Anda di halaman 1dari 5

Tugas Semantik 6

Jelaskan berbagai jenis kaitan antarmakna leksikal dari berbagai sumber (minimal dari 3
sumber yang berbeda) dan berilah contoh dalam bahasa Indonesia.

1. Relasi antarmakan menurut Arwana( 2018:98) adalah Makna sebuah kata tidaklah
berdiri sendiri. Makna kata memiliki hubungan kaitan dengan makna kata yang lain.
Hubungan antarmakna kata inilah disebut relasi semantik. Dalam linguistik, terdapat
beberapa relasi semantik, seperti berikut ini.
(1) Sinonimi, yakni hubungan kesamaan atau kemiripan. Artinya makna sebuah kata
memiliki kemiripan dengan makna kata yang lain, misalnya : baik – bagus, cakap
– pandai, dan lain-lain.
(2) Antonimi, yakni hubungan pertentangan atau perlawanan. Artinya makna sebuah
kata berlawanan dengan makna kata yang lain, misalnya : baik – buruk, kaya –
miskin, tinggi – rendah dan lain-lain
(3) Homonimi, yakni kata yang ejaan (tulisan) dan pengucapan (pelafalannya) sama
tetapi masing-masing merupakan kata berbeda dengan makna yang berbeda,
misalnya : bisa ‘racun’ – bisa ‘dapat’, buku ‘kitab’ – buku ‘ruas’, babat ‘perut
besar’ – babat ‘merabas’, dan lain-lain
(4) Homofon, yakni kata yang ejaannya berbeda tetapi pelafalannya (pengucapannya)
sama, dan masing-masing kata memiliki makna berbeda, misalnya sangsi
‘raguragu’ – sanksi ‘hukum(an), bang ‘azan’ – bank ‘lembaga keungan’, dan lain-
lain
(5) Homograf, yakni kata yang ejaannya sama, pelafalannya berbeda dengan makna
yang berbeda, misalnya, apel ‘buah apel’ – apel ‘upacara’, teras ‘inti’ – teran
‘serambi’, dan lain-lain.
(6) Hipernini dan hiponimi, yakni relasi semantik antarkata yang mana satu kata
mencakup beberapa kata yang lain. Kata yang mencakup itu disebut hipernimi dan
kata yang tercakup disebut hiponimi. Misalnya, kata ikan mencakup : udang, lele,
karper, gurami, dan lain-lain. Dalam relasi ini, kata ikan merupakan hipernimi
sedangkan kata udang, lele, karper, gurami merupakan hiponimi.
(7) Meronimi, yakni hubungan bagian – keseluruhan. Misalnya, kata rumah
mencakup unsur-unsur : tembok, atap, pintu, jendela, pondasi, dan lain-lain.
Perbedaan meronimi dengan relasi hipernimi-hiponimi terletak pada kesatuan
unitnya.
(8) Polisemi, yakni sebuah kata yang bermakna lebih dari satu. Misalnya kata kepala
berarti : (1) bagian atas tubuh, (2) pemimpin suatu unit lembaga; bunga (1)
‘bagian pohon yang dapat berubah menjadi buah, (2) jasa imbalan atas
pengelolaan uang’
2. Relasi antarmakna menurut Daniel (2004:60) secara umum hubungan antara satu
makna dan makna yang lain secara leksikal dibedakan atas sinonim, antonim, penjami
makna, hipernim dan hiponimi (superordinat atau subordinat), homonim, dan
polisemi.
(1) Sinonim, yakni dua ujaran-apakah ujaran dalam bentuk morfem terikat, kata, frasa
atau kalimat yang menunjukan kesamaan makna. Untuk menunjukan kesamaan
makan, perlu melihat teori makna dan analisis makna. Teori yang digunakan di
antaranya adalah teori revren, teori kontekstual dan teori pemakaian.
(2) Antonim, yakni keanekaragaman dimensi untuk menyatakan dua makan atau
lebih itu bertentangan makna atau berlawanan makna. Secara logika, antonim
dapat dibedakan atas (1) kontradiksi, yaitu dua makna yang saling mengucilkan
dan menolak kemunculannya bersama-sama dalam satu proposisi atau kalimat
pernyataan; jika yang satu benar maka yang lain salah. Alat uji untuk menentukan
kontradiksi adalah negasi. Contoh kata harum – tidak harum – busuk. (2) Konter,
dua kata atau preposisi dikatakan dalam posisi kontrer jika dua kata atau preposisi
itu tidak sama-sama benar, tetapi ada kemungkinan keduanya salah. Geoffrey
