Anda di halaman 1dari 12

Nama : Lusia Amanda Pratiwi

Nim : PO71341200012
Mata Kuliah : Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu : Alpari Nopindra, S.KOM, M.PD

PERANG DUNIA II

Perang Dunia II atau Perang Dunia Kedua (biasa disingkat menjadi PDII atau PD2) adalah
sebuah perang global yang berlangsung mulai tahun 1939 sampai 1945. Perang ini
melibatkan banyak sekali negara di dunia - termasuk semua kekuatan besar - yang pada
akhirnya membentuk dua aliansi militer yang saling bertentangan: Sekutu dan Poros. Perang
ini merupakan perang terluas dalam sejarah yang melibatkan lebih dari 100 juta orang di
berbagai pasukan militer. Dalam keadaan "perang total", negara-negara besar
memaksimalkan seluruh kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk keperluan
perang, sehingga menghapus perbedaan antara sumber daya sipil dan militer. Ditandai oleh
sejumlah peristiwa penting yang melibatkan kematian massal warga sipil, termasuk
Holocaust dan pemakaian senjata nuklir dalam peperangan, perang ini memakan korban jiwa
sebanyak 50 juta sampai 70 juta jiwa. Jumlah kematian ini menjadikan Perang Dunia II
konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia.

Searah jarum jam dari kiri atas: Pasukan Tiongkok pada Pertempuran Wanjialing, Meriam
25-pounder Australia pada Pertempuran El Alamein Pertama, pesawat pengebom Stuka
Jerman di Front Timur musim dingin 1943–1944, pasukan AL Amerika Serikat di Teluk
Lingayen, Wilhelm Keitel menandatangani Instrumen Penyerahan Diri Jerman, tentara Soviet
pada Pertempuran Stalingrad

Tanggal : 1 September 1939 – 2 September 1945 (6 tahun, 1 hari)

Lokasi : Eropa, Pasifik, Atlantik, Asia Tenggara, Tiongkok, Timur Tengah, Mediterania dan
Afrika, secara singkat Amerika Utara dan Selatan

Hasil : Kemenangan Sekutu
 Pembubaran Reich Ketiga
 Pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa
 Kemunculan Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai kekuatan super
 Awal Perang Dingin

Pihak Terlibat
Sekutu Poros
 Uni Soviet (1941–1945)  Nazi Jerman
 Amerika Serikat (1941–1945)  Jepang (saat perang 1937–1945)
 Imperium Britania  Italia (1940–1943)
Tiongkok (saat perang 1937–1945)  Hongaria (1940–1945)
 Prancis  Rumania (1941–1944)
 Polandia  Bulgaria (1941–1944)
 Kanada
 Australia Pihak terlibat
 Selandia Baru  Finlandia (1941–1944)
 Afrika Selatan  Thailand (1942–1945)
 Yugoslavia (1941–1945)  Irak (1941)
 Yunani (1940–1945)  Spanyol (1941)
 Norwegia (1940–1945)
 Belanda (1940–1945) Negara Klien Dan Boneka
 Belgia (1940–45)  Manchukuo
 Cekoslowakia  Republik Sosial Italia (1943–1945)
 Brasil (1942–1945)  Kroasia (1941–1945)
 Slowakia
Negara Klien Dan Boneka
Filipina (1941–1945)
Mongolia (1941–1945)

Tokoh dan Pemimpin


Pemimpin Sekutu Pemimpin Poros
Winston Churchill Adolf Hitler
Franklin D. Roosevelt Hirohito
Joseph Stalin Benito Mussolini
Chiang Kai-shek

Korban
Korban Militer Korban Militer
Lebih dari 16.000.000 Lebih dari 8.000.000
Korban sipil: Korban sipil:
Lebih dari 45.000.000 Lebih dari 4.000.000
Total korban: Total korban:
Lebih dari 61.000.000 (1937–1945) Lebih dari 12.000.000 (1937–1945)

Kekaisaran Jepang berusaha mendominasi Asia Timur dan sudah memulai perang dengan
Republik Tiongkok pada tahun 1937,[2] tetapi perang dunia secara umum pecah pada tanggal
1 September 1939 dengan invasi ke Polandia oleh Jerman yang diikuti serangkaian
pernyataan perang terhadap Jerman oleh Prancis dan Britania. Sejak akhir 1939 hingga awal
1941, dalam serangkaian kampanye dan perjanjian, Jerman membentuk aliansi Poros bersama
Italia, menguasai atau menaklukkan sebagian besar benua Eropa. Setelah Pakta Molotov–
Ribbentrop, Jerman dan Uni Soviet berpisah dan menganeksasi wilayah negara-negara
tetangganya sendiri di Eropa, termasuk Polandia. Britania Raya, dengan imperium dan
Persemakmurannya, menjadi satu-satunya kekuatan besar Sekutu yang terus berperang
melawan blok Poros, dengan mengadakan pertempuran di Afrika Utara dan Pertempuran
Atlantik. Bulan Juni 1941, Poros Eropa melancarkan invasi terhadap Uni Soviet yang
menandakan terbukanya teater perang darat terbesar sepanjang sejarah, yang melibatkan
sebagian besar pasukan militer Poros sampai akhir perang. Pada bulan Desember 1941,
Jepang bergabung dengan blok Poros, menyerang Amerika Serikat dan teritori Eropa di
Samudra Pasifik, dan dengan cepat menguasai sebagian besar Pasifik Barat.

