Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH SKRINING DAN APLIKASI NCP

“Metode Skrining Di Rumah Sakit”

DOSEN PEMBIMBING:
Rijanti Abdurrachim, DCN., M.Kes.
Nurhamidi, S.KM., M.Kes.
Rosihan Anwar, S.Gz., MPH.

DISUSUN OLEH:
Kelompok 4:
Alya Taufiqah Husna (P07131119005)
Aprilita Najiya Hafiza (P07131119010)
Gusti Siti Rabiatul Awaliyah (P07131119026)
Norlatifah (P07131119057)
Selvia (P07131119073)
Prodi DIII Gizi Tk.2 Kelas A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III JURUSAN GIZI
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Metode Skrining Di Rumah Sakit” dengan tepat
waktu.

Makalah ini dibuat berdasarkan materi pembelajaran pada tahun ini, makalah ini mudah
dan praktis untuk di pelajari, di sajikan dengan teratur dan lebih simple. Kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dari penampilan dan penyajian makalah ini, oleh karena itu kritik dan
saran dari pembaca makalah ini, kami butuhkan untuk memperbaiki kekurangan saya. Mohon
maaf dan tolong di maklumi, karena kami masih dalam tahap belajar.

Banjarmasin, 13 Agustus 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 1–3

1. Latar Belakang……………………………………………………………... 1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………. 1
3. Tujuan Penulisan………………………………………………………….. 2–3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….. 4

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………….. 5-1

A. Pengertian…………………………………………………………………… 5
B. Peran Skrining Gizi………………………………………………………….. 5
C. Tujuan Skrining……………………………………………………………… 5
D. Pengembangan Metode Skrining Gizi di Rumah Sa……………………….. 5 – 11
E. Kriteria Alat Skrining Gizi……..…………………………………………...
11 – 12
F. Studi Desain………………………………………………………………… 12
G. Validitas…………………………………………………………………….. 12 – 13
H. Reliabilitas………………………………………………………………….. 13 – 14
I. Pengembangan Simple Nutrition Screening Tool (SNST)…………………. 14 – 16
J. Perbandingan SNST dengan Metode Skrining Gizi………………………… 16
BAB IV KESIMPULAN…………………………………………………………… 17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 18

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Status gizi adalah keadaan dimana tubuh dalam keadaan seimbang
antara asupan zat gizi dan kebutuhan zat gizi yang penting dalam menunjang
pemulihan kesehatan bagi pasien rawat inap (Par’I, et al, 2016). Status gizi
dibagi menjadi tiga kategori yaitu status gizi lebih, status gizi baik, dan status
gizi buruk, dimana status gizi lebih dan status gizi buruk biasa disebut dengan
malnutrisi. Malnutrisi sendiri memiliki pengertian berupa keadaan patologis
dimana tubuh kelebihan atau kekurangan zat gizi secara relatif maupun absolut
(Mardalena, 2017). Pada pasien rawat inap malnutrisi dapat berdampak pada
gangguan imunitas yang menyebabkan meningkatnya morbiditas, mortalitas
dan dapat pula meningkatkan lama waktu rawat inap (Susetyowati, 2014).
Pada tahun 2010 sebesar 52% pasien rumah sakit di Auckland Selatan
dinyatakan memiliki risiko malnutrisi (Kahokehr, 2010). Sedangkan sebanyak
75% pasien di salah satu rumah sakit Australia dinyatakan mengalami
malnutrisi (Bauer, 2003). Indonesia sendiri pada tahun 2004 menurut
Susetyowati sebanyak 20-60% pasien rawat inap di rumah sakit berisiko
malnutrisi.
Penilaian status gizi awal untuk malnutrisi di Indonesia dilakukan
dengan menggunakan metode skrining gizi yang merupakan tahap preskripsi
diet awal. Skrining gizi merupakan proses penilaian status gizi yang cepat,
sederhana, mudah, efisien, murah, valid dan reliable. Skrining gizi dilakukan
pada awal pasien masuk rumah sakit minimal dalam kurun waktu 1 x 24 jam
(Kemenkes RI, 2013). Skrining gizi dapat dilakukan menggunakan alat
skrining, alat skrining yang banyak digunakan rumah sakit di Indonesia untuk
pasien rawat inap dewasa menurut Herawati, et al (2014) antara lain:
Malnutrition Screening Tools (MST), Malnutrition Universaal Screening
Tools (MUST) dan Nutrition Risik Screening 2002 (NRS 2002). Alat skrining
yang baik seharusnya memiliki validitas sebesar 100% namun, beberapa alat
skrining belum dapat mencapai nilai 100% dan hampir selalu memiliki
kesalahan (Skipper et al, 2012).

