Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Laringitis adalah radang akut atau kronis dari laring. Laringitis akut adalah
radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari rinofaringitis akut
atau manifestasi dati radang saluran nafas atas. Bila laringitis ini berlangsung
lebih dari 3 minggu maka disebut laringitis kronis. Laringitis kronis adalah proses
inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang terjadi dalam jangka waktu
yang lama. Laringitis kronis terjadi karena pemaparan oleh penyebab yang terus
menerus1,2,3.
Laringitis kronis ini dapat timbul pada anak – anak maupun dewasa.
Angka kejadian untuk laringitis kronik ini lebih banyak diderita oleh pria dari
pada wanita1.
Etiologi dari laringitis kronik dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi
tuberculosis, infeksi jamur, sifilis, pajanan terhadap debu, kebiasaan merokok dan
sering mengkonsumsi alkohol1,2,3.
Berdasarkan etiologinya, laringitis kronik dapat dibagi atas laryngitis
kronik non spesifik dan spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan
oleh faktor eksogen (rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan
kimia, infeksi kronik saluran napas atas atau bawah, asap rokok) dan factor
endrogen ( bentuk tubuh, kelainan metabolic,) sedangkan yang spesifik
disebabkan tuberkulosis dan sifilis1.
Pengobatan untuk laringitis kronik adalah dengan cara menganjurkan
pasien untuk tidak banyak bicara, menjauhkan pasien dari faktor pemicu seperti
asap, dan debu. Pemberian antibiotik dapat diberikan apabila terdapat tanda –
tanda infeksi1.
Dari penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas laporan
kasus yang berjudul “ Laringitis Kronik”.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi laring

Gambar1. Anatomi Laring

Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas. Bentuk
laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung
dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus
laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Struktur kerangka laring terdiri
dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang rawan, baik yang berpasangan
ataupun tidak. Komponen utama pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang
berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah
superior dengan bentuk huruf U dan dapat dipalapsi pada leher depan serta lewat
mulut pada dinding faring lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung
ligamentum tirohioid yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara
itu kartilago krikoidea mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada kartilago

2
tiroidea lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan
superior lamina terletak pasangan kartilago aritinoid yang berbentuk piramid
bersisi tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah
prosesus yakni prosessus vokalis anterior dan prosessusmuskularis lateralis.
Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari korda
vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau
bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda
vokalis suara membentuk glotis. Kartilago epiglotika merupakan struktur garis
tengah tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi mendorong
makanan yang ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga teradpat dua
pasang kartilago kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai fungsi yakni
kartilago kornikulata dan kuneiformis.
Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan intrisik.
Otot ekstinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari otot
ekstrinsik suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan m.milohioid)
yang berfungsi menarik laring ke atas. otot ekstinsik infrahioid (m.sternihioid,
m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring menyebabkan gerakan antara
berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan tiroaritenoid yang
membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam membentuk
teganagan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik kartilago tiroid
kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis.5 Laring disarafi oleh
cabang-cabang nervus vagus yakni nervus laringeus superior dan nervus laringeus
inferior (n.laringeus rekurens). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf
motorik dan sensorik. Perdarahan pada laring terdiri dari dua cabang yakni arteri
laringeus superior dan ateri laringeus inferior yang kemudian akan bergabung
dengan vena tiroid superior dan inferior5.

3
2.2. fisiologi Laring
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,
sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk
mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan
menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang
telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat
dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur mengatur
besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka
didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh.
Oleh karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi
darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu
gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.
Laring juga
mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,
menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan
membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada1.

2.3. Laringitis Kronis


A. Definisi
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang
berlokasi di saluran nafas atas, yang terjadi lebih dari 3 minggu2.

B. Etiologi Hampir
setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis. Laringitis
biasanya berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas.
Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam
sebab diantaranya adalah1,2,3.:

1. Infeksi bakteri
2. Infeksi tuberkulosis

4
3. Sifilis
4. Leprae
5. Virus
6. Jamur
7. Actinomycosis
8. Penggunaan suara berlebih
9. Kebiasaan merokok
10. Alergi
11. Faktor lingkungan seperti asap, debu
12. Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis
13. Alkohol
14. Gatroesophageal refluks

C. Klasifikasi Laringitis Kronis


Berdasarkan Etiologi dapat dibagi atas laryngitis kronik non spesifik dan
spesifik. Laringitis kronik non spesifik dapat disebabkan oleh faktor eksogen
(rangsangan fisik oleh penyalahgunaan suara, rangsangan kimia, infeksi kronik
saluran napas atas atau bawah, asap rokok) dan factor endrogen ( bentuk tubuh,
kelainan metabolic,) sedangkan yang spesifik disebabkan tuberkulosis dan
sifilis.