Serbuan Poros berhenti pada tahun 1942, setelah Jepang kalah dalam berbagai pertempuran
laut dan tentara Poros Eropa dikalahkan di Afrika Utara dan Stalingrad. Pada tahun 1943,
melalui serangkaian kekalahan Jerman di Eropa Timur, invasi Sekutu ke Italia, dan
kemenangan Amerika Serikat di Pasifik, Poros kehilangan inisiatif mereka dan mundur
secara strategis di semua front. Tahun 1944, Sekutu Barat menyerbu Prancis, sementara Uni
Soviet merebut kembali semua teritori yang pernah dicaplok dan menyerbu Jerman beserta
sekutunya. Perang di Eropa berakhir dengan pendudukan Berlin oleh tentara Soviet dan
Polandia dan penyerahan tanpa syarat Jerman pada tanggal 8 Mei 1945. Sepanjang 1944 dan
1945, Amerika Serikat mengalahkan Angkatan Laut Jepang dan menduduki beberapa pulau
di Pasifik Barat, menjatuhkan bom atom di negara itu menjelang invasi ke Kepulauan Jepang.
Uni Soviet kemudian mengikuti melalui negosiasi dengan menyatakan perang terhadap
Jepang dan menyerbu Manchuria. Kekaisaran Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus
1945, sehingga mengakhiri perang di Asia dan memperkuat kemenangan total Sekutu atas
Poros.

Perang Dunia II mengubah haluan politik dan struktur sosial dunia. Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) didirikan untuk memperkuat kerja sama internasional dan mencegah konflik-
konflik yang akan datang. Para kekuatan besar yang merupakan pemenang perang—Amerika
Serikat, Uni Soviet, Tiongkok, Britania Raya, dan Prancis—menjadi anggota tetap Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.[3] Uni Soviet dan Amerika Serikat muncul sebagai
kekuatan super yang saling bersaing dan mendirikan panggung Perang Dunia yang kelak
bertahan selama 46 tahun selanjutnya. Sementara itu, pengaruh kekuatan-kekuatan besar
Eropa mulai melemah, dan dekolonisasi Asia dan Afrika dimulai. Kebanyakan negara yang
industrinya terkena dampak buruk mulai menjalani pemulihan ekonomi. Integrasi politik,
khususnya di Eropa, muncul sebagai upaya untuk menstabilkan hubungan pascaperang.

KRONOLOGI

Awal terjadinya perang umumnya disetujui pada tanggal 1 September 1939, dimulai dengan
invasi Jerman ke Polandia; Britania dan Prancis menyatakan perang terhadap Jerman dua hari
kemudian. Tanggal lain mengenai awal perang ini adalah dimulainya Perang Tiongkok-
Jepang Kedua pada 7 Juli 1937.

Lainnya mengikuti sejarawan Britania Raya A. J. P. Taylor, yang percaya bahwa Perang
Tiongkok-Jepang dan perang di Eropa beserta koloninya terjadi bersamaan dan dua perang
ini bergabung pada tahun 1941. Artikel ini memakai penanggalan konvesional. Tanggal-
tanggal awal lainnya yang sering dipakai untuk Perang Dunia II juga meliputi invasi Italia ke
Abisinia pada tanggal 3 Oktober 1935. Sejarawan Britania Raya Antony Beevor memandang
awal Perang Dunia Kedua terjadi saat Jepang menyerbu Manchuria bulan Agustus 1939.
Tanggal pasti akhir perang juga tidak disetujui secara universal. Dari dulu disebutkan bahwa
perang berakhir saat gencatan senjata 14 Agustus 1945 (V-J Day), alih-alih penyerahan diri
resmi Jepang (2 September 1945); di sejumlah teks sejarah Eropa, perang ini berakhir pada
V-E Day (8 Mei 1945). Meski begitu, Perjanjian Damai dengan Jepang baru ditandatangani
pada tahun 1951, dan dengan Jerman pada tahun 1990.

LATAR BELAKANG

Perang Dunia I membuat perubahan besar pada peta politik, dengan kekalahan Blok Sentral,
termasuk Austria-Hongaria, Jerman, dan Kesultanan Utsmaniyah; dan perebutan kekuasaan
oleh Bolshevik di Rusia pada tahun 1917. Sementara itu, negara-negara Sekutu yang menang
seperti Prancis, Belgia, Italia, Yunani, dan Rumania memperoleh wilayah baru, dan negara-
negara baru tercipta setelah runtuhnya Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia, dan Kesultanan
Utsmaniyah.

Meski muncul gerakan pasifis setelah Perang Dunia I, kekalahan ini masih membuat
nasionalisme iredentis dan revanchis pemain utama di sejumlah negara Eropa. Iredentisme
dan revanchisme punya pengaruh kuat di Jerman karena kehilangan teritori, koloni, dan
keuangan yang besar akibat Perjanjian Versailles. Menurut perjanjian ini, Jerman kehilangan
13 persen wilayah dalam negerinya dan seluruh koloninya di luar negeri, sementara Jerman
dilarang menganeksasi negara lain, harus membayar biaya perbaikan perang, dan membatasi
ukuran dan kemampuan angkatan bersenjata negaranya. Pada saat yang sama, Perang
Saudara Rusia berakhir dengan terbentuknya Uni Soviet.