1
Data penelitian pendahuluan di RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo pada
Bulan Februari hingga April 2018 pasien rawat inap dewasa dibangsal
penyakit dalam tercatat sebanyak 178 pasien, dimana 54 pasien mengalami
malnutrisi dengan penyakit yang bervariasi. Masih terdapatnya 54 pasien yang
mengalami malnutrisi ini menandakan bahwa masih terdapat pasien berisiko
malnutrisi sejak awal masuk rumah sakit yang belum terdeteksi sehingga
skrining gizi berperan penting untuk mengantisipasi terjadinya risiko
malnutrisi pada pasien.
Berdasarkan dari uraian tersebut penelitian ini dilakukan di bangsal
penyakit dalam ruang Cempaka II RSUD Ir. Soekarno Kabupaten Sukoharjo
yang memiliki pasien dengan berbagai karakteristik penyakit yang bervariasi,
dimana antar alat skrining dapat memberikan hasil yang berbeda pada setiap
penyakit. Maka dari itu dilakukan penelitian untuk melihat proporsi dalam
mendeteksi risiko malnutrisi alat skrining pada berbagai penyakit yang ada di
bangsal penyakit dalam. dan bermaksuduntuk membandingkan skrining gizi
mana diantara MST skrining yang digunakan di RSUD Ir. Soekarno dengan
skrining gizi MUST dan NRS 2002 yang paling banyak digunakan rumah
sakit di Indonesia dibandingkan alat skrining lainnya.

2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada perbedaan
antara alat skrining MST, MUST dan NRS 2002 dalam memprediksi risiko
malnutrisi pada pasien rawat inap di bangsal penyakit dalam RSUD
Ir.Soekarno Sukoharjo.

3. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan alat skrining
MST, MUST dan NRS 2002 dalam mendeteksi risiko malnutrisi dengan
penyakit yang bervariasi pada pasien rawat inap bangsal penyakit dalam
RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo.
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur risiko malnutrisi dengan menggunakan skrining MST
b. Mengukur risiko malnutrisi dengan menggunakan skrining MUST
2
c. Mengukur risiko malnutrisi dengan menggunakan skrining NRS
2002
d. Menganalisis perbedaan deskripsi skrining MST, MUST dan NRS
2002 dalam memprediksi risiko malnutrisi pada berbagai penyakit
yang ada di bangsal penyakit dalam

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau


sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang
diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes skrining
merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk mengetahui
prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan ketika angka
kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat berisiko tinggi serta pada
keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan segera. Namun
demikian, masih harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk menentukan
diagnosis definitif (Chandra, 2009).
Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk
menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat untuk
tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan dalam bentuk
deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah diagnosis sehingga hasil
yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil pemeriksaan tes skrining
tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan kemudian secara terpisah,
jika hasil dari skrining tersebut menunjukkan hasil yang positif (Noor, 2008).
Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal
perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat
proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah “penyakit” untuk menyebut
setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk perkembangannya atau setiap
komplikasinya. Pada umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat
terpenuhi, yakni penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan
kesakitan, terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk
mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat
dimodifikasi, dan terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah
penyakit atau akibat-akibat penyakit (Morton, 2008).

4
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Menurut kamus kesehatan skrining atau penapisan adalah pengunan tes atau
metode diagnosis lain untuk mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit atau
kondisi tertentu sebelum menyebabkan gejala apa pun. Skrining gizi digunakan untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko malnutrisi atau pasien malnutrisi. Informasi
yang digunakan dalam skrining ini meliputi diagnosis penyakit, informasi riwayat
penyakit, penilaian fisik dan tes laboratorium saat pasien di rumah sakit, dan
kuesioner yang diberikan kepada pasien untuk diisi.

B. Peran Skrining Gizi


Untuk mengidentifikasi atau memprediksi risiko dari berkembangnya suatu
kondisi, di antaranya komplikasi termasuk kematian dan biaya. Skrining dapat untuk
mencegah atau mengatasi kondisi atau komplikasi yang terjadi, karena dengan
informasi tersebut memungkinkan individu atau keluarga merencanakan tindak
lanjutnya, demikian pula dengan tenaga kesehatan dapat memberikan intervensi yang
sesuai. Dapat mengidentifikasi individu yang mungkin atau tidak mungkin
memperoleh manfaat dari pengobatan tersebut. (Elia dan Strstton, 2012).

C. Tujuan Skrining
Untuk memprediksi probabilitas membaik atau memburuknya outcome yang
berkaitan dengan factor gizi dan mengetahui pengaruh dari intervensi gizi.
Kondrup dkk. (2003), mengutip rekomendasi dari ESPEN yang menetapkan
bahwa skrining gizi perlu dilakukan pada awal pasien masuk rumah sakit untuk
mengidentifikasi pasien yang mempunyai risiko masalah gizi. Hasil skrining gizi
meliputi:
a. Pasien yang tidak berisiko, tetapi membutuhkan skrining ulang setelah jangka
waktu tertentu, misalnya seminggu setelah dirawat di rumah sakit.
b. Pasien yang beresiko dan memerlukan terapi gizi, yaitu pelayanan gizi standar,
misalnya pada pasien patah tulang dan pasien TBC.
c. Pasien berisiko, tetapi memutuhkan terapi gizi khusus.
d. Ada keraguan apakah pasien berisiko atau tidak. Pada dua kasus yang terakhir,
sebaiknya pasien di runjuk kepada ahli untuk penilaian lebih lanjut.
Skrining mempunyai 4 komponen utama, yaitu:
a. Kondisi sekarang, yang digambarkan dengan indeks massa tubuh atau lingkar
lengan atas
b. Kondisi yang stabil, digambarkan dengan kehilangan berat badan
c. Kondisi yang memburuk, digambarkan dengan penurunan asupan makan
d. Pengaruh penyakit terhadap perburukan status gizi
Malnutrisi di rumah sakit, yaitu:
a. Semua pasien pada awal masuk rumah sakit perlu dilakukan skrining gizi
untuk mendeteksi pasien yang berisiko mempunyai masalah gizi
b. Alat skrining harus mudah dan dapat diterima serta teruji validitasnya