Leech membedakan pertentangan makna ini atas (1) pertentangan makna
beranting dan (2) pertentangan makna polaris. Kata ‘emas’ dan ‘perak’
bertentangan secara kontrer dengan tipe beranting dengan ‘perunggu’, ‘tembaga’,
dan sejenisnya. Kata ‘kaya’ dan ‘miskin’ bertentangan secara polaris.
(3) Penjamin maka, yakni sebuah pernyataan X menjamin makan dari pernyataan Y
jika kebenaran pernyataan Y merupakan akibat kebenaran dari pernyataan X. Jika
kita katakan “mawar”, maka sudah ada jamina bahwa ia sebuah bunga karena
dalam makna “mawar” adalah komponen “bunga”. Akan tetapi, jika seseorang
berujar “ adik memetik bunga”, sudah barang tentu belum ada jami’. nan “adik
memetik mawar’. Jika seorang berujar “ adik memetik mawar’,maka sudah ada
jaminan makna bahwa “adik memeti bung
(4) Hipernin dan homonim, hipernim kata yang mempunyai makna yang merangkum
makna yang lebih luas dalam sau kelompok makna tertentu. Kata “mawar, melati,
cempaka” mempunyai cangkupan makna atas atau superordinat/hipernim
“bunga”. “ kelingking, telunjuk” mempunyai makna atas atau
superorditan/hipernim “jari manusia”. Kata “mawar, melati, cempaka” dan
“kelingking, telunjuk” adalah subordinatatau disebut homonim.
(5) Homonim , yakni dua ujaran dalam bentuk kata yang lafalnya sama dan atau sama
ejaannya/tulisannya. Dengan demikian, bentuk homonim dapat dibedakan dari
ejaan/tulisannya namun memiliki makna yang berbeda.
(6) Homofon , yakni dua ujaran dalam bentuk kata yang sama lafalnya, tetapi
berlainan tulisan. Contoh : ‘bang’ dan‘bank’, ‘sanksi’ dan sangsi’.
(7) Polisemi, yakni satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbrda-
beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang berlainan
tersebut. Misal, kata ‘kepala’ dapat bermakan ‘kepala manusia, kepala jawatan,
dan kepala sarung’.
3. Relasi makna menurut Hari Bakti (2002:37) adalah hubungan semantik yang terdapat
antar satuan bahasa satu dengan satuan bahasa lainnya.
(1) Sinonim, yakni hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna
antar satu satuan ujaran dengan ujaran lainya. Misalnya, antara kata betul dengan
benar, antara hamil dengan frasa duduk perut; antara kalimat Dika menendang
bola dengan Bola ditendnag Dika. Relasi sinonim ini bersifat dua arah.
Maksudnya, kalau satu ujaran A bersinonim dengan ujaran B, maka satuan ujaran
B itu bersinonim dengan satuan ujaran A. Dua buah ujaran yang bersinonim
maknanya tidak akan persis sama. Ketidak samaan itu terjadi karena berbagai
faktor, yaitu faktor waktu, tempat atau wilayah, keformalan, sosial, bidang
kegiatan, dan nuansa makna.
(2) Antonim, yakni hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya
menyatakan kebalikan, pertentangan atau kontras yang satu dengan yang lain.
Misalnya,kata buruk >< baik, mati >< hidup, guru >< murid, dan membeli ><
menjual. Hubungan antara dua buah satuan ujaran yang berantonim juga bersifat
dua arah. Dilihat dari sifat hubungannya, antonim dapat dibedakan atas beberapa
jenis: (1) antonim bersifat mutlak, misal hidup >< mati, (2) antonim bersifat
relatif atau bergradasi, misal , besar >< kecil, (3)antonim bersifat relasional,
misalnya membeli>< menjual, (4) antonim bersifat hierarkial, misalnya
gramm><kilogram, (5) antonim bersifat majemuk, misalnya berdiri >< duduk,
tidur >< jongkok tiarap.
(3) Polisemi, yakni kata yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanaya,kata
kepala yang mempunyai makna (1) bagian tubuh manusia, (2) ketua atau
pemimpin, (3) sesuatu yang berada di sebelah atas, (4) sesuatu yang berbentuk
bulat, (5) sesuatu atau bagian yang sangat penting. Dalam kasus polisemi,
biasanya makna pertama adalah makan sebenarnya, makna leksiklanya, makna