D. Patofisiologi
laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan
adanya peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis
kronis proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya
sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel
bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan
menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial.
Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan
sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada
daerah pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti
juga dapat terjadi pada epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis,

5
parakeratosis dan akantosis4,5.

E. Manifestasi Klinis

 Suara serak atau tidak dapat mengeluarkan suara sama sekali (afonia)
 Batuk berat
 Suara serak yang persisten
 Tenggorokan terasa gatal dan tidak nyaman
 Demam
 Tidak enak badan
 Sakit tenggorokan
 Pembengkakan Laring yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pernafasan

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai
infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
3.  Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang
sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan
subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan
tampak dibawah pita suara.

G. Penatalaksanaan
1. Pasien diminta untuk tidak banyak bicara untuk mengobati peradangannya.
2. Menjauhkan dari faktor pemicu, seperti pajanan asap, kebiasaan merokok.
3. Antibiotik penisilin dapat diberikan dengan dosis anak 3x500 mg/kgBB dan
dewasa 3x500 mg/hari.

6
H. Prognosis
Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab dari
laringitis kronis tersebut.

7
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS
Nama : Tn. I
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Aiptu Wahab, 15 ulu Palembang
Tanggal MRS : 28 Mei 2013

3.2. ANAMNESA
Keluhan Utama :
Suara serak sejak 2 tahun yang lalu

Keluhan Tambahan :
Tenggorokan terasa sakit sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien datang ke poliklinik THT RS Muhammadiyah Palembang
pada tanggal 28 Mei 2013 dengan keluhan suara serak sejak 2 tahun yang
lalu. Keluhan disertai dengan adanya batuk dan pilek.
Pasien juga mengeluh tenggorokannya sakit dan terasa kering sejak
2 bulan yang lalu. Pasien mengkau jika batuk disertai dengan dahak
berwarna putih. Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan intensive
selama 6 bulan. Pasien juga mengaku saat pertama kali mengalami keluhan
ini pasien mengalami demam.
Pasien memiliki kebiasaan merokok yang sudah lebih dari 10
tahun. Pasien mengaku tidak pernah berobat sebelumnya. Pasien mengaku

8
tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama sebelumnya, tidak ada
riwayat DM dan asma, riwayat alergi makanan dan obat disangkal.
Saat ini pasien datang ke poliklinik THT di RS. Muhammadiyah
Palembang dengan keadaan sudah tidak demam, tetapi suara serak dan
tenggorokan sakit masih dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, dan astma disangkal oleh
penderita.

Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi debu, makanan dan obat

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada yang menderita penyakit serupa dengan pasien.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5 0C

b. Status Generalis
- Kepala : normocephali, wajah simetris
Mata : konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)
- Leher : pembesaran KGB (-)
- Thoraks
Paru
a) Inspeksi : simetris, retraksi interkosta (-)/(-)

9
b) Palpasi : vokal fremitus dextra = sinistra
c) Perkusi : sonor pada semua lapang paru
d) Auskultasi : vesikular (+)/(+) normal, wheezing (-)/(-), ronki (-)/(-)

Jantung
a) Inspeksi : tidak tampak iktus kordis
b) Palpasi : teraba iktus kordis pada ICS IV linea mid aksilaris
anterior sinistra
c) Perkusi :
Batas atas : ICS II linea midklavikularis sinistra
Batas kanan : ICS IV – V linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea mid aksilaris anterior sinistra
d) Auskultasi : S1/S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
- Abdomen
Inspeksi : datar, lemas
Palpasi : teraba massa (-), pembesaran hepar-lien (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : BU (+) normal
- Ekstremitas
a) Superior : akral hangat, deformitas (-)/(-), gangguan fungsi dan
gerak (-)/(-)
b) Inferior : akral hangat, deformitas (-)/(-), gangguan fungsi dan
gerak (-)/(-)

