Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. SISTEM PENCERNAAN
Sistem pencernaan dimulai dari mulut, kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus
sampai usus besar. Fungsi utama sistem pencernaan adalah menguraikan makanan
dan menyerap nutrisi. Jika fungsi tersebut terganggu, penyerapan nutrisi penting akan
terganggu begitu pula kesehatan tubuh. Selain itu, alat pencernaan merupakan sistem
yang saling berkaitan. Jika salah satu bagian terganggu, secara keseluruhan sistem
juga terganggu.

B. GANGGUAN SALURAN PENCERNAAN


Berbagai gangguan dapat timbul dalam saluran pencernaan yang berhubungan
dengan proses pencernaan, dan penyerapan makanan. Gangguan peristaltik yang
dapat mengakibatkan buang air besar terlampau jarang (sembelit) atau terlampau
sering (diare) (Tan & Rahadja, 2010). Gangguan pencernaan bisa berupa nyeri
abdomen, sulit menelan, refluks asam, nyeri retrostenal, dan lain-lain (Gleadle, 2007).
Selain itu, bisa meliputi rasa tidak nyaman sehabis makan, irritable bowel syndrome
(penyakit noninflamasi kronis yang ditandai dengan diare atau konstipasi), gastritis
(radang lambung), diverticular dysbiosis (keadaan flora bakteri lambung yang
berubah) dan konstipasi (Vitahealth, 2006).
C. GAMBARAN KLINIS
Menurut Muttaqin & Sari (2011), tanda gejala gangguan sistem pencernaan secara
umum antara lain: nyeri, mual, muntah, diare, pembesaran abdomen, kembung dan
sendawa, ketidaknyamanan abdomen, gas usus, hematemesis, perubahan pada
kebiasaan defekasi, serta karakteristik feses, malaise dan sebagainya. International
Foundation for Functional Gastrointestinal Disorders (2009) dan Kumar & Clark
(2012) juga mengembangkan patogenesis dari gangguan pencernaan menggunakan
konsep biopsikososial. Gejala-gejala gangguan pencernaan yang muncul merupakan
hasil kombinasi dari faktor-faktor yang mungkin melibatkan perubahan motilitas,
sensifitas saraf dalam usus yang meningkat dan diregulasi dari interaksi otak-usus.
Faktor-faktor ini dapat dipengaruhi oleh pengaruh pikologis dan sosial. Interaksi pada
tingkat seluler, jaringan, interpersonal dan tingkat lingkungan dapat mempengaruhi
sifat dan keparahan gejala gangguan pencernaan.
Faktor penyebab lainnya dari gangguan pencernaan adalah pola makan,
mikrooganisme (seperti Helicobacter pylori), obat-obatan (seperti aspirin), trauma,
faktor lain (seperti radiasi), dan prosedur endoskopi (Williams & Hopper, 2015).
Gangguan saluran pencernaan meliputi sariawan, refluk esofagus, esofagitis,
dispepsia, gastritis, infeksi GI kronik, konstipasi, wasir.
BAB II
GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN

A. DISPEPSIA
1. Definisi
Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak
enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti
rasa penuh saat makan, cepat kenyang, heartburn, kembung, sendawa, anoreksia,
mual, dan muntah.
2. Penggolongan
Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia
dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. (Tarigan, 2003). Dispepsia
fungsional atau gastritis merupakan gangguan sistem pencernaan dimana terjadi
peradangan pada dinding lambung. Gastritis disebabkan karena kadar asam klorida
(Hcl) terlalu tinggi.
a. Ulkus duodenalis/ulkus duodenum, merupakan jenis ulkus peptikum yang
paling banyak ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari),
yaitu beberapa sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung.
b. Ulkus gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang
lengkung atas lambung. Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa
terjadi ulkus marginalis, pada daerah dimana lambung yang tersisa telah
disambungkan ke usus.
c. Regurgitasi berulang dari asam lambung ke dalam kerongkongan bagian
bawah bisa menyebabkan peradangan (esofagitis) dan ulkus esofagealis.
Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena
lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh
asam lambung dan getah pencernaan.
d. Hiperasiditas (keasaman berlebih) dan kondisi hipersekresi asam lambung
oleh penyakit ( sindroma Zolinger Ellison, mastositosis sistemik).
3. Penyebab
Menurut Annisa (2009, dikutip dari Djojoroningrat, 2001), penyebab
timbulnya dispepsia diantaranya karena faktor diet dan lingkungan, sekresi cairan
asam lambung, fungsi motorik lambung, persepsi viseral lambung, psikologi dan
infeksi Helicobacter pylori. Menurut Susanti (2011), sindroma dispepsia
dipengaruhi oleh tingkat stres, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit
(gastritis dan ulkus peptikum). Semakin tinggi tingkat stres, maka semakin tinggi
risiko untuk mengalami sindroma dispepsia. Kebiasaan mengkonsumsi makanan
dan minuman, seperti makan pedas, asam, minum teh, kopi, dan minuman
berkarbonasi dapat meningkatkan resiko munculnya gejala dispepsia. Suasana yang
sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan
bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang
sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding. (1)

4. Faktor-Faktor
a. Faktor Agresif
Asam dan pepsin, aspirin, NSAID, steroid, merokok,etanol
b. Faktor Defensif
Mukus dan bikarbonat, resistensi mukosa, aliran darah mukosa,
prostaglandin.
5. Patofiologi
6. Pengobatan
 Antasida
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung dengan cara
meningkatkan pH untuk menurunkan aktivitas pepsin.
(1) Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)
a. Indikasi
Ulkus peptikum, hiperasiditas gastrointestinal, gastritis,
mengatasi gejala dyspepsia (ulkus dan don ulkus), gastro-
esophageal reflux disease, hiperfosfatemia.
b. Kontra-indikasi
Hipersensitif terhadap garam aluminium, hipofosfatemia,
pendarahan saluran cerna yang belum terdiagnosis,
appendicitis. Tidak aman unruk bayi dan neonatus.
c. Dosis
Dewasa: 1-2 tablet dikunyah, 4 kali sehari dan sebelum tidur
atau 5-10 ml suspensi 4 kali sehari diantara waktu makan dan
sebelum tidur. Anak usia 6-12 tahun: 5 ml maksimal 3 kali
sehari
d. Efek samping
Konstipasi, mual, muntah, deplesi posfat, penggunaan dalam
dosis besar dapat menyebabkan penyumbatan usus,
hipofosfatemia, hipercalciuria, peningkatan resiko
osteomalasia, demensia, anemia mikrositik pada penderita
gagal ginjal.
(2) Magnesium Hidroksida
a. Indikasi
Ulkus peptikum, hiperasiditas gastrointestinal, gastritis
b. Kontra-indikasi
Kerusakan ginjal berat
c. Dosis
Dewasa: 5-10 ml, diulang menurut kebutuhan pasien
d. Efek samping
Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan
depresi nafas, mual, muntah, kemerahan pada kulit, haus,
hipotensi, mengantuk, lemah otot, nadi melemah dan henti
jantung (pada kelainan ginjal yang berat).
(3) Magnesium Trisiklat
a. Indikasi
Ulkus peptikum, gastritis, hiperasiditas gastrointestinal
b. Dosis
Dewasa 1-2 tablet.
Anak ½-1 tablet. diminum 3-4 kali sehari.
c. Efek Samping
Diare, hipermagnesenia sehingga mengurangi reflek tendon dan
depresi nafas, mual, muntah, kemerahan pada kulit, haus,
hipotensi, mengantuk, lemah otot, nadi melemah dan henti
jantung (pada kelainan ginjal yang berat).
(4) Kalsium Karbonat
a. Indikasi
Ulkus peptikum, gastritis, heartburn, hiperasiditas GI,
Menghilangkan gangguan lambung yang disebabkan oleh
hiperasiditas, tukak lambung, ulkus duodenum, gastritis
b. Kontra-indikasi
Glukoma sudut tertutup, obstruksi saluran kemih atau GI, ileus
paralitik, penyakit jantung berat, Hipersensitif terhadap salah
satu bahan tablet, Hiperkalsemia, Hiperkalsiuria berat, gagal
ginjal berat.
c. Efek samping
Dapat terjadi konstipasi, kembung (flatulen) karena pelepasan
karbon dioksida (CO2), dosis tinggi atau pemakaian jangka
waktu panjang menyebabkan hipersekresi asam lambung dan
acid rebound, muntah dan nyeri abdomen (perut),
hiperkalsemia (pada gangguan ginjal atau setelah pemberian
dosis tinggi), alkalosis