Kekaisaran Jerman bubar melalui Revolusi Jerman 1918–1919 dan sebuah pemerintahan
demokratis yang kemudian dikenal dengan nama Republik Weimar dibentuk. Periode
antarperang melibatkan kerusuhan antara pendukung republik baru ini dan penentang garis
keras atas sayap kanan maupun kiri. Walaupun Italia selaku sekutu Entente berhasil merebut
sejumlah wilayah, kaum nasionalis Italia marah mengetahui janji-janji Britania dan Prancis
yang menjamin masuknya Italia ke kancah perang tidak dipenuhi dengan penyelesaian damai.
Sejak 1922 sampai 1925, gerakan Fasis pimpinan Benito Mussolini berkuasa di Italia dengan
agenda nasionalis, totalitarian, dan kolaborasionis kelas yang menghapus demokrasi
perwakilan, penindasan sosialis, kaum sayap kiri dan liberal, dan mengejar kebijakan luar
negeri agresif yang berusaha membawa Italia sebagai kekuatan dunia—"Kekaisaran Romawi
Baru".

Di Jerman, Partai Nazi yang dipimpin Adolf Hitler berupaya mendirikan pemerintahan fasis
di Jerman. Setelah Depresi Besar dimulai, dukungan dalam negeri untuk Nazi meningkat dan,
pada tahun 1933, Hitler ditunjuk sebagai Kanselir Jerman. Setelah kebakaran Reichstag,
Hitler menciptakan negara satu partai totalitarian yang dipimpin Partai Nazi.

Parati Kuomintang (KMT) di Tiongkok melancarkan kampanye penyatuan melawan


panglima perang regional dan secara nominal berhasil menyatukan Tiongkok pada
pertengahan 1920-an, tetapi langsung terlibat dalam perang saudara melawan bekas
sekutunya yang komunis. Pada tahun 1931, Kekaisaran Jepang yang semakin militaristik,
yang sudah lama berusaha memengaruhi Tiongkok sebagai tahap pertama dari apa yang
disebut pemerintahnya sebagai hak untuk menguasai Asia, memakai Insiden Mukden sebagai
alasan melancarkan invasi ke Manchuria dan mendirikan negara boneka Manchukuo.

Terlalu lemah melawan Jepang, Tiongkok meminta bantuan Liga Bangsa-Bangsa. Jepang
menarik diri dari Liga Bangsa-Bangsa setelah dikecam atas tindakannya terhadap Manchuria.
Kedua negara ini kemudian bertempur di Shanghai, Rehe, dan Hebei sampai Gencatan
Senjata Tanggu ditandatangani tahun 1933. Setelah itu, pasukan sukarelawan Tiongkok
melanjutkan pemberontakan terhadap agresi Jepang di Manchuria, dan Chahar dan Suiyuan.

Benito Mussolini (kiri) dan Adolf Hitler (kanan)


Adolf Hitler, setelah upaya gagal menggulingkan pemerintah Jerman tahun 1923, menjadi
Kanselir Jerman pada tahun 1933. Ia menghapus demokrasi, menciptakan revisi orde baru
radikal dan rasis, dan segera memulai kampanye persenjataan kembali. Sementara itu,
Prancis, untuk melindungi aliansinya, memberikan Italia kendali atas Ethiopia yang
diinginkan Italia sebagai jajahan kolonialnya. Situasi ini memburuk pada awal 1935 ketika
Teritori Cekungan Saar dengan sah bersatu kembali dengan Jerman dan Hitler menolak
Perjanjian Versailles, mempercepat program persenjataan kembalinya dan memperkenalkan
wajib militer.

Berharap mencegah Jerman, Britania Raya, Prancis, dan Italia membentuk Front Stresa. Uni
Soviet, khawatir akan keinginan Jerman mencaplok wilayah luas di Eropa Timur, membuat
perjanjian bantuan bersama dengan Prancis. Sebelum diberlakukan, pakta Prancis-Soviet ini
perlu melewati birokrasi Liga Bangsa-Bangsa, yang pada dasarnya menjadikannya tidak
berguna. Akan tetapi, pada bulan Juni 1935, Britania Raya membuat perjanjian laut
independen dengan Jerman, sehingga melonggarkkan batasan-batasan sebelumnya. Amerika
Serikat, setelah mempertimbangkan peristiwa yang terjadi di Eropa dan Asia, mengesahkan
Undang-Undang Netralitas pada bulan Agustus.Pada bulan Oktober, Italia menginvasi
Ethiopia, dan Jerman adalah satu-satunya negara besar Eropa yang mendukung tindakan
tersebut. Italia langsung menarik keberatannya terhadap tindakan Jerman menganeksasi
Austria.

Hitler menolak Perjanjian Versailles dan Locarno dengan meremiliterisasi Rhineland pada
bulan Maret 1936. Ia mendapat sedikit tanggapan dari kekuatan-kekuatan Eropa lainnya.