10
b. Pemeriksaan Khusus
- Pemeriksaan Telinga
Pemeriksaan Kanan Kiri
Normal, deformitas Normal, deformitas
Bentuk daun telinga
(-) (-)
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Radang, tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Nyeri penarikan
Tidak ada Tidak ada
daun telinga
Kelainan pre-,
infra-, Tidak ada Tidak ada
Retroaurikular
Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Meatus aurikular
Lapang, serumen (-) Lapang, serumen (-)
ekstrerna
Intak, hiperemis (-), Intak, hiperemis (-),
Membran timpani edema (-), refleks edema (-), refleks
cahaya (+) cahaya (+)

- Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal


Pemeriksaan Kanan Kiri
Bentuk hidung Normal, deformitas Normal, deformitas

11
(-) (-)
Hiperemis (-), panas Hiperemis (-), panas
Tanda peradangan (-), nyeri (-), (-), nyeri (-),
bengkak (-) bengkak (-)
Hiperemis (-), sekret Hiperemis (-), sekret
Vestibulum
(-) (-)
Rongga cavum nasi
sangat lapang, Lapang, edema (-),
Cavum nasi
edema (-), hiperemis hiperemis (-)
(-),
Konka inferior Eutrofi Eutrofi
Meatus nasi inferior Eutrofi Eutrofi
Konka medius Eutrofi Eutrofi
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Pasase udara Hambatan (-) Hambatan (-)
Daerah sinus Tidak ada kelainan, Tidak ada kelainan,
frontalis nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Daerah sinus Tidak ada kelainan, Tidak ada kelainan,
maksilaris Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)

- Pemeriksaan Tenggorok
Pemeriksaan Kanan Kiri
Hiperemis (+), Hiperemis (+),
Dinding pharynx
granular (-) granular (-)
Simetris, hiperemis Simetris, hiperemis
Arkus pharynx
(-), edema (-) (-), edema (-)

12
T1/T1, hiperemis (-), T1/T1, hiperemis (-),
permukaan mukosa permukaan mukosa
rata, granular (-), rata, granular (-),
Tonsil
kripta tidak melebar, kripta melebar (-),
detritus (-), detritus (-),
perlengketan (-) perlengketan (-)
Letak di tengah, Letak di tengah,
Uvula
hiperemis (-) hiperemis (-)
Lharynx Hiperemis (+), massa/ nodul (-)

3.4. Resume
Pasien juga mengeluh tenggorokannya sakit dan terasa kering sejak
2 bulan yang lalu. Pasien mengkau jika batuk disertai dengan dahak
berwarna putih. Pasien menyangkal adanya riwayat pengobatan intensive
selama 6 bulan. Pasien juga mengaku saat pertama kali mengalami keluhan
ini pasien mengalami demam.
Pasien memiliki kebiasaan merokok yang sudah lebih dari 10
tahun. Pasien mengaku tidak pernah berobat sebelumnya. Pasien mengaku
tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama sebelumnya, tidak ada
riwayat DM dan asma, riwayat alergi makanan dan obat disangkal.
Saat ini pasien datang ke poliklinik THT di RS. Muhammadiyah
Palembang dengan keadaan sudah tidak demam, tetapi suara serak dan
tenggorokan sakit masih dirasakan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik generalis ditemukan dalam batas
normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik khusus pada pemeriksaan
tenggorokan ditemukan dinding pharynx dan lharynx hiperemis.

3.5. Diagnosis Banding


a. Laringitis Kronik
b. Nodul Pita Suara

13
3.6. Diagnosis Kerja
Laringitis Kronik

3.7. Usulan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium berupa kultur dan uji resistensi kuman dari untuk
mengetahui kuman penyebab.

3.8. Penatalaksanaan
a. Non Medikamentosa
- Menganjurkan pasien untuk tidak banyak bicara
- Menganjurkan pasien untuk menjauhi faktor pemicu seperti kebiasaan
merokok
- Makan makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
mempercepat proses penyembuhan.
- Kontrol post operatif ke poliklinik THT.

b. Medikamentosa
- Antibiotik; Amoxicilin 3 x 500 mg tablet
- Ambroxol 3 x 30 mg tablet

3.9. Prognosis
a. Quo ad vitam : ad bonam
b. Quo ad fungsionam : ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Tabel 4.1. Anamnesis secara teori dan kasus.