5
c. Skrining gizi dengan parameter klinik, yaitu usia, indeks massa tubuh,
kehilangan berat badan dan asupan makan serta parameter laboratorium yaitu
albumin, limposit dan kolesterol
d. Skrining harus diulang secara periodic

D. Pengembangan Metode Skrining Gizi Di Rumah Sakit


Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam rangka pengembangan alat
skrining gizi di rumah sakit. Berdasarkan hasil skrining gizi awal dengan
menggunakan form Nutrition Service Screening Assessment (NSSA) di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin, Palembang, didapatkan responden yang
berisiko terjadinya malnutrisi sejumlah 123 orang (62,1%) dan sejumlah 75 orang
(37,9%) tidak berisiko terjadi malnutrisi (Jumiyati dkk., 2010). Peningkatan pasien
yang berisiko malnutrisi, yaitu pada skrining awal sebanyak 53,31% meningkat
menjadi 62,9% pada skrining kedua dan meningkat lagi menjadi 66,7% pada skrining
ketiga, sedangkan untuk yang tidak berisiko malnutrisi terjadi penurunan, yaitu pada
skrining awal 46,7% menurun menjadi 37,1% dan pada skrining ketiga menurun lagi
menjadi 33,3% (Eliza dkk., 2008).
Naber dkk. (1997) meneliti prevalensi malnutrisi pasien selama dirawat inap
di rumah sakit Belanda berdasarkan beberapa indikator status gizi termasuk SGA,
memperlihatkan bahwa dibandingkan dengan indicator status gizi lainnya (The
Nutritional Risk Index dan The Maastricht Index), SGA paling sensitif dalam
menentukan adanya malnutrisi ringan, komplikasi ringan, dan komplikasi noninfeksi.
Sacks dkk. (2000) membandingkan hasil pengukuran SGA, albumin, dan kolesterol
pada pasien geriatri yang dirawat inap, serta menemukan adanya hubungan signifikan
antara penilaian SGA dengan komplikasi yang berhubungan dengan gizi dan tingkat
kematian pasien. Albumin yang rendah mempunyai hubungan signifikan dengan
komplikasi yang berhubungan dengan gizi. Kolesterol tinggi hanya mempunyai
hubungan signifikan dengan tingkat kematian pasien.
Penelitian di Indonesia yang membandingkan beberapa indicator penilaian
status gizi antara lain dilakukan oleh Kusumayanti dkk. (2004) yang merupakan
bagian dari penelitian multicenter di RS Dr. Sardjito, Yogyakarta, RS Dr. M. Jamil,
Padang, dan RS. Sanglah, Denpasar. Hasilnya ditemukan bahwa dibandingkan dengan
indikator Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Lingkar Lengan Atas (LLA), indikator SGA
merupakan pengukuran terbaik dalam memprediksi lama rawat inap pasien karena

