe nyeri berdasarkan intensitas.
Intensitas nyeri seseorang dapat diketahui dari alat-alat pengkajian yang
digunakan. Pada deskripsi verbal tentang nyeri, individu merupakan penilai
terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk
menggambarkan dan membuat tingkatannya. Intensitas nyeri didapat diukur
dengan menggunakan skala diantaranya; skala intensitas nyeri deskriptif
sederhana, skala intensitas nyeri numerik 0-10 dan skala analog visual (VAS).
Skala dipergunakan untuk mendeskripsikan intensitas / beratnya rasa nyeri.
1) Skala intensitas nyeri deskriptif sederhana
Skala intensitas nyeri nyeri deskriptif sederhana ini menggunakan enam gambar
wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan wajah bahagia hingga wajah
sedih, yang dipergunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri. Skala ini dapat
dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.
0
Tidak ada nyeri 2
Nyeri ringan 4
Nyeri sedang 6
Nyeri hebat 8
Nyeri sangat hebat 10
Nyeri paling hebat
2) Skala intensitas nyeri numerik 0-10
Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan
mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik, digunakan dari 0
hingga 10, nol ( 0 ) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri, sedangkan
sepuluh (10) , suatu nyeri yang sangat hebat.
Tidak ada nyeri Nyeri sedang Nyeri paling hebat
3) Skala analog visual (VAS)
Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas
mengekspresikan nyeri, ke arah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tidak
tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang. Klien diminta
menunjukkan posisi nyeri pada garis antara kedua nilai ekstrem. Bila menunjuk
tengah garis, menunjukkan nyeri sedang
I_________________________________________I
Tidak ada nyeri Nyeri sehebat
yang dapat terjadi
d. Tipe nyeri berdasarkan transmisi.
1) Reseptor nyeri (nosiseptor)
Nosiseptor adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada
stimulus yang kuat, secara potensial merusak. Stimuli tersebut sifatnya mekanik,
termal, kimia. Reseptor nyeri merupakan jaras multi arah yang kompleks. Serabut
saraf ini bercabang sangat dekat dengan asalnya pada kulit dan mengirimkan
cabangnya ke pembuluh darah lokal, se-sel mast, folikel rambut dan kelenjar
keringat. Stimulasi serabut ini menimbulkan pelepasan histamin dari sel-sel mast
dan mengakibatkan vasodilatasi. Serabut kutaneus terletak lebih kearah sentral
dari cabang yang lebih jauh dan berhubungan dengan rantai simpatis
paravertebrata sistem saraf dan dengan organ internal yang lebih besar. Sebagai
akibat hubungan antara serabut saraf ini, nyeri sering disertai dengan efek
vasomotor, otonom dan viseral. Meski aktivasi yang kuat dari serabut reseptor
nyeri pada kulit yang akan menyebabkan hubungan viseral dari serabut yang
sama, hal sebaliknya juga terjadi. Stimulasi kuat pada cabang viseral dapat
menyebabkan vasodilatasi dan nyeri pada area tubuh yang berkaitan denga
serabut tersebut. Hasiln ya disebut nyeri alih.
2) Mediator kimia dari nyeri.
Sejumlah substansi yang mempengaruhi sensitivitas ujungf-ujung saraf atau
reseptor nyeri dilepaskan kejaringan ekstraseluler sebagai akibat dari kerusakan
jaringan. Zat kimia yang meningkatkan transmisi atau persepsi nyeri meliputi
histamin, bradikinin, asetilkolin dan prostaglandin.
Prostaglandin adalah zat kimia yang diduga dapat meningkatkan sensitivitas
reseptor nyeri dengan meningkatkan efek yang menimbulkan nyeri dari
bradikinin. Endorfin dan enkefalin adalah substansi lain dalam tubuh yang
berfungsi sebagai inhibitor terhadap transmisi nyeri. Endorfin dan enkefalin
adalah zat kimia endogen yang terstruktur serupa dengan opioid. Serabut
interneural inhibitori yang mengandung enkefalin terutama diaktifkan melalui
aktivitas dari serabut perifer nosiseptor, pada tempat yang sama dengan reseptor
nyeri atau nosiseptor dan serabut desenden, berkumpul bersama dalam suatu
sistem yang disebut descending control.
