Anda di halaman 1dari 15

STUDI KOMPARASI METODE SKRINING MALNUTRITION

SCREENING TOOLS, MALNUTRITION UNIVERSAL


SCREENING TOOLS DAN NUTRITIONAL RISK SCREENING
2002 DALAM MEMPREDIKSI RISIKO MALNUTRISI PADA
PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL PENYAKIT DALAM
RSUD IR. SOEKARNO SUKOHARJO

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Studi


Strata I Pada Jurusan Ilmu Gizi Fakulltas Ilmu Kesehatan

Oleh:
DINIX OKTAVIAN MINANGSARI
J 310 150 113

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
STUDI KOMPARASI METODE SKRINING MALNUTRITION
SCREENING TOOLS, MALNUTRITION UNIVERSAL SCREENING TOOLS
DAN NUTRITIONAL RISK SCREENING 2002 DALAM MEMPREDIKSI
RISIKO MALNUTRISI PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL
PENYAKIT DALAM RSUD IR. SOEKARNO SUKOHARJO
Abstrak
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh kelebihan atau kekurangan zat gizi
secara relatif maupun absolut. Pasien rawat inap berisiko malnutrisi dapat
berdampak pada meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Hasil Survey
Pendahuluan pada Februari - April 2018 pasien rawat inap dewasa dibangsal
penyakit dalam sebanyak 178 pasien dimana 54 pasien mengalami malnutrisi,
sehingga skrining gizi berperan penting sebagai langkah awal untuk mendeteksi
risiko malnutrisi pada pasien dengan penyakit yang bervariasi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan alat skrining MST, MUST dan NRS 2002
dalam mendeteksi risiko malnutrisi dengan penyakit yang bervariasi pasien rawat
inap di bangsal penyakit dalam RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo. Metode penelitian
adalah observasional dengan pendekatan crossectional. Sampel sebanyak 48
responden diambil dengan teknik consequtive sampling dan memperhatikan
kriteria inklusi dan eksklus. Pengumpulan data diperoleh dengan form skrining
gizi MST, MUST dan NRS 2002. Pengolahan data ditampilkan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian Skrining MST lebih baik dalam
mendeteksi risiko malnutrisi pada responden chronic kidney disease dengan
hemodialisa, hematemesis, chelpagia dan fistula. Skrining MUST lebih baik
dalam mendeteksi risiko malnutrisi responden colic abdomen dan febris,
sedangkan skrining NRS 2002 lebih baik dalam mendeteksi responden melena.
kesimpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan antara skrining MST, MUST
dan NRS 2002 dalam mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien rawat inap dengan
penyakit yang bervariasi di bangsal penyakit dalam RSUD Ir. Soekarno
Sukoharjo.
Kata Kunci: MST, MUST, NRS 2002, Risiko Malnutrisi

Abstract

Malnutrition is a condition where body has excess or deficiency of nutrient in


relative or absolute term. Malnourished inpatients can have an impact on
increasing morbidity and mortality. Based on preliminary survey result on
February – April 2018 adult inpatients in internal medicine wards were 178
patients among 54 patients experiencing malnutrition, so nutritional screening is
an important for the first step to detect the risk of malnutrition in patient with a
variety of diseases. The study aimed to determine differences in screening tools
MST, MUST and NRS 2002 in detecting the risk of malnutrition in inpatient with
a variety diseases in internal medicine wards at RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo.
The Research Methode is observational with a cross-sectional approach. Sample
of 48 respondents were taken by consecutive sampling technique and pay

1
attention to inclusion and exclusion criteria. Data collection was obtained by
screening form MST, MUST and NRS 2002. Data processing was displayed in the
table frequency distribution. Results is screening MST was better for predicting
malnutrition risk on respondents chronic kidney disease with hemodialisa,
hematemesis, chelpagia and fistula. Screening MUST was better for predicting
malnutrition risk on respondents colic abdomen and febris, while screening NRS
2002 better for predicting malnutrition risk on respondents melena. Conclusion is
there is a difference between MST, MUST and NRS 2002 for predicting
malnutrition risk screening method for NRS 2002 in inpatient with various
diseases in internal medicine wards at RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
Keywords: MST, MUST, Malnutrition Risk, NRS 2002