 Antagonis Reseptor H2 ( H2 Bloker )


(1) Ranitidin
a. Indikasi
Menghambat sekresi asam lambungnya lebih kuat dari Cimetidin
b. Dosis
Pengobatan  : Sehari 2 kali @ 150 mg
c. Efek samping
Nyeri kepala, mual. muntah, reaksi-reaksi kulit.  
(2) Famatidin
a. Indikasi : Tukak usus duodenun
b. Dosis Pengobatan  : Sehari 2 kali @ 20 mg
c. Efek samping : nyeri kepala, mual. muntah, reaksi-reaksi kulit.  

 Penghambat Pompa Proton


1. Omeprazol
a. Indikasi : tukak lambung
b. Kontra indikasi: hipersensitif terhadap omeprazol
c. Efek samping
Sakit kepala, diare, sakit perut, mual, pusing, masalah kebangkitan
dan kurang tidur, meskipun dalam uji klinis efek ini dengan
omeprazol sebanding dengan yang ditemukan dengan plasebo.
2. Lansoprazol
a. Indikasi: pengobatan ulkus lambung dan duodenum.
b. Kontra indikasi: hipersensitif terhadap lansoprazol
c. Efek samping: mulut kering, sulit tidur, mengantuk, kabur
penglihatan ruam
3. Esomeprazol
a. Indikasi
Pengobatan duodenum yang disebabkan oleh H. Pylori ,
mencegah dari ulkus lambung kronis pada orang yang di
NSAID terapi dan pengobatan ulkus gastrointestinal
berhubungan dengan penyakit crohn
b. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap substansi aktif esomeprazol atau
benzimidasol atau komponen lain dari ini
c. Efek samping
Sakit kepala, diare, mual, penurunan nafsu makan, konstipasi,
mulut kering, dan sakit perut
4. Pantoprazol
a. Indikasi
Patoprazole digunakan untuk pengobatan jangka pendek dari
erosi dan ulserasi dari esophagus yang disebabkan oleh
penyakit refluks gastroeshopageal
b. Kontraindikasi: hipersensitif terhadap pantoprazoal

c. Efek samping
Mual, muntah, gas, sakit perut, diare atau sakit kepala
7. Obat-obat yang tersedia di pasaran
 Antasida (Promaag)

 H2 blocker (Ranitidin)

 Penghambart pompa proton (lansoprazole)


B. DIARE
1. Definisi
Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk
(unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila
diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila diare
berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik.

2. Gejala
Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus,
demam, dan tanda-tanda dehidrasi. Gejala klinis diare akut karena infeksi dapat
disertai muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, Hematochezia, nyeri perut
atau kejang perut.

3. Etiologi
a. Virus
Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus serotype 1,
2, 8, dan 9 pada manusia, Norwalk virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe 40,
41), Small bowel structured virus, Cytomegalovirus.
b. Bakteri
Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC),
Enteroaggregative E. coli (EAggEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC),
Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Shigella spp., Campylobacter jejuni
(Helicobacter jejuni), Vibrio cholerae 01, dan V. choleare 0139,
Salmonella (non-thypoid).
c. Protozoa
Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, Cryptosporidium, Microsporidium
spp., Isospora belli, Cyclospora cayatanensis.
d. Helminths
Strongyloides stercoralis, Schistosoma spp., Capilaria philippinensis,
Trichuris trichuria.(2)