Keberadaan endorfin dan enkefalin membantu menjelaskan bagaimana orang
orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri yang berbeda dari stimuli neyeri
yang sama. Kadar endorfin beragam diantara individu seperti tingkat ansietas
seseorang yang mempengaruhi kadar endorfin. Individu dengan endorfin yang
banyak lebih sedikit merasakan nyeri dan mereka dengan sedikit endorfin
merasakan nyeri lebih besar.
Beberapa tehnik mungkin efektif dalam meredakan nyeri, paling tidak sebagian
karena tehnik tersebut menyebabkan pelepasan endorfin. Transcutaneus electric
nerve stimulation (TENS) dapat menstimulasi pelepasan endorfin, seperti
penggunaan plasebo, dimana pasien berfikir pengobatannya bekerja meskipun
hal tersebut tidak ada hasilnya. Metode pereda nyeri lainnya seperti imaginasi
terbimbing, dapat membantu pasien melepaskan endorfin.
e. Tipe nyeri berdasarkan sumber.
Rasa nyeri dapat timbul dalam berbagai modalitas bergantung pada letak
reseptor
1) Nyeri somatik superfisial (nyeri kulit)
Rangsang yang dapat menimbulkan rasa nyeri kulit adalah rangsang nosiseptif
yaitu rangsang yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Rangsang dapat
berupa rangsang mekanis, listrik, termal atau kimia.
Nyeri kulit biasanya dirasakan sebagai sensasi yang datang berurutan. Pertama
terasa sebagai rasa yang tajam, lokasi rangsang dapat ditunjukkan dengan tepat,
sensasi yang terasa dapat dijelaskan sesuai dengan rangsang yang diberikan dan
segera hilang bila rangsang dihentikan. Rasa nyeri yang segera terasa pada saat
rangsang diberikan ini disebut fast pain / initial pain/ nyeri primer. Kemudian
disusul dengan nyeri yang tumpul, lokasi rangsang tidak dapat ditunjukkan
dengan tepat, sensasi rasa kurang dapat diuraikan dengan jelas. Biasanya terasa
sebagai rasa panas, menusuk yang sifatnya difus. Sensasi tetap terasa beberapa
saat sesudah rangsang dihentikan. Nyeri susulan ini disebut slow pain / delayed
pain / nyeri sekunder.
Pada beberapa keadaan patologis tertentu kulit, kepekaan reseptor nyeri dapat
berubah yang menimbulkan hiperalgesia yaitu;
a) Hiperalgesia primer bersifat setempat, pada daerah luka atau radang, ambang
reseptor menurun. Disebabkan oleh lepasnya histamin, dapat terasa sampai
berhari-hari.
b) Hiperalgesia sekunder, disebabkan oleh rangsangan nosiseptif yang kuat dan
cukup lama yang menyebabkan impuls menyebar dari daerah rangsang baik
secara horizontal maupun vertikal. Reseptor nyeri sekitar daerah luka akan
terangsang.
2) Nyeri somatik dalam
Reseptor terdapat pada sendi, otot, tendon dan fascia. Agak sukar melokalisasi
tempat asal nyeri somatik dalam karena dermatom kulit yang ada tepat diatas
sklerotom tempat asal nyeri somatik dalam, tidak disarafi saraf spinal yang sama
dengan sklerotom tersebut. Sensasi nyeri yang terasa umumnya adalah nyeri
tumpul yang sering disertai rasa mual. Hal tersebut menunjukkan adanya
keterlibatan sistem saraf otonom. Rasa nyeri somatik dalam cenderung
menyebar, sehingga lebih sukar lagi untuk menentukan tempat asal nyeri.
Rangsangan adekuat untuk membangkitkan nyeri somatik dalam adalah
rangsangan mekanik tarikan atau kimia.
Iskemia otot yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah menyebabkan
tertumpuknya asam laktat yang merangsang reseptor rasa nyeri somatik dalam.
Spasme otot menyebabkan tarikan cukup kuat dan dalam pada tendon.
3) Nyeri viseral
Lokasi tempat asal nyeri viseral sukar ditentukan karena jumlah reseptornya
hanya sedikit. Sering disertai keterlibatan sistem saraf otonomdengn adanya rasa
mual, berkeringat dan perubahan tekanan darah. Rangsang adekuatnya adalah
regangan, spasme atau kerutan yang berlebihan pada otot polos, iskemia dan
kimiawi. Biasanya nyeri viseral juga disertai kerutan otot rangka yang ada didekat
viseral yang terkena. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi viseral yang
sedang menderita nyeri.