Anamnesis

15
Teori Kasus
- Dapat terjadi pada anak dan - Dewasa 53 tahun
dewasa
- Lebih sering pada pria - pria
Etiologi : - Diduga akibat kebiasaan merokok
1. Infeksi bakteri
2. Infeksi tuberkulosis
3. Sifilis
4. Leprae
5. Virus
6. Jamur
7. Actinomycosis
8. Penggunaan suara berlebih
9. Kebiasaan merokok
10. Alergi
11. Faktor lingkungan seperti
asap, debu
12. Penyakit sistemik :
wegener granulomatosis,
amiloidosis
13. Alkohol
14. Gatroesophageal refluks

Keluhan : - Mengeluh suara serak, batuk pilek

 Suara serak atau tidak dapat dan tenggorokan terasa sakit. Dan

mengeluarkan suara sama mengalami demam saat pertama kali

sekali (afonia) mengalami keluhan.

 Batuk berat
 Suara serak yang persisten
 Tenggorokan terasa gatal dan
tidak nyaman
 Demam
 Tidak enak badan
 Sakit tenggorokan

16
 Pembengkakan Laring yang
dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pernafasan

- Pemeriksaan fisik tampak mukosa - Pemeriksaan fisik: pemeriksaan


menebal, permukaanya tidak rata tenggorokan ditemukan dinding
dan hiperemis faring danl aring hiperemis

Berdasarkan kedua data tersebut, maka diagnosis laringitis kronik ini lebih kuat.

Tabel 4.2. Diagnosis banding


Diagnosis Banding
Teori Laringitis Kronik Nodul Pita suara
Definisi Laringitis kronis adalah Nodul pita suara adalah
inflamasi dari membran peradangan kronik pada
mukosa laring yang berlokasi pita suara dengan
di saluran nafas atas, yang pembentukan suatu massa
terjadi lebih dari 3 minggu. jaringan yang letaknya
pada perbatasan sepertiga
depan dan sepertiga tengah
pita suara
- Sering pada anak dan - Penyakit ini biasa
dewasa ditemukan pada orang
- Lebih sering pada wnita dewasa
- Disebabkan oleh
- Etiologi : penyalahgunaan suara
1. Infeksi bakteri yang terlalu keras dan
2. Infeksi tuberkulosis lama, seperti yang
3. Sifilis sering terjadi pada
4. Leprae
profesi guru, penyanyi
5. Virus
dan sebagainya.
6. Jamur
7. Actinomycosis

17
8. Penggunaan suara
berlebih
9. Kebiasaan merokok
10. Alergi
11. Faktor lingkungan
seperti asap, debu
12. Penyakit sistemik :
wegener
granulomatosis,
amiloidosis
13. Alkohol
14. Gatroesophageal
refluks
- Gejala awal dapat
berupa terputusnya
suara pada waktu
- Keluhan :
menyanyikan nada
 Suara serak atau tidak
tinggi, timbul suara
dapat mengeluarkan
serak yang menetap,
suara sama sekali
kadang disertai batuk
(afonia)
 Batuk berat
 Suara serak yang
persisten
 Tenggorokan terasa
gatal dan tidak nyaman
 Demam
 Tidak enak badan
 Sakit tenggorokan
 Pembengkakan Laring
yang dapat
menyebabkan
terjadinya gangguan
pernafasan

18
Pemeriksaan Pemeriksaan fisik tampak Pada pemeriksaan laring
fisik mukosa menebal, permukaanya tampak nodul di pita suara
tidak rata dan hiperemis. sebesar kacang hijau atau
lebih kecil, berwarna
keputihan.

Berdasarkan diagnosis banding, maka pasien ini ditegakkan diagnosis sebagai


Laringitis Kronis

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Penyakit Telinga ,Hidung, Tenggorok , Kepala dan Leher.


Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta : Bina
Rupa Aksara 1994; 1-4, 10-5, 229.
2. Brown Scott : Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1. Butterworth, Butterworth &
Co Ltd. 1997. page 1/12/1-1/12/18

19
3. Moore, E.J and Senders, C.W. Cleft lip and palate. In : Lee, K.J. Essential
Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut.
McGraw-Hill, 2003: 241-242.
4. Ballenger, J.J. Anatomy of the larynx. In : Diseases of the nose, throat, ear,
head and neck. 13th ed. Philadelphia, Lea & Febiger. 1993
5. Graney, D. and Flint, P. Anatomy. In : Cummings C.W. Otolaryngology -
Head and Neck Surgery. Second edition. St Louis : Mosby, 1993.
6. Hollinshead, W.H. The pharynx and larynx. In : Anatomy for surgeons.
Volume 1 : Head and Neck. A hoeber-harper international edition, 1966 :
425-456
7. Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey.
Head and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 1.
Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins, 2001: 479-486.

20

Anda mungkin juga menyukai