Anda di halaman 1dari 4

‫ميحرال نمحرال هللا مسب‬

‫هتاكربو هللا ةمحرو مكيلع مالسال‬

‫هلل دمحال‬. ‫اجوع هل لعجي مل و باتكال هدبع ىلع لزنأ ىذال هلل دمحال‬. ‫هللا الإ هإل ال نأ دهشأ‬

.‫هدعب يبن ال هلوسرو هدبع ادمحم نأ دهشأ و هل كيرش ال هدحو‬. ‫دعب امأ‬

Dewan juri yang kami hormati,


Serta hadirin sebangsa dan setanah air,
Sangat disayangkan, dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam hanyalah
diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah, diingat pada saat kelahiran bayi, ijab kabul
pernikahan, serta penguburan mayat, sementara itu islam dimarginalkan dari dunia ekonomi
yang meliputi perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek, dan transaksi ekspor
impor. Mereka menganggap dunia ekonomi adalah dunia hitam, penuh tipu daya dan
kelicikan. Penganut paham liberalisme dan pragmatisme sempit ini menilai bahwa kegiatan
ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-
nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan Asia pada khususnya serta ketidak seimbangan
ekonomi global pada umumnya, adalah suatu bukti bahwa asumsi tersebut salah total, bahkan
ada sesuatu yang “tidak beres” dalam sistem yang kita anut selama ini. Tidak adanya nilai-
nilai Ilahiah yang melandasi operasional perekonomian dan lembaga keuangan lainnya telah
menjadikan lembaga “penyuntik darah” pembangunan ini sebagai “sarang-sarang perampok
berdasi” yang meluluh lantahkan sendi-sendi perekonomian bangsa.
Maka sudah saatnya bagi ummat muslim yang berkecimpung di dunia perekonomian yang
menjadikan Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup untuk memperkenalkan kepada
dunia perekonomian bahwa Islam memiliki prinsip-prinsip jual beli yang dapat diterapkan
dalam lembaga-lembaga keuangan modern. Sudah saatnya pula kita menunjukkan bahwa
muamalah syariah dengan filosofi utama kemitraan dan kebersamaan (sharing) dalam profit
dan risk dapat mewujudkan kegiatan ekonomi yang lebih adil dan transparan. Oleh karena itu
izinkan kami untuk menyampaikan syarh Al-Quran dengan judul: “Ekonomi Syari’ah
dalam Arus Ekonomi Baru Indonesia”
Landasan yang pertama pada Ekonomi Syariah terdapat pada Surah al-Baqarah ayat 168
َ‫اهيَأ اي‬
َ ‫ناطيشال تاوَطخ اوعب َتت الَوَ اًبي َط الًالَحَ ضرَال ىف امم اول ك سا نال‬
َ ‫نيب م ودعَ م َكل ه نإ‬

“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.” (al-Baqarah: 168)
Dewan juri serta hadirin yang kami banggakan
Firman Allah pada ayat di atas adalah merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al-Quran
dalam bidang ekonomi. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam mendorong penganutnya
untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah. Karunia tersebut harus didayagunakan
untuk meningkatkan pertumbuhan, baik materi maupun nonmateri. Seorang
yang beriman akan senantiasa mengkonsumsi apa saja yang dipandang oleh syariat sebagai
perkara yang halal dan baik. Entah itu mengkonsumsi untuk dirinya sendiri, dinafkahkan
kepada keluarga atau diperjualbelikan kepada kaum muslimin.
Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi/harta dengan
berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan. Rasulullah SAW
menegaskan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi,
‫اماًرَ حَ لحَ َأ وَأ الًالَحَ مَرحَ الإ م هطور ش ىَلعَ َنومل سمال‬

“Kaum muslimin (dalam kebebasan) sesuai dengan syarat dan kesepakatan mereka, kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (at-Tirmidzi)
Rambu-rambu tersebut di antaranya: carilah yang halal lagi baik; tidak menggunakan cara bathil;
tidak berlebih-lebihan/melampaui batas; tidak dizalimi maupun menzalimi; menjauhkan diri dari
unsur riba; maisir (perjudian dan intended speculation); dan gharar (ketidakjelasan dan
manipulasi), serta tidak melupakan tanggung jawab sosial berupa zakat, infak, dan sedekah. Ini
yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan perekonomian konvensional yang
menggunakan prinsip self interest (kepentingan pribadi) sebagai dasar perumusan konsepnya.