1. PENDAHULUAN
Malnutrisi memiliki pengertian berupa keadaan patologis dimana tubuh
kelebihan atau kekurangan zat gizi secara relatif maupun absolut (Mardalena,
2017). Pada pasien rawat inap malnutrisi dapat berdampak pada gangguan
imunitas yang menyebabkan meningkatnya morbiditas, mortalitas dan dapat
pula meningkatkan lama waktu rawat inap (Susetyowati, 2014). Sebanyak
75% pasien di salah satu rumah sakit Australia dinyatakan mengalami
malnutrisi (Bauer., and Sandra Capra, 2003). Indonesia sendiri pada tahun
2004 menurut Susetyowati sebanyak 20-60% pasien rawat inap di rumah
sakit berisiko malnutrisi.
Penilaian status gizi awal untuk malnutrisi di Indonesia dilakukan
dengan menggunakan metode skrining gizi yang merupakan tahap preskripsi
diet awal. Skrining gizi merupakan proses penilaian status gizi yang cepat,
sederhana, mudah, efisien, murah, valid dan reliable. Skrining gizi dilakukan
pada awal pasien masuk rumah sakit minimal dalam kurun waktu 1 x 24 jam
(Kemenkes RI, 2013). Skrining gizi dapat dilakukan menggunakan alat
skrining, alat skrining yang banyak digunakan rumah sakit di Indonesia untuk
pasien rawat inap dewasa menurut Herawati, dkk (2014) antara lain:
Malnutrition Screening Tools (MST), Malnutrition Universaal Screening
Tools (MUST) dan Nutrition Risik Screening 2002 (NRS 2002).
Data penelitian pendahuluan di RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo, di
bangsal penyakit dalam ruang cempaka II memiliki pasien pada bulan
Februari hingga April 2018 pasien rawat inap dewasa dibangsal penyakit

2
dalam tercatat sebanyak 178 pasien, dimana 54 pasien mengalami malnutrisi
dan 124 pasien tidak malnutrisi. Masih terdapatnya pasien malnutrisi ini
menandakan bahwa masih adanya pasien berisiko malnutrisi sejak awal
masuk rumah sakit yang belum terdeteksi, sehingga skrining gizi berperan
penting untuk mengantisipasi terjadinya risiko malnutrisi pada pasien.
Berdasarkan dari uraian tersebut penelitian ini dilakukan di bangsal
penyakit dalam ruang Cempaka II RSUD Ir. Soekarno Kabupaten Sukoharjo
yang memiliki pasien dengan berbagai karakteristik penyakit yang bervariasi,
dimana antar alat skrining dapat memberikan hasil yang berbeda pada setiap
penyakit. Maka dari itu dilakukan penelitian untuk melihat proporsi dalam
mendeteksi risiko malnutrisi alat skrining pada berbagai penyakit yang ada di
bangsal penyakit dalam. dan bermaksud untuk membandingkan skrining gizi
mana diantara MST skrining yang digunakan di RSUD Ir. Soekarno dengan
skrining gizi MUST dan NRS 2002 yang paling banyak digunakan rumah
sakit di Indonesia dibandingkan alat skrining lainnya.
2. METODE
Penelitian ini dilakukan di bangsal penyakit dalam RSUD Ir. Soekarno
Sukoharjo dengan menggunakan metode observasional dan desain cross
sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan cara consequtive
sampling dengan sampel sebanyak 48 responden yang telah memenuhi
kriteria inklusi sebagai berikut: berusia dewasa 18-60 tahun, dirawat kurang
dari 48 jam, mampu berkomunikasi dengan baik dan memiliki anggota badan
yang utuh. Variable terikat dalam penelitian ini adalah hasil skrining NRS
2002 dan variable bebas adalah hasil skrining MST dan MUST. Data diambil
dengan cara wawancara menggunakan form skrining dan melakukan
pengukuran ulna serta lingkar lengan atas. Analisis Univariat dilakukan
degan menggunakan tabel distirbusi frekensi untuk mengetahui distribusi
responden berdasarkan jenis kelamin, usia, IMT, tingkat keparahan penyakit,
risiko malnutrisi berdasarkan MST, MUST, NRS 2002 dan tingkat keparahan
penyakit.

