Anda di halaman 1dari 12

AKAD SALAM

MAKALAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Untuk Memperoleh Nilai Pada Mata Kuliah
Fiqih Muamalah Program Studi Ekonomi Syariah

Di susun oleh :
kelompok 2
1. Santi fauziah NPM.20461101
2. Ujang ihyanudin NPM.20461045
3. Ridwan bahari NPM.20461111

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI SYARIAH
(STIES) INDONESIA PURWAKARTA 1441 H / 2020 M
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Akad Salam” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dosen pada mata
kuliah Fiqih Muamalah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Akad Salam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Ahmad Ali Sopian,S.E, selaku dosen mata kuliah
Fiqih Muamalah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Purwakarta, 21 September 2020

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR i
DAFTAR PUSTAKA ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Salam 2
B. Landasan Syari’ah 2
C. Rukun dan Syarat Salam 3
D. Jenis Akad Salam 4
E. Aplikasi Salam dalam Perbankan 4
F. Keuntungan dan Manfaat Akad Salam 5
BAB III PENUTUP 8
A. Kesimpulan 8
B. Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara
salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan
pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini
kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror (untung-
untungan). Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa jaminan untuk mendapatkan
barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia inginkan.Sebagaimana ia juga

3
mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan dengan pembelian pada
saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding
pembeli, diantaranya penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara
yang halal, sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar
bunga. Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang
pembayaran tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya
tanpa ada kewajiban apapun.Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli,
karena biasanya tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup
lama.
Jual-beli dengan cara salam merupakan solusi tepat yang ditawarkan oleh Islam guna
menghindari riba. Dan mungkin ini merupakan salah satu hikmah disebutkannya syari'at jual-beli
salam seusai larangan memakan riba.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa rumusan masalah, antara lain :
1. Apa pengertian salam ?
2. Apa saja yang menjadi landasar dasar syariah dari salam ?
3. Apa saja rukun dan syarat-syarat salam ?
4. Apa saja jenis dari akad salam ?
5. Bagaimana aplikasi salam dalam perbankan ?
6. Apa keuntungan dan manfaat akad salam ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Salam
Bai’ as-salam atau disingkat salam disebut juga dengan salaf secara bahasa berarti
pesanan atau jual beli dengan melakukan pesanan terlebih dahulu. Salam ialah pembeli memesan
barang dengan memberitahukan sifat-sifat serta kualitasnya kepadaa penjual dan setelah ada
kesepakatan. Dengan kata lain , pembelian barang dengan membayar uang lebih dahulu dan
barang yang beli diserahkan kemudian (Dow Payment) artinya penyetoran harga baik lunas

4
maupun sebagian harga pembelian sebagai bukti kepercayaan, sehubungan dengan transaksi
yang telah dilakukan.
Misalnya kata penjual: “saya jual kepadamu saatu box (box mobil) dengan harga Rp.
1.500.000,. setelah transaksi disetujui, pembeli membayarnya waktu itu juga walaupun boxnya
belum ada. Jadi salam ini jual beli utang dari pihak penjual dengan kontan dari pihak pembeli,
karena uangnya sudah dibayar sewaktu akad atau dengan perkataan lain: salam adalah jual beli
berupa pesanan (in front payment sale) juga disebut dow payment, artinya penyetoran sebagian
harga pemebelian sebagai bukti kepercayaan. Namun hal ini perlu bukti pembayaran yang sah
berupa kwitansi atau catatan yang ditandatanagani penerima uang.

B. Landasan Syari’ah
Landasan syari’ah transaksi ba’i as-salam terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
a. Al-Qur’an
...........ُ‫ﯾَﺄَ ﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠذِ ﯾْن اَﻣَﻧُوْا إِذَا ﺗَدَاﯾَﻧْﺗُمْ ﺑِدَﯾْنٍ اِﻟَﻰ اَﺟَلٍ ﻣﱡﺳَﻣﱠﻰ ﻓَﺎﻛْﺗُﺑُوْه‬

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...(QS. Al-Baqarah:282).
Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayar tersebut dengan
transaksi ba’i as-salam. Hali ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf
(salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalakan oleh Allah pada kitab-Nya
dan diizinkan-Nya.”Ia lalu membaca ayat tersebut diatas.

b. Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rassulullaah ssaw. Datang ke madinah dimana
penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan
tiga tahun. Beliau berkata:
ٍ‫ﻣَنْ اَﺳْﻠَفَ ﻓِﻲْ ﺷَﯾْﺊٍ ﻓَﻔِﻲْ ﻛَﯾْلٍ ﻣَﻌْﻠُوْمٍ وَوَزْنٍ ﻣَﻌْﻠُوْمٍ اِﻟَﻰ اَﺟَلٍ ﻣَﻌْﻠُوْم‬
“Barang ssiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang
jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”

5
C. Rukun dan Syarat Salam
Pelaksanaan ba’i as-salam harus memenuhi jumlah rukun berikut ini:
1. Muslam (pembeli)
2. Muslam ilaih ( penjual)
3. Modal atau uang
4. Muslam fiihi(barang)
5. Shigat (ucapan).
Disamping segenap rukun harus terpenuhi, ba’i as-salam juga mengharuskan
tercukupinya segenap syarat-syarat pada masing-masing rukun. Dibawah ini akan diuraikan dua
diantara syarat-syarat terpenting, yaitu modal dan barang.
a. Modal transaksi ba’i as-salam
1. Modal harus diketahui
Barang yang akan di suplai harus diketahui jenis, kualitas dan jumlahnya.
2. Penerimaan pembayaran salam
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak.
b. Al-Muslam Fiihi (Barang)
Diantara syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam al-muslam fiihi sebagai berikut:
1. Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang
2. Harus bisa diidentifikasikan secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya
pengetahuan tentang macam barang tersebut.
3. Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari
4. Kebanyakan ulama masyarakat penyerahan barang harus ditunda suatu waktu kemudian,
tetapi mazhab syafi’i membolehkan penyerahan segera.
5. Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan barang.
6. Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati
dimana barang harus diserahkan.

D. Jenis Akad Salam


Ada dua jenis dari akad salam :
1. Salam

6
Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran
dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
2. Salam paralel
Salam paralel artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesanan pembeli
dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya
(melaksanakan transaksi Bai’ As-Salam antara bank dan nasabah dan antara bank dan suplier
atau pihak ketiga lainnya secara simultan). Hal ini terjadi ketika penjual tidak memilikibarang
pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan tersebut.
Salam paralel dibolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad yang
pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antar pembeli dan
penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak diperbolehkan. Beberapa ulama
kontemporer tidak membolehkan transasksi salam paralel, terutama jika perdagangan dan
transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus, karena dapat menjurus kepada riba.

E. Aplikasi Salam dalam Perbankan


Bai’ As-Salam dapat diterapkan atau digunakan pada pembiayaan bagi barang industri
dengan jangka waktu relatif pendek dan bank tidak ada niat untuk menjadikan barang-barang
tersebut sebagai inventory (simpanan), yakni persediaan atau barang jadi suatu perusahaan. Oleh
karena itu, dilakukanlah akad Bai’ As-Salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog,
pedagang pasar induk atau grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai Salam
Paralel.

Salam Paralel yang diterapkan dalam industri, jelasnya sebagai berikut :


Kalau Bai’ as-Salam diaplikasikan atau diterapkan pada pembiayaan barang industri, misalnya
produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran barang tersebut sudah diketahui umum, dengan cara
saat nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk pembuatan pakaian jadi, bank
mereferensikan penggunaan produk tersebut. Hal ini berarti bank memesan pembuatan pakaian
jadi tersebut dan membayarnya pada waktu pengikatan kontrak. Bank kemudian mencari
pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen
7
garmen tersebut. Bila garmen tersebut telah selesai diproduksi, produk tersebut diantarkan
kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur
maupun tunai.

F. Keuntungan dan Manfaat Akad Salam


Akad salam ini dibolehkan dalam syariah Islam karena punya hikmah dan manfaat yang
besar, dimana kebutuhan manusia dalam bermuamalat seringkali tidak bisa dipisahkan dari
kebutuhan atas akad ini. Kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli bisa sama-sama
mendapatkankeuntungan dan manfaat dengan menggunakan akad salam. Pembeli (biasanya)
mendapatkan keuntungan berupa:
1. Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia
inginkan.
2. Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan
dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli,
diantaranya:
a. Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal,
sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga.
Dengan demikian selama belum jatuh tempo, penjual dapat menggunakan uang pembayaran
tersebut untuk menjalankan usahanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa ada
kewajiban apapun.
b. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya
tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama.
Dengan adanya Bai’ As-salam, tertolonglah pengusaha-pengusaha, khususnya pengusaha yang
lemah. Mereka tetap berproduksi dan menjaga mutu barang hasil industrinya. Prinsip tolong
menolong yang sangat dianjurkan Islam dapat terwujud dalam perdagangan dengan adanya
salam ini.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