Ketika Perang Saudara Spanyol pecah bulan Juli, Hitler dan Mussolini mendukung pasukan
Nasionalis yang fasis dan otoriter dalam perang saudara mereka melawan Republik Spanyol
yang didukung Soviet. Kedua pihak memakai konflik ini untuk menguji senjata dan metode
peperangan baru,berakhir dengan kemenangan Nasionalis pada awal 1939. Bulan Oktober
1936, Jerman dan Italia membentuk Poros Roma-Berlin. Sebulan kemudian, Jerman dan
Jepang menandatangani Pakta Anti-Komintern, namun kelak diikuti Italia pada tahun
berikutnya. Di Tiongkok, setelah Insiden Xi'an, pasukan Kuomintang dan komunis
menyetujui gencatan senjata untuk membentuk front bersatu dan sama melawan Jepang.
DAMPAK

Sekutu mendirikan pemerintahan pendudukan di Austria dan Jerman. Negara pertama


menjadi negara netral dan tidak memihak dengan blok politik manapun. Negara terakhir
dibelah menjadi zona pendudukan barat dan timur yang dikuasai Sekutu Barat dan Uni
Soviet. Program denazifikasi di Jerman melibatkan pengadilan penjahat perang Nazi dan
penggulingan mantan Nazi dari kekuasaan, meski kebijakan ini lebih condong ke amnesti dan
reintegrasi mantan Nazi ke masyarakat Jerman Barat.

Jerman kehilangan seperempat wilayahnya sebelum perang (1937), wilayah timur: Silesia,
Neumark dan sebagian besar Pomerania diambil alih Polandia; Prusia Timur dibagi antara
Polandia dan Uni Soviet, diikuti dengan pengusiran 9 juta warga Jerman dari provinsi-
provinsi tersebut, serta 3 juta warga Jerman dari Sudetenland di Cekoslowakia ke Jerman.
Pada 1950-an, satu dari lima orang Jerman Barat adalah pengungsi dari timur. Uni Soviet
juga menduduki provinsi milik Polandia di sebelah timur Garis Curzon (melibatkan
pengusiran 2 juta warga Polandia), Rumania Timur, dan sebagian Finlandia timur, serta tiga
negara Baltik.

Demi mempertahankan perdamaian, Sekutu mendirikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang


resmi berdiri tanggal 24 Oktober 1945, dan mengadopsi Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi
Manusia tahun 1948 sebagai standar umum bagi semua negara anggotanya. Kekuatan-
kekuatan besar yang menjadi pemenang perang—Amerika Serikat, Uni Soviet, Tiongkok,
Britania Raya, dan Prancis—menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Kelima anggota
tetap ini masih ada sampai sekarang, meski terjadi perubahan dua kursi, antara Republik
Tiongkok dan Republik Rakyat Tiongkok tahun 1971, dan antara Uni Soviet dan negara
penggantinya, Federasi Rusia, setelah pembubaran Uni Soviet. Aliansi antara Sekutu Barat
dan Uni Soviet mulai memburuk, bahkan sejak sebelum perang berakhir.

Jerman dibagi secara de facto, dan dua negara merdeka, Republik Federal Jerman dan
Republik Demokratik Jerman dibentuk di dalam perbatasan zona pendudukan Sekutu dan
Soviet. Seluruh Eropa terbagi antara cakupan pengaruh Barat dan Soviet. Kebanyakan negara
Eropa timur dan tengah masuk dalam cakupan Soviet yang melibatkan pendirian rezim-rezim
Komunis dengan dukungan penuh atau setengah dari otoritas pendudukan Soviet. Akibatnya,
Polandia, Hongaria, Cekoslowakia,[260] Rumania, Albania, dan Jerman Timur menjadi
negara satelit Soviet. Yugoslavia Komunis melaksanakan kebijakan merdeka penuh yang
menciptakan ketegangan dengan Uni Soviet.

Pembagian dunia pascaperang diresmikan oleh dua aliansi militer internasional, NATO
pimpinan Amerika Serikat dan Pakta Warsawa pimpinan Soviet; periode panjang ketegangan
politik dan persaingan militer di antara mereka, Perang Dingin, akan dilengkapi oleh
perlombaan senjata dan perang proksi yang tidak terduga.

Di Asia, Amerika Serikat memimpin pendudukan Jepang dan menguasai bekas pulau-pulau
Jepang di Pasifik Barat, sementara Soviet menganeksasi Sakhalin dan Kepulauan Kuril.
Korea, sebelumnya di bawah kekuasaan Jepang, dibagi dan diduduki oleh Amerika Serikat di
Selatan dan Uni Soviet di Utara antara 1945 dan 1948. Republik terpisah muncul di kedua
sisi garis paralel ke-38 pada tahun 1948, masing-masing mengklaim sebagai pemerintahan
sah untuk seluruh Korea dan berujung pada pecahnya Perang Korea.

Di Tiongkok, pasukan nasionalis dan komunis melanjutkan perang saudara pada bulan Juni
1946. Pasukan komunis menang dan mendirikan Republik Rakyat Tiongkok di daratan,
sementara pasukan nasionalis mundur ke Taiwan tahun 1949. Di Timur Tengah, penolakan
Arab terhadap Rencana Pembagian Palestina Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pembentukan
Israel menandai eskalasi konflik Arab-Israel. Saat kekuatan-kekuatan kolonial Eropa
berupaya merebut kembali sebagian atau semua imperium kolonialnya, kehilangan prestise
dan sumber daya saat perang justru menggagalkan upaya ini dan mendorong dilakukannya
dekolonisasi.