4. Patofisiologi
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dri patofisiologi sbb :
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi dsb diare osmotik
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi dsb diare sekretorik
3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak. Diare ini didapatkan pada
gangguan pembentukan atau produksi miselempedu dan penyakit-
penyakit saluran bilier dan hati
4. Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus dsb diare inflamatorik
8. Infeksi dinding usus dsb diare infeksi

5. Pengobatan
Dibagi menjadi 3 golongan :
a. Derivat opiod
Mekanisme kerja yaitu menghambat motilitas dengan mempengaruhi otot
saluran cerna. Efek samping yaitu konstipasi, kolik abdomen, mual,
muntah, mengantuk. Penggunaan loperamid lebih banyak dibandingkan
difenoksilat karena loperamid tidak menimbulkan efek adiktif.
Contoh : loperamid, difenoksilat
b. Adsorben
 Attapulgit atau magnesium aluminium disilikat
Digunakan dalam terapi diare dgn dosis sampai 9 gram/oral dalam dosis
terbagi.
ES : konstipasi
 Kaolin pektin bersifat adsorben dalam menyerap bakteri dan toksin di
kolon.
Dosis 2-8 sdm (30 ml suspensi terdiri dri 5,92 g kaolin & 132 mg pektin.
ES : konstipasi
 Bismuth subsalisilat memiliki efek anti sekresi, anti inflamasi dan anti
bakteri (H. pylori).
Dosis 8 kali per hari.
ES : memberikan warna hitam pada mulut dan tinja.

c. Antidiare lain
Obat ini digunakan untuk diare yang diinduksi garam empedu. MK
kolestiramin adlah mengikat garam empedu dan toksin bakteri.
Kolestiramin berinteraksi dengan obat lain dan vitamin sehingga tidak
diberikan obat lain dalam beberapa jam setelah pemberian kolestiramin.
Dosis 4 x 9 gram/hari, dan dikurangi sampai diperoleh frekuensi BAB
yang diinginkan.
Contoh: Kolestiramin
6. Cara Penggunaan:
Pertolongan pertama pada diare adalah meminum oralit. Menurut Keputusan
Seminar Nasional Pemberantasan Diare prinsip tata laksana diare adalah sebagai
berikut :
1. Rencana Terapi A (Terapi diare tanpa dehidrasi di rumah) : Dalam tatalaksana
diare di rumah: Jika anak tidak diberi ASI maka susu formula tetap diberikan. Jika
berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan padat berikan susu
formula selang-seling dengan Oralit/cairan rumah tangga.
2. Rencana Terapi B (Terapi diare dengan dehidrasi ringan/sedang) : Dalam
pemberian cairan Oralit pada 4 jam pertama : untuk anak di bawah usia 6 bulan
yang tidak diberi ASI, berikan 100-200 ml susu selang-seling dengan Oralit/cairan
rumah tangga. b.Dalam mengobservasi anak dan membantu ibu memberikan
cairan Oralit, bila mata sembab pemberian Oralit dihentikan

7. Obat-obat yang tersedia di pasaran(Diatabs)

 Loperamid Hcl
C. KONSTIPASI
1. Definisi
Konstipasi adalah kondisi di mana feses mengeras sehingga susah dikeluarkan
melalui anus, dan menimbulkan rasa terganggu atau tidak nyaman pada rektum
(Brown, 2011). Konstipasi dapat terjadi pada semua lapisan usia, yang pada
umumnya ditandai dengan frekuensi buang air besar yang rendah (kurang dari 3
kali dalam satu minggu).

