Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

INTERNAL BLEEDING

Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin

Tanggal 29 Juni - 11 Juli 2015

Oleh :
TITY RIEZKA RIANTHI, S. Kep
NIM. I1B110214

PROGRAM PROFESI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2015

1
LEMBAR PENGESAHAN
INTERNAL BLEEDING

Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin

Tanggal 29 Juni - 11 Juli 2015

Oleh :
TITY RIEZKA RIANTHI, S. Kep
NIM. I1B110214

Banjarbaru, 22 Juli 2015


Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Abdurahman Wahid, S.Kep,Ns., M.Kep Aisyahtul RY, S.Kep.,Ns


A. DEFINISI
Pendarahan internal (internal yang juga disebut perdarahan ) adalah
kehilangan darah yang terjadi dari sistem vaskular ke dalam rongga atau
ruang tubuh. Hal ini berpotensi dapat menyebabkan kematian dan serangan
jantung jika pengobatan medis yang tepat tidak diterima dengan cepat.
B. PENYEBAB
1. Trauma
Perdarahan yang disebabkan oleh trauma tumpul atau dengan penetrasi
trauma.
2. Kondisi Patalogis dan Penyakit
Sejumlah kondisi patalogis dan penyakit dapat menyebabkan perdarahan
internal, pembuluh darah pecah akibat tekanan darah tinggi, varises
osofagus, tukak lambung. Penyakit lainnya seperti hepatoma, kanker hati,
trombositopenia, kehamilan ektopik, kista ovarium, defisiensi vitamin K,
hemophilia, dan malaria.
3. Iatrogenik
Perdarahan internal bisa menjadi artefak iatrogenic akibat komplikasi
setelah operasi bedah dan perawatan medis, beberapa efek obat juga dapat
menyebabkan perdarahan internal seperti obat antikoogulan, dan
antiplatelet yang digunakan untuk pengobatan jantung koroner.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Memar
2. Terdapat nyeri tekan pada area trauma
3. Muntah ataupun batuk darah
4. Feses berwarna hitam atau mengandung darah merah terang
D. Perdarahan Intra Abdomen
1. Pengertian
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada
abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh
pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma
tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh
tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di

3
bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera
pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa
perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena
setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras
sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan
mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma
tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-
45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang
paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah
pankreas dan ureter.
2. Klasifikasi
KLASIFIKASI
Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :
1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama
perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala
utama adalah peritonitis
Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
a. Organ Intraperitoneal Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ
seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan colon
sigmoid.
 Ruptur Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun
trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi,
sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma
tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa
VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen
kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak
sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum
(± 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul
abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika
keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang
hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau
pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk
melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada
lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu.
 Ruptur Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi
trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang
membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak
tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami
perlukaan.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena
perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya
fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa
sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada
bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua
setelah terjadi trauma.
 Ruptur Usus Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena
trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan gejala ‘burning epigastric pain’ yang diikuti dengan nyeri
tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar
dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada
jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari
biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung.
b. Organ Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta,
dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis
berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT scan,
angiografi, dan intravenous pyelogram.

5
E. Perdarahan Intrakranial
Perdarahan dapat terjadi diantara tengkorak dan durameter
(jaringan fibrous penutup otak), diantara durameter dan arachnoid, atau
langsung dalam jaringan otak itu sendiri.
Berikut ini beberapa macam perdarahan pada cedera kepala :
1. Hematom epidural akut
Cedera ini sering disebabkan oleh robeknya arteri meninga media
yang berjalan disepanjang region temporal. Cedera arteri sering
disebabkan oleh fraktur tengkorak linear di region temporal atau
parietal. Akibat dari cidera arteri (walaupun mungkin juga terjadi
perdarahan vena dari salah satu sinus durameter), perdarahan dan
peningkatan TIK dapat berlangsung dengan cepat sehingga kematian
dapat segera terjadi. Gejala hematoma epidural akut meliputi riwayat
trauma kepala dengan kehilangan kesadaran sesaat diikuti satu periode
dimana penderita sadar dan koheren. Setelah beberapa menit hingga
beberapa jam timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial
(muntah, nyeri kepala, perubahan status kesadaran) kemudian menjadi
tidak sadar dan terjadi kelumpuhan kolateral dari tempat cedera kepala.
Sering terjadi dilatasi dan tidak ada respon terhadap cahaya dari pupil
pada sisi cedera kepala. Hal ini biasanya dengan cepat diikuti oleh
kematian.
2. Hematom Subdural Akut
Hematom subdural akut terjadi akibat perdarahan diantara
durameter dan arachnoid yang berhubungan dengan cedera jaringan
otak dibawahnya. Karena perdarahan berasal dari vena, tekanan
intracranial meningkat lebih lambat dan baru terdiagnosa beberapa jam
atau hari setelah kejadian cedera. Tanda dan gejalanya meliputi : nyeri
kepala, fluktuasi tingkat kesadaran, dan tanda neurologis fokal
(kelemahan satu sisi tubuh, penurunan reflex tondon dalam, bicara
yang tidak jelas dan melantur).
3. Perdarahan intraserebral
Merupakan perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak.
Perdarahan intraserebral pada trauma terjadi akibat trauma tumpul atau
trauma tembus pada kepala. Disisi lain, pembedahan tidak banyak
menolong,. Tanda dan gejala tergantung lokasi kerusakan dan beratnya
cedera. Gejala yang muncul mirip dengan gejala pada stroke.
F. Perdarahan Intrathorak
Tauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding
thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Trauma thorak adalah trauma yang terjadi pada toraks yang menimbulkan
kelainan pada organ-organ didalam toraks.
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Perdarahan
mungkin berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh
darah besar (Mancini, 2011).
G. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi
pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul
pada dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh
darah internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman (2010) penyebab
hematothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna

H. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3
golongan, yaitu:
1. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks

7
 Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV

Gambar 2 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

I. MANIFESTASI KLINIK
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di
dinding dada. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat,
agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan
darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung
(Hudak & Gallo, 1997).
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik
namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien
dengan hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien
akan menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   TD ↓
- Kehilangan banyak darah   vasokonstriksi perifer  pewarnaan kulit
oleh darah berkurang
 Tachycardia
- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   hipoksia   
kompensasi tubuh  takikardia

 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura   
pengembangan paru terhambat  pertukaran udara tidak adekuat   
sesak napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura  pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat   kompensasi tubuh
takipneu dan peningkatan usaha bernapas  sesak napas.
 Hypoxemia
- Hemotoraks  paru sulit mengembang  kerja paru terganggu
kadar O2 dalam darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura   hambatan pernapasan   reaksi tubuh
meningkatkan usaha napas   takipneu.
- Kehilangan darah   volume darah ↓  Cardiac output ↓   hipoksia   
kompensasi tubuh  takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak   menekan struktur sekitar
mendorong trakea ke arah kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan
masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura   

9
pertukaran udara tidak berjalan baik  suara napas berkurang atau
hilang.
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura   suara pekak saat diperkusi
(Suara pekak timbul akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi.
J. PATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara
pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma
tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya
membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus
paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga
pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.
mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan,
sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa
terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang
terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2
area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada
seorang pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik
yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan
menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan
tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang
buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000
mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau
lebih liter darah, perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari
kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu
tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,
tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana
hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang
sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut
tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea
sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-
paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa
derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam
beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan
enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura.
Tekanan osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara
ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke
dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa
gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari
kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak
ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan
sepsis.

11
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax
yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah
dari berkembang sepenuhnya.
Hemotoraks traumatik
trauma laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru perdarahan
darah berakumulasi di rongga pleura hemotoraks.

Gambar 3. Skema Patofisiologi Trauma Toraks


K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada
 Menunjukkan akumulasi cairan pada area
pleura
 Dapat menunjukkan penyimpangan struktur
mediastinal (jantung)
2. GDA
 Tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasan, dan kemampuan mengkompensasi
 PaCO2 mungkin normal atau menurun
 Saturasi oksigen biasanya menurun
3. Torasentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (hemothoraks)
4. Full blood count
 Hb menurun
 Hematokrit menurun

L. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada hemothoraks adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok
untuk autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula
chest tube (WSD)
2. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
dapat cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks

13
akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di
terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan

mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya


bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi
WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural.
M. Diagnosa Keperawatan Trauma
Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Bulecheck, 2012) :
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Defisit volume cairan
3. Penurunan curah jantung
4. Nyeri akut
5. Gangguan mobilitas fisik
N. Manajemen ABC
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya
jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan)
3. Sirkulasi
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak
ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali
kompresi dada dan 2 kali bantuan napas)

