Anda di halaman 1dari 17

URGENSI DAN EKSISTENSI NATO PASCA PERANG DINGIN

( KONTRA 1 )

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hubungan Internasional Kawasan

DI SUSUN OLEH :

Haidzi Faturrohman Ibrahim 152030036


Dhiqa Yasmin Malikha P 152030051
Eka kartikawati Putri 152030054
Tesa Alya Tresnadi 152030073
Andityo W Juniarsyah 152030088
Ida Rohmana 152030101
Norman 152030255
Fikri Ramdhani 152030077
Firdaus 152030111

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2018
1. PROLOG
A. Sejarah Terbentuknya NATO

Perang Dunia II (PD II) telah mengubah dunia sehingga membentuk tata dunia baru. Tata dunia
ini lalu melahirkan bipolaritas kekuatan, yang merepresentasikan pemenang PD II sekaligus dua ideologi
yang berbeda yaitu dua negara adikuasa Amerika Serikat dan Uni Soviet. Masing-masing negara
adikuasa tersebut membentuk blok yang terdiri atas negara-negara yang mendukungnya. Amerika
Serikat membuat Blok Barat, sedangkan Uni Soviet membuat blok timur. Sehingga menimbulkan perang
secara tidak langsung antara kedua belah pihak. Hal inilah yang disebut perang dingin. Kemudian
meluasnya pengaruh Uni Soviet sampai ke Eropa Barat yang menyerang Eropa Barat sehingga negara-
negara Eropa Barat memerlukan suatu alat untuk mempertahankan diri dari serangan Uni Soviet maka
dibentuklah suatu Brussel treaty Organization yang merupakan perjanjian yang berisi kesepakatan
mengenai kerja sama ekonomi, sosial, budaya serta dijadikan alat untuk pertahanan kolektif dari Uni
Soviet.1 Dengan perjanjian tersebut negara-negara Eropa Barat saling membantu dan bekerjasama untuk
menciptakan kesejahtraan negara-negara Eropa Barat untuk membentuk perjanjian mengenai
pertahanan kolektif oleh negara-negara anggota Brussels treaty. Dalam hal ini apabila ada suatu
serangan terhadap salah satu negara anggota, maka berarti merupakan suatu serangan terhadap
seluruh negara anggota, dan seluruh negara anggota melakukan pertahanan dan apat melakukan
perlawananan dengan melakukan balasan secara bersama-sama termasuk tindakan bersenjata seperti
yang diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB. Namun perjanjian tersebut dirasa kurang mampu untuk
mempertahankan Eropa Barat dari serangan Uni Soviet karena pertahanan yang dilakakuan negara-
negara Eropa Barat masih sangat lemah dalm menghadapi serangan-serangan Uni Soviet, oleh karena
itu negara-negara Eropa Barat memerlukan pertahanan yang lebih kuat dan efektif dalam melakukan
pertahanan dan melawan Uni Soviet. 2

Maka dibentuklah NATO (North Atlantic Treaty) untuk memperkuat pertahanan Eropa Barat
dengan berkualisi dengan negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Atlantik
Utara sebagai sekutu dari Amerika Serikat dalam hal ini negara-negara Eropa Barat bergabung dalam
blok barat untuk melawan Uni Soviet (blok timur). Dengan North Atlantic Treaty para pihak sepakat
untuk saling membantu dan melakukan pertahanan secara kolektif dalam menahan serangan
bersenjata. Para peserta sepakat untuk mengkonsultasikan merundingkan bersama, bilamana intregitas
sosial, kemerdekaan politik dan keamanan salah satu dari mereka terancam . Kemudian North Atlentic
Treaty mengatur tentang pertahanan kolektif (collective security), pertahanan kolektif yang dimaksud
adalah pertahanan bersama dalam hal ini apabila ada serangan bersenjata terhadap salah satu atau
lebih dari mereka di Eropa atau Amerika Utara akan berarti/dianggap sebagai serangan terhadap
mereka semua/seluruh anggota. Apabila ada serangan bersenjata terhadap salah satu atau lebih dari
anggota NATO, maka semua negara anggota akan mengambil tindakan bersama termasuk tindakan
1
Haidar Adam, Jurnal, NATO (North Atlantic Treaty Organization),Surabaya, 2008.
2
NATO, The Brussels Treaty, dapat diakses secara online di situs resmi NATO http://www
.nato.int/cps/ar/natohq/official_texts_17072.htm pada tanggal 17 Oktober 2014 pukul 14.00 WIB.
D.W Bowett, Hukum Organiasi Internasional, terjemahan Bambang Iriana Atmaja, Jakarta, Sinar Grafika, Cet.1,
Februari 1992, p.229.
bersenjata dalam atas dasar pembelaan diri (self defence). Tindakan tersebut diatur dalam 3Pasal 51
Piagam PBB (United Nation Charter) yaitu negara-negara diberikan kewenangan untuk menggunakan
kekerasan atas dasar pembelaan diri.NATO (North Atlantic Treaty Organization) atau disebut juga
Washington Treaty. Perancis menyebut pakta pertahanan ini dengan nama L’organisation du Traite de
L’atlantique Nord, disingkat OTAN sekaligus mewakili dominasi Perancis bersama Eropa di pakta
pertahanan ini. NATO didirikan sebagai akibat meluasnya pengaruh Uni Soviet (yang tergabung dalam
Pakta Warsawa) dan sebagai suatu reaksi yang diberikan pihak Eropa terhadap ancaman Uni Soviet.
NATO (North Atlantic Treaty Organization) merupakan aliansi militer yang dibentuk untuk menghadapi
serangan Uni Soviet pada bangsa non-komunis di Eropa Barat. NATO juga pada saat itu dibentuk untuk
melindungi sekutu-sekutu Amerika Serikat di Eropa Barat dari kemungkinan serangan Soviet karena
Eropa masih sangat rapuh dalam bidang pertahanan keamanan. North Atlantic Treaty ditandatangani
pada tanggal 4 April 1949 di Washington DC, secara resmi dibentuk di Brussel, Belgia. Negara-negara
Barat menetapkan untuk membentuk organisasi keamanan regional yang memiliki kemampuan
mempertahankan Eropa Barat dan Amerika Utara. Pada awalnya Traktat itu ditandatangani oleh 12
Negara, yaitu; Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Belanda, Belgia, Luxembourg, Kanada, Italia, Portugal,
Islandia, Denmark dan Norwegia dikemudian NATO membuka kesempatan kepada negara-negara Eropa
lain dengan jalan mengundang negara-negara tersebut, dan pada tahun 1995 yunani dan turki juga turut
bergabung. Pada tahun 1995 jumlah peserta itu meningkat menjadi 15 negara dengan masuknya
jerman barat. Untuk itu, organisasi tidak sepenuhnya Eropa; tetapi organisasi terutama bertujuan untuk
keamanan Eropa Barat. Inilah yang menjadi pertimbangan untuk memasukannya dalam kelompok
lembaga-lembaga/organisasi tidak sepenuhnya Eropa. Negara yang memutuskan untuk menjadi anggota
NATO meyakini bahwa Amerika sebagai negara penggagas NATO, masih memiliki kekuatan militer
terbesar. Sehingga dengan penggabungan mereka diharapkan bisa membuat Uni-Soviet enggan untuk
menyerang. NATO sebagai suatu wujud pertahanan kolektif (collective security) bagi mereka.

