PENDAHULUAN
A. SISTEM PENCERNAAN
Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus
sampai usus besar. Fungsi utama sistem pencernaan adalah menguraikan makanan
dan menyerap nutrisi. Jika fungsi tersebut terganggu, penyerapan nutrisi penting akan
terganggu begitu pula kesehatan tubuh. Selain itu, alat pencernaan merupakan sistem
yang saling berkaitan. Jika salah satu bagian terganggu, secara keseluruhan sistem
juga terganggu.
A. DISPEPSIA
1. Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak
enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti
rasa penuh saat makan, cepat kenyang, heartburn, kembung, sendawa, anoreksia,
mual, dan muntah.
2. Penggolongan
Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia
dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. (Tarigan, 2003). Dispepsia
fungsional atau gastritis merupakan gangguan sistem pencernaan dimana terjadi
peradangan pada dinding lambung. Gastritis disebabkan karena kadar asam klorida
(Hcl) terlalu tinggi.
a. Ulkus duodenalis/ulkus duodenum, merupakan jenis ulkus peptikum yang
paling banyak ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari),
yaitu beberapa sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung.
b. Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang
lengkung atas lambung. Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa
terjadi ulkus marginalis, pada daerah dimana lambung yang tersisa telah
disambungkan ke usus.
c. Regurgitasi berulang dari asam lambung ke dalam kerongkongan bagian
bawah bisa menyebabkan peradangan (esofagitis) dan ulkus esofagealis.
Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena
lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh
asam lambung dan getah pencernaan.
d. Hiperasiditas (keasaman berlebih) dan kondisi hipersekresi asam lambung
oleh penyakit ( sindroma Zolinger Ellison, mastositosis sistemik).
3. Penyebab
Menurut Annisa (2009, dikutip dari Djojoroningrat, 2001), penyebab
timbulnya dispepsia diantaranya karena faktor diet dan lingkungan, sekresi cairan
asam lambung, fungsi motorik lambung, persepsi viseral lambung, psikologi dan
infeksi Helicobacter pylori. Menurut Susanti (2011), sindroma dispepsia
dipengaruhi oleh tingkat stres, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit
(gastritis dan ulkus peptikum). Semakin tinggi tingkat stres, maka semakin tinggi
risiko untuk mengalami sindroma dispepsia. Kebiasaan mengkonsumsi makanan
dan minuman, seperti makan pedas, asam, minum teh, kopi, dan minuman
berkarbonasi dapat meningkatkan resiko munculnya gejala dispepsia. Suasana yang
sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan
bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang
sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding. (1)
4. Faktor-Faktor
a. Faktor Agresif
Asam dan pepsin, aspirin, NSAID, steroid, merokok,etanol
b. Faktor Defensif
Mukus dan bikarbonat, resistensi mukosa, aliran darah mukosa,
prostaglandin.
5. Patofiologi
6. Pengobatan
Antasida
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung dengan cara
meningkatkan pH untuk menurunkan aktivitas pepsin.
(1) Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)
a. Indikasi
Ulkus peptikum, hiperasiditas gastrointestinal, gastritis,
mengatasi gejala dyspepsia (ulkus dan don ulkus), gastro-
esophageal reflux disease, hiperfosfatemia.
b. Kontra-indikasi
Hipersensitif terhadap garam aluminium, hipofosfatemia,
pendarahan saluran cerna yang belum terdiagnosis,
appendicitis. Tidak aman unruk bayi dan neonatus.
c. Dosis
Dewasa: 1-2 tablet dikunyah, 4 kali sehari dan sebelum tidur
atau 5-10 ml suspensi 4 kali sehari diantara waktu makan dan
sebelum tidur. Anak usia 6-12 tahun: 5 ml maksimal 3 kali
sehari
d. Efek samping
Konstipasi, mual, muntah, deplesi posfat, penggunaan dalam
dosis besar dapat menyebabkan penyumbatan usus,
hipofosfatemia, hipercalciuria, peningkatan resiko
osteomalasia, demensia, anemia mikrositik pada penderita
gagal ginjal.