3
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo terletak di Jalan dr. Moewardi 71, Sukoharjo,
Jawa Tengah. Rumah sakit dengan motto kerja yaitu “kesembuhan dan
kepuasan anda adalah komitmen pelayanan kami” ini menjadi rumah sakit
rujukan pemerintah daerah Sukoharjo bagi kurang lebih 21 Puskesmas (12
UPT DKK Sukoharjo). Pelayanan yang diberikan RSUD Ir. Soekarno salah
satunya adalah instalasi rawat inap yang memiliki 4 kelas perawatan diantara
lain kelas VIP, kelas I, kelas II dan kelas III.
Pelayanan gizi pada pasien rawat inap berupa penyediaan asupan
makan pasien sesuai diet yang sudah ditetapkan, penyesuaian diet apabila ada
perubahan kondisi pasien, adanya pemberian edukasi berupa konseling gizi
dengan media berupa leaflet gizi pada pasien maupun keluarga pasien dan
skrining gizi pada masa awal pasien dirawat. Skrining gizi yang digunakan
untuk pasien rawat inap adalah skrining MST, dimana proses skrining
dilakukan oleh perawat yang telah mendapat edukasi dan praktek oleh ahli
gizi bangsal perawatan RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo.
3.2 Karakteristik Responden
Berikut ini merupakan karakteristik responden yang ada dalam penelitian:
Tabel 1. Karakteristik Responden
Uraian Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 26 54,2
Perempuan 22 45,8
Jumlah 48 100
Usia:
18-40 tahun 22 45,8
41-60 tahun 26 54,2
Jumlah 48 100
IMT:
Gemuk 5 10.4
Kurus 11 22.9
Normal 32 66.7

4
Jumlah 48 100
Tingkat Keparahan Penyakit
B20 1 2.1
Chelpagia 1 2.1
chronic kidney 8 16.7
diseasdengan
hemodialisa
Colic abdomen 9 18.8
Colic renal 2 4.2
DCA dehidrasi 1 2.1
stomatitis
Diabetes 3 6.3
mellitus
Dyspnea 1 2.1
Fatigue 1 2.1
Febris 6 12.5
Fistula 1 2.1
Hematemesis 2 4.2
Hemaptoe 1 2.1
Hiperglikemia 2 4.2
Hipertensi 1 2.1
Melena 3 6.3
Paraparese 1 2.1
Vomitus 4 8.3
Total 48 100

Distribusi berdasarkan usia dapat diketahui bahwa dari 48 responden


sebanyak 26 responden atau sebesar 54,2% responden berjenis kelamin laki-
laki dan sebanyak 22 responden atau sebesar 45,8% responden berjenis
kelamin perempuan. Distribusi berdasarkan usia didapat bahwa responden
dengan usia dewasa muda yaitu 18-40 tahun sebanyak 22 responden (45,8%)
dan usia dewasa tua atau usia pertengahan 41-60 tahun sebanyak 26
responden (54,2%). Berdasarkan perhitungan IMT pada responden tersebut
didapatkan sebanyak 11 responden (22.9%) memiliki nilai IMT kurus, 32
responden (66.7%) memiliki nilai IMT normal dan sebanyak 5 responden
(10.4%) memiliki nilai IMT Gemuk. Berdasarkan tingkat keparahan penyakit
dalam penelitian ini dari 48 responden ditemukan sebanyak 18 diagnosis
medis.