2. ISI
A. NATO pasca perang dingin

Keberadaan NATO sangat kompleks untuk dipahami pasca Perang Dingin yang secara resmi
berakhir pada kurun waktu 1989-1990 dengan runtuhnya Tembok Berlin pada 9 November 1989 serta
menyatunya Jerman Barat dan Timur pada 3 Oktober 1990 dan selanjutnya bubarnya Uni Soviet pada 25
Desember 1991 bersamaan dengan mundurnya Mikhail Gorbachev sebagai kepala negara. Setelah
jatuhnya Uni Soviet dan Pakta Warsawa, maka tidak terdapat lagi ancaman terhadap negara-negara
anggota, sehingga NATO dianggap kehilangan relevansi. NATO yang pada awalnya merupakan sebuah
aliansi yang memiliki satu tujuan (traditional purpose) yaitu hanya merupakan sebuah aliansi
pertahahanan militer berubah menjadi sebuah aliansi yang memiliki multi tujuan (non-traditional
purpose) yaitu juga telah menjadi pusat aliansi kerjasama ekonomi-politik. Namun, pada
perkembangannya4, NATO justru mengadopsi suatu agenda global dan memperluas keanggotaannya
hingga memasukkan negara-negara bekas Uni Soviet lainnya melalui pertemuan KTT NATO. Michael
Ruhle, Senior Planning Officer dalam bidang Kebijakan Perencanaan dan Bagian Speechwriting Politik
3
NATO. (2016, November 2)a. A short history of NATO. Diambil kembali dari NATO:
https://www.nato.int/history/nato-history.html
4
Joshua B. Spero, Uni Eropa, NATO dan Integrasi Eropa dan Retorika Aturan”, 2005., p.64.
Divisi NATO, menjelaskan.“NATO telah berubah dari sebuah organisasi satu tujuan untuk sebuah
lembaga multi-tujuan, bekerja sama untuk menciptakan lingkungan strategis yang lebih ramah. negara
Eropa Timur dan Tengah yang memiliki potensi dapat meluas ke negara lain atau secara langsung
mengganggu kepentingan keamanan negara anggota aliansi. Perkembangan yang terjadi tersebut
menandai perubahan baru lingkungan keamanan di Eropa dan menuntut NATO untuk melakukan
langkah adaptasi terhadap strategi keamanannya, dengan tetap kepada fungsi utamanya, memberikan
jaminan keamanan bagi anggotanya. Perubahan strategi NATO dimulai dengan diadopsinya NATO’s
Strategi Concept(NSC) dan Declaration and Peace and Cooperation pada pertemuan para kepala
pemerintah dan negara NATO di Roma Bulan November 1991.NSC merupakan bentuk upaya NATO
mengatasi masalah ”irrelevance dilemma (tidak lagi adanya ancaman monothic massive and
simoultaneous attack Pakta Warsawa)yang dihadapi NATO, melalui perlunya peningkatan kegiatan
NATO yang lebih luas melalui strategi out of area.Strategi out of area tersebut mendasari perlunya
perluasan aktifitas NATO di luar kawasan dalam menghadapi perkembangan yang terjadi di negara-
negara tersebut tersebut melalui operasi di luar kawasan (menjaga perdamaian/peacekeeping) dan
formulasi baru dalam hubungannya dengan negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa tersebut.

NATO memberikan kontribusi pada kemunculan arsitektur keamanan Euro-Atlantik. Hal ini tidak
benar-benar sebuah lembaga tapi arsitek. Arsitektur sebagai serangkaian proses politik penting yang
membentuk lingkungan strategis, proses integrasi Eropa, evolusi dari Rusia, pengembangan hubungan
transatlantik, dan evolusi manajemen krisis di wilayah Eropa-Atlantik.”Seiring dengan perkembangan
zaman, NATO sebagai organisasi internasional turut mengalami perkembangan. Perkembangan NATO
terkait tujuan dan agenda globalnya sesuai dengan New Strategy Concept dapat dikelompokkan dalam
dua hal, yaitu tujuan politik dan militer. Pertama adalah tujuan politik, NATO mempromosikan nilai-nilai
demokrasi dan mendorong usaha-usaha konsultasi dan kerja sama dalam bidang militer dan pertahanan
keamanan untuk membangun kepercayaan dalam waktu yang berkepanjangan. Kedua adalah tujuan
Militer, yaitu NATO berkomitmen menjaga perdamainan dan meresolusi konflik. Hal ini telah dijelaskan
dalam Pasal 5 dari Perjanjian Atlantik Utara dan dibawah mandat PBB. Dalam operasi militer, NATO bisa
saja sendiri atau bekerjasama dengan negara atau organisasi internasional dalam usaha menciptakan
stabilitas kawasan, menangani konflik dalam kebijakan ekonomi internasional dan mendorong
kerjasama ekonomi antar anggotanya. Bukan hanya dalam perluasan kerjasama di kawasan Eropa
Timur, akhir perang dingin tidak lantas membuat eksistensi NATO dalam dunia dipandang sebelah mata.
Berakhirnya Perang Dingin dan dibubarkannya Pakta Warsawa tidak menyurutkan hasrat untuk
menambah keanggotaan NATO, dengan masuknya Jerman Timur di tahun 1990, Polandia, Cekoslovakia,
dan Hungaria pada 12 Maret 1999. Dengan perluasan NATO ini maka perbatasannya jauh bergeser ke
timur dan langsung berbatasan dengan Rusia. Di tahun 2004 banyak negara pecahan Uni Soviet yang
bergabung dengan NATO diantaranya, Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, Romania, Slovakia, Slovenia,
dan di tahun 2009 Albania dan Kroasia. Para penandatangan perjanjian menyatakan keinginan mereka
untuk hidup damai dengan semua negara di dunia dan juga mempertegas prinsip PBB untuk memelihara
perdamaian dan keamanan internasional dan juga untuk menjaga stabilitas wilayah Atlantik Utara.

Adapun yang menjadi tugas utama NATO pasca perang dingin adalah (NATO, 2006):
1. Menjamin keamanan Eropa dengan berdasarkan demokrasi dan kepercayaan bahwa
selalu ada cara-cara damai untuk menyelesesaikan suatu konflik.
2. Memberikan kesempatan kepada negara-negara anggotanya untuk saling berkonsultasi
satu sama lain dalam setiap hal yang dapat mempengaruhi kepentingan negara-negara
anggotanya, termasuk perkembangan yang dapat mengancam keamanannya, dan juga
memfasilitasi kerjasama berdasarkan kepentingan bersama
3. NATO berfungsi sebagai penangkal dan sebagai suatu pertahanan dari setiap agresi
yang dapat mengancam wilayah negara-negara anggotanya.
4. NATO berfungsi untuk memelihar stabilitas dan keammanan dengan cara membina
hubungan baik dan melakukan kerjasama dengan negara-negara mitranya
5. NATO harus mengembangkan adanya kesamaan wawasan mengenai keamanan
internasional dan tujuan dari ditiadakannya kerjasama.