(2) Magnesium Hidroksida
a. Indikasi
Ulkus peptikum, hiperasiditas gastrointestinal, gastritis
b. Kontra-indikasi
Kerusakan ginjal berat
c. Dosis
Dewasa: 5-10 ml, diulang menurut kebutuhan pasien
d. Efek samping
Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan
depresi nafas, mual, muntah, kemerahan pada kulit, haus,
hipotensi, mengantuk, lemah otot, nadi melemah dan henti
jantung (pada kelainan ginjal yang berat).
(3) Magnesium Trisiklat
a. Indikasi
Ulkus peptikum, gastritis, hiperasiditas gastrointestinal
b. Dosis
Dewasa 1-2 tablet.
Anak ½-1 tablet. diminum 3-4 kali sehari.
c. Efek Samping
Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan
depresi nafas, mual, muntah, kemerahan pada kulit, haus,
hipotensi, mengantuk, lemah otot, nadi melemah dan henti
jantung (pada kelainan ginjal yang berat).
(4) Kalsium Karbonat
a. Indikasi
Ulkus peptikum, gastritis, heartburn, hiperasiditas GI,
Menghilangkan gangguan lambung yang disebabkan oleh
hiperasiditas, tukak lambung, ulkus duodenum, gastritis
b. Kontra-indikasi
Glukoma sudut tertutup, obstruksi saluran kemih atau GI, ileus
paralitik, penyakit jantung berat, Hipersensitif terhadap salah
satu bahan tablet, Hiperkalsemia, Hiperkalsiuria berat, gagal
ginjal berat.
c. Efek samping
Dapat terjadi konstipasi, kembung (flatulen) karena pelepasan
karbon dioksida (CO2), dosis tinggi atau pemakaian jangka
waktu panjang menyebabkan hipersekresi asam lambung dan
acid rebound, muntah dan nyeri abdomen (perut),
hiperkalsemia (pada gangguan ginjal atau setelah pemberian
dosis tinggi), alkalosis
c. Efek samping
Mual, muntah, gas, sakit perut, diare atau sakit kepala
7. Obat-obat yang tersedia di pasaran
Antasida (Promaag)
H2 blocker (Ranitidin)
2. Gejala
Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus,
demam, dan tanda-tanda dehidrasi. Gejala klinis diare akut karena infeksi dapat
disertai muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, Hematochezia, nyeri perut
atau kejang perut.
3. Etiologi
a. Virus
Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype 1,
2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe 40,
41), Small bowel structured virus, Cytomegalovirus.
b. Bakteri
Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC),
Enteroaggregative E. coli (EAggEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Shigella spp., Campylobacter jejuni
(Helicobacter jejuni), Vibrio cholerae 01, dan V. choleare 0139,
Salmonella (non-thypoid).
c. Protozoa
Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium, Microsporidium
spp., Isospora belli, Cyclospora cayatanensis.
d. Helminths
Strongyloides stercoralis, Schistosoma spp., Capilaria philippinensis,
Trichuris trichuria.(2)
4. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dri patofisiologi sbb :
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi dsb diare osmotik
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi dsb diare sekretorik
3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak. Diare ini didapatkan pada
gangguan pembentukan atau produksi miselempedu dan penyakit-
penyakit saluran bilier dan hati
4. Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus dsb diare inflamatorik
8. Infeksi dinding usus dsb diare infeksi
5. Pengobatan
Dibagi menjadi 3 golongan :
a. Derivat opiod
Mekanisme kerja yaitu menghambat motilitas dengan mempengaruhi otot
saluran cerna. Efek samping yaitu konstipasi, kolik abdomen, mual,
muntah, mengantuk. Penggunaan loperamid lebih banyak dibandingkan
difenoksilat karena loperamid tidak menimbulkan efek adiktif.
Contoh : loperamid, difenoksilat
b. Adsorben
Attapulgit atau magnesium aluminium disilikat
Digunakan dalam terapi diare dgn dosis sampai 9 gram/oral dalam dosis
terbagi.
ES : konstipasi
Kaolin pektin bersifat adsorben dalam menyerap bakteri dan toksin di
kolon.
Dosis 2-8 sdm (30 ml suspensi terdiri dri 5,92 g kaolin & 132 mg pektin.
ES : konstipasi
Bismuth subsalisilat memiliki efek anti sekresi, anti inflamasi dan anti
bakteri (H. pylori).
Dosis 8 kali per hari.