5
3.3 Analisis Univariat
3.3.1 Distribusi Risiko Malnutrisi Berdasarkan Skrining MST

Dapat dilihat bahwa tabel 2 menunjukan distribusi malnutrisi berdasarkaan


skrining MST :

Tabel 2. Distribusi Risiko Malnutrisi Berdasarkan Skrining MST

Interpretasi Jumlah (n) Presentase (%)


Berisiko Malnutrisi 19 39.6
Tidak Berisiko 29 60.4
Jumlah 48 100

Distribusi Risiko Malnutrisi menurut skrining gizi MST pada 48


responden dalam penilitian ini menunjukan bahwa sebanyak 19 responden
(39.6%) memiliki risiko malnutrisi dan 29 responden (60.4%) tidak berisiko
malnutrisi, hal ini dikarenakan banyak pasien yang tidak mengetahui secara
pasti perubahan berat badan selama 6 bulan terakhir.
3.3.2 Distribusi Risiko Malnutrisi Berdasarkan Skrining MUST
Dapat dilihat bahwa tabel 3 menunjukan distribusi malnutrisi berdasarkaan
skrining MUST :
Tabel 3. Distribusi Risiko Malnutrisi Berdasarkan Skrining MUST
Interpretasi Jumlah (n) Presentase (%)
Berisiko Malnutris 19 39.6
Tidak Berisiko 29 60.4
Jumlah 48 100

Distribusi risiko malnutrisi pada 48 responden menggunakan skrining


gizi MUST didapatkan sebanyak 19 responden (39.6%) terdeteksi berisiko
malnutrisi dan 29 responden (60.4%) tidak berisiko malnutrisi. Dalam
penelitian ini data untuk persentase penurunan berat badan didapatkan
dengan cara menanyakan kepada pasien untuk mengingat perubahan berat
badan, dimana hal ini dapat mempengaruhi hasil skrining. Neelamat, dkk

6
mengemukakan bahwa MUST membutuhkan keakuratan dalam
perhitungan BMI dan persentase penurunan berat badan, dimana
perhitungan ini dapat menjadi salah satu faktor utama yang dapat
mempengaruhi hasil skrining. Dalam penelitian ini sebanyak 11 responden
memiliki IMT kurang ini memiliki risiko malnutrisi oleh skrining MUST,
nilai IMT yang kurang pada skrining MUST akan mendapatkan skor 1
dimana skor 1 pada skrining MUST sudah termasuk kedalam kategori
berisiko malnutrisi
3.3.3 Distribusi Risiko Malnutrisi Berdasarkan Skrining NRS 2002

Dapat dilihat bahwa tabel 4 menunjukan distribusi malnutrisi berdasarkaan


skrining NRS 2002 :

Tabel 4. Distribusi Risiko Malnutrisi Berdasarkan Skrining NRS 2002

Interpretasi Jumlah (n) Presentase (%)


Berisiko Malnutrisi 15 31,3
Tidak Berisiko 33 68,8
Jumlah 48 100

Data distribusi malnutrisi menurut skrining NRS 2002 pada 48


responden menunjukan bahwa hanya sebanyak 15 responden (31,3%)
terdeteksi memiliki risiko malnutrisi dan sebanyak 33 reponden (68,8%)
tidak terdeteksi memiliki risiko malnutrisi. Hal ini dikarenakan NRS 2002
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit dan perubahan asupan
makan seminggu sebelum adanya perawatan di rumah sakit, selain itu
pasien yang telah memiliki diagnosis medis dapat mencermikan tingkat
keadaan basal gizi untuk risiko malnutrisi lebih besar yang akan diterima
oleh pasien.