B. PERUBAHAN STRUKTURAL NATO PASCA PERANG DINGIN

Struktur Sipil NATO sejak awal berdirinya pada tanggal 4 April sudah banyak mengalami
perubahan. Perubahan dalam badan-badan NATO dilakukan untuk menyesuaikan kondisi organisasi
dengan perubahan lingkungan eksternal pasca Perang Dingin. Tetapi tidak semua badan yang ada
dalam NATO mengalami perubahan, seperti Dewan Atlantik Utara (North Atlantic Council). Dewan ini
masih merupakan pemegang komando tertinggi dalam organisasi NATO. Di dalam North Atlantic
Council setiap negara memiliki perwakilan yang memiliki tugas untuk membahas isu-isu dan
permasalahan yang menyangkut perdamaian dan keamanan negara anggotanya. Di dalam organisasi
NATO setiap negara mempunyai hak yang sama, setiap persetujuan dicapai melalui kata sepakat, dan
tidak dilakukan sistem pemungutan suara seperti voting atau keputusan dengan suara terbanyak.
Keputusan yang diambil pun bersifat mengikat untuk setiap negara anggotanya. Jika ada negara
anggota yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil maka hal itu harus disampaikan kepada
dewan (NATO, 2016c)

Dalam struktur NATO ada dua badan penting yang mempunyai tugas untuk mengatur
jalannya organisasi, yakni Defence Planning Committee (DPC) dan Nuclear Planning Group (NPG).
Defence Planning Committee merupakan bagian dari North Atlantic Council dan DPC dikepalai oleh
Sekretaris Jendral NATO. DPC berfungsi untuk mengatur setiap kegiatan sipil dan militer organisasi
(NATO, 2014a). Setiap negara anggota NATO mempunyai perwakilan di dalam DPC kecuali Prancis.
Nuclear Planning Group (NPG) juga bagian dari North Atlantic Council yang terdiri dari seluruh
perwakilan menteri-menteri pertahanan negara anggota yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang
dilakukan oleh DPC. Dengan demikian Prancis tidak termasuk dalam NPG. Setiap NPG melakukan
pertemuan dipimpin oleh Sekretaris Jenderal. NPG memiliki tugas yang berkaitan dengan kebijakan-
kebijakan berhubungan dengan masalah persenjataan dan kekuatan nuklir. Pada tahun 2010, DPC
dihilangkan dari struktur NATO dan fungsi serta tugasnya dilebur kedalam North Atlantic Council.
C. Perubahan Struktur Militer

Eksistensi NATO selama Perang Dingin untuk mencegah adanya ancaman yang dilakukan oleh
Uni Soviet. NATO menciptakan suatu strategi yang dapat melindungi Eropa dari ancaman Uni Soviet.
Struktur kekuatan NATO tersebut meliputi penggunaan senjata konvensional dan senjata nuklir. Sejak
Perang Dingin berakhir peran NATO mengalami perubahan. NATO tidak lagi hanya berfungsi sebagai
pertahanan, tetapi juga berfungsi sebagai penjaga perdamaian. Agar dapat efektif dalam
melaksanakan fungsinya sebagai penjaga perdamaian, NATO meciptakan suatu badan yang disebut
dengan Integrated Military Force5.

Dalam Organisasi 6NATO, keputusan politik untuk mengambil tindakan militer merupakan
wewenang dari Sekretaris Jendral. Sekretaris Jendral mendapatkan wewenang tersebut dari North
Atlantic Council. Dalam NATO terdapa komando tertinggi Supreme Allied Commanders yang
bertanggung jawab untuk melakukan operasi militer NATO. Kedua komando tersebut mempunyai
tugas untuk mengawasi semua aset militer di dalam wilayah wewenang tanggung jawabnya masing-
masing. SAC terbagi menjadi dua yakni Supreme Allied Commander Europe (SACEUR) dan Supreme
Allied Commander Atlantic (SACLANT) (NATO, 2001, hal. 259). SACEUR bertanggung jawab untuk
mengatur dan mengembangkan kemampuan kekuatan pertahanan yang dibutuhkan di bidang
manajemen krisis, kemanusiaan, dan melindungi kepentingan aliansi. Selain itu, SACEUR juga
bertindak sebagai juru bicara resmi dari NATO. SACEUR dan SACLANT, masing-masing bertanggung
jawab kepada komisi militer (Military Committee) NATO (NATO, 2001, hal. 264).

Military Committee NATO (MC) adalah pemegang wewenang tertinggi yang beranggotakan
kepala staff militer masing-masing negara anggota. MC berada dibawah kewenangan politik NAC dan
DPC. MC mengadakan pertemuan setidaknya tiga kali dalam setahun atau kapanpun diperlukan. MC
mempunyai tugas untuk mengkordinasi aktifitas-aktifitas militer NATO. Setiap kepala staf memilih
perwakilan militer tetap yang berfungsi sebagai anggota komite militer yang dipilih tiga tahun sekali.
Hanya Iceland yang negaranya tidak mempunyai kekuatan militer (NATO, 2014).

Dalam sidang komite, MC mengadakan pertemuan yang dilakukan di markas besar NATO di
Brussel untuk mengkaji kembali kekuatan dan strategi militer NATO. Komite militer bertanggung
jawab untuk memformulasi dan merekomendasikan kepada badan-badan politik NATO, mengenai
tindakan-tindakan apa saja yang diperlukan untuk menjamin pertahanan bersama dan adanya satu
kebijakan untuk tentara NATO yang dikirimkan ke operasi-operasi berbeda. MC membantu untuk
mengembangkan konsep strategis aliansi dan melakukan sejumlah penelitian dalam aset NATO.
Dalam waktu krisis dan perang, MC dapat berfungsi sebagai suatu badan yang memberikan nasehat
kepada DPC mengenai penggunaan kekuatan militer.

Untuk mendukung pekerjaan para stafnya, NATO mempunyai jaringan yang sangat luas.
International Military Staff terdiri dari para personel militer yang telah dipilih oleh NATO. Bekerja
5
NATO. (2014, Juli 15)b. Military Organization and Structure. Diambil kembali dari NATO:
http://nato.int/cps/en/natolive/topics_49608.htm
6
NATO. (2016, March 16 )e. Organization. Diambil kembali dari NATO:
http://nato.int/cps/en/natolive/organization.htm
demi tujuan bersama aliansi dan bukan demi negaranya sendiri. Agar dapat mengatur sejumlah besar
tugas-tugas yang diberikan, IMS dibagi kedalam lima bagian (NATO, 2001, hal. 242-246):

1. Planning and Policy division

Divisi ini bertugas untuk mengembangkan dan mengkordinasikan kebijakan perthanan dan
perencanaan strategis NATO dengan Komisi Milter. Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup penilaian
dan mempelajari lingkungan strategis dimana NATO harus bertindak. Penilaian ini mencakup
pengkajian pertahanan yang dilaksanakan setahun sekali, yang berguna untuk menciptakan dan
meningkatkan kekuatan militer yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Operation Division

Divisi operasi bertanggung jawab untuk memberi nasehat kepada militer mengenai rencana
operasi dan manajemen operasi. Selain itu divisi ini juga bertugas untuk mengkordinasikan
pengiriman sejumlah pasukan dalam setiap organisasi yang dilakukan oleh aliansi.