ES : memberikan warna hitam pada mulut dan tinja.
c. Antidiare lain
Obat ini digunakan untuk diare yang diinduksi garam empedu. MK
kolestiramin adlah mengikat garam empedu dan toksin bakteri.
Kolestiramin berinteraksi dengan obat lain dan vitamin sehingga tidak
diberikan obat lain dalam beberapa jam setelah pemberian kolestiramin.
Dosis 4 x 9 gram/hari, dan dikurangi sampai diperoleh frekuensi BAB
yang diinginkan.
Contoh: Kolestiramin
6. Cara Penggunaan:
Pertolongan pertama pada diare adalah meminum oralit. Menurut Keputusan
Seminar Nasional Pemberantasan Diare prinsip tata laksana diare adalah sebagai
berikut :
1. Rencana Terapi A (Terapi diare tanpa dehidrasi di rumah) : Dalam tatalaksana
diare di rumah: Jika anak tidak diberi ASI maka susu formula tetap diberikan. Jika
berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat berikan susu
formula selang-seling dengan Oralit/cairan rumah tangga.
2. Rencana Terapi B (Terapi diare dengan dehidrasi ringan/sedang) : Dalam
pemberian cairan Oralit pada 4 jam pertama : untuk anak di bawah usia 6 bulan
yang tidak diberi ASI, berikan 100-200 ml susu selang-seling dengan Oralit/cairan
rumah tangga. b.Dalam mengobservasi anak dan membantu ibu memberikan
cairan Oralit, bila mata sembab pemberian Oralit dihentikan
Loperamid Hcl
C. KONSTIPASI
1. Definisi
Konstipasi adalah kondisi di mana feses mengeras sehingga susah dikeluarkan
melalui anus, dan menimbulkan rasa terganggu atau tidak nyaman pada rektum
(Brown, 2011). Konstipasi dapat terjadi pada semua lapisan usia, yang pada
umumnya ditandai dengan frekuensi buang air besar yang rendah (kurang dari 3
kali dalam satu minggu).
4. Cara Penggunaan :
Obat pencahar salah satu sediaannya adalah dalam bentuk enema. Berikut cara
penggunaan enema:
1. Siapkan tube enema. Ukur dan buat tanda 10 cm pada tube untuk memastikan
Anda tidak memasukkannya lebih dari 10 cm ke rectum. (Lumasi ujung tube
dengan vaselin atau jeli pelumas agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan
saat disisipkan)
2. Berbaringlah miring ke kiri, sementara lutut ditarik ke arah dada. Hal ini akan
mengubah posisi kolon bagian bawah sehingga bisa menerima lebih banyak
cairan dari rektum. Posisi anatomis bagian bawah kolon dan gravitasi akan
membantu cairan masuk lebih tinggi di dalam kolon. Miringkan kepala dan
letakkan tangan kiri di bawah kepala.
3. Masukkan tube enema ke rektum. Buka belahan bokong untuk menemukan
anus atau bagian luar rektrum yang akan menjadi pintu masuk untuk tube.
Dengan lembut dorong ujung tube enema, atau ujung botol enema Fleet yang
sudah diolesi pelumas ke dalam rektum sekitar 7,5 cm. (Saat Anda mendorong
tube ke dalam anus, mengejanlah seolah ingin buang air besar)
4. Biarkan cairan mengalir ke rektum. Jika Anda menggunakan kantong enema,
buka klem dan biarkan cairan mengalir ke usus besar. Jika Anda menggunakan
botol enema Fleet, tekan botol dengan lembut. Gulirkan botol perlahan dari
bawah ke atas sehingga cairan tidak mengalir kembali ke botol
5. Tunggu sampai semua cairan masuk ke rektum. Bernapaslah melalui mulut
jika Anda merasa mulas (kolik). Tutup klem sejenak sampai rasa mulas
mereda, kemudian sebaiknya tetaplah berbaring miring ke kiri selama 10
menit, lalu telentang selama 10 menit, dan miring ke kanan selama 10 menit
untuk membantu cairan mencapai usus besar. Perhatikan kantong sampai
benar-benar kosong, kemudian cabut tube. Jika Anda menggunakan botol
enema Fleet, teruslah menggulirkan botol dan perlahan lepaskan tube