15
O.
P. Rencana Tindakan Keperawatan (Ackley, 2011)

No. Diagnosa NOC NIC Rasional


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway management 1. Ketika respiratory rate
pola nafas keperawatan selama 1x 24 1. Monitor respiratory rate, meningkat lebih 30x/mnt,
berhubungan dengan jam diharapkan pola nafas kedalaman, kenyamanan dilanjutkan dengan
Deformitas dinding pasien efektif. bernapas. pengukuran fisiologis lain,
dada, nyeri, studi menunjukkan bahwa
gangguan NOC perubahan fisiologis signifikan
muskuloskeletal - Respiratory status: terjadi
ventilation 2. Studi menunjukkan penyebab
Batasan - respiratory status: 2. Tentukan jika penyebab, dispneu psikologis
karakteritik airway patency apakah fisiologis atau berhubungan dengan
- Perubahan - vital sign status psikologis. kecemasan, sedangkan dispneu
kedalaman fisiologis berhubungan dengan
pernapasan Kriteria hasil: batuk, sputum, dan palpitasi
- Dispneu - Menunjukkan jalan nafas 3. Penelitian menunjukkan duduk
- Penurunan yang paten (irama nafas, 3. Baringkan pasien dalam tegak menghasilkan volume
kapasitas vital frekuensi pernafasan posisi yang nyaman, dalam tidal dan menit ventilasi lebih
- Pernapasan dalam rentang normal, posisi duduk, dengan kepala tinggi daripada posisi duduk

17
cuping hidung tidak ada suara nafas tempat tidur ditinggikan 60- dengan kepala tempat tidur
- Penggunaan otot abnormal). 90 derajat. <45%
aksesorius untuk - Tanda-tanda vital dalam 4. Ada gejala yang menjadi
bernafas rentang normal (tekanan 4. Catat penggunaan otot nafas signal meningkatnya kesulitan
- Takipnea darah, nadi, pernafasan). tambahan yang digunakan, bernafas dan hipoksia
- Penurunan retraksi, konfusi, atau
tekanan ekspirasi letargy. 5. Suara nafas abnormal dapat
- Penurunan 5. Auskultasi suara napas, mengindikasikan patologi
tekanan inspirasi catat penurunan dan respiratori yang berhubungan
hilangnya suara nafas, dengan perubahan pola nafas
crackles atau wheezing

Kolaborasi 6. Saturasi oksigen kurang dari


6. Monitor saturasi oksigen 90% mengindikasikan masalah
secara berkesinambungan oksigenasi yang signifikan.
dengan menggunakan pulse
oximetry. 7. Pemberian oksigen dapat
7. Berikan oksigen sesuai mengatasi hipoksia
resep. 8. Mengawasi kemajuan
8. Kaji seri foto thorak perbaikan
hemothorak/pneumothorak dan
ekspansi paru.
Mengidentifikasi posisi selang
endotracheal mempengaruhi
inflasi paru
9. Mengkaji status pertukaran gas
9. Awasi GDA dan nadi dan ventilasi.
oksimetri, kaji kapasitas
vital/pengukuran volume
tidal.
2. Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Catat adanya tanda dan 1. Mengetahui status kesehatan
jantung berhubungan intervensi selama 1 x 24 gejala penurunan curah klien sehingga dapat
dengan Perubahan jam penurunan curah jantung menentukan intervensi yang
kontraktilitas, jatung teratasi tepat
perubahan afterload,  Tanda-tanda vital dalam 2. Monitor status pernapasan 2. Status pernapasan yang
perubahan irama. rentang normal menandakan gagal jantung
 Tidak ada distensi vena dapat ditemukan secara dini
Batasan leher sehigga dapat dilakukan

19
Karakteristik : AGD dalam batas normal intervensi dengan cepat
3. Monitor balance cairan 3. Volume cairan tubuh yang
 Perubahan irama kurang dapat menyebabkan
jantung : penurunan curah jantung
Takikardi 4. Atur periode latihan dan 4. Aktivitas yang berlebih dapat
istirahat untuk menghindari meningkatkan kerja jantung
 Perubahan kelelahan
Afterload : kulit 5. Monitor adanya dyspnea 5. Dyspnea dan takipnea
lembab, dan takipnea mungkin terjadi karena
penurunan nadi kurangnya oksigen yang
perifer, dibawa oleh darah akibat
penurunan penurunan curah jantung
resistensi 6. Monitor tekanan darah, 6. Mengetahui perkembangan
vaskular paru, nadi, suhu, dan RR kondisi klien setelah dilakukan
dispnea. intervesi
7. Monitor jumlah, bunyi, dan 7. Jumlah, bunyi, dan irama
 Perubahan irama jantung jantung menunjukkan kerja
kontraktilitas : jantung dalam memompa
batuk, dispnea darah
paroksismal 8. Kaji kulit terhadap pucat 8. Pucat menunjukkan
nokturnal dan sianosis. menurunnya perfusi perifer
sekunder terhadap tidak
 Perilaku : Gelisah adekuatnya curah jantung,
vasokontriksi, dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refraktori GJK.
9. Tinggikan kaki, hindari 9. Menurunkan stasis vena dan
tekanan pada bawah lutut. dapat menurunkan insiden
thrombus atau pembentukan
embolus.
10. Berikan oksigen 10.Meningkatkan sediaan oksigen
tambahan dengan nasal untuk kebutuhan miokard
kanula atau masker sesuai untuk melawan efek hypoxia
indikasi. atau iskemia.