3. Intelligence Division

Divisi intelejen bertanggung jawab untuk mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan
untuk memperlancar operasi NATO. Divisi intelejen bertugas untuk memonitor setiap kejadian di
seluruh dunia dan mendapat informasi dari setiap negara anggotanya.

4. Cooperation and Regional Security Division

Divisi kerjasama dan keamanan regional bertugas untuk melakukan kerjasama dengan
negara-negara non-NATO dan menciptakan keamanan di benua Eropa dan di wilayah lainnya di luar
Eropa. Divisi ini dalam melakukan tugasnya melibatkan negara-negara non-NATO, seperti pada
operasi penjaga perdamaian (peacekeeping) dan operasi membangun perdamaian (peacebuilding).

5. Logistic Armaments and Resource Division

Divisi ini bertugas untuk menjamin terpenuhinya setiap peralatan yang dibutuhkan oleh
NATO dalam melakukan operaasinya. Divisi ini bertugas untuk menjamin bahwa pasukan NATO
menggunakan persenjataan dan sistem komunikasi yang sesuai dengan jenis operasi yang
dilakukannya.

NATO juga mempunyai tiga kekuatan utama (three primary forces) yang digunakan untuk
membantu setiap kegiatan operasi yang dilakukannya dan untuk memenuhi apa yang menjadi
tujuan strategisnya (NATO, 2001, hal. 258):

1. Immediate and Rapid Reaction Forces

Pasukan ini merupakan pasukan yang sangat terlatih dan siap siaga untuk dikirimkan dalam setiap
misi NATO. Pasukan ini terdiri dari pasukan darat dan laut. Setiap negara anggota yang tergabung
dalam Integrated Military Structure saling bergantian untuk menjaga kesiapan unit-unit pasukannya
dan siap siaga penuh apabila terjadi suatu krisis.
2. Main Defence Forces

Tugas pasukan ini adalah mencegah negara lain melakukan tindakan agresi terhadap negara-negara
anggota NATO. Kekuatan ini terdiri dari kekuatan konvensional dan kekuatan nuklir yang bertugas
untuk menangani setiap ancaman yang mungkin terjadi terhadap anggota NATO. Ada empat pasukan
multinasional yang ditempatkan di Jerman. Pasukan ini juga dapat digunakan sebagai penjaga
pedamaian.

3. Augmentation Forces

Pasukan ini merupakan pasukan cadangan NATO. Pasukan ini dapat digunakan untuk memperkuat
pasukan NATO yang sedang bertugas kapanpun jika diperlukan.

D. Transformasi peran NATO

1. NATO dari Collective defence menjadi Collective Security

Pada dasarnya transformasi NATO dari sebuah organisasi yang mengedepankan keamanan
kolektif lantas menjadi keamanan bersama dapat ditelaah melalui dua paradigma besar dari
Hubungan Internasional yakni Realisme dan Liberalisme. 7

Menurut para realis, politik internasional merupakan “a continuous and vigorous struggle for
power in an anarchic environment”. Dari definisi itu dapat dilihat bahwa kepentingan nasional sebuah
negara memainkan peran vital dan krusial dalam bentuk interaksi zero-sum game5 hubungan antar
negara, dan mempengaruhi kebijakan luar negeri yang mereka ambil. Melalui bentuk interaksi seperti
ini, konsep Balance of Power lantas yang menjaga kestabilan hubungan antar negara. Pada masa
Perang Dingin, NATO dikonsepsikan sebagai organisasi yang menyediakan perimbangan kekuatan
terhadap Pakta Warsawa sehingga hingga Perang Dingin berakhir tak ada korban jiwa yang jatuh
meskipun suasana kompetisi antar kedua Pakta Pertahanan tersebut sangat kental (Snyder, 1999, hal.
105-106).

Dari perspektif Liberal Institusional tetap menerima pentingnya kehadiran sebuah kekuatan
militer di dalam hubungan internasional, namun juga menekankan pentingnya hukum internasional
dan kebutuhan akan kerjasama antar negara melalui insititusi untuk menjaga stabilitas dari sistem
internasional (Baylis & Smith, 2005, hal. 307). Norma internasional, menurut para liberalis, memiliki
peran fundamental dalam keberlanjutan status quo sistem internasional. Lebih lanjut, hukum
internasional yang dihasilkan dari sebuah institusi internasional akan menghasilkan resolusi-resolusi
bagi konflik dan pada akhirnya akan mengahapuskan perang yang terjadi (Baylis & Smith, 2005, hal.
9). Dengan kata lain, norma internasional yang disepakati negara-negara dari keputusan organisasi

7
Alekovski, S., Bakreski, O., & Avramoska, B. (2014, December). Collective Security , The Role of International
Organizations, and Implications in International Security Order. Mediterranean Journal of Social Sciences, 5, 274-
282.
internasional dianggap mampu menjadi instrumen untuk mencegah dan bahkan menyelesaikan
konflik antar negara.

Lebih lanjut, keamanan kolektif, menurut para liberal, bertujuan untuk mencegah terjadinya
konflik melalui pembentukan sebuah komunitaas kekuatan yang berbasis tidak hanya doktrin sebagai
deteransi bagi potensi ancaman dalam level internasional, tapi juga untuk mengubah interaksi antar
negara yang dulunya bersifat kompetisi menjadi kerjasama. Pendekatan Wilsonian dan Kantian yang
berusaha menggantikan sistem Balance of Power dengan sistem baru yang dilandasi community
power (Yost, 1977, hal. 11). Organisasi yang berlandaskan keamanan kolektif akan bersifat inklusif
dan memiliki komitmen diantara negara anggotanya untuk merespon segala potensi ancaman bagi
stabilitas sistem yang mereka bangun (baik internal maupun eksternal) meskipun tidak begitu
berkaitan dengan tujuan atau kepentingan dari organisasi tersebut.

2. Crisis management

NATO sedang mengadopsi sebuah pendekatan holistik dalam hal penanganan krisis,
mempertimbangkan keterlibatan NATO pada setiap tahapan krisis: “”. Pendekatan baru yang
terdapat pada konsep strategis baru ini, mendorong negara-negara anggota NATO untuk lebih aktif
dalam berpartisipasi dan berkoordinasi dalam usaha-usaha penanganan krisis terjadi. Hal ini termasuk
pada pelatihan dan pengembangan kemampuan militer lokal serta usaha dalam mengembangkan
hubungan yang baik antara masyarakat sipil dan militer sebuah negara.

NATO memiliki kemampuan militer dan politik yang unik dan kuat untuk menangani berbagai
macam spektrum krisis, sebelum, sementara dan setelah konflik. NATO secara aktif akan mengirim
bantuan yang dapat berupa militer, politik ataupun gabungan keduanya untuk menangani krisis yang
dianggap dapat berpotensi memberi dampak keamanan bagi keamanan aliansi, sebelum krisis
tersebut menjadi konflik, untuk menghentikan konflik yang berdampak pada keamanan aliansi, dan
untuk membantu dalam hal konsolidasi stabilitas kawasan pasca terjadinya konflik yang dapat
mendukung keamanan dan perdamaian kawaasan Euro-Atlantic.