6
mempunyai sensitivitas, MSS (Maximum Sum of Sensitivity and Specificity), dan
prediksi lama rawat inap yang lebih tinggi dibandingkan indikator IMT dan LLA.
Penelitian oleh Weekes dkk. (2004), mengembangkan Nutrition Screening
Tools (NST) untuk mengidentifikasi seseorang yang berisiko malnutrisi dan yang
memerlukan dukungan gizi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat desain,
panduan, dan evaluasi dari NST berdasarkan empat parameter gizi (berat badan,
tinggi badan, kehilangan berat badan yang tidak disengaja, dan nafsu makan).
Validitas alat skrining dinilai dengan membandingkan dari asesmen gizi yang
dilakukan oleh ahli gizi yang berpengalaman pada 100 pasien yang dirawat di ruang
perawatan penyakit akut dan lanjut usia. Reliabilitas inter-rate alat skrining dinilai
dengan tiga perawat dan 26 pasien penyakit akut. Terdapat persamaan antara alat
skrining dengan asesmen ahli gizi (kappa = 0,717) dan realibilitas inter-rate layak
(rerata kappa = 0,66). Kesimpulannya adalah alat skrining tersebut valid dan reliabel
untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko malnutrisi serta cepat dan sederhana
untuk digunakan.
Penelitian oleh Nursal dkk. (2005), yang berjudul Simple Tivo-Part Tool for
Screening of Malnutrition, untuk menemukan alat skrining yang efektif
mengidentifikasi pasien yang berisiko malnutrisi. Metode yang digunakan adalah
penelitian prospektif dengan 2211 pasien, dengan penilaian status gizi menggunakan
SGA dan Combination Criteria (CC), termasuk pengukuran antropometri dan hasil
laboratorium. Hasil penelitian mengidentifikasi 242 pasien (11%) malnutrisi
berdasarkan SGA dan 345 pasien (15,6%) malnutrisi berdasarkan CC. Kombinasi dari
kehilangan berat badan yang tidak dikehendaki dan kehilangan lemak subkutan
dibuktikan paling bernilai, dengan 93% akurat untuk memprediksi malnutrisi menurut
SGA dan 82,9% akurat untuk memprediksi malnutrisi menurut CC.
Penelitian oleh Ferguson dkk. (1999) mengidentifikasi pasien yang berisiko
malnutrisi atau malnutrisi dan yang memerlukan dukungan gizi. Tujuan penelitian ini
adalah mengembangkan alat skrining yang simpel, reliabel, dan valid untuk
digunakan pada pasien dewasa saat masuk rumah sakit dengan kondisi akut. Jumlah
subjek penelitian 408 orang di rumah sakit Australia. Kombinasi pertanyaan skrining
gizi yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dengan baku emas SGA,
terdiri atas dua pertanyaan yaitu tentang nafsu makan dan kehilangan berat badan
yang tidak disengaja. Subjek yang berisiko malnutrisi menurut Malnutrition Screening
Tool (MST) memiliki nilai rerata rendah untuk parameter objektif gizi (kecuali
7
parameter imunologi) dan memiliki lama rawat inap yang lebih lama daripada subjek
yang tidak berisiko malnutrisi.
Penelitian oleh Kruizenga dkk. (2005) mengembangkan alat skrining gizi yang
dinamakan Short Nutritional Assessment Questionnaire (SNAQ). Penelitian dilakukan
di Belanda pada 291 pasien campuran penyakit dalam, bedah/onkologi di rumah sakit
universitas dengan melakukan skrining gizi dan mengklasifikasikan gizi baik
(kehilangan < 5% berat badan dalam enam bulan terakhir dan IMT >18,5), malnutrisi
sedang (kehilangan 5-10% berat badan dalam enam bulan terakhir dan IMT >18,5)
atau malnutrisi berat (kehilangan >10% berat badan dalam enam bulan terakhir atau
>5% dalam sebulan yang terakhir atau IMT <18,5). Validitas, reproduksibilitas
perawat-perawat dan reproduksibilitas perawat-ahli gizi diuji pada 297 pasien
populasi lain kondisinya mirip. Diperoleh hasil bahwa pertanyaan apakah Anda
kehilangan berat badan yang tidak disengaja?", "apakah Anda mengalami penurunan
nafsu makan dalam sebulan terakhir?” dan “apakah Anda menggunakan minuman
suplemen atau makanan enteral dalam sebulan terakhir?" sangat prediktif untuk
malnutrisi. Instrumen terbukti valid dan reproduksibel.
Penelitian oleh Lim dkk. (2009), mengembangkan alat skrining gizi yang
diberi nama 3-Minute Nutrition Screening (3-MinNS) untuk pasien akut di rumah
sakit Singapura. Penelitian dilakukan pada 819 pasien baru yang berumur di atas 18
tahun dan dilakukan skrining dengan menggunakan 5 parameter yang dapat
menyebabkan risiko malnutrisi dibandingkan baku emas dengan SGA. Kombinasi
dari parameter kehilangan berat badan, intake dan kehilangan otot (3-MinNS),
memiliki AUC yang besar ketika dibandingkan dengan SGA. Kesimpulannya 3-
MinNS adalah alat skrining yang valid, sederhana, dan cepat untuk mengidentifikasi
pasien akut yang memiliki risiko malnutrisi di rumah sakit Singapura. Tabel berikut
memperlihatkan beberapa penelitian di berbagai negara mengenai pengembangan alat
skrining gizi terutama di rumah sakit.
Tabel berikut memperlihat beberapa penelitian di berbagai negara mengenai
pengembangan alat skrining gizi terutama di rumah sakit.

Judul Penelitian Tujuan Metode Hasil


1. Development Megembangka - Rancangan - Didapatkan
of a Valid n malnutrition penelitian: dua
and Reliable screening tool prospektif pertanyaan

8
Malnutrisi yang simple, khort MST, yaitu
Screening reliabel, dan - Lokasi berkaitan
Tool for valid yang penelitian: dengan nafsu
Adult Acute dapat The Wesley makan dan
Hospital digunakan Hospital kehilangan
Patients oleh pada saat Bribane, berat badan
Ferguson masuk rumah - Subjek: 408 yang tidak
dkk. (1999). sakit untuk pasien disengaja.
mengidentifik dewasa - Sensitivitas
asi risiko dengan 93%dan
malnutrisi penyakit spesifitas
pasien dewasa akut 93%.
pada kondisi - Baku emas - Kesepakatan
akut. menggunak antar ahli
an SGA gizi dan ahli
gizi dengan
asisten gizi
tinggi, yaitu
(93 – 97%).
2. Development Untuk deteksi - Cross - Didapatkan
and awal dan Sectional 3 pertanyaan
Validation of treatmen dari - Subjek: 291 yang valid
a Hospital pasien di pasien yaitu:
Screening rumah sakit dewasa kehilangan
Tool for yang - Lokasi: di berat badan
Malnutrition: menderita bagian yang tidak
The Short malnutrisi penyakit disengaja,
Nutritional tidak ada dalam, kehilangan
Assessment instrumen bedah/onko nafsu makan
Questionnaire skrining untuk logi di VU dan
(SNAQ) oleh bangsa university konsumsi
Kruizenga Belanda. medical minuman
dkk. (2005). center suplemen.
Belanda - Nilai kappa