4) Nyeri alih
Sensasi nyeri atau rasa nyeri somatik dalam atau rasa nyeri viseral yang terasa
didaerah somatik superfisial. Nyeri viseral mempunyai letak nyeri alih yang khas
untuk tiap viseral yang terkena. Beberapa teori tentang terjadinya nyeri alih
adalah;
a) Teori dermatom
Nyeri alih terasa pada kulit yang berasal dari dermatom yang sama dengan alat
viseral yang terkena. Misalnya nyeri jantung dialihkan ke lengan.
b) Teori konvergensi
Traktus spinotalamikus lateralis adalah tempat berkumpulnya serat-serat sensori
nyeri, baik dari somatik maupun dari viseral, yang akan berakhir di thalamus dan
kemudian di relay oleh thalamus ke kortek somatosensorik. Karena impuls nyeri
somatik lebih sering terjadi daripada impuls nyeri viseral, maka korteks
somatosensorik seolah lebih mengenal nyeri somatik dari pada nyeri viseral.
Karena itu nyeri viseral sering diinterpretasikan sebagai nyeri oleh korteks.
c) Teori fasilitasi
Impuls nyeri viseral dikatakan merendahkan ambang rangsang neuro traktus
spinothalamikus, yang menerima sinaps dari serat aferen somatik. Fasilitas
tersebut dengan adanya cabang serat aferen visera yang bersinap di neuron
traktus spinothalamikus tersebut dan menimbulkan excitatory post synaptic
potential (EPSP). Dengan demikian neuron-neuron traktus spinothalamikus
lateralis yang menerima sinaps ganda tersebut sangat mudah untuk terbangkit
oleh impuls lemah dari aferen nyeri somatik, pada keadaan biasa tidak terbangkit
oleh impuls lemah tersebut.
f. Tipe nyeri berdasarkan penyebab.
Berdasarkan penyebab, nyeri dapat disebabkan oleh rangsang mekanis (tusuk,
tembak, potong), listrik, termal (panas) atau kimia.
g. Proses terjadinya nyeri.
Nosiseptor yang diterima reseptor-reseptor di kulit, pembuluh darah, visera,
muskuloskletal dan lain-lain, dapat digambarkan sebagai berikut: adanya
stimulasi yang diterima reseptor kemudian diteruskan menuju korteks. Dari
korteks ini kemudian diteruskan menuju thalamus di otak dan diteruskan menuju
medulla spinalis, yang selanjutnya di teruskan ke saraf tepi sehingga ada reaksi
emosi, psikis dan motorik tanpa ada modulasi, sedangkan dalam perjalanan
hanya kesan sensorik yang dipersepsikan
h. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon dan persepsi nyeri.
Tidak semua orang yang terpajan terhadap stimulus yang sama mengalami
intensitas nyeri yang sama. Suatu stimulus dapat mengakibatkan nyeri pada
suatu waktu, tetapi tidak pada waktu lain. Faktor-faktor tersebut dapat
meningkatkan atau menurunkan sensitifitas komponen yang berbeda dari sistem
nosiseptif. Adapun hal-hal yang dapat mempengruhi respon dan persepsi nyeri
adalah;
1) Usia
Pada anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami prosedur tindakan
yang menyebabkan nyeri. Anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata
juga mengalami kesulitan untuk mengungkapkan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Secara kognitif
anak usia todler dan pra sekolah tidak mampu mengingat penjelasan tentang
nyeri atau mengasosiasikan nyeri sebagai pengalaman yang dapat terjadi
diberbagai situasi.
Pada lansia memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan nyeri dan dapat
mengalami komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakitdisertai gejala samar
yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama. Tidak semua lansia mengalami
gangguan kognitif. Namun, ketika seorang lansia mengalami bingung, maka ia
akan mengalami kesulitan untuk mengingat pengalaman nyeri dan memberi
penjelasan yang rinci.
2) Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam respon
terhadap nyeri (Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997).
3) Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang
alamiah. Kebudayaan yang lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup.
Clancy dan Mc Vicar (1992), menyatakan bahwa sosialisasi budaya menentukan
perilaku psikologis seseorang.
4) Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri
dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Indicidu akan mempersepsikan
nyeri dengan cara yang berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan
ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri
yang dipersepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun (Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997).
6) Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu
perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas
(Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997).
7) Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi
nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat
menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam
waktu lama.
8) Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya
tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih
mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering
mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita
nyeri yang berat, maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Apabila individu
tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat mengganggu
koping terhadap nyeri.
9) Gaya koping
Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka
sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir
dari suatu peristiwa, seperti nyeri (Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997).
Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal, mempersepsikan
faktor-faktor lain didalam lingkungan mereka.
10) Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.
Walaupun nyeri tetap dirasakan, kehadiran orang yang dicintai akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan.
2. Teori-teori tentang nyeri
a. Teori spesifikasi
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu
stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan
serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus anterolateralis di medulla
spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan
komponen psikologis.
Serat nyeri memasuki medula spinalis melalui radiks dorsalis, naik turun satu
sampai dua segmen, lalu berakhir pada neuron didalam kornu dorsalis substansia
grisea medula spinalis, serat tipe Aᵟ didalam lamina I dan V serta serat tipe C
didalam lamina II-III, suatu area yang juga dinamai substansia gelatinosa.
Kemudian bagian terbesar dari isyarat ini melintasi satu atau lebih neuron
tambahan berserat pendek, akhirnya memasuki serat panjang yang segera
menyeberang ke sisi medula spinalis berlawanan dan naik ke otak melalu traktus
spinothalamikus anterolateralis. Ketika lintasan nyeri masuk kedalam otak,
mereka terpisah menjadi dua lintasan tersendiri; lintasan nyeri tusuk hampir
seluruhnya terdiri atas serabut kecil jenis A delta dan lintasan nyeri terbakar
hampir seluruhnya terdiri atas serabut C yang lambat.
b. Teori pola
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi
sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada
tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial
tertentu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa
sentuhan.
Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat oleh dua sistem serat. Satu sistem
nosiseptor terbentuk oleh serat-serat Aᵟ kecil bermielin, yang satunya terdiri atas
serat C tak bermielin. Kedua kelompok serat ini berakhir ditanduk dorsal; serat A
berakhir di neuro-neuron lamina I dan V sementara serat C akar dorsal berakhir
di neuron di lamina I dan II. Sebagian akson neuron tanduk dorsal berakhir di
medula spinalis dan batang otak, yang lain masuk ke sistem anterolateral,
termasuk traktus spinothalamikus lateral. Rangsang nyeri mengaktifkan 3 daerah
korteks: SI, SII dan girus singuli di sisi korteks yang berlawanan dengan
rangsangan. Girus singuli berperan dalam emosi dan girektomi singuli dilaporkan
mengurangi stres yang timbul karena nyeri kronik.
Serat sensorik Aβ yang menyalurkan impuls dari reseptor sentuh ke susunan saraf
pusat, dan sebagian impuls sentuh juga dihantarkan melalui serat C. Informasi
rasa sentuh disalurkan baik melaui jalur lemniskus maupun jalur anterolateral,
sehingga hanya lesi yang sangat luas saja yang dapat menghilangkan sama sekali
sensasi sentuh. Namun terdapat perbedaan jenis informasi sentuh yang
disalurkan di kedua sistem tersebut. Apabila kolumna dorsalis dirusak, sensasi
getaran dan propriosepsi berkurang, ambang rasa sentuh meningkat dan jumlah
daerah peka sentuh dikulit berkurang, selain itu lokalisasi sensasi sentuh
terganggu.
c. Teori kontrol pintu gerbang (gate control)
Teori gate control menurut Melzack and Wall tahun 1965, mengusulkan bahwa
impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan
disepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-
sel gelatinosa substansia didalam kornu dorsalis pada medula spinalis thalamus
dan sistem limbik (Clancy dan Mc Vicar, 1992 dalam Potter and Perry 1997).
Konsep dasarnya menggabungkan teori spesifik dan teori pola ditambah dengan
interaksi antara aferen perifer dan sistem modulasi yang berbeda di medulla
spinalis (subtansia gelatinosa). Selain itu juga mengemukakan sistem modulasi
desenden (dari pusat ke perifer). Menurut teori ini, aferen terdiri dari dua
kelompok serabut, yaitu kelompok yang berdiameter besar (Aβ) dan serabut
berdiameter kecil (Aᵟ dan C). Kedua kelompok aferen ini berinteraksi dengan
substansia gelatinosa ini berfungsi sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap
Aβ, Aᵟ dan C. Apabila substansia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup.
Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya, gerbang membuka. Aktif dan
tidaknya SG tergantung pada kelompok aferen mana yang terangsang. Apabila
serabut berdiameter besar terangsang, SG menjadi aktif dan gerbang menutup.
Ini berarti bahwa rangsang yang menuju pusat melalui transitting cell (T-cell)
terhenti atau menurun. Serabut Aᵟ adalah penghantar rangsang non-nosiseptif
(bukan nyeri) misalnya sentuhan, proprioseptif. Apabila kelompok berdiameter
kecil (Aᵟ, C) terangsang, SG akan menurun aktivitasnya sehingga gerbang
membuka. Aᵟ dan C adalah serabut pembawa rangsang nosiseptif, sehingga kalau
serabut ini terangsang, gerbang akan membuka dan rangsang nyeri akan
diteruskan ke pusat.
3. Mekanisme nyeri sebagai gejala atau kelainan organ-organ di rongga perut
a. Macam-macam reseptor tertentu, stimulus yang adekuat untuk rasa nyeri dan
Proyeksi eksterna serta nyeri setempat di abdomen pada alat-alat detail rongga
perut.
1) Nyeri lambung, nyeri yang timbul di area lambung biasanya disebabkan oleh
gas yang dialihkan ke permukaan anterior dada atau area atas dari sedikit
dibawah jantung sampai dengan satu inci di bawah prosesus xifoideus. Nyeri ini
digolongkan sebagai nyeri terbakar dan merupakan nyeri dari esofagus bawah,
menyebabkan rasa terbakar yang dikenal sebagai hearthburn (rasa terbakar
uluhati.
Kebanyakan ulkus peptikum terjadi 1-2 inci pada salah satu sisi pilorus di daerah
lambung atau di dalam duodenum, dan nyeri diarea seperti itu biasanya dialihkan
kesuatu tempat di permukaan kira-kira dipertengahan diantara umbilikus dan
prosesus xifoideus. Asal nyeri ulkus hampiran pada proses kimia, karena bila
getah asam lambung tidak akan mencapai serabut nyeri didalam lubang pilorus.
Nyeri tersebut tidak timbul. Nyeri ini khas seperti nyeri terbakar kuat.
2) Nyeri bilier dan kandung empedu, terjadi pada saluran empedu dan kandung
empedu di lokasi midepigastrium hampir tepat dengan tempat pilorus yang
disebabkan oleh ulkus peptikum. Juga area lien dan kandung empedu sering
bersifat tetap seperti nyeri ulkus, meskipun juga sering timbul nyeri. Penyakit
bilier, disamping menyebabkan nyeri pada permukaan abdomen, sering
mengalihkan ke suatu daerah kecil diujung skapula kanan. Nyeri ini dihantarkan
melalui serabut aferen simpatis memasuki segmen torakalis ke sembilan neuron
kanalis.
3) Nyeri uterus, nyeri aferen parietalis dapat dihantarkan dari uterus. Nyeri
kejang pada abdomen bawah pada sakit menstruasi dihantarkan ke neuron
aferen simpatis dan suatu operasi untuk memperbaiki nervus hipogastrika
diantara pleksus hipogastrika uterus akan mengurangi nyeri ini pada bagian
bawah atau sebaliknya.
4) Nyeri saluran kencing, serabut aferen dari ginjal memasuki medula spinalis
T10-T12. Nyeri dari ureter mencapai segmen L1. Sehingga pada penyakit ginjal
akan timbul nyeri di punggung, kurang lebih di daerah ginjal itu sendiri. Kontraksi
ureter yang hebat, seperti pada batu ureter nyeri dialihkan kebawah sesuai
dengan segmen L1, yaitu ke daerah fosa iliaka, daerah inguinal dan testis sisi yang
sama dengan letak batu ureter. Dari kandung kencing diteruskan lewat serabut
aferen para simpatis. Nyeri dari trigonum vesikae dapat dialihkan ke ujung penis.
Peritonium yang menutupi kandung kencing disarafi oleh saraf-saraf interkostal
yang bawah dan saraf L1.