denotatifnya, atau makna konseptualnya. Yang lain adalah makna-makna yang
dikembangkan berdasarkan salah satu komponen makna yang dimiliki kata atau
satuan ujaran itu.
(4) Homonim, yakni dua buah kata atau satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan”
sama, maknanya tentu saja berbeda karena masing-masing merupakan kata atau
bentuk ujaran yang berlainan. Umpamanya, antara kata pacar yang bermakna
‘inai’ dan kata pacar yang bermakna ‘kekasih’
(5) Hiponimi, yakni hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknayan
tercakup dalam makna berbentuk ujaran yang lainnya. Umpamanya, antara kata
merpati dan kata burung. Makna kata merpati tercakupi dalam makna burung.
Kita dapat mengatakan bahwa merpati adalah burung, tetapi burung bukan hanya
merpati. Relasi hiponimi bersifat searah, bukan dua arah karena kalau merpati
berhiponim dengan burung, maka burung bukan berhiponim dengan merpati,
melainkan berhipermin.
4. Relasi makna dalam buku Telaah Bahasa dan Sastra Edi Subroto,
Menurut Nida (1975:15) dalam Edi (2002: 117) setidak-tidaknya mengidentifikasi ada
empat model atau tata cara berelasinya makna unit-unit leksikal sebuah bahasa: (1)
inklusi, yang secara umum dikenal sebagai relasi makna yang bersifat hiponimik; (2)
tumpang-tindih atau overlaping, yang secara umum dikenal dengan relais makna
sinonimik, (3) relasi berlawanan arti (the oppositeness of meaning); dan (4) relasi
kontingu.
(1) Relasi inklusi, disebut juga relasi makna yang bersifat hiponimik- menunjukan
bahwa arti sebuah leksem termasuk ke dalam atau tercakup ke dalam arti leksem
lain yang lebih luas. Jadi arti leksem mawar, melati, anggrek, bugenvil, dan
gladiol, misalnya, termasuk dalam leksem bunga. Dengan kata lain arti perkataan
bunga mencakupi arti leksem –leksem mawar, melati dan seterusnya. Leksem
yang artinya mencakupi itu disebut penggolongan atau superordinat; sedangkan
leksem yang yang artinya tercakup ke dalamnya disebut bawahan atau hiponim.
(2) Relasi bertumpang tindih (sinonim), sejumlah butir leksikal yang maknanya
bertumpang tindih disebut sinonim (Nida, 1975:98) . Namun butir-butir leksikal
itu tidak dapat dinyatakan memiliki makna yang identik, tetapi memiliki makna
yang bertumpang tindih. Hampir tidak terdapat dua butir leksikal atau lebih yang
maknanyanya identik benar-benar (sering disebut sinonim absolute). Dua butir
leksikal memiliki makna yang identik kalau butir-butir itudapat saling
menggantikan dalam keseluruhan kemungkinan konteksnya tanpa mengubah isi
konseptual (Nida, 1975:17). Contoh : mati, menginggal, wafat, mangkat, dan
tewas, sejumlah butir leksikal itu memiliki sejumlah komponen makna yang
bersesuaian, tetapi sekaligus memperlihatkan perbedaan atau kontras pada
koponen lainya.
(3) relasi berlawanan arti (the oppositeness of meaning)yakni butir leksikal yang
memiliki ciri semantik bersama, namun juga memperlihatkan kontras makna dan
bahkan perlawanan makna.
(4) relasi yang bersifat kontingu, yakni sebagai sejumlah butir leksikal yang termasuk
dalam domain semantik yang sama, tetapi memperlihatkan kontras-kontras
komponen makna tertentu. Hal itu terlihat pada contoh berbicara, berpidato,
berkotbah, berceramah, berkampanye, berbisik, bernyanyi, dan bersenandung.
Semuadapat dimasukan ke dalam sebuah domain semantik dengan ciri semantik
bersama ‘ menggerakan alat-alat ucap untuk menghasilkan suara atau bunyi
lingual’, tetapi masing-masing memiliki komponen makna yang membedakan.
Pasangan- pasangan itu juga tidak dapat digolongkan sinonim karena tidak dapat
saling menggantikan dalam konteks kalimat tertentu tanpa mengubah isi
konseptualnya.