9
ahli gizi
dengan
perawat 0.93
dan perawat
dengan
perawat
0.63.
- Sensitivitas
86% dan
spesifitas
89%.
3. Development Mengembang - Subjek: 819 - Didapatkan
and kan dan pasien pertanyaan
validation of melakukan dewasa kehilangan
3-Minute validasi alat dengan berat badan,
Nutrition skrining gizi kondisi akut intake, dan
Screening (3- dengan system - Skrining kehilangan
MinNS) tool skor yang dengan 5 massa otot
for acute mudah dan parameter dengan
hospital cepat untuk yang dapat sensitivitas
patiens in pasien akut di menyebabk 86% dan
Singapore rumah sakit an risiko spesifisitas
oleh Lim dkk. singapura. malnutrisi. 83%.
(2009). - Menggunak
an buku
standar
SGA.
4. The Mengidentifik - Lokasi: St. - Didapatkan
Development, asi seseorang Thomas’ hasil bahwa
validation nd yang berisiko Hospital empat
reliability of a malnutrisi dan - Subjek: 100 parameter
nutrition yang pasien usia gizi (berat
screening tool memerlukan lanjut badan, tinggi
based on the dukungan gizi dengan badan,

10
recommendat berdasarkan kondisi akut kehilangan
ions of empat di penyakit berat badan
British parameter gizi dalam. yang tidak
Association (berat badan, - Reliabilitas disengaja
for Parenteral tinggi badan, interrater dan nafsu
and Enteral kehilangan alat makan)
Nutrition berat badan skrining diperlukan
(BAPEN) yang tidak dinilai untuk
oleh weekes disengaja dan dengan tiga mengidentifi
dkk. (2004) nafsu makan) perawat dan kasi pasien
26 pasien. yang
berisiko.
- Nilai kappa
ahli gizi dan
perawat
0.717.

E. Kriteria Alat Skrining Gizi


Dalam rangka mengembangkan alat skrining gizi, terdapat beberapa kriteria
yang harus dipenuhi, yaitu:
1. dapat digunakan pada populasi pasien dewasa yang heterogen;
2. menggunakan data rutin;
3. tepat digunakan karena sederhana, cepat, dan mudah dalam mengisinya oleh
tenaga staff bukan profesional, pasien atau keluarga;
4. tidak invasif dan murah;
5. valid dan berguna.
Oleh karena itu, data antropometri dan biokimia tidak dipertimbangkan. Parameter
yang memerlukan perhitungan seperti IMT dan persen kehilangan berat badan juga
tidak dipertimbangkan. Pertanyaan pada skrining gizi dipilih atau dikembangkan dari
literatur dan pengalaman klinik (Ferguson dkk. 1999).
Sackett dan Holland memberikan karakteristik metode skrining secara umum dan
telah diterima. Kerangka kerja untuk mendapatkan metode skrining yang paling baik
pada kondisi yang berbeda dengan menggunakan skor pada bagian yang relatif
penting dari kerangka kerja tersebut yang dapat digunakan untuk membedakan tipe
dari semua metode skrining antara lain:
1. sederhana, artinya metode tersebut mudah digunakan oleh orang lain selain
tenaga rumah sakit;
2. mudah diterima, artinya metode tersebut dapat diterima subjek dan orang
lain;

11
3. biaya, artinya seluruh biaya dari metode tersebut;
4. ketelitian, artinya derajat dari kemampuan untuk menghasilkan
pengukuran antara variabel yang diukur sama dengan kenyataan;
5. ketepatan, artinya kedekatan hasil pengukuran dengan kenyataannya;
6. sensitivitas, artinya proporsi subjek yang sakit dan hasil tesnya juga
positif,
7. spesifisitas, artinya proporsi subjek yang sehat dan hasil tesnya juga
negatif;
8. nilai prediksi, artinya probabilitas/kemungkinan pada subjek yang
memiliki hasil tes positif adalah benar sakit atau pada subjek yang
memiliki hasil negatif adalah benar sehat.

F. Studi Desain
Berbagai penelitian pengembangan alat skrining gizi telah banyak dilakukan
untuk memperoleh alat skrining yang paling baik dan tepat digunakan pada berbagai
kondisi, tempat, dan populasi. Hasil critical appraisal oleh Jones (2002) terhadap 44
alat skrining gizi yang telah dipublikasikan 25 tahun yang lalu, dengan melihat
metodologinya menyimpulkan bahwa tidak ada alat skrining gizi yang dikembangkan
dengan metodologi yang tepat. Penulis menyarankan pengembangan metode skrining
menggunakan pendekatan teknik multivariat. Hasil evaluasi dari tahun 1982 sampai
2002 terhadap alat skrining dan asesmen gizi yang digunakan oleh perawat di
beberapa rumah sakit Eropa didapatkan 35 macam alat skrining gizi dan perlu
dilakukan standardisasi untuk menggunakan alat skrining tersebut (Green dan
Watson, 2005).
Pengembangan alat skrining gizi baru dengan menggunakan teknik multivariat
membutuhkan penilaian status gizi yang digunakan sebagai baku emas yang dapat
diterima, jelas dan terdokumentasi serta mengevaluasi secara objektif dalam
mendiagnosis malnutrisi. Cara yang mudah dan murah dalam pengembangan skrining
gizi adalah dengan menganalisis instrumen yang sudah ada, dan mengidentifikasi
berdasarkan literature serta menilai instrument.

G. Validitas
Untuk menguji validitas dari pengembangan alat skrining gizi dilakukan 3
macam uji validitas, yaitu validitas isi, validitas konstruk dan validitas kriteria (Jones,
2004). Validitas isi dari alat skrining gizi menggambarkan komponen yang relevan
dengan variabel risiko gizi di populasi. Validitas isi pada umumnya dinilai pada
pertengahan dari proses pengembangan metode skrining gizi (Jones, 2004b, Kondrup
dkk., 2003). Untuk menilai validitas isi pada umumnya melibatkan stakeholder
termasuk klinisi yang ada di lapangan dan individu dari populasi yang akan
digunakan, untuk memberikan masukan dan melengkapi variabel berisiko yang
teridentifikasi (Jones 2004a; Jones 2004b; Kondrup dkk., 2003).
Validitas konstruk adalah jenis validitas yang menilai seberapa baik alat
skrining gizi sesuai dengan variabel lain yang secara teoretis terkait dengan risiko
gizi. Validitas konstruk mengharapkan individu yang berisiko malnutrisi dengan alat
skrining gizi yang dikembangkan akan memiliki karakteristik yang sama berkaitan

12
dengan karakteristik malnutrisi yang tidak dimasukkan sebagai variabel risiko (Jones,
2004b). Variabel-variabel tertentu yang secara tidak langsung diukur pada alat
skrining gizi dapat berhubungan dengan tingginya risiko gizi, misalnya indeks massa
tubuh. Oleh karena itu. studi penilaian validitas konstruk memperhatikan informasi
geografi dan faktor gizi yang tidak dinilai dalam alat skrining gizi tersebut dan
kemudian dibandingkan. Konsep dari risiko gizi adalah multifaktorial sehingga
pengembangan variabel risiko gizi dengan mengidentifikasi empat komponen utama
skrining gizi, yaitu kondisi yang sekarang, kondisi yang stabil, kondisi yang
memburuk dan pengaruh penyakit terhadap pemburukan status gizi (Rasmussen dkk.,
2010).
Validitas kriteria dari alat skrining gizi mencerminkan sejauh mana alat
tersebut berkaitan dengan adanya risiko gizi, dengan kata lain dapat mengidentifikasi
pasien yang berisiko malnutrisi apabila dibandingan dengan metode lain yang
dianggap sebagai standar emas (Jones, 2004b). Penilaian dengan alat skrining gizi
baru dan skrining lain yang dianggap sebagai standar emas dilakukan pada subjek
yang sama (Jones, 2004b). Standar emas yang digunakan adalah penilaian status gizi
secara komprehensif yang dilakukan oleh dietisien (American Dietetic Association,
1994).
Validitas terdiri atas 2 unsur, yaitu sensitivitas dan spesifisitas (Pusponegoro
dkk., 2008). Sensitivitas adalah kemampuan alat yang dapat memperlihatkan
diagnostik untuk mendeteksi penyakit. Sensitivitas adalah proporsi orang-orang yang
menderita penyakit dan menunjukkan hasil diagnostik positif, sedangkan spesifisitas
adalah proporsi orang-orang tanpa penyakit yang menunjukkan tes negatif. Tes yang
sensitif (peka) jarang menunjukkan kekeliruan serta tes yang spesifik jarang salah
dalam menentukan seseorang tanpa penyakit (Fletcher, 1996). Nilai sensitivitas harus
memenuhi kriteria minimal, yaitu 60% dan nilai spesifitas harus memenuhi kriteria
minimal, yaitu 70% (Budiarto, 2004).

H. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang artinya
keterpercayaan, keterandalan, konsistensi, dan sebagainya. Hasil pengukuran
kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama selama aspek dapat
dipercaya bila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kesalahan
pengukuran. Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu yang diukur tidak
berubah. Reliabilitas alat ukur erat berkaitan dengan masalah angka yang disebut
koefisien reliabilitas. Semakin tinggi koefisien korelasi berarti hasil ukur dikatakan
reliabel (Azwar, 2007).
Ada beberapa tipe dari reliabilitas di antaranya reliabilitas Intraobserver, yaitu
konsistensi dari satu orang pengukur dengan alat dan subjek yang sama pada dua
kesempatan yang berbeda. Variabel Inter-observer yaitu konsistensi antara dua orang
pengukur dengan menggunakan alat skrining yang sama pada subjek yang sama
(Jones, 2004b; Streiner & Norman, 1995) Menurut Notoatmodjo (2005), pengujian
reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan
gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan
menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu.

13
1. Test-retest
Instrumen penelitian yang relabilitasnya diuji dengan test-retest
dilakukan dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada subjek
penelitian. Jadi dalam hal ini instrumennya sama, subjek penelitiannya sama,
dan waktunya yang berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara
percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan
signifikan maka instrumen tersebut sudah dinyatakan reliabel. Pengujian ini
sering juga disebut stability.
2. Ekuivalen
Instrumen ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda
tetapi maksudnya sama. Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan sekali,
dengan dua instrumen, pada subjek penelitian yang sama, waktu sama,
instrumen berbeda. Reliabilitas instrumen dihitung dengan cara
mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang
dijadikan ekuivalen. Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dapat
dinyatakan reliabel.
3. Gabungan
Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan mencobakan dua instrumen
yang ekuivalen itu beberapa kali kepada subjek penelitian yang sama. Jadi,
cara ini merupakan gabungan pertama dan kedua. Reliabilitas instrumen
dilakukan dengan mengkorelasikan dua instrumen, setelah itu dikorelasikan
pada pengujian kedua, dan selanjutnya dikorelasikan secara silang. Dua kali
pengujian dalam waktu yang berbeda, akan dapat dianalisis enam koefisien
reliabilitas. Bila keenam koefisien bu korelasi itu semuanya positif dan
signifikan, maka dapat dinyatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
4. Konsistensi internal
Pengujian reliabilitas dengan internal consistency dilakukan dengan
mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis
dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi
reliabilitas instrumen.
Interpretasi dari nilai kappa digunakan dalam studi reliabilitas metode skrining
gizi, di mana nilai kappa di atas 0,4 menggambarkan reliabilitas yang cukup, nilai
kappa di atas 0,6 menggambarkan reliabilitas sedang dan nilai kappa di atas 0,8
menggambarkan reliabilitas yang substansial (Jones, 2004b). Klasifikasi kekuatan
kesepakatan dari interpretasi reliabilitas cukup bervariasi seperti yang dapat dilihat
pada tabel berikut. Interpretasi Shrout memiliki klasifikasi yang lebih tinggi dalam
menentukan kekuatan nilai kesepakatan/ reliabilitas. Namun, untuk mengetahui
kekonsistenan suatu alat penggunaan interval konfidensi dirasa lebih tepat.

I. Pengembangan Simple Nutrition Screening Tool (SNST)


Metode skrining yang direkomendasikan dari konsensus ESPEN adalah
Nutritional Risk Screening-2002 (NRS-2002) karena sudah dianalisis dengan
beberapa penelitian RCT (Meyer, 2006; Sorensen 2008), sedangkan British
Association of Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) merekomendasikan
Malnutrition Universal Screening Tool (MUST). Hasil penelitian Kruizenga (2005a)

14
dengan menggunakan Short Nutritional Assessment Questionaire (SNAQ) merupakan
metode yang valid untuk deteksi dini malnutrisi.
Australia mengembangkan Malnutrition Screening Tool yang valid dan
Metode skrining seperti NRS-2002, MUST, MST, dan SNAQ yang reliabel
(Ferguson, 1999). Penelitian di Indonesia tentang malnutrisi di rumah sakit banyak
menggunakan SGA yang merupakan metode asesmen gizi dar Detsky (1987).
Metode skrining seperti NRS-2002, MUST, MST dan SNAQ yang ada saat ini
telah dibuktikan memiliki keunggulan pada kelompok populasi tertentu, tetapi belum
ada alat skrining yang paling tepat dan dapat diterima oleh semua kalangan khususnya
di Indonesia. Beberapa kelemahan alat skrining yang ada, yaitu adanya perhitungan
matematik dan membutuhkan data yang detail yang hanya dapat dilakukan oleh
tenaga terampil (ahli gizi), sedangkan tidak semua rumah sakit mempunyai ahli gizi
yang cukup dan adanya keterbatasan peralatan antropometri di rumah sakit. Di
samping itu, kebiasaan untuk melakukan penimbangan berat badan secara rutin jarang
dilakukan sehingga tidak dapat mengetahui perubahan berat badan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengembangan alat skrining gizi yang lebih murah, sederhana, dan
sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia.
Studi pendahuluan telah dilakukan penulis dengan membandingkan empat
metode skrining gizi, yaitu MST, SNAQ, MUST, dan NRS-2002 dengan SGA
sebagai gold standar. Hasil penelitian terhadap 298 pasien di penyakit dalam dan saraf
RSUP Dr. Sardjito didapatkan sensitifitas sebesar 90%, 77%, 74%, dan 60% untuk
MUST, SNAQ, MST, dan NRS-2002 secara berurutan. Keempat metode skrining gizi
mempunyai hubungan yang bermakna dengan SGA (Susetyowati dkk., 2010).
Kesulitan yang dihadapi di rumah sakit Indonesia adalah pertanyaan yang berkaitan
dengan berat badan, lingkar lengan atas, dan status gizi berdasarkan IMT karena tidak
rutin melakukan pengukuran berat badan, peralatan antropometri, dan tenaga gizi
yang tidak semua ada di bangsal perawatan.
Pengembangan alat skrining yang dilakukan penulis ini merujuk langkah-
langkah pengembangan alat skrining gizi dari Jones, yaitu melakukan kajian literatur,
mengidentifikasi variabel berisiko, menganalisis validitas isi, menyusun alat skrining
gizi, melakukan pilot studi, menyusun ulang pertanyaan, melakukan analisis
reliabilitas dan validitas (Jones, 2004). Pengujian validitas dari pengembangan alat
skrining gizi dilakukan dengan 3 macam uji validitas, yaitu validitas isi, validitas
konstruk dan validitas kriteria (Jones, 2004b).
Validitas konstruk memerlukan spesifikasi hubungan yang diharapkan antara
hasil skrining dengan variabel yang tidak digunakan untuk mengembangkan skrining
gizi, termasuk pengukuran antropometri dan pemeriksaan laboratorium. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pasien yang berisiko malnutrisi mempunyai nilai rerata lebih
rendah, untuk parameter objektif status gizi, yaitu IMT, LLA, albumin, hemoglobin
dan TLC (Total Lymfosit Count) dibandingkan pasien yang tidak berisiko malnutrisi.
Analisis statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara skrining gizi baru
dengan parameter status gizi, kecuali untuk TLC. Hal ini sesuai dengan penelitian
Ferguson (1999) dalam pengembangan MST, di mana pasien yang malnutrisi juga
mempunyai nilai parameter objektif status gizi lebih rendah dibanding pasien dengan
status gizi normal.