5) Nyeri Usus Besar, kontaksi berlebihan dari usus besar, menimbulkan rasa nyeri
yang bersifat kolik. Rasa nyeri ini secara samar dapat dilokalisir di daerah atas
umbilikus, bawah umbilikus maupun di garis tengah. Bila peritonium parietal
terlibat dalam penyakit seperti misalnya radang usus buntu, nyeri lokasi,
hiperalgesia dan ketegangan otot dapat dijumpai di daerah yang meradang.
b. Cara pemeriksaan fisik pada nyeri daerah perut.
Pemeriksaan fisik pada daerah perut dilakukan dengan cara inspeksi, auskultasi,
perkusi dan palpasi, dengan tujuan untuk mengetahui / mendapatkan kondisi dan
fungsi organ-organ pada rongga abdomen.
1) Inspeksi
Perhatikan bentuk dan keadaan secara umum meliputi distensi permukaan
abdomen, adanya retraksi atau tonjolan, kesimetrisan abdomen. Perhatikan
gerakan kulit sehubungan dengan pernapasan, perhatikan pula pigmentasi,
adanya bekas luka dan adanya bendungan vena. Perhatikan keadaan umbilikus
dan daerah inguinalis untuk mengetahui apakah ada benjolan, inflamasi dan
pulsasi.
2) Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran peristaltik dan
kebisingan usus serta
3) Perkusi
Adakah cairan bebas (suara pekak) atau udara (suara timpani).
4) Palpasi
Ketegangan dinding perut pada daerah hipokondrium. Hati teraba atau tidak bila
teraba bagaimana tepi, permukaan dan derajat pembesarannya. Ada tidaknya
benjolan pada daerah abdomen. Adakah penonjolan dinding perut
c. Pemeriksaan tambahan untuk mencari sumber nyeri pada kelainan alat-alat
dalam rongga perut.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan seperti pemeriksaan ultrasonografi (USG)
abdomen, BOF serta pemeriksaan CT scan dan MRI abdomen untuk mendapatkan
hasil pemeriksaan untuk menunjang hasil dari pemeriksaan fisik.
4. Dasar-dasar penatalaksanaan nyeri
a. Prinsip dasar intervensi keperawatan pada nyeri.
Prinsip dasar intervensi keperawatan pada nyeri meliputi
1) Mengidentifikasi tujuan dan penatalaksanaan nyeri
2) Membina hubungan perawat klien
3) Memberikan perawatan fisik
4) Mengatasi kecemasan pasien yang berhubungan dengan nyeri.
5) Melakukan intervensi farmakologis
6) Melakukan intervensi non farmakologis
7) Melakukan penyuluhan
8) Melakukan evaluasi keefektifan strategi intervensi nyeri.
b. Tindakan noninvasif untuk mengurangi nyeri dan alasannya.
Banyak aktivitas keperawatan nonfarmakologis dan noninvasif yang dapat
membantu menghilangkan nyeri. Metode pereda nyeri nonfarmakologis biasanya
mempunyai risiko yang sangat rendah. Tindakan nonfarmakologis bukan
merupakan pengganti obat-obatan, tindakan tersebut mungkin diperlukan, atau
sesuai untuk mempersingkat episode nyeri yang berlangsung hanya beberapa
detik atau menit.
1) Stimulasi dan masase kutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada
punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak
nyeri pada bagian reseptor yang sama seperti reseptor nyeri, tetapi dapat
mempunyai dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat
pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
Teori gate control telah menjelaskan, bertujuan untuk menstimulasi serabut-
serabut yang menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau menurunkan
transmisi impuls nyeri.
2) Terapi es (dingin) dan panas.
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensitivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera
setelah terjadi cedera, (Cohen, 1989 dalam Suddart dan Brunner, 1997).
Penggunaan panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu
area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan mempercepat
penyembuhan. Namun penggunaan panas kering dengan lampu pemanas tidak
seefektif penggunaan es.
Diduga es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non
nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera.
3) Stimulasi saraf elektris transkutan / Transcutan electric nerve stimulation
(TENS)
Tens menggunakan unit yang dijalankan oleh baterai dengan elektrode yang
dipasang pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau
mendengung pada area nyeri. Tens digunakan baik pada menghilangkan nyeri
akut dan kronik.
Tens diduga dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri
(non nosiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang mentransmisi
nyeri. Mekanisme ini sesuai dengan teori nyeri gate kontrol
4) Distraksi
Distraksi mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada
nyeri, misalnya dengan cara kunjungan dari keluarga dan teman-teman pasien.
Melihat film layar lebar dengan suara surround. Tidak semua pasien mencapai
peredaan nyeri melalui distraksi
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak.
5) Tehnik relaksasi
Tehnik relaksasi terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama.
Pasien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan
lambat bersama setiap ekshalasi dan inhalasi.
Relaksasi otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan
ketegangan otot yang menunjang nyeri.
6) Imajinasi terbimbing
Menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara
khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Imajinasi terbimbing menyebabkan relaksasi otot dan pikiran dimana efeknya
hampir sama dengan penggunaan tehnik relaksasi dengan metode yang berbeda.
7) Hipnosis
Tehnik ini mungkin membantu dalam memberikan peredaan nyeri terutama
dalam situasi sulit.
Mekanisme bagaimana kerjanya hiposis tidak jelas tetapi tidak jelas tetapi tidak
tampak diperantaraioleh sistem endorfin (Moret et.all, 1991 dalam Suddart and
Brunner, 1997).
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT (NANDA)
Definisi :
Perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari
kerusakan jaringan yang aktual dan potensial. atau gambaran adanya kerusakan.
Hal ini dapat timbul secara tiba-tiba atau lambat, intensitasnya dari ringan atau
berat. Dengan prediksi waktu kesembuhan kira-kira kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
a. Laporan verbal dan nonverbal
b. Laporan pengamatan
c. Posisi pasien berhati-hati untuk menghindari nyeri
d. Gerakan melindungi diri
e. Tingkah laku berhati-hati
f. Muka topeng
g. Gangguan tidur (mata sayu, tampak lelah, pergerakan yang sulit atau kacau,
menyeringai)
h. Fokus pada diri sendiri
i. Fokus menyempit (penurunan persepsi tentang waktu, kerusakan proses fikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
j. Aktivitas distraksi (jalan-jalan, menemui orang lain dan atau aktivitas, aktivitas
yang berulang-ulang)
k. Respon otonomi (diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil).
l. Perubahan respon otonomi pada tonus otot (tampak dari lemah ke kaku)
m. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang, berkeluh kesah)
n. Perubahan nafsu makan minum
Faktor yang berhubungan
a. Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
NOC
a.Tidak dilakukan sama sekali
b.Jarang dilakukan
c.Kadang dilakukan
d.Sering dilakukan
e.Selalu dilakukan
NIC
Pain Management
Intervensi Rasional
a.Lakukan pengkajian komprehensif
b.Observasi Reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
c.Gunakan Komunikasi terapeutik untuk mengetahui Pengalaman Nyeri
d.Kaji Kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Kaji Kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Bantu Pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan
Kurangi factor presipitasi Nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri(Farmakologik,Nonfarmakologi dan
interpersonal)
Kaji sumber dan tipe nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi
Berikan analgetik untuk meredakan nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
Analgetik administration
TentukanLokasi,karakteristik,kualitas dan derajat byeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis,dosis dan frekwensi obat
Cek Riwayat alergi
Pilih analgetik yang diperlukan
Pilih rute pemberian secara IM,IV
Monitor Vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama
Berikan analgetik tepat waktu
Evaluasi aktivitas analgetik tanda dan gejala(efek samping)
KASUS
Tn K dirawat di Ruang bedah dengan keluhan :
6 hari yang lalu Luka dangkal
Terdapat lubang dangkal pada luka
Lapisan epidermis dan bagian atas dermis sudah menghilang
Warna dasar luka kemerahan,sudah tumbuh jaringan baru
Klien mengeluh nyeri pada luka
Di bantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari hari
Klien mengatakan tidak mau mengkonsumsi ikan telur dan jenis protein lain
karena takut lukanya gatal dan tdak sembuh-psembuh
Temp 37⁰C ,Nadi 88X/mnt
PENGELOMPOKAN DATA
TANGGAL/HARI/JAM DS DO
Klien mengeluh nyeri pada luka
Luka dangkal
Klien mengatakan tidak mau mengkonsumsi ikan telur dan jenis protein lain
karena takut lukanya gatal dan tdak sembuh-psembuh
Lubang dangkal pada luka,lapisan epidermis dan bagian atas dermis sudah
menghilang
Temp 37⁰C ,Nadi 88X/mnt
Di bantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari hari
III ANALISA DATA
TANGGAL/HARI/JAM SIGN/SIMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
17-12-2010 DS.