Simpulan

Dari empat pendpat di atas, dapat disimpulkan bahwa relasi makna adalah hubunga makna
yang satu dengan makna yang lainya dalam secara leksikal. Relasi makan secara leksikal
dapat digolongkan dalam beberapa jenis, diantaranya,

(a) sinonim, adalah kata-kata yang memiliki makan yang sama. Namun tidak ada sinonim
yang maknanya benar-benar sama tanapa mengubah konteks. Contoh
kata besar memiliki persamaan makna dengan kata raya, agung, akbar, makro, namun
kata-kata itu tidak dapat saling menggantikan. Kalimat “ Ekonomi makro di
Indonesia”, tidak dapat digantikan dengan kata ‘raya’ menjadi “ Ekonomi raya di
Indonesia”.
(b) Antonim, adalah kata-kata yang memiliki makna berlawanan. Contoh besar><kecil,
tinggu>< rendah, gemuk >< kurus.
(c) Polisemi, kata yang memiliki banyak makna tetapi masih dalam satu pusat yang sama.
Contoh : ‘kaki’ memiliki makna (1) bagian tubuh manusia, (2) bagian benda yang
menjadi penopang, (3)bagian yang bawah.
(d) Homonim, homonim adalah kata yang memiliki lafal dan bentuk sama, namun
maknanya berbeda. Contoh kata’ buku = ruas atau buku = kitab’, ‘bisa= racun atau
bisa= dapat’.
(e) Hiponim adalah makna yang terangkum dalam cangkupan makna yang lebih luas.
Hiponim dibagi menjadi dua bagian yaitu super ordinat: makna atas atau luas, bersifat
vertikal. Contoh bunga, warna, hewan. Sedangkan mawar, melati, merah,kuning,
kucing dan kambing memiliki makna bawah atau bersifat horisontal.

Sumber

Alwi, Hasan dan Dedy Sugondo (editor). 2002. Telaah Bahasa dan Sastra. Yayasan Obor
indonesia:Jakarta

Arnawa, Nengah.2018. Wawasan Linguistik dan Pengajaran Bahasa. Pelawa Sari : Denpasar

Bakti M., Bakti. 2002. Paparan Perkuliahan Mahasiswa Mata Kuliah Linguistik Umum. FBS
Unnes: Semarang

Daniel Parere, Jos. 2004. Teori Semanti. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai