Anda di halaman 1dari 43

PRESENTASI KASUS

Luka Bakar et causa Trauma Listrik

Disusun oleh :
dr. Inka Nadya Tri Ayesha
dr. Elmerillia Aulia

Pembimbing :
dr. Andra
dr. Siti Maria Listiawaty

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD GUNUNG JATI
KOTA CIREBON
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Kasus dengan judul


“Luka Bakar Listrik et causa Trauma Listrik”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat untuk
menyelesaikan program internsip periode Februari 2019-Februari 2020.

Cirebon, Juli 2019

(dr. Maria) (dr. Andra)


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena


dengan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus yang berjudul “Luka Bakar Listrik et causa Trauma Listrik”
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Andra dan dr. Maria selaku pembimbing internsip RSUD Gunung Jati periode tahun
2019-2020. Serta dr. Yugos Juli Fitra, Sp.BP-RE selaku DPJP yang telah meluangkan
waktu dan mengizinkan penulis dalam mengambil kasus ini sebagai presentasi kasus.
Semoga laporan presentasi ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Dikarenakan keterbatasan penulis, laporan presentasi ini juga masih memiliki banyak
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya. Terima kasih.

Cirebon, Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................3
DAFTAR ISI..........................................................................................................................4

DAFTAR TABEL.................................................................................................................6
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................8

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................9
1.1 Latar belakang..........................................................................................9
BAB II LAPORAN KASUS..............................................................................................10

BAB III TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................26


3.1. Definisi...........................................................................................26
3.2. Epidemiologi......................................................................................26
3.3. Etiologi...............................................................................................27
3.4. Derajat Luka Bakar............................................................................28
3.5. Luas Luka Bakar................................................................................32
3.6. Klasifikasi Luka Bakar.......................................................................33
3.7. Patofisiologi.......................................................................................34
3.8. Kriteria Perawatan..............................................................................39
3.10. Komplikasi.....................................................................................49
3.11. Prognosis........................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................51
DAFTAR TABEL

Table 1. Luas luka bakar..............................................................................................11

Table 2. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 13-6-2019.....................................12

Table 3. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14-6-2019.....................................13

Table 4. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16-6-2019.....................................16

Table 5. Luas luka bakar..............................................................................................18

Table 6. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 18-6-2019.....................................18

Table 7. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19-6-2019.....................................19

Table 8. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19-6-2019.....................................20


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Luka bakar bagian wajah dan leher...........................................................10

Gambar 2. Luka bakar bagian ekstremitas atas...........................................................10

Gambar 3. Luka bakar bagian ekstremitas bawah.......................................................11

Gambar 4. Hasil pemeriksaan rontgen.........................................................................12

Gambar 5. Luka bakar derajat I...................................................................................26

Gambar 6. Luka bakar derajat II..................................................................................27

Gambar 7. Luka bakar derajat III................................................................................27

Gambar 8. Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman...............................................28

Gambar 9. Wallence Rule of Nines.............................................................................29

Gambar 10. Lund and Browder...................................................................................29

Gambar 11. Patofisiologi luka bakar...........................................................................29


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti api, air panas,
radiasi, bahan kimia, dan listrik.1 Luka bakar listrik terjadi jika arus listrik mengalir
kedalam tubuh manusia dan membakar jaringan ataupun menyebabkan terganggunya
fungsi suatu organ dalam tubuh manusia adalah penghantar listrik yang baik. Kontak
langsung dengan arus listrik bisa berakibat fatal.1 Arus listrik yang mengalir ke dalam
tubuh manusia akan menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan
jaringan tubuh.2 Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal.1,2,3
Luka bakar dapat mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar dibedakan menjadi: derajat pertama, kedua superfisial, kedua dalam, dan
derajat ketiga. Luka bakar bisa merusak kulit yang melindungi tubuh dari kotoran dan
infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar, hal ini dapat mengancam jiwa karena
terjadi kerusakan pembuluh darah, ketidakseimbangan elektrolit dan suhu tubuh, serta
gangguan pernafasan dan fungsi saraf.4
Kebanyakan kecelakaan luka bakar terjadi di tempat kerja dan menjadi tempat
keempat tertinggi yang mengancam jiwa. Lebih dari 50% pekerja elektrik mendapat
luka dari kabel listrik, dan 25% berasal dari alat elektrik. Rasio laki-laki dan
perempuan sebanyak 9:1.1,4

BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
 Nama : Tn. S
 No. Register : 8264xx
 Usia : 44 tahun
 Tanggal Masuk RS : 13 Juni 2019
 Tanggal Pemeriksaan : 13 Juni 2019

II. Data Demografis


 Alamat : Pabedilan Wetan
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Buruh
 Agama : Islam
 Pendidikan : SMA
 Suku : Jawa
 Bahasa : Indonesia

III. Data antropometri


 Berat badan : 75 Kg
 Tinggi badan : 165 cm
 IMT : 22,79 (Status gizi normal)

IV. Primary Survey


A. Airway dan cervical spine: clear, c spine stabil
B. Breathing dan ventilasi: spontan, 26x/menit
C. Circulation dan control perdarahan: TD 150/90 mmHg, perdarahan (-) ,
suhu: 37,6
D. Disability – pemeriksaan neurologis: GCS 15 (E4 M5 V6) ROM : bebas
E. Exposure: sesuai secondary survey
V. Secondary Survey
A. Anamnesis
 Keluhan utama
Luka bakar
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan utama luka bakar listrik.
Awalnya pasien tanpa sengaja memegang kabel telanjang lalu tersetrum.
Luka bakar listrik mengenai wajah, leher, dada, kedua tangan dan kaki
sejak satu jam SMRS yang lalu saat membantu memasang panggung di
tempat kerjanya. Nyeri (+) jika luka bakar disentuh. Mual (-) muntah (-)
riwayat jatuh (-) penurunan kesadaran (-) sesak (-) batuk (-).
 A : Tidak ada alergi obat ataupun makanan

 M: Tidak sedang mengonsumsi obat

 P: Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya

 L: Pasien belum makan sebelumnya

 E: Pasien mengalami luka bakar listrik di wajah, leher, tangan kanan,


kiri, kaki kanan, dan kaki kiri (29,5%)

B. Status Lokalis
Gambar 1a, 1b. Luka bakar bagian wajah dan leher

Gambar 2a, 2b, 2c. Luka bakar bagian ekstremitas atas

Gambar 3a, 3b, 3c. Luka bakar bagian ekstremitas bawah

Tabel 1. Luas luka bakar


Regio Derajat Luas
Fascialis Grade II A 1,5%
Grade II B 1%
Colli Grade III 1,5%
Thoracoabdomen Grade II B 1%
Grade III 2%
Thoracolumbal Grade II A 1%
Ekstremitas superior dextra Grade II B 4%
Grade III 0,5%
Ekstremitas superior sinistra Grade II B 2,5%
Grade III 0,5%
Ekstremitas inferior dextra Grade II B 9%
Ekstremitas inferior sinistra Grade II B 5%
Total: 29,5%
VI. Pemeriksaan Penunjang
Tabel. 2. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 13-6-2019
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 13.8 12-18 g/dL
Leukosit 13.650 ↑ 4.500-13.000 /uL
Trombosit 188.000 150.000-400.000 /uL
Hematokrit 39.3 37-54 %
Eritrosit 4.53 4.5-5.8 106/uL
MCV 86.8 82-98 Mikro m3
MCH 30.5 27-34 Pg
MCHC 35.1 32-36 g/dL
RDW CV 13.1 11-16 %
Kimia Klinik
Ureum 65↑ 15-45 mg/dL
Kreatinin 1.55↑ 0,45-0,75 mg/dL
Albumin 2.5 ↓ 13.4-4.8 g/dL
Gambar 4. Hasil pemeriksaan rontgen
Ekspertise:
Cor membesar, sinuses dan diafragma normal.
Pulmo: Hili ramai, tampak infiltrate di lapang bawah paru kiri, kranialisasi (-)
Kesan:
Edema paru dd/ bronkopneumonia
Kardiomegali (LVH)

Tabel 3. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 14-6-2019


Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Kimia Klinik
Kalium 4.18 3.6 – 5.5 mmol/L

Natrium 135.2 135 – 145 mmol/L

Calsium 6.37 8.8 – 10.2 mg/dL


Chlorida 114.0 ↓ 98 – 108 mmol/L

VII. Diagnosis
Luka Bakar e.c Trauma Listrik derajat IIA-III Luas Luka 29,5%
VIII. Tatalaksana
 IVFD RL 4 cc x BB x luas luka bakar / 24 jam
4 x 75 x 29,5 = 8.850 cc
4.425 cc dalam 8 jam pertama
4.425 cc dalam 16 jam berikutnya
Double IV line
 Tramadol drip 1 amp IV
 Ranitidin 2 x 1 amp IV
 Ceftriaxone 2 x 1 amp IV
 Tetagam 1 amp IV
 Pasang NGT dan DC
 Kulit dibersihkan dengan NaCl 0,9% dan dioleskan burnazine salep
 Konsul dokter Sp.BP:
 Rawat HCU
 Konsul SpPD
 Terapi lanjut
IX. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia Ad bonam

Quo ad functionam : Dubia Ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia Ad bonam

X. Follow Up IGD
Jumat, 14 Juni 2019
S: Nyeri seluruh tubuh post luka bakar (+) Panas badan (-), mual muntah (-)
O: KU:Tampak sakit berat Kes: CM
TD: 150/80 mmHg, N: 110x/m, R:24x/m, S:36.5o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+), Rembes darah
(-) Pus (-)
A: Luka Bakar grade II AB & III 29.5% ec Trauma Listrik
P: - Terapi lanjut
- Konsul dr SpPD: cek elektrolit dan rontgen thorax
Sabtu, 15 Juni 2019
S: Nyeri seluruh tubuh post luka bakar (+) Panas badan (-), mual muntah (-)
O: KU:Tampak sakit berat Kes: CM
TD: 140/80 mmHg, N: 110x/m, R:22x/m, S:36.5o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+), Rembes darah
(-) Pus (-)
A: Luka Bakar grade II AB & III 29.5% ec Trauma Listrik
P: - Terapi lanjut
- Konsul dr SpAn untuk masuk HCU  acc
XI. Follow Up Bangsal
Minggu, 16 Juni 2019
S: Nyeri seluruh tubuh post luka bakar (+) panas badan (-), mual muntah (-)
O: KU:Tampak sakit berat Kes: CM
TD: 130/90 mmHg, N: 116x/m, R:23x/m, S:36.5o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+), Rembes darah
(-) Pus (-)
ROM terbatas. DC : 700cc (kemerahan)
A: Luka Bakar grade II AB & III 29.5% ec Trauma Listrik
P: - Tx. Lanjut
- Pro debridement luka bakar 17-06-2019 jam 08.00
Senin, 17 Juni 2019
S: Nyeri luka post op (+) mual (+), muntah (-)
O: KU:Tampak sakit sedang Kes: CM
TD: 134/87 mmHg, N: 120x/m, R:20x/m, Spo2: 100%
Bekas luka operasi tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+), Rembes
darah (-) Pus (-)
ROM terbatas DC : 900cc
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16-6-2019

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Hematologi
Hemoglobin 8.8 ↓ 12-18 g/dL
150.000-
Trombosit 118 /uL
400.000
Leukosit 6660 4.500-13.000 /uL
Hematokrit 26.9 37-54 %
Kimia Klinik
Albumin 2.40 ↓ 13.4-4.8 g/dL
Kalium 3.90 3.6 – 5.5 mmol/L
Natrium 139 135 – 145 mmol/L
Chlorida 110.2 ↑ 98 – 108 mmol/L