Klien mengeluh nyeri pada luka
Klien mengatakan tidak mau mengkonsumsi ikan telur dan jenis protein lain
karena takut lukanya gatal dan tdak sembuh-psembuh
DO
Luka dangkal ,
Lubang dangkal pada luka,lapisan epidermis dan bagian atas dermis sudah
menghilang .
Di bantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari
Agen injury
interprestasi terhadap informasi yang salah
Agen injury
Nyeri
Nyeri
Kurang pengetahuan
Resiko infeksi
Defisit self care
Diagnosis Keperawatan
1.Nyeri acut b/d agent injury
2.Resiko infeksi b/d kerusakan jaringan dan paparan lingkungan
3.Kurang pengetahuan b/d interprestasi terhadap informasi yang salah
4.Defisit self care b/d Nyeri
Prioritas
1.Nyeri akut b/d agen injury
RENCANA TINDAKAN
TGL/JAM NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Setelah dilakukan Asuhan kep selama 2X24 jam Klien dapat :
Mengenali factor penyebab nyeri
Mengenali gejala nyeri
Melakukan metode pencegahan nonfarmakologik
Melaporkan gejala pada tenaga kes. Lakukan pengkajian komprehensif
Observasi Reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
Gunakan Komunikasi terapeutik untuk mengetahui Pengalaman Nyeri
Kaji Kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Kaji Kultur yang mempengaruhi respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Bantu Pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
Kontrol lingkungan
Kurangi factor presipitasi Nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri(Farmakologik,Nonfarmakologi dan
interpersonal)
Kaji sumber dan tipe nyeri untuk menentukan intervensi
Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi
Berikan analgetik untuk meredakan nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
PELAKSANAAN
TGL/JAM NO DX IMPLEMENTASI RESPON TTD
1 Melakukan pengkajian komprehensif
Selalu dilakukan
Melakukan Observasi Reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan Selalu dilakukan
Melakukan Komunikasi terapeutik untuk mengetahui Pengalaman Nyeri Selalu
dilakukan
Mengkaji Kultur yang mempengaruhi respon nyeri Selalu dilakukan
Mengkaji Kultur yang mempengaruhi respon nyeri Selalu dilakukan
Mengevaluasi pengalaman nyeri masa lampau Selalu dilakukan
Membantu Pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Selalu
dilakukan
Mengontrol lingkungan Selalu dilakukan
Mengurangi factor presipitasi Nyeri Selalu dilakukan
Pilih dan lakukan penanganan nyeri(Farmakologik,Nonfarmakologi dan
interpersonal) Selalu dilakukan
Mengkaji sumber dan tipe nyeri untuk menentukan intervensi Selalu dilakukan
Mengajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi Selalu dilakukan
Memberikan analgetik untuk meredakan nyeri(kolaborasi) Selalu dilakukan
Menganjurkan Meningkatkan istirahat Selalu dilakukan
Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Selalu dilakukan
Memonitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri Selalu dilakukan
1. P : Provokatif / Paliatif
Apa kira-kira Penyebab timbulnya rasa nyeri...? Apakah karena terkena ruda paksa /
benturan..? Akibat penyayatan..? dll.
2. Q : Qualitas / Quantitas
3. R : Region / Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan / ditemukan..? Apakah juga menyebar ke
daerah lain / area penyebarannya..?
4. S : Skala Seviritas
5. T : Timing
Kapan keluhan nyeri tersebut mulai ditemukan / dirasakan..? Seberapa sering keluhan nyeri
tersebut dirasakan / terjadi...? Apakah terjadi secara mendadak atau bertahap..? Acut atau
Kronis..?
Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain :
1. Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri kronis
1. Nyeri Akut adalah Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya singkat contoh
nyeri trauma
2. Nyeri Kronis adalah nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama contoh kanker
2. Klasifikasi nyeri berdasarkan Tempat terjadinya nyeri
1. Nyeri Somatik adalah Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya kerusakan
atau gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani, contoh Nyeri
karena tertusuk
2. Nyeri Visceral adalah nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh nyeri karena
trauma di hati atau paru-paru.
3. Nyeri Reperred : nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh nyeri angina.
3. Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Persepsi Nyeri
1. Nyeri Nosiseptis adalah Nyeri yang kerusakan jaringannya jelas
2. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang kerusakan jaringan tidak jelas. contohnya : Nyeri
yang diakitbatkan oleh kelainan pada susunan saraf.