3. Cooperative Security.

Negara-negara anggota NATO dapat terkena dampak dan juga dapat memberi dampak pada
perkembangan politik dan keamanan diluar kawasan Aliansi. NATO akan secara aktif untuk
mempertahankan keamanan internasional melalui kerjasama dengan negara-negara relevan dan
organisasi internasional lainnya, dengan sevara aktif mengontrol perdagangan senjata, non proliferasi
nuklir serta, tetap membuka pintu bagi negara-negara Eropa yang ingin bergabung dengan NATO
yang telah lebih dulu memenuhi persyaratan NATO.

Bagian terakhir dari the 2010 Strategic Concept berfokus pada mempromosikan keamanan
internasional melalui kerjasama. Akar dari kerjasama ini ialah prinsip dalam mencari keamanan “at
the lowest possible level of forces” melalui mendukung kontrol terhadap penjualan senjata,
perlucutan dan non proliferasi. NATO juga akan tetap membantu menjalankan usaha-usaha dalam
konteks area tersebut dan akan menjalankan beberapa inisiatif-inisiatif yang berkaitan dengan itu.
Hal ini merupakan penegasan kembali dari komitmen NATO untuk mencapai “our goal of a Europe
whole and free and sharing common values”.

Komponen penting dari pendekatan kooperatif menuju keamanan dari NATO ini adalah
kerjasama yang dikembangkan antara NATO dan negara-negara non-NATO, begitu juga dengan
organisasi dan aktor internasional lainnya. Konsep strategis yang baru ini menggambarkan NATO yang
lebih inklusif, fleksibel dan terbuka untuk kerjasama dengan rekan kerja NATO dari seluruh dunia
utamanya kerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa. NATO, melalui konsep
strategisnya ini, juga mengupayakan kemungkinan kerjasama strategis antara NATO dan Rusia dan
menegaskan kembali komitmennya untuk mengembangkan hubungan baik dengan negara-negara di
kawasan Mediterania dan kawasan Teluk. Akhirnya, Konsep Strategis ini menggambarkan maksud
NATO yang akan memaksimalkan efisiensi kerja, meningkatkan metode kerja organisasi dan
menggunakan sumber daya yang mereka miliki dengan lebih bijak sesuai dengan prioritas-prioritas
yang telah mereka identifikasi melalui konsep strategis ini.

E. Peran Baru NATO sebagai penanganan ancaman telorisme

Pada bidang terorisme, setelah disepakatinya konsep strategis baru pada tahun 2010, NATO
memperbarui pendekatannya terhadap penanganan ancaman terorisme melalui guideline baru.
Untuk menangani ancaman pembajakan laut, NATO mengeluarkan Alliance Maritime Strategy serta
Operation Sea Guardian, dan untuk memperkuat pertahanan siber organisasi NATO maupun negara-
negara anggota NATO, dibentuklah NATO Cooperative Cyber Defence Center of Excellence yang
diperkuat dengan Cyber Defence Strategy dan Cyber Defence Pledge. NATO menganggap terorisme
merupakan ancaman bagi keamanan negara-negara anggota NATO dan juga stabilitas perdamaian
internasional dalam skala yang lebih luas.

Terorisme telah membuktikan kemampuannya untuk melakukan aksinya dalam lintas negara,
mengembangkan jaringan internasional, menentukan target hingga pelaksanaan atau eksekusi akhir
dari serangan terorisme8. Respon NATO terhadap terorisme dimulai pada saat dijalankannya
Operation Active Endeavour tahun 2001, dan pengadopsian Military Concept for Defence against
Terrorism. Selama satu dekade terakhir, NATO 9telah melakukan beberapa kemajuan pada beberapa
area penting operasi NATO seperti perluasan operasi, perningkatan pertukaran informasi intelijen,
dan pengembangan teknologi sebagai solusi melalui program Defence against Terrorism Programme
of Work and Science for Peace and Security Programme. NATO berjuang untuk memastikan aliansi ini
memiliki kemampuan yang memadai untuk mencegah, menjaga dan melawan ancaman terorisme.
Pengembangan kemampuan dan peningkatan teknologi merupakan tugas besar NATO dalam
menghadapi ancaman asimetris seperti terorisme dan penggunaan senjata-senjata non-konvensional.
8
American Heritage Dictionary. (2016, December 30). Terrorism. Diambil kembali dari American Heritage
Dictionary:https://www.ahdictionary.com/word/search.html?q=terrorism
9
NATO. (2012, Mei 21). NATO’s policy guidelines on counter-terrorism. Diambilkembali dari
NATO:http://www.nato.int/cps/en/natohq/official_texts_87905.htm
Usaha-usaha ini dilakukan melalui kerangka Defence Against Terrorism Programme of Work (DAT
POW), yang bertujuan untuk melindungi pasukan, masyarakat sipil, dan gedung-gedung penting dari
serangan yang dilancarkan oleh teroris seperti bom bunuh diri, penggunaan bahan peledak, serangan
roket dari pesawat maupun helikopter dan serangan yang menggunakan unsur kimia, biologis,
ataupun radioaktif.

Defence Against Terrorism Programme of Work dikembangkan sejak Conference of National


Armaments Directors (CNAD) pada tahun 2004. Fokus utamanya adalah pengembangan solusi dari sisi
teknologi dalam menghadapi serangan teroris, namun saat ini tugasnya telah diperluas ke tingkat
yang lebih komprehensif seperti pelatihan, uji coba, pengembangan prototipe hingga konsep
penanggulangan terorisme. Penyebaran dan potensi penggunaan senjata pemusnah massal dan
adanya kemungkinan senjata tersebut jatuh ke tangan teroris diakui sebagai ancaman utama bagi
NATO. Oleh karenanya NATO menempatkan prioritas utama pada pencegahan proliferasi senjata
pemusnah massal kepada negara dan aktor-aktor non negara yang mengandung zat-zat kimia,
biologi, radio aktif dan nuklir yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan negara-negara
anggota NATO.

F. Eksistensi Keterlibatan NATO dalam Operasi Militer


1. Keterlibatan NATO dalam operasi militer Amerika Serikat di Afghansitan

Setelah serangan 11 September,Presiden Amerika Serikat George W. Bush menegaskan


kebijakan mengenai “war against terrorism”. Presiden Amerika Serikat George W. Bush, meminta
NATO agar bersedia ikut dalam operasi militer di Afghanistan melalui Sekretaris Jendral NATO Lord
Robertson. Pada 4 Oktober 2001, Dewan NATO menyatakan bahwa serangan 11 September, benar
merupakan serangan luar negeri terhadap AS. Pada saat itu juga seluruh negara-negara anggota
NATO merespon bersedia mengikuti permintaan Amerika Serikat. Amerika Serikat lalu memutuskan
untuk menyerang pemerintah Taliban dan kelompok Al-Qaedah. Di akhir tahun 2001 NATO mulai
menempatkan pasukannya di Afghanistan. Sekitar 130.000 personil pasukan NATO memulai operasi
militernya di Afghanistan dengan sandi Operation Enduring Freedom . 10

Afghanistan merupakan negara ketiga untuk NATO dalam melaksanakan strategi out areanya setelah
Bosnia dan Kosovo dan juga sekaligus Afghansitan menjadi negara pertama bagi NATO untuk
melaksanakan peran barunya dalam memerangi ancaman dan serangan terorisme. Pada awal
pengerahan pasukan NATO di Afghanistan, memang peran NATO cukup efektif dalam melaksanakan
dan membantu Amerika Serikat memerangi Taliban dan Al-Qaeda. Hanya dengan beberapa bulan
setelah dimulainya Operation Enduring Freedom, rezim Taliban sudah bisa di hancurkan dan
membentuk suatu stabilitas dan pemerintahan di Afghanistan yang dipimpin oleh Hamid Karzai.