7
3.3.4 Distribusi Risiko Malnutrisi Berdasarkan Tingkat Keparahan
Penyakit
Dapat dilihat bahwa tabel 5 menunjukan distribusi malnutrisi berdasarkan
tingkat keparahan penyakit:
Tabel 5. Distribusi Risiko Malnutrisi Berdasarkan Tingkat Keparahan
Penyakit
MST MUST NRS 2002
Tidak Tidak Tidak
Diagnosis Berisiko Berisiko Berisiko
Berisiko Berisiko Berisiko
(n) (n) (n)
(n) (n) (n)
B20 1 0 1 0 1 0
Chelpagia 1 0 0 1 0 1
chronic kidney 3 5 2 6 1 7
diseasdengan
hemodialisa
Colic abdomen 2 7 3 6 2 7
Colic renal 0 2 0 2 0 2
DCA dehidrasi 0 1 0 1 0 1
stomatitis
Diabetes mellitus 1 2 1 2 1 2
Dyspnea 0 1 0 1 0 1
Fatigue 0 1 0 1 0 1
Febris 3 3 4 2 3 3
Fistula 1 0 0 1 0 1
Hematemesis 2 0 1 1 1 1
Hemaptoe 0 1 1 0 0 1
Hiperglikemia 2 0 2 0 2 0
Hipertensi 1 0 1 0 1 0
Melena 0 3 0 3 1 2
Paraparese 1 0 1 0 1 0
Vomitus 1 3 2 2 1 3
Jumlah 19 29 19 29 15 33

Responden yang dinyatakan memiliki risiko malnutrisi oleh ketiga


skrining adalah responden dengan diagnosis B20, diabetes melitus,
hiperglikemia, hipertensi dan parapase. Responden dengan diagnosis B20
pada penelitian dinyatakan bahwa responden memiliki risiko malnutrisi,
dimana pasien dengan diagnosis ini memiliki tingkat risiko malnutrisi tinggi
yang dipengaruhi langsung oleh virus HIV, infeksi oportunistik,

8
berkurangnya asupan nutrisi, adanya gangguan penyerapan nutrisi dan
peningkatan kebutuhan energi yang digunakan untuk memperbaiki imunitas
(Adiningsih dan Mirna, 2018). Responden dengan diagnosis hiperglikemia
sebanyak 2 responden dan diabetes mellitus sebanyak 2 responden dinyatakan
memiliki risiko malnutrisi karena adanya penurunan berat badan secara
drastic dimana hal ini dapat meningkatkan risiko malnutrisi (Perkeni, 2015).
Hipertensi dan parapase merupakan diagnosis yang juga dinyatakan
berisiko malnutrisi oleh ketiga skrining gizi, karena responden menyatakan
adanya penurunan berat badan dan mendapat skor risiko untuk skrining MST,
persentase penurunan berat badan dapat ditentukan sehingga pada skrining
MUST mendapatkan skor dan dinyatakan berisiko malnutrisi. untuk skrining
NRS 2002 kedua responden ini juga mendapat skor berisiko pada parameter
penurunan berat badan pada tahap skrining lanjut I.
Tidak adanya risiko malnutrisi yang dideteksi oleh ketiga skrining
terdapat pada responden dengan diagnosis colic renal, DCA dehidrasi
stomatitis, dyspnea dan fatigue. Responden dengan diagnosis ini tidak
menyatakan adanya perubahan berat badan, penurunan nafsu makan dan
memiliki nilai IMT normal, sehingga ketiga skrining tidak menyatakan
adanya risiko malnutrisi pada responden tersebut.
Responden dengan diagnosis chepalgia dan fistula hanya dinyatakan
memiliki risiko malnutrisi dengan menggunakan skrining MST, dimana
responden menyatakan adanya penurunan berat badan yang ditandai dengan
baju menjadi longgar, karena tidak diketahui perubahan berat badan maka
untuk skrining MUST tidak dapat menentukan persentase penurunan berat
badan, dan untuk NRS 2002 tidak dapat menentukan skor kehilangan berat
badan. Responden dengan diagnosis hemaptoe hanya dinyatakan memili
risiko malnutrisi oleh skrining MUST karena memiliki nilai IMT kurang,
sedangkan untuk skrining MST tidak menyatakan adanya penurunan nafsu
makan maupun berat badan dan untuk skrining NRS 2002 tidak mendapat
skor pada tahap lanjut I.