Konstipasi masih sering dianggap remeh oleh masyarakat. Mereka


menganggap kesulitan buang air besar bukan masalah besar, hanya akibat dari
salah makan atau kurang minum air sehingga disepelekan dan dianggap akan
sembuh dengan sendirinya. Padahal, konstipasi dapat mengakibatkan kanker
usus besar (colon cancer) yang dapat berujung pada kematian (Brown, 2011).
2. Penyebab
Konstipasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu asupan serat, asupan air,
konsumsi obat-obatan, akibat dari penyakit yang diderita atau aktivitas fisik
(Yang, et al., 2012).(3)
a. PSIKIS, misalnya kibat perubahan kondisi kakus, perubahan kebiasaan
defekasi pada anak, perubahan situasi misalnya perjalanan atau gangguan
emosi misalnya pada keadaan depresi mental.
b. PENYAKIT, misalnya hemorroid sebagai akibat kegagalan relaksasi
sfingter ani karena nyeri, miksidema dan skleroderma, kelemahan otot
punggung atau abdomen pada kehamilan multipara.
c. OBAT, misalnya opium, antikolinergik, penghambat ganglion, klonidin,
verapamil atau antasid aluminium dan kalsium.
3. Pengobatan
 Pencahar/Laksative
a. Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja pencahar sesungguhnya masih belum dapat
dijelaskan, karena kompleksnya faktor-faktor yang mempengaruhi
fungsi kolon, transpor air dan elektrolit. Secara umum yaitu :
(1) Sifat hidrofilik atau osmotiknya sehingga terjadi penarikan air
dengan akibat massa, konsistensi dan transit tinja bertambah
(2) Pencahar bekerja langsung ataupun tidak langsung terhadap mukosa
kolon dalam menurunkan absorpsi air dan NaCl.
(3) Pencahar dapat meningkatkan motilitas usus dengan akibat
menurunnya absorpsi garam dan air dan selanjutnya mengurangi
waktu transit
b. Penggolongan
Berdasarkan mekanisme kerja dibagi menjadi 5 golongan :
(1) Pencahar Rangsang
Merangsang mukosa, saraf intramural atau otot usus sehingga
meningkatkan peristaltic dan sekresi mukosa lambung.
 Difenilmetan, Fenolftalein
- Indikasi: Konstipasi
- Dosis: 60-100 mg (tablet)
- Efek samping: Elektrolit banyak keluar, urin dan tinja
warna merah dan reksi alergi
 Antrakinon, Kaskara Sagrada
- Dosis: 2-5 ml (sirup), 100-300 (tablet)
- Efek samping: pigmentasi mukosa kolon
 Sena
- Dosis: 2-4 ml (sirup), 280 mg (tablet)
- Efek samping: penggunaan lama menyebabkakn
kerusakan neuron mesenteric.
 Minyak Jarak
Minyak jarak berasal dari biji ricinus cimmunis, suatu
trigliserida asam risinoleat dan asam lemak tidak jenuh.
Sebagai pencahar obat ini tidak banyak digunakan lagi.
- Dosis:
Dewasa: 15-50 ml
Anak: 5-15 ml
- Efek samping: Confusin, denyut nadi tidak teratur, kram
otot, lelah

(2) Pencahar Garam


Peristaltik usus meningkat disebabkan pengaruh tudak langsung
karena daya osmotiknya.
 Magnesium Sulfat
- Dosis: 15-30 g (bubuk)
- Efek samping: mual, dehidrasi, dekompesasi ginjal,
hipotensi, paralisis pernapasan.
 Susu Magnesium
- Dosis: 15-30 ml
 Magnesium Oksida
- Dosis; 2-4 g

(3) Pencahar Osmotik


Mekanisme kerja: sama dengan pencahar garam. Pencahar osmotik
tidak mengalami absorpsi di usus. Contoh : laktulosa.

(4) Pencahar Pembentuk Massa


Obat golongan ini berasal dari alam atau dibuat secara semisintetik.
Golongan ini bekerja dengan mengikat air dan ion dalam lumen
kolon.
 Metilselulosa
- Dosis:
Dewasa: 2-4 kali 1,5 g/hari
Anak: 3-4 kali 500 mg/hari
- Efek samping: obstruksi usus dan esopagus
 Natriumkarboksi Metilsulosa
- Dosis: 5-6 g (tablet)
 Agar
- Dosis: 4-16 g

(5) Pencahar Emolien


Memudahkan defekasi dengan cara melunakan tinja tanpa
merangsang peristaltic usus, baik langsung maupun tidak langsung.
a. Dioktilkalsiumsulfosuksinat
- Dosis: 50-450 mg/hari (kapsul)
- Efek samping: kolik usus
b. Parafin cair
- Dosis: 15-30 ml/hari
- Efek samping: mengganggu absorpsi zat-zat larut
lemak, lipid pneumonia, pruritis ani.
c. Minyak Zaitun
- Dosis: 30 mg

4. Cara Penggunaan :
Obat pencahar salah satu sediaannya adalah dalam bentuk enema. Berikut cara
penggunaan enema:
1. Siapkan tube enema. Ukur dan buat tanda 10 cm pada tube untuk memastikan
Anda tidak memasukkannya lebih dari 10 cm ke rectum. (Lumasi ujung tube
dengan vaselin atau jeli pelumas agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan
saat disisipkan)
2. Berbaringlah miring ke kiri, sementara lutut ditarik ke arah dada. Hal ini akan
mengubah posisi kolon bagian bawah sehingga bisa menerima lebih banyak
cairan dari rektum. Posisi anatomis bagian bawah kolon dan gravitasi akan
membantu cairan masuk lebih tinggi di dalam kolon. Miringkan kepala dan
letakkan tangan kiri di bawah kepala.
3. Masukkan tube enema ke rektum. Buka belahan bokong untuk menemukan
anus atau bagian luar rektrum yang akan menjadi pintu masuk untuk tube.
Dengan lembut dorong ujung tube enema, atau ujung botol enema Fleet yang
sudah diolesi pelumas ke dalam rektum sekitar 7,5 cm. (Saat Anda mendorong
tube ke dalam anus, mengejanlah seolah ingin buang air besar)
4. Biarkan cairan mengalir ke rektum. Jika Anda menggunakan kantong enema,
buka klem dan biarkan cairan mengalir ke usus besar. Jika Anda menggunakan
botol enema Fleet, tekan botol dengan lembut. Gulirkan botol perlahan dari
bawah ke atas sehingga cairan tidak mengalir kembali ke botol
5. Tunggu sampai semua cairan masuk ke rektum. Bernapaslah melalui mulut
jika Anda merasa mulas (kolik). Tutup klem sejenak sampai rasa mulas
mereda, kemudian sebaiknya tetaplah berbaring miring ke kiri selama 10
menit, lalu telentang selama 10 menit, dan miring ke kanan selama 10 menit
untuk membantu cairan mencapai usus besar. Perhatikan kantong sampai
benar-benar kosong, kemudian cabut tube. Jika Anda menggunakan botol
enema Fleet, teruslah menggulirkan botol dan perlahan lepaskan tube

5. 5. Pengobatan yang tersedia di pasaran


 Pencahar rangsang (bisacodyl/dulcolax)

 Pencahar Garam (Magnesim Sulfat)


 Pencahar Osmotik

 Pencahar Pembentuk emolien (minyak zaitun)


BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Khotimah N, Ariani Y. Sindroma Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan


Universitas Sumatera Utara. J Keperawatan Holistik. 2012;1(1).
2. Amin LZ. Tatalaksana Diare Akut. Cdk-230. 2015;
3. Kartika Sari AD, Wirjatmadi B. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian
Konstipasi Pada Lansia Di Kota Madiun. Media Gizi Indones. 2017;11(1):40.
4. Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi: Dasar dan Klinik Edisi 8. Jakarta:
Salemba Medika
5. Gan gunawan, Sulistia (2012). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI
6. Sirait, Midian (2006). Informasi Spesialit Obat (ISO) Indonesia. Jakarta: ISFI
7. http://astutidea.blogspot.com/2012/10/obat-obat-gangguan-sistem-pencernaan.html
(dea widi astuti)
8. http://www.slideshare.net/MutiaLatif/gastritis-14011856#
9. http://yosefw.wordpress.com/2008/01/04/penggunaan-obat-golongan-proton-pump-
inhibitor-omeprazol-pada-terapi-tukak-lambung/
10. Harianto Departemen Farmasi, FMIPA Universitas Indonesia. Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol. I, No.1, April 2004, 27 – 33.
11.

Anda mungkin juga menyukai