Memasuki tahun ke 10, Pasukan NATO belum bisa menghabisi sisa-sisa kelompok Taliban, justru
Taliban mulai menggalang kekuatan untuk memukul mundur pasukan multinasional. Taliban
menggunakan cara-cara gerilya menghabisi pasukan multinasional secara perlahan. Bom-bom bunuh
diri dan penyergapan terhadap patrol pasukan multinasional yang menjadi cara Taliban dan Al-Qaeda

10
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/07_worldnato, diakses pada 11 Desember 2018.
menghabisi pasukan multinasional. Sampai-Sampai Amerika Serikat lebih banyak melakukan mobilitas
menggukan jalur udara yang dirasa lebih minim resiko dari penyergapan dan serangan bom bunuh
diri. 11Pasukan multinasional sulit membedakan antara Pasukan Taliban dan Al-Qaeda dengan warga
sipil karena Taliban dan Al-Qaeda berbaur dengan masyarakat sipil. Hal ini yang dimanfaatkan
menyerang pasukan multinasional yag dianggap sedang dalam posisi lengah. Serangan bom bunuh
diri merupakan masalah serius bagi pasukan Amerika Serikat dan NATO. Lebih dari 390 tentara
multinasional telah tewas di Afghanistan sepanjang tahuni yang disebabkan oleh penyergapan dan
serangan bom bunuh diri.

Pada 28 Desember 2014, ANATO menyatakan operasi tempur di Afghanistan selesai dan mulai
menarik pasukannya, situasi masih jauh dari tuntas. Pertempuran masih pecah di mana-mana,
Taliban terus bergerak kembali ke medan perang dan merebut sejumlah wilayah. Perang panjang
tidak saja membawa puluhan ribu orang meninggal tetapi juga telah menjadikan Afghanistan menjadi
salah satu negara paling labil di dunia. Kata “pembebasan” yang diusung Amerika jauh dari
kenyataan.

Sejak tahun 2001, AS telah menghabiskan sekitar US$110 miliar untuk program rekonstruksi
Afghanistan. Jumlah ini melebihi biaya Marshall Plan yang digunakan untuk merekonstruksi Eropa
setelah Perang Dunia II. Washington telah mengalokasikan lebih dari US$ 60 miliar sejak tahun 2002
untuk melatih dan melengkapi pasukan Afghanistan. Uang yang dihabiskan AS di Afghanistan ini
hanya membuahkan hasil yang terbatas. korban militer asing mencapai 3.500 tewas dan 33.000
terluka. Dari jumlah itu 2.400 tewas dan 20.000 terluka adalah prajurit AS, 453 tewas dan 7.500 luka
dari Inggris, 159 dan 1.859 dari Kanada; dan 89 dan 725 pasukan Prancis. Angka-angka ini tidak
termasuk kontraktor keamanan swasta.

Dari uraian diatas mengenai peran efektivitas NATO di Afghanistan bahwa keberadaan NATO belum
mampu menstabilan keamanan dan menghilnagkan ancaman terrorisme yang terjadi di Afghanistan.
Rakyat Afghanistan belum bisa terbebas dari kekerasan bersenjata dan bahkan kekerasan bersenjata
semakin meningkat ditambah dengan bom bunuh diri, penculikan bahkan pembantaian.

2. Intervensi NATO di Libya

Intervensi NATO terhadap Libya dengan cara menggunakan kekuatan militer menjadi fenomena
kontroversial bagi percaturan politik internasional. Peristiwa aksi protes para Pemberontak Libya yang
awalnya dilakukan secara damai untuk menuntut Qaddafi agar segera mundur dari kekuasaannya
telah ditanggapi Qaddafi dengan cara kekerasan militer. Peristiwa konflik Libya tersebut akhirnya
menimbulkan pecahnya perang sipil Libya dan justru sebagai celah pintu masuknya Barat / NATO
untuk dapat mengintervensi Libya. Berdasarkan naungan hukum Resolusi 1970 dan Resolusi 1973 Bab
VII Piagam PBB pasal 39, 41 dan 42 akhirnya Dewan Keamanan PBB telah memberikan otoritas
kepada NATO untuk melakukan intervensi dengan penggunaan kekuatan militer. Kekayaan minyak
Libya yang melimpah-ruah merupakan daya tarik tersendiri dan faktor sangat penting bagi Barat
mengapa mau terlibat dalam intervensinya terhadap Libya. Akhirnya keterlibatan NATO / Barat dalam

11
https://www.voaindonesia.com/a/korban-jiwa-tentara-as-di-afghanistan-128870898/97645.html, diakses pada
11 Desember 2018.
kerjasamanya dengan para Pemberontak Libya akhirnya telah berhasil melakukan perubahan rezim
kekuasaan Libya dengan cara menggulingkan kekuasaan rezim Qaddafi yang telah berkuasa hampir
42 tahun lamanya. adalah Penulis untuk menganalisis tesis ini menggunakan perspektif poskolonial.

Didukung oleh beberapa pendapat ahli diantaranya adalah Spivak, Said dan Fanon. Otoritas dan
legitmasi DK PBB yang telah diberikan kepada NATO untuk mengintervensi Libya dengan penggunaan
kekuatan militer menunjukkan bahwa hasil keputusannya telah dikendalikan oleh pengaruh
kekuasaan Barat. Hal ini menunjukkan adanya sindrom kekuasaan kompleks (authority complex) dari
Barat dengan memapankan kebenaran mereka terlebih dahulu untuk mencapai tujuan mereka.
Operation Unified Protector sebagai salah satu bukti kuat yang menunjukkan bahwa Barat
mempunyai sindrom kekuasaan kompleks tersebut. Sindrom ini mempunyai kutub lain pada para
pemberontak Libya yaitu muncul sindrom ketergantungan bagi mereka pada bantuan Barat
dikarenakan kedatangan Barat memang sengaja diundang untuk melakukan perubahan rezim Libya.
Hasilnya, terbentuklah hubungan kekuasaan yang timpang yaitu sebuah hubungan yang sudah tidak
sederajat lagi karena pemerintahan kekuasaan Libya sampai sekarang masih dalam kontrol dan
agenda kekuasaan Barat dalam ekonomi maupun politik.