21
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Managemen Nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 3x 60 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Langkah pertama
agen injury. menit pasien menunjukkan secara komprehensif dalam pengkajian nyeri untuk
penurunan nyeri, dibuktikan termasuk lokasi, menentukan jika klien tidak
Batasan dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, dapat mendiskripsikan
Karakteristik: - Tanda vital frekuensi, kualitas dan nyerinya sendiri. Tanyakan
 Perubahan selera dalam rentang normal symbol presipitasi kepada klien tentang intensitas
makan - Tidak nyerinya kemudian memilih

 Perubahan mengalami gangguan tidur symbol yang sesuai dengan

frekuensi dan tampak tenang tingkatan nyerinya.

pernapasana, 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Reaksi nonverbal

jantung dari ketidaknyamanan dari pasien seringkali

 Laporan isyarat mengungkapkan nyeri yang

 Mengekspresikan tidak bias disampaikan secara

perilaku 3. Kontrol lingkungan yang langsung.

 Melaporkan nyeri dapat mempengaruhi nyeri 3. Lingkungan yang


seperti suhu ruangan, tidak kondusif juga merupakan
secara verbal
pencahayaan dan faktor yang memperparah rasa
kebisingan nyeri yang dirasakan .
4. Tingkatkan istirahat
4. Dengan beristirahat
perasaan nyeri yang dialami
5. Monitor vital sign sebelum pasien akan lebih bias
dan sesudah pemberian diminimalkan.
analgesik pertama kali 5. Dengan memonitor
vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik dapat
diketahui seberapa efektif
analgesik bisa mengurangi rasa
nyeri pasien. Karena nyeri
yang meningkat dicerminkan
6. Kolaborasi: Berikan oleh perubahan vital sign di
analgetik untuk luar batas normal.
mengurangi nyeri 6. Penatalaksanaan
secara medis

4. Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Managemen Cairan


cairan berhubungan keperawatan 2x24 jam 1. Kaji BB, penyakit yang 1. Informasi disediakan untuk

23
dengan kehilangan diharapkan volume cairan mendasari, dan prosedur menjelaskan penggantian
cairan secara aktif. klien kembali seimbang. bedah yang dijalani. cairan.
- Keseimbangan cairan 2. Monitor tanda kehilangan 2. Memperlihatkan tingkat
Batasan - Hidrasi cairan pada pasien. kehilangan cairan pada klien.
karakteristik: - Status nutrisi: intake 3. Monitor cairan yang masuk 3. Untuk mengetahui
 Penurunan status makanan dan minuman dan keluar. keseimbangan cairan tubuh
mental Kriteria Hasil: 4. Berikan caiaran sesuai 4. Mencegah terjadinya dehidrasi
 Penurunan - Tekanan darah, nadi, kebutuhan dan yang
tekanan dan suhu tubuh dalam batas diprograrmkan
frekuensi nadi normal.
 Penurunan turgor - Tidak ada tanda-tanda
kulit dehidrasi, elastisitas

 Membran turgor kulit baik,

mukosa kering membrane mukosa

 Peningkatan lembab, tidak ada ras

hematokrit haus yang berlebihan.

 Peningkatan suhu
tubuh
 Penurunan berat
badan

25
DAFTAR PUSTAKA

Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan Proses


Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran, Bandung
Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3 th Edition . Philadelphia: F.
A. Davis Company
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1,
EGC, Jakarta
Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1.
Jakarta: EGC
Lestari, S. 2010. Hematothoraks. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammdiyah
Yogyakarta. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=HEMATOTHORAX
Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer notes Cape Peninsula
University of Technology Faculty of Health & Wellness Science. Paper 25.
http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25
Mancini. . 2011. Hemothoraks. http://emedicine.medscape.com/article/2047916-
overview
Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis
& NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Publishing, 2013.
Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2002.

Anda mungkin juga menyukai