Ekonomi global menderita akibat perang, meski negara-negara yang terlibat terpengaruh
dengan berbagai cara. Amerika Serikat tampil lebih kaya daripada negara lain; negara ini
mengalami ledakan bayi dan pada tahun 1950 produk domestik bruto per orangnya lebih
tinggi daripada negara-negara besar lain dan Amerika Serikat mendominasi ekonomi dunia.
Britania Raya dan Amerika Serikat menerapkan kebijakan pelucutan industri di Jerman Barat
pada tahun 1945–1948. Akibat perdagangan internasional yang saling tergantung, hal ini
menciptakan stagnasi ekonomi di Eropa dan menunda pemulihan Eropa selama beberapa
tahun.

Pemulihan dimulai dengan reformasi mata uang di Jerman Barat pada pertengahan 1948 dan
dipercepat oleh liberalisasi kebijakan ekonomi Eropa yang dipengaruhi Rencana Marshall
(1948–1951) baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemulihan Jerman Barat pasca-
1948 disebut-sebut sebagai keajaiban ekonomi Jerman. Selain itu, ekonomi Italia dan Prancis
juga meroket. Kebalikannya, Britania Raya berada dalam fase kekacauan ekonomi, dan terus
memburuk selama beberapa dasawarsa.

Uni Soviet, meski menderita kerugian manusia dan material yang luar biasa, juga mengalami
peningkatan pesat produksi pada masa-masa pascaperang. Jepang mengalami pertumbuhan
ekonomi pesat, menjadi salah satu ekonomi terkuat dunia pada tahun 1980-an. Tiongkok
kembali ke produksi industrinya sebelum perang pada tahun 1952.

KORBAN DAN KEJAHATAN PERANG

Korban Jiwa Perang Dunia II


Perkiraan total korban perang bervariasi, karena banyak kematian yang tidak tercatat.
Kebanyakan pihak memperkirakan sekitar 60 juta orang tewas dalam perang, termasuk 20
juta tentara dan 40 juta warga sipil. Banyak warga sipil tewas akibat wabah, kelaparan,
pembantaian, pengeboman, dan genosida yang disengaja. Uni Soviet kehilangan sekitar 27
juta rakyatnya sepanjang perang, termasuk 8,7 juta personel militer dan 19 juta warga sipil.
Pangsa korban jiwa militer terbesar adalah etnis Rusia (5.756.000), diikuti etnis Ukraina
(1,377,400). Satu dari empat warga sipil Sovet dibunuh atau terluka dalam perang ini. Jerman
mengalami 5,3 juta kematian militer, kebanyakan di Front Timur dan sepanjang pertempuran
terakhir di Jerman.

Dari total korban tewas pada Perang Dunia II, sekitar 85 persen—kebanyakan Soviet dan
Tiongkok—berada di pihak Sekutu dan 15 persen sisanya di pihak Poros. Sebagian besar
kematian ini diakibatkan oleh kejahatan perang yang dilakukan pasukan Jerman dan Jepang
di wilayah pendudukan. Sekitar 11 sampai 17 juta warga sipil tewas akibat kebijakan ideologi
Nazi secara langsung maupun tidak langsung, termasuk genosida sistematis sekitar enam juta
kaum Yahudi sepanjang Holocaust ditambah lima juta bangsa Roma, homoseksual, serta Slav
dan suku bangsa atau kaum minoritas lainnya.

Secara kasar 7,5 juta warga sipil tewas di Tiongkok selama pendudukan Jepang. Ratusan ribu
(perkiraan bervariasi) etnis Serbia, bersama gipsi dan Yahudi, dibunuh oleh Ustaše Kroasia
yang berpihak pada Poros di Yugoslavia, dengan pembunuhan balas dendam terhadap warga
sipil Kroasia tepat setelah perang berakhir.

Kekejaman Jepang yang paling terkenal adalah Pembantaian Nanking, yaitu ketika sekian
ratus ribu warga sipil Tiongkok diperkosa dan dibunuh. Antara 3 juta hingga lebih dari 10
juta warga sipil, kebanyakan etnis Tiongkok, dibunuh oleh pasukan pendudukan Jepang.
Mitsuyoshi Himeta melaporkan 2,7 juta korban jiwa selama dilaksanakannya Sankō Sakusen.
Jenderal Yasuji Okamura menerapkan kebijakan ini di Heipei dan Shantung.

Pasukan Poros memakai senjata biologis dan kimia dalam jumlah terbatas. Italia memakai
gas mustar saat menaklukkan Abisinia, sementara Angkatan Darat Kekaisaran Jepang
memakai berbagai macam senjata saat menyerbu dan menduduki Tiongkok (lihat Unit 731)
dan pada konflik awal melawan Soviet. Baik Jerman dan Jepang menguji senjata-senjata
tersebut terhadap warga sipil serta tahanan perang.

Meski banyak aksi Poros diadili dalam pengadilan internasional pertama di dunia, insiden
yang diakibatkan pihak Sekutu tidak diadili. Misalnya, pemindahan penduduk di Uni Soviet
dan penahanan warga Jepang Amerika di Amerika Serikat; Operasi Keelhaul, pengusiran
penduduk Jerman setelah Perang Dunia II, pemerkosaan pada pendudukan Jerman;
pembantaian Katyn oleh Uni Soviet, yang tanggung jawabnya dituduhkan kepada Jerman.
Sejumlah besar kematian akibat kelaparan juga disebabkan oleh perang, seperti kelaparan
Bengal 1943 dan kelaparan Vietnam 1944–45.

Sejumlah sejarawan, seperti Jörg Friedrich, menegaskan bahwa pengeboman massal kawasan
berpenduduk di wilayah musuh, termasuk Tokyo dan terutama kota-kota Jerman di Dresden,
Hamburg, dan Koln oleh Sekutu Barat, yang mengakibatkan kehancuran lebih dari 160 kota
dan kematian 600.000 warga sipil Jerman, bisa dianggap sebagai kejahatan perang.
Kamp Konsentrasi dan Perbudakan
Jenazah di kamp konsentrasi Mauthausen-Gusen setelah dibebaskan, kemungkinan tahanan
politik atau tahanan perang Soviet
Nazi bertanggung jawab atas terjadinya Holocaust, yaitu pembunuhan sekitar enam juta
(meskipun jumlahnya diragukan) kaum Yahudi (kebanyakan Ashkenazim), serta dua juta
etnis Polandia dan empat juta orang lainnya yang dianggap "tidak layak hidup" (termasuk
orang cacat dan sakit jiwa, tahanan perang Soviet, homoseksual, Freemason, Saksi-Saksi
Yehuwa, dan Romani) sebagai bagian dari program pemusnahan dengan sengaja. Sekitar 12
juta orang, kebanyakan penduduk Eropa Timur, dipekerjakan sebagai buruh paksa di
ekonomi perang Jerman. Terlepas dari semua itu, ada beberapa pihak yang meragukan jumlah
korban Holocoust. Mereka beranggapan bahwa korban Holocoust tidak sampai mencapai 6
juta orang, melainkan hanya ratusan ribu saja. Peristiwa ini juga dianggap oleh pihak-pihak
tertentu sebagai propaganda untuk menarik simpati terhadap berdirinya negara Israel.
Banyaknya negara-negara Eropa memberikan hukuman bagi siapa saja yang tidak percaya
pada peristiwa Holocoust dan seringnya peristiwa ini ditunjukkan dalam film-film dan dalam
buku-buku sejarah, membuat pihak-pihak tersebut ragu akan kebenaran peristiwa ini. Namun,
terlepas dari semua keraguan itu, peristiwa pembantaian dan penyiksaan terhadap Yahudi
benar-benar ada, meskipun jumlah korbannya masih kontroversial.

Selain kamp konsentrasi Nazi, gulag (kamp buruh) Soviet mengakibatkan kematian warga
sipil negara-negara yang diduduki seperti Polandia, Lituania, Latvia, dan Estonia, serta
tahanan perang Jerman dan bahkan warga sipil Soviet yang dianggap mendukung Nazi. Enam
puluh persen tahanan perang Jerman di Soviet tewas sepanjang perang. Richard Overy
memberi jumlah 5,7 juta tahanan perang Soviet. Dari jumlah tersebut, 57 persen meninggal
dunia atau dibunuh dengan jumlah 3,6 juta orang. Mantan tahanan perang Soviet dan warga
sipil yang pulang diperlakukan dengan kecurigaan luar biasa sebagai pendukung Nazi yang
potensial, dan beberapa di antara mereka dikirim ke Gulag setelah diperiksa NKVD.

Kamp tahanan perang Jepang, kebanyakan dipakai sebagai kamp buruh, juga memiliki
tingkat kematian tinggi. Pengadilan Militer Internasional untuk Timur Jauh menemukan
tingkat kematian tahanan Barat adalah 27,1 persen (37 persen untuk tahanan perang Amerika
Serikat), tujuh kali lebih tinggi daripada tahanan perang di Jerman dan Italia. Sementara
37.583 tahanan dari Britania Raya, 28.500 dari Belanda, dan 14.743 dari Amerika Serikat
dilepaskan setelah penyerahan diri Jepang, tahanan Tiongkok yang dilepas hanya 56 orang.

Menurut sejarawan Zhifen Ju, sedikitnya lima juta warga sipil Tiongkok dari Tiongkok utara
dan Manchukuo diperbudak antara 1935 dan 1941 oleh Dewan Pembangunan Asia Timur,
atau Kōain, untuk bekerja di pertambangan dan industri perang. Setelah 1942, jumlah ini
mencapai 10 juta orang. U.S. Library of Congress memperkirakan bahwa di Jawa, antar 4 dan
10 juta romusha (bahasa Indonesia: "buruh manual"), dipaksa bekerja oleh militer Jepang.
Sekitar 270.000 buruh Jawa dikirim ke wilayah pendudukan Jepang lain di Asia Tenggara,
dan hanya 52.000 orang yang pulang ke Jawa.
Pada tanggal 19 Februari 1942, Roosevelt menandatangani Perintah Eksekutif 9066 yang
menahan ribuan orang Jepang, Italia, Jerman Amerika, dan sejumlah emigran dari Hawaii
yang mengungsi setelah pengeboman Pearl Harbor sampai perang berakhir. Pemerintah A.S.
dan Kanada menahan 150.000 warga Jepang Amerika. Selain itu, 14.000 penduduk Jerman
dan Italia di A.S. yang dianggap sebagai risiko keamanan juga ditahan.