9
Responden dengan diagnosis vomitus sebanyak 2 responden
dinyatakan berisiko malnutrisi oleh MUST karena mendapat skor pada nilai
IMT yang kurang, dan 1 responden dinyatakan berisiko oleh NRS 2002 juga
karena mendapat skor berisiko pada tahap lanjut I yaitu memiliki nilai IMT
kurang dan 1 responden dinyatakan berisiko oleh MST karena memiliki
penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan. Sebanyak 2 responden
dengan diagnosis hematemesis dan 2 responden colic abdomen dinyatakan
memiliki risiko malnutrisi oleh skrining MST karena menyatakan adanya
mual muntah dan nyeri hingga menurunnya nafsu makan yang menyebabkan
adanya perubahan berat badan. Pada skrining MUST 3 responden colic
abdomen dan 1 responden hematemesis dinyatakan memiliki risiko malnutrisi
karena adanya perubahan berat badan yang diketahui sehingga persentase
penurunan berat badan pada responden mendapat skor risiko malnutrisi,
sedangkan untuk skrining NRS pada tahap lanjut I 2 responden colic
abdomen dan 1 responden hematemesis juga mendapat skor risiko malnutrisi
untuk parameter penurunan berat badan.
Responden dengan diagnosis febris pada penelitian sebanyak 3
responden dinyatakan berisiko oleh skrining MST karena menyatakan adanya
penurunan nafsu makan karena mual muntah yang menyebabkan adanya
penurunan berat badan. 4 responden febris dinyatakan berisiko oleh MUST
karena memiliki skor pada persentase perubahan berat badan dan 3 responden
dinyatakan berisiko oleh NRS 2002 karena pada tahap lanjut I memiliki skor
risiko pada parameter perubahan berat badan pula. Responden dengan
diagnosis chronic kidney diseas dengan hemodialisa pada penelitian ini
sebaanyak 3 responden dinyatakan memiliki risiko malnutrisi oleh MST
karena adanya penurunan berat badan dan penurunan nafsu makan pasca
hemodialisa. Sebanyak 2 responden memiliki persentase penurunan berat
badan yang cukup tinggi pasca hemodialisa dan 1 responden memiliki skor
penurunan berat badan pada tahap lanjut I dan skor risiko pada tahap lanjut II.

10
4. PENUTUP
Pada penelitian di bangsal penyakit dalam RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo
untuk skrining MST mendeteksi risiko malnutrisi diagnosis chronic kidney
diseas dengan hemodialisa dan hematemesis lebih banyak dibandingkan
dengan skrining lainnya. Responden chelpagia dan fistula adalah diagnosis
yang hanya dinyatakan berisiko malnutrisi oleh MST. Skrining MUST baik
dalam menentukan risiko malnutrisi untuk responden colic abdomen dan
febris dibandingkan kedua skrining lainnya, diagnosis hemaptoe juga
menjadi satu-satunya diagnosis yang dinyatakan berisiko oleh skrining
MUST. Skrining NRS 2002 menjadi satu-satunya skrining yang menyatakan
risiko malnutrisi pada diagnosis melena.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, Setyo dan Mirna Widiyanti. 2018. Risiko Malnutrisi Terhadap CD4 +
Oranf Dengan HIV/AIDS yang Menjalani Terapi Antiretroviral di Mimika.
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol.30. No1 Februari 2018

Bauer, Judith., and Sandra Capra. 2003. Comparison of a Malnutrition Screening


Tool with Subjectivie Global Assessment in Hospitalised Patients with
Cancer-Sensitivity and Specificity. Asia Pacific J Clin Nutr 2003; 12(3) :
257-260

Herawati, Triwahyu S, dan Arief Alamsyah. 2014. Metode Skrining Gizi di


Rumah Sakit dengan MST lebih Efektif dibandingkan SGA. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No.1, Malang

KEMENKES RI. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS).


KEMENKES RI, Jakarta

Mardalena, Ida. 2017. Dasar-dasar Ilmu Gizi dalam Keperawatan Konsep dan
Penerapan Pada Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Pusta Baru Press

PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 di Indonesia. PB PERKENI

Susetyowati. 2014. Penerapan Skrining Gizi di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press

11

Anda mungkin juga menyukai