G. Argument Kontra Kelompok Kami Terhadap Urgensi dan Eksistensi NATO untuk saat
ini :

Bubarnya Uni Soviet, praktis NATO sudah tidak memiliki alasan yang mendukung
eksistensinya. AS telah menjadi kekuatan besar yang berperan aktif dalam menyebarkan paham
liberalisme dan demokrasi tidak hanya di Eropa melainkan ke seluruh dunia.dan kemudia keberadaan
NATO dalam jangka panjang hanya akan menyebabkan negara-negara Eropa yang merasa terganggu
dengan keberadaan militer AS. Dengan penggunaan kekuatan militer akan menyulitkan AS dalam
menjalin hubungan dengan negara lain di tengah-tengah struktur internasional yang saat ini
didominasi aspek politik dan ekonomi.

Banyak negara-negara anggota mengatakan bahwa NATO telah dijadikan alat oleh Amerika
Serikat untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Keberadaan pasukan NATO di Afghanistan
merupakan operasi yang paling disorot oleh banyak kalangan. Banyak yang mempertanyakan NATO
yang telah jauh mencampuri atau dalam hal ini mengintervensi permasalahan negara yang secara
geografis tidak berada dalam benua Eropa.

Banyak yang berkomentar bahwa peran NATO sudah tidak lagi dibutuhkan sebagai "polisi
dunia" mengingat eksistensi PBB yang lebih luas dan lebih mengakomodasi kepentingan lebih banyak
negara. kemudian NATO merupakan satu-satunya peninggalan dari sejarah Perang Dingin. Hal ini
lantas membuat NATO justru menjadi ancaman bagi perdamaian di antara negara-negara Eropa.

Terpisah dari semua pro dan kontra tersebut, NATO secara rutin mengeluarkan sebuah
Strategic Concept yang akan menjadi pedoman dalam beroperasi selama sepuluh tahun kedepan.
Paling anyar, melalui Lisbon Summit 2010, NATO telah mengeluarkan New Strategic Concept mereka
yang banyak-banyak memperluas wilayah cakupannya hingga ke crisis management maupun
penanganan ancaman-ancaman non-tradisional.
Perubahan situasi politik internasional pasca keruntuhan Tembok Berlin menyebabkan
banyak kalangan menilai NATO telah kehilangan relevansinya. Diawali ketika aliansi militer milik Uni
Soviet, Pakta Warsawa, mengalami keruntuhan di tahun 1991. Gelombang protes anti Soviet dan anti
komunisme yang terjadi di negara-negara kawasan Eropa Timur menjadi salah satu faktor runtuhnya
aliansi yang sudah berdiri selama 36 tahun ini. Sejumlah negara anggotanya mulai menarik diri,
seperti Polandia, Cekoslovakia dan Jerman Timur yang kemudian bergabung dengan Jerman Barat.
Masih dalam tahun yang sama, Uni Soviet menyusul bubar akibat kondisi politik dan ekonomi dalam
negeri yang semakin kacau.

Hadirnya NATO dalam mengupayakan perdamaian dan menjaga keamanan belum maksimal,
karena dalam menjalankan fungsi dan tugasnya NATO masih melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Tidak
hanya melanggar HAM, bahkan tindakan tersebut jelas-jelas melanggar hukum internasional.
Contohnya, Sebut saja resolusi 1973/2011 yang dikeluarkan oleh Dewan keamanan PBB mengenai zona
larangan terbang, NATO sebagai pasukan perdamaian diminta untuk menjaga ruang udara di Libya agar
tidak ada lagi militer angkatan udara pasukan Khadaffi yang menembaki atau membunuh arga sipi
melalui udara. Namun faktanya pasukan NATO juga ikut menyerang wilayah di darat,merusak gedung-
gedung dan infrastruktur dan bahkan membunuh warga sipil. Ini sama saja melanggar hokum yang
sudah di tetapkan, jika ingin menjaga perdamaian dunia seharusnya orgaisasi NATO ini menaati
peraturan yang sudah dibuat, tidak melanggar peraturan dengan alasan itu adalah salah satu cara
mereka mendamaikan dunia, tetapi malah memakan korban,ini sama saja mengorbankan Hak Asasi
Manusia. Tindakan NATO untuk menjaga perdamaian dunia dan keamanan internasonal memang
penuh dengan unsur politis, maksud NATO membantu Negara yang sedang berperang ingin menguasai
lahan atau asset Negara tersebut,contohnya di Libya,masuknya NATO di Libya hanya didasarkan ingin
menguasai minyak yang terkandung di Libya, padahal banyak kasus seperti di Tunisia,Mesir tapi NATO
tidak melakukan tindakan perdamaian apapun, hingga saat ini pun ada Negara yang tengah menghadapi
krisis perdamaian yaitu Suriah, memakan banyak korban akibat perang saudara, tapi NATO tidak terlihat
melakukan apapun untuk membantu Suriah. Adanya NATO mulai tidak relevan lagi, melihat NATO masih
belum bisa membantu Negara-negara yang berperang untuk berdamai karena didalam internal NATO
nya sendiri pun masih mempunyai kepentingan kepentingan politik.

3. EPILOG

NATO pada mulanya merupakan salah satu wujud implementasi dari doktrin Containment
Policy Amerika Serikat dalam menghadapi kekuatan negara induk komunis yaitu Uni Soviet. NATO
didirikan dengan tujuan untuk membendung gerakan militer Uni Soviet di kawasan Eropa, terutama
Eropa Utara dan Barat dengan memadukan persenjataan konvensional dan nuklir guna melindungi
negara Barat dari kemungkinan ancaman Uni Soviet bersama negara-negara satelitnya. Sebagai
sebuah aliansi pertahanan, NATO berfungsi sebagai sarana untuk menjangkau tujuan keamanan
bersama melawan tindakan yang mengancam kedaulatan negara-negara anggota sesuai dengan
piagam The North Atlantic Treaty. NATO memainkan perannya untuk membentuk garis pertahanan
terdepan dalam melawan ancaman Uni Soviet, baik dalam militer maupun ideologinya. Keberadaan
NATO dimaksudkan untuk membangun rasa percaya diri anggotanya, sehingga dapat memperkuat
kekuatan barat secara moral dan material untuk melawan kemungkinan bahaya yang diakibatkan
ekspansi komunisme Uni Soviet.
Pasca Perang Dingin berakhir, Uni Soviet runtuh beserta aliansi Pakta Warsawa-nya. NATO
dibawah kepemimpinan Amerika Serikat mempergunakan kesempatan berkurangnya keamanan di
Eropa Timur untuk memperluas jangkauan kekuasaannya di kawasan tersebut. NATO bahkan mulai
melakukan ekpansinya ke wilayah Eropa Timur (Polandia, Hongaria, Republik Ceko). Keberhasilan
ekspansi NATO ke wilayah Eropa Timur menamabah jumlah Negara anggota di wilayah ini. Ekspansi
NATO dijustifikasi sebagai cara untuk menyebarkan nilai demokrasi dan menangkal kemungkinan
agresi komunisme di masa akan datang.