Sesuai perjanjian Sekutu pada Konferensi Yalta, jutaan tahanan perang dan warga sipil
dimanfaatkan sebagai buruh paksa oleh Uni Soviet. Dalam hal Hongaria, penduduknya
dipaksa bekerja untuk Uni Soviet sampai 1955.

Front Dalam Negeri dan Produksi


Di Eropa, sebelum pecah perang, Sekutu memiliki keunggulan signifikan dalam hal populasi
dan ekonomi. Pada tahun 1938, Sekutu Barat (Britania Raya, Prancis, Polandia, dan Jajahan
Britania) memiliki populasi 30 persen lebih besar dan produk domestik bruto 30 persen lebih
besar daripada Poros Eropa (Jerman dan Italia); jika koloni disertakan dalam hitungan,
Sekutu mendapatkan keunggulan 5:1 dalam jumlah penduduk dan 2:1 dalam PDB. Di Asia
pada saat yang sama, Tiongkok memiliki jumlah penduduk enam kali lebih banyak daripada
Jepang, tetapi PDB yang 89 persen lebih tinggi; jumlah ini berkurang menjadi populasi tiga
kali lebih banyak dan PDB 38 persen lebih tinggi jika koloni-koloni Jepang disertakan dalam
hitungan.

Meski keunggulan ekonomi dan populasi Sekutu dimanfaatkan besar-besaran selama


serangan blitzkrieg awal Jerman dan Jepang, mereka menjadi faktor penentu pada tahun
1942, setelah Amerika Serikat dan Uni Soviet bergabung dengan Sekutu, setelah sebagian
besar perang ini menjadi perang atrisi. Sementara kemampuan Sekutu untuk melampaui
produksi Poros sering dikaitkan dengan akses Sekutu yang besar ke sumber daya alam,
faktor-faktor lain, seperti keengganan Jerman dan Jepang untuk mempekerjakan wanita
dalam tenaga kerja, pengeboman strategis oleh Sekutu, dan peralihan terbaru Jerman ke
ekonomi perang sangat berkontribusi besar. Selain itu, baik Jerman maupun Jepang tidak
berencana mengadakan perang yang berkepanjangan, dan tidak sanggup melakukannya.
Untuk meningkatkan produksi mereka, Jerman dan Jepang memanfaatkan jutaan buruh
budak; Jerman memanfaatkan 12 juta orang, kebanyakan dari Eropa Timur, sementara Jepang
memanfaatkan lebih dari 18 juta orang di Asia Timur Jauh. 

Pendudukan 
Partisan Soviet digantung oleh tentara Jerman pada Januari 1943
Di Eropa, pendudukan muncul dalam dua bentuk yang sangat berbeda. Di Eropa Barat, Utara,
dan Tengah (Prancis, Norwegia, Denmark, Negara-Negara Hilir, dan wilayah Cekoslowakia
yang dianeksasi), Jerman menerapkan kebijakan ekonomi yang berhasil mengumpulkan 69,5
miliar reichmark (27,8 miliar dolar AS) pada akhir perang; jumlah ini tidak meliputi
perampokan produk industri, perlengkapan militer, bahan mentah, dan barang-barang lain.
Dari situ, pendapatan yang muncul dari negara-negara pendudukan mencapai 40 persen dari
pendapatan yang dikumpulkan Jerman dari pajak, jumlah yang meningkat hampir 40 persen
dari total pendapatan Jerman sepanjang perang.
Di Timur, keuntungan yang diharapkan dari Lebensraum tidak pernah didapatkan karena
garis depan yang berfluktuasi dan kebijakan bumi hangus Soviet memusnahkan sumber daya
bagi para penjajah Jerman.[338] Tidak seperti di Barat, kebijakan ras Nazi mengizinkan
kekejaman berlebihan terhadap "orang inferior" keturunan Slavik; sebagian besar serbuan
Jerman disertai dengan eksekusi massal. Meski kelompok pemberontak berdiri di hampir
semua teritori pendudukan, mereka tidak mengganggu operasi Jerman baik di Timur maupun
Barat sampai akhir tahun 1943.

Di Asia, Jepang menyebut negara-negara di bawah pendudukannya sebagai bagian dari


Lingkup Persemakmuran Asia Timur Raya, yang pada dasarnya merupakan hegemoni Jepang
yang diklaim bertujuan membebaskan bangsa yang dikolonisasi. Meski pasukan Jepang
awalnya disambut sebagai pembebas dari dominasi Eropa di sejumlah daerah, kekejaman
mereka yang berlebihan mengubah opini publik menjadi menentang mereka dalam hitungan
minggu. Selama penaklukan awal Jepang, negara ini mencaplok 4000000 barel (640000 m3)
minyak (~5.5×105 ton) yang ditinggalkan oleh pasukan Sekutu yang mundur, dan pada tahun
1943 Jepang mampu merebut produksi minyak di Hindia Timur Belanda hingga 50 milliar
barel, 76 persen dari tingkat produksinya tahun 1940.