15
J. Perbandingan SNST dengan Metode Skrining Gizi
Metode skrining gizi yang direkomendasikan dari konsensus ESPEN adalah
Nutritional Risk Screening-2002 (NRS-2002) karena sudah dianalisis dengan
beberapa penelitian RCT (Meyer, 2006; Sorensen 2008), sedangkan British
Association of Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN) merekomendasikan
Malnutrition Universal Screening Tool (MUST). Hasil penelitian Kruizenga (2005)
dengan menggunakan Short Nutritional Assessment Questionaire (SNAQ) merupakan
metode yang valid untuk deteksi dini malnutrisi. Australia mengembangkan
Malnutrition Screening Tool yang valid dan reliabel (Ferguson, 1999). Hasil analisis
dari 11 alat skrining gizi oleh American Dietetic Association (ADA) mendapatkan
NRS- 2002 merupakan alat skrining gizi yang terbaik, yaitu grade 1. Alat skrining
MST dan MUST termasuk grade II, sedangkan SNAQ termasuk dalam grade V
(Ferguson dkk., 2012).
Skrining gizi yang dikembangkan oleh penulis akan dibandingkan dengan
skrining gizi lain yang sudah terbukti valid dan reliabel terhadap parameter status gizi,
lama perawatan dan status pulang. Penelitian pada 300 pasien bedah dengan
membandingkan IMT, kehilangan BB, NRS-2002, MUST, Nutritional Risk Index
(NRI) dengan SGA pada saat masuk RS didapatkan MUST dan NRS-2002
merupakan alat skrining gizi yang valid untuk pasien bedah (Almeida dkk., 2012).
Prevalensi malnutrisi pasien saat masuk rumah sakit cukup tinggi, dilaporkan berkisar
20%-60% (Waitzberg dkk., 2001; Correia dkk., 2003; Meyer, 2006; Norman dkk.,
2008; Kahokehr dkk., 2009; Imoberdorf dkk., 2010). Malnutrisi pada penelitian ini
sesuai dengan penelitian tersebut apabila menggunakan parameter MUST, NRS-2002,
SNST, yaitu sebesar 57,2%; 52,3%; dan 51,5% secara berurutan. Prevalensi
malnutrisi, dengan menggunakan parameter SNAQ dan MST, didapatkan hasil yang
lebih rendah yaitu 37,8% dan 34,1%. Hasil ini sesuai bila dibandingkan dengan hasil
penelitian pada 26 RS di Eropa dengan melakukan skrining gizi pada 5.051 pasien
saat masuk rumah sakit, dan didapatkan 32,6% pasien dikategorikan berisiko
malnutrisi berdasarkan NRS-2002 (Sorensen dkk., 2008). Skrining gizi baru, NRS-
2002 dan MUST menunjukkan hasil pasien yang berisiko

BAB IV

16
KESIMPULAN

Skrining Gizi merupakan proses yang sederhana dan cepat yang dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan serta cukup sensitive untuk mendeteksi pasien yang berisiko malnutrisi.
Skrining gizi mempunyai empat komponen utama, yaitu: (1) Kondisi Sekarang, yang
digambarkan dengan indeks massa tubuh atau lingkar lengan atas, (2) Kondisi yang Stabil,
digambarkan dengan kehilangan berat badan, (3) Kondisi yang memburuk, digambarkan
dengan penurunan asupan makan, dan (4) Pengaruh penyakit terhadap terhadap perburukan
status gizi.
Metode skrining seperti NRS-2002, MUST dan MST yang ada saat ini telah
dibuktikan memiliki keunggulan pada kelompok populasi tertentu, namun belum ada alat
skrining yang paling tepat dan dapat diterima oleh semua kalangan khususnya di Indonesia.
Beberapa kelemahan alat skrining yang ada yaitu adanya perhitungan matematik dan
membutuhkan data yang detail yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga terampil (ahli gizi).
Di samping itu, kebiasaan untuk melakukan penimbangan berat badan secara rutin jarang
dilakukan, sehingga tidak dapat mengetahui perubahan berat badan.
Langkah – langkah pengembangan metode skrining gizi baru yang diberi nama
Simple Nutrition Screening Tool, yaitu dengan melakukan kajian literature, mengidentifikasi
variable berisiko, menganalisis validitas isi, menyusun alat skrining gizi, melakukan pilot
study dan analisis reliabilitas serta validitas. Simple Nutrition Screening Tool dapat
digunakan untuk semua pasien dewasa yang masuk ke rumah sakit, dan SNST merupakan
alat skrining gizi yang sederhana dengan 6 pertanyaan tanpa pengukuran antropometri,
dengan waktu yang singkat yaitu 3 – 5 menit. Disamping itu , SNST merupakan alat skrining
gizi yang mudah dilakukan dan dapat dilakukan tidak hanya oleh ahli gizi, tetapi juga oleh
petugas kesehatan lain.

DAFTAR PUSTAKA

17
Susetyowati. 2017. PENERAPAN SKRINING GIZI DI RUMAH SAKIT. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press Anggota IKAPI.
http://eprints.ums.ac.id/78969/3/BAB%20I.pdf
https://www.scribd.com/doc/173772341/Makalah-Skrining

18

Anda mungkin juga menyukai