Setelah perang dingin berakhir tidak lantas membuat eksistensi NATO dalam dunia di
pandang sebelah mata. Hal ini dapat di amati melalui aktifnya peran NATO dalam berbagai kegiatan
peacekeeping internasional yang menjadi agenda PBB, tidak jarang NATO mendapatkan mandat resmi
PBB untuk menjadi pasukan perdamaian dan melaksanakan upaya peacekeeping, salah satunya
adalah intervensi NATO dalam kasus Arab Uprising di Libya pada tahun 2011 lalu. Sekretaris Jendral
NATO, Andres Fogh Rasmussen, menuliskan penjelasan akan intervensi NATO ke Libya sebagai upaya
perlindungan terhadap masyarakat Libya dari ancaman operasi rezim Khadafi dan di dirikan reformasi
Demokratisasi di Libya. Sehingga peran NATO pada massa pasca peran dingin bukan lagi menjadi
organisasi pertahanan khusus bagi Eropa dengan antisipasi terhadap lawan, namun telah
bertransformasi menjadi organisasi penjaga perdamaian dan keamanan Dunia di bawah mandat
dewan keamanan PBB. Kebutuhan negara-negara Eropa akan NATO sebagai organisasi yang
menyatukan mereka dalam bidang Militer dan Keamanan yang menyebabkan NATO tidak lantas
dibubarkan ketika perang dingin berakhir.

Dominasi Amerika Serikat juga dirasakan dalam setiap pengambilan keputusan dalam NATO.
Dengan sumber daya yang dimiliki dalam bidang militer, Amerika Serikat mampu menjadikan NATO
sebagai alat kontrol terhadap Eropa Barat dan melalui NATO juga Amerika secara simbolis
mendapatkan legitimasi untuk merealisasikan kepentingan politiknya. Dominannya peran AS dalam
NATO salah satunya tercermin dalam kemampuan memobilisasi dukungan terhadap sikap AS dalam
memerangi terorisme menyusul peledakan gedung World Trade Center dan Pentagon di AS, dimana
Amerika mengatakan bahwa dukungan terhadap sikap antiteror memang sudah seharusnya sesuai
dengan pasal 5, yang mengatakan bahwa serangan terhadap salah satu anggota NATO berarti sama
dengan menyarang seluruh anggota NATO.

Meski pada awalnya NATO didirikan untuk menangkal pengaruh negara-negara anggota
Pakta Warsawa dengan ideologi komunisnya agar tidak menjalar ke negara-negara Eropa, namun
fokus itu saat ini mengalami pergeseran yang hebat. NATO ternyata dapat disalahgunakan untuk
alasan negara adidaya seperti Amerika Serikat di era kontemporer ini untuk sama-sama berperang
melawan terorisme, meski tidak semua kepentingan Amerika Serikat ini murni untuk melawan
dampak yang ditimbulkan dari kelompok teroris secara umum. Alasan-alasan Amerika Serikat untuk
menyerang negara di luar Eropa dapat diperkuat dengan dukungan NATO terhadap kebijakan
Amerika Serikat dalam mengagresi negara lain. NATO di sini terlihat terus berpihak pada negara yang
haus akan power berlebih. Eropa dalam kebimbangan besar akibat tidak memiliki organisasi regional
yang secara tepat menyelesaikan konflik dengan langkah yang tidak berat sebelah dan terkesan
memihak.
Dominasi AS yang kuat didalam tubuh NATO mengindikasikan adanya niatan AS untuk ‘meng-
Amerika-kan’ Eropa. Hal tersebut tidak lain adalah sebagai jalan untuk mencapai kepentingan
nasional AS di Eropa. Negara-negara Eropa sendiri telah melihat dominasi AS tersebut sebagai
ancaman bagi kedaulatan Eropa dan apabila terus dibiarkan akan menjadi wujud kekuatan baru AS
untuk menguasai Eropa. Uni Eropa sebagai organisasi yang terintegrasi dengan baik, seharunsya
dapat memperluas cakupan regionalismenya menuju bidang keamanan. Dengan begitu, Uni Eropa
dapat terlepas dari kekangan NATO yang sering kali melancarkan sikap untuk kepentingan AS semata.

Dapat dikatakan NATO saat ini merupakan perpanjangan tangan AS untuk memuluskan jalan
dalam mencapai kepentingan nasionalnya di dunia internasional. Dengan berdalih bahwa AS adalah
polisi dunia, semakin membenarkan sikap AS yang sering kali mengintervensi setiap permasalahan-
permasalahan di negara lain, terutama yang dinilai memiliki potensi ekonomi yang besar.
Keterlibatan-keterlibatan AS dalam berbagai konflik di dunia semakin menunjukkan bahwa AS tidak
ingin kehilangan hegemoninya yang sudah terbentuk kuat sejak lama. NATO sendiri memiliki tujuan
untuk menjaga perdamaian dunia. Namun, permasalahan di dunia sendiri sudah bergeser menuju
keamanan non-tradisional dan lebih mengedepankan kerjasama ekonomi untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Terlebih lagi, sudah ada juga organisasi internasional di bidang tersebut
seperti World Bank dan IMF yang lebih relevan dalam menangani permasalahan terkait. Maka dari
itu, sebaiknya landasan-landasan intitusional di dalam tubuh NATO itu sendiri perlu ditinjau kembali
karena NATO dinilai sudah tidak lagi relevan dalam dunia HI kontemporer.

DAFTAR PUSTAKA
BUKU

D.W Bowett, Hukum Organiasi Internasional, terjemahan Bambang Iriana Atmaja, Jakarta, Sinar
Grafika, Cet.1, Februari 1992, p.229.

Joshua B. Spero, Uni Eropa, NATO dan Integrasi Eropa dan Retorika Aturan”, 2005., p.64.

JURNAL

Haidar Adam, Jurnal, NATO (North Atlantic Treaty Organization),Surabaya, 2008.

Alekovski, S., Bakreski, O., & Avramoska, B. (2014, December). Collective Security , The Role of
International Organizations, and Implications in International Security Order. Mediterranean Journal of
Social Sciences, 5, 274-282.

Website/ Internet

NATO, The Brussels Treaty, dapat diakses secara online di situs resmi NATO
http://www.nato.int/cps/ar/natohq/official_texts_17072.htm pada tanggal 17 Oktober 2014 pukul
14.00 WIB.

NATO. (2016, November 2)a. A short history of NATO. Diambil kembali dari NATO:
https://www.nato.int/history/nato-history.html

NATO. (2014, Juli 15)b. Military Organization and Structure. Diambil kembali dari NATO:
http://nato.int/cps/en/natolive/topics_49608.htm

NATO. (2016, March 16 )e. Organization. Diambil kembali dari


NATO:http://nato.int/cps/en/natolive/organization.htm

American Heritage Dictionary. (2016, December 30). Terrorism. Diambil kembali dari American
Heritage Dictionary:https://www.ahdictionary.com/word/search.html?q=terrorism

NATO. (2012, Mei 21). NATO’s policy guidelines on counter-terrorism. Diambilkembali dari
NATO:http://www.nato.int/cps/en/natohq/official_texts_87905.htm

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/07_worldnato, diakses pada 11 Desember 2018.

https://www.voaindonesia.com/a/korban-jiwa-tentara-as-di-afghanistan-128870898/97645.html,
diakses pada 11 Desember 2018.

Anda mungkin juga menyukai