Kemajuan Teknologi dan Peperangan


Pesawat terbang dimanfaatkan sebagai alat mata-mata, pesawat tempur, pengebom, dan
bantuan darat, dan masing-masing perannya memperoleh kemajuan yang berarti. Inovasi-
inovasi yang muncul meliputi pengangkutan udara (kemampuan memindahkan suplai,
perlengkapan, dan personel berprioritas tinggi dan terbatas dalam waktu singkat); dan
pengeboman strategis (pengeboman kawasan berpenduduk untuk menghancurkan industri
dan moral). Persenjataan antipesawat juga dikembangkan, termasuk pertahanan radar dan
artileri darat-ke-udara, seperti senjata 88 mm Jerman. Pemakaian pesawat jet dimulai dan
meski pengenalannya yang terlambat memberi sedikit pengaruh, pesawat jet kelak menjadi
standar angkatan udara di seluruh dunia.

Kemajuan dibuat di hampir segala aspek pertempuran laut, terutama kapal angkut pesawat
(kapal induk) dan kapal selam. Meski sejak awal perang, peperangan udara menuai sedikit
kesuksesan, berbagai aksi di Taranto, Pearl Harbor, Laut Tiongkok Selatan, dan Laut Koral
membuat kapal induk dianggap mampu menggantikan kapal perang.

Di Atlantik, kapal induk pengawal terbukti memainkan peran penting dalam konvoi Sekutu
dan meningkatkan radius perlindungan efektif serta membantu menutup celah Atlantik
Tengah. Kapal induk juga lebih ekonomis daripada kapal perang karena biaya produksi
pesawat yang relatif rendah dan tidak perlu diperkuat habis-habisan. Kapal selam, terbukti
merupakan senjata efektif pada Perang Dunia Pertama, diantisipasi oleh semua pihak sebagai
sesuatu yang terpenting nomor dua. Britania memfokuskan pengembangan persenjataan dan
taktik antikapal selam, seperti sonar dan konvoi, sementara Jerman berfokus pada
memperbarui kemampuan serangannya dengan desain seperti kapal selam Tipe VII dan taktik
wolfpack. Secara perlahan, teknologi baru Sekutu seperti sinar Leigh, hedgehog, squid, dan
torpedo pintar terbukti unggul.
Peperangan darat berubah dari garis depan statis pada Perang Dunia I ke peningkatan
mobilitas dan senjata gabungan. Tank, yang sering dipakai untuk membantu infanteri saat
Perang Dunia Pertama, berubah menjadi senjata utama. Pada akhir 1930-an, desain tank lebih
maju dibandingkan saat Perang Dunia I, dan kemajuan terjadi sepanjang perang melalui
peningkatan kecepatan, pertahanan, dan daya tembak.

Saat perang dimulai, kebanyakan komandan menduga tank musuh harus bertemu tank dengan
spesifikasi yang lebih hebat. Ide ini ditantang oleh performa buruk senjata tank awal yang
relatif ringan melawan kendaraan lapis baja, dan doktrin Jerman menghindari pertempuran
tank-versus-tank. Hal ini, bersama pemakaian senjata gabungan oleh Jerman, termasuk di
antara elemen kunci kesuksesan taktik blitzkrieg mereka di Polandia dan Prancis. Banyak
cara untuk menghancurkan tank, termasuk dengan artileri tidak langsung, senjata antitank
(baik yang ditarik maupun gerak sendiri), ranjau, senjata antitank infanteri jarak pendek, dan
bahkan tank lain pun diikutsertakan. Bahkan dengan mekanisasi besar-besaran, infanteri
masih merupakan tulang punggung seluruh pasukan, dan sepanjang perang, sebagian besar
infanteri memiliki perlengkapan yang sama seperti saat Perang Dunia I.

Senapan mesin portabel meluas, seperti MG34 Jerman dan berbagai senapan submesin yang
dimodifikasi untuk pertempuran jarak dekat di perkotaan dan hutan. Senapan serbu, sebuah
pengembangan akhir perang yang mencakup berbagai fitur bedil dan senjata submesin,
menjadi senjata standar infanteri pascaperang untuk sebagian besar angkatan bersenjata.

Sebagian besar pihak yang terlibat berupaya memecahkan masalah kompleksitas dan
kerumitan yang muncul dari pemakaian buku kode besar untuk kriptografi dengan memakai
mesin sandi, yang paling terkenal adalah mesin Enigma Jerman. SIGINT (signals
intelligence) adalah proses melawan dekripsi yang pernah dipakai oleh Sekutu untuk
memecahkan kode laut Jepang dan Ultra dari Britania Raya, berasal dari metodologi dari
Polish Cipher Bureau, yang berhasil mengungkap Enigma sejak tujuh tahun sebelum perang
dimulai. Aspek lain intelijen militer adalah pemakaian kebohongan, yang berhasil dipakai
oleh Sekutu dengan kesuksesan besar seperti dalam operasi Mincemeat dan Bodyguard.
Kemajuan teknologi dan rekayasa lainnya tercapai sepanjang atau setelah perang, termasuk
komputer-komputer terprogram pertama di dunia (Z3, Colossus, dan ENIAC), misil pandu
dan roket modern, pengembangan senjata nuklir Proyek Manhattan, penelitian operasi dan
pengembangan pelabuhan buatan dan jalur pipa di bawah Selat Inggris.

Anda mungkin juga menyukai