Islam mendorong pemeluknya untuk bekerja. Hal tersebut disertai jaminan Allah bahwa Ia
telah menetapkan rezeki setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Islam juga melarang
ummatnya untuk meminta-minta atau mengemis. Dalam suatu hadits Rasulullah menyatakan
“Barangsiapa yang mencari dunianya dengan cara yang halal, menahan diri dari mengemis,
memenuhi kebutuhan keluarganya, dan berbuat kebaikan kepada tetangganya maka ia akan
menemui Tuhan dengan muka atau wajah bersinar bagai bulan purnama.”
Tak lepas dari pada itu muslim yang baik adalah mereka yang memperhatikan faktor dunia
dan akhirat secara seimbang. Bukanlah muslim yang baik, mereka yang meninggalkan urusan
dunia demi kepentingan akhirat, juga yang meninggalkan akhirat untuk urusan dunia. Allah
berfirman dalam Surah al-Jumuah ayat 10 yang artinya “Apabila telah ditunaikan shalat
maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung.”
Dr. Muhammad Syafii Antonio menyatakan dalam bukunya “Bank Syariah Dari Teori ke
Praktek” bahwa penyeimbangan aspek dunia dan akhirat merupakan karakteristik unik sistem
ekonomi Islam. Perpaduan unsur materi dan spiritual ini tidak dijumpai dalam sistem
perekonomian lain, baik kapitalis maupun sosialis. Tidak ada yang meragukan peran sistem
kapitalis dalam mengefisienkan produksi. Peran sistem sosialis dalam upaya pemerataan
ekonomi pun sangat berharga. Akan tetapi, kedua sistem tersebut telah mengabaikan
pemenuhan kebutuhan spiritual yang sangat dibutuhkan manusia.
Dewan juri dan hadirin yang kami hormati.
Landasan kedua dari nilai-nilai ekonomi Syariah adalah keadilan secara menyeluruh baik
sosial maupun ekonomi. Mari kita simak firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 8
َ ‫هللا نإ َهللا اوقتاو‬
َ ‫بخ‬ َ ‫اولد عَت الَأ ىَلعَ م وقَ نا َ َئنش م كن َم رجيَ الَوَ طسقالب ءاَدهَش ِل َن‬
َ ‫ او نوك اونما َ َء َنيذ ال اهَيَأ ايَ َنولمَعَت امَب ري‬:‫يماوق‬
‫ىوَقتلل برَ َقأ وَه اولد عا‬
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu
menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan, janganlah
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah kamu, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan, bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan” (al-Maidah: 8)
Islam menganggap umat manusia sebagai suatu keluarga. Karenanya semua anggota keluarga
mempunyai derajat yang sama di sisi Allah SWT. Hukum Allah tidak membedakan yang
kaya dan yang miskin, dan juga tidak membedakan yang hitam dan yang putih. Yang
membedakan satu dengan yang lain adalah ketakwaan, ketulusan hati serta pelayanannya
pada kemanusiaan. Lebih tegas lagi Rasulullah menekankan akibat buruk dari diskriminasi
hukum, bila orang terpandang mencuri maka dibebaskan, tapi jika yang mencuri orang
biasa/lemah maka hukuman akan diperberat. Rasulullah bersabda
َ
‫تعط َقل َتقرَ سَ دمحَ م تنب َةمَطاَف نَأ َول‬ َ‫ا َهدي‬
“Andaikan Fatimah, anak perempuan Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan
memotong tangannya.” (HR an-Nasa’i)
Begitupun keadilan dalam bidang ekonomi. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama
haruslah menjadi patokan setiap transaksi ekonomi. Dengan keadilan ekonomi setiap individu
akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada masyarakat.
Setiap individu pun harus terbebaskan dari gangguan ataupun eksploitasi individu lainnya.
Rasulullah SAW mengingatkan,
‫ة ماَيَقال مويَ تا َمل ظ ه نإ َف مل ظال اوق تا سا نال ا َهيَأ‬
َ َ

“Wahai manusia, takutlah akan kezaliman (ketidakadilan) sebab sesungguhnya dia akan
menjadi kegelapan pada Hari Pembalasan nanti.” (HR Imam Ahmad)
Peringatan akan ketidakadilan dan eksploitasi ini dimaksudkan untuk melindugi hak-hak
individu dalam masyarakat, juga untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tujuan
utama Islam.
Dewan juri dan hadirin yang kami banggakan.
Ekonomi Syariah juga memiliki nilai keadilan distribusi pendapatan. Kesenjangan pendapatan
dan kekayaan alam yang ada dalam masyarakat, berlawanan dengan semangat serta komitmen
Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. Beberapa cara untuk mengatasi
kesenjangan ini antara lain menghapuskan monopoli kecuali oleh pemerintah dalam bidang-
bidang tertentu, menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi
dan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar hidup setiap anggota masyarakat.

Dengan cara itu, standar kehidupan setiap individu akan lebih terjamin. Sisi manusiawi dan
kehormatan setiap individu akan lebih terjaga sesuai dengan martabat yang telah melekat
pada manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Rasulullah saw bersabda,
“Bukan muslim yang baik, orang yang tidur dengan kenyang sementara tetangganya tak
tidur karena kelaparan.”
Hadirin rahimakumullah
Dengan konsep-konsep dan nilai-nilai lebih dari Ekonomi syariah tadi maka sudah selayaknya
pemerintah menjadikan Ekonomi Syariah sebagai sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia
untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Islam bukanlah hanya suatu ajaran agama
yang bersifat ritual ibadah saja, melainkan sebuah sistem pedoman hidup yang apabila dijalankan
secara konsisten dalam semua kegiatan kehidupan, akan melahirkan sebuah tatanan kehidupan
yang baik, sebuah tatanan yang disebut hayatan tayyibah.

Pada akhirnya kami mengajak kepada para hadirin untuk lebih mendalami lagi diin kita yang
sudah mencakup segala aspek kehidupan. Dan menjadikan pedoman Al-Quran dan Sunnah
sebagai landasan di setiap kegiatan kehidupan duniawi kita untuk menggapai ridho Ilahi.
Untuk itu marilah kita berdoa kepada Allah semoga kita diberikan kemudahan dalam
aktivitas kita.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin
Sekian
‫هتاكربو هللا ةمحرو مكيلع مالسال و‬

Anda mungkin juga menyukai