9
1. Salam ialah pembeli memesan barang dengan memberitahukan sifat-sifat serta kualitasnya
kepadaa penjual dan setelah ada kesepakatan. Dengan kata lain , pembelian barang dengan
membayar uang lebih dahulu dan barang yang beli diserahkan kemudian.
2. Landasan syari’ah transaksi ba’i as-salam terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
3. Pelaksanaan ba’i as-salam harus memenuhi jumlah rukun berikut ini:
a. Muslam (pembeli)
b. Muslam ilaih ( penjual)
c. Modal atau uang
d. Muslam fiihi(barang)
e. Shigat (ucapan).
Syarat-Syarat Salam :
1. Modal transaksi ba’i as-salam
a. Modal harus diketahui.
Barang yang akan di suplai harus diketahui jenis, kualitas dan jumlahnya.
b. Penerimaan pembayaran salam.
Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak.
2. Al-Muslam Fiihi (Barang)
Diantara syarat-syarat yang harus terpenuhi dalam al-muslam fiihi sebagai berikut:
a. Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang.
b. Harus bisa diidentifikasikan secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya
pengetahuan tentang macam barang tersebut.
c. Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.
d. Kebanyakan ulama masyarakat penyerahan barang harus ditunda suatu waktu kemudian,
tetapi mazhab syafi’i membolehkan penyerahan segera.
e. Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan barang.
f. Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk tempat yang disepakati
dimana barang harus diserahkan.
4. Ada dua jenis dari akad salam :
a. Salam, dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, dan pembeli melakukan pembayaran
dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.

10
b. Salam paralel, artinya melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pemesanan pembeli
dan penjual serta antara penjual dengan pemasok (supplier) atau pihak ketiga lainnya
(melaksanakan transaksi Bai’ As-Salam antara bank dan nasabah dan antara bank dan suplier
atau pihak ketiga lainnya secara simultan).
5. Bai’ As-Salam dapat diterapkan atau digunakan pada pembiayaan bagi barang industri dengan
jangka waktu relatif pendek dan bank tidak ada niat untuk menjadikan barang-barang tersebut
sebagai inventory (simpanan), yakni persediaan atau barang jadi suatu perusahaan. Oleh karena
itu, dilakukanlah akad Bai’ As-Salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang
pasar induk atau grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai Salam Paralel.
6. Kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli bisa sama-sama mendapatkankeuntungan dan
manfaat dengan menggunakan akad salam. Pembeli (biasanya) mendapatkan keuntungan berupa:
a) Jaminan untuk mendapatkan barang sesuai dengan yang ia butuhkan dan pada waktu yang ia
inginkan.
b) Sebagaimana ia juga mendapatkan barang dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan
dengan pembelian pada saat ia membutuhkan kepada barang tersebut.
Sedangkan penjual juga mendapatkan keuntungan yang tidak kalah besar dibanding pembeli,
diantaranya:
a. Penjual mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara-cara yang halal,
sehingga ia dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya tanpa harus membayar bunga.
b. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya
tenggang waktu antara transaksi dan penyerahan barang pesanan berjarak cukup lama.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan kami sampaikan. Kami yakin dalam
penulisan maupun penyampaiannya masih terdapat kesalahan serta kekurangan, untuk itu kami
mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk perbaikan kami selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfa’at bagi pembaca
semua.

DAFTAR PUSTAKA

11
Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
Moh. Rifai, Konsep Perbankan Syari’ah, Wicaksana, Semarang, 2002.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, 2001.

[1] Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga


Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 132.
[2] Moh Rifai, Konsep Perbankan Syari’ah, CV Wicaksana, Semarang 2002, hlm. 68-69.
[3] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik, Gema Insani,
Jakarta, 2001,hlm. 108.
[4]Ibid., hlm. 110.
[5]Moh. Rifai, Op. Cit., hlm. 72.
[6]Ibid., hlm. 72.

12

Anda mungkin juga menyukai