Laporan Operasi
Diagnosa pra operasi : Combustio gr II A-B 29,5% e.c electric injury
Diagnosa post operasi: Combustio gr II AB 24% e.c electric injury
Dilakukan debridemen luka bakar
1. Informed consent (+)
2. Antibiotik
3. Desinfeksi dan persempit dengan doek steril
4. Didapatkan:

Tabel 5. Luas luka bakar

Bagian Tubuh Derajat dan Luas Luka Bakar


Fascialis 4%
Colli 3%
Thoracal II B 2%
II A 1%
Ekstremitas superior dextra 4%
Ekstremitas superior sinistra 1%
Ekstremitas inferior dextra 4,5%
Ekstremitas inferior sinistra 4,5%
24%

5. Debridemen luka bakar


6. Necrotomi
7. Rawat dengan silverdiazin
8. Tutup dengan kasa
9. Operasi selesai
Tx/ Inj. Ceftriaxon 3x1
Inj. Ketorolac 3x1
Inj. Ranitidin 3x1
Selasa, 18 Juni 2019 (POD 1)
S: Nyeri pada luka post OP (+) tangan dan kaki terasa kaku untuk
digerakkan.
O: KU:Tampak sakit sedang Kes: CM
TD: 147/87 mmHg, N: 129x/m, R:28x/m, SpO2: 100%
Bekas operasi tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+), Rembes darah
(-) Pus (-)
DC : urin 900 cc (kuning bening) ROM terbatas
Post Transfusi PRC 2 kolf
A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik (POD 1)
P: - Tx. lanjut
+ inj. Ceftriaxone 2x1gr
+ inj. Ranitidin 3x1A
+ inj. Tramadol 3x1
- Rawat luka di dada dengan hialuset
- cek Hb post transfusi 2 kolf
Rabu, 19 Juni 2019 (POD 2)
S: Nyeri pada luka post OP (+)
lemas (+), tangan dan kaki terasa kaku untuk digerakkan, sesak (+)
O: KU:Tampak sakit berat Kes: CM
TD: 173/114 mmHg, N: 110x/m, R:20x/m, S:36.8o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+), Rembes
darah (-) Pus (-)
DC : 1000cc
Lab post transfusi PRC

Tabel 6. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 18-6-2019


Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 10.3 ↓ 12-18 g/dL
150.000-
Trombosit 161 /uL
400.000
Leukosit 8760 4.500-13.000 /uL
Hematokrit 30.2 ↓ 37-54 %

A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik (POD 2)


P: - Tx. Lanjut
+ Aminofluid 1 fls/hr
- GV/5hr
- Transfusi Albumin 1 kolf
- Cek DL, Albumin, Elektrolit, BUN
- jika HT tetap tinggi konsul interna
Kamis, 20 Juni 2019 (POD 3)
S: Nyeri pada luka post OP (+) Bekas OP terasa sulit untuk digerakan.
lemas (+), sesak (+)
O: KU:Tampak sakit berat Kes: CM
TD: 180/120 mmHg, N: 120x/m, R:29x/m, S:38o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+), Rembes
darah (-) Pus (-)
DC : 1300cc

Table 7. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19-6-2019


Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

Hematologi
12-18 g/dL
Hemoglobin 10.5 ↓
150.000-
/uL
Leukosit 142.000 ↓ 400.000
4.500-13.000 /uL
Trombosit 181
37-54 %
Hematokrit 32.3 ↓
Kimia Klinik
13.4-4.8 g/dL
Albumin 2.10 ↓
3.6 – 5.5 mmol/L
Kalium 3.87
135 – 145 mmol/L
Natrium 142
98 – 108 mmol/L
Chlorida 105.8
15-45 mg/dL
Ureum 72 ↑
0,45-0,75 mg/dL
Creatinin 1.03

A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik


P: - Tx. lanjut
+ Candesartan 1x16mg
+ Amlodipin 1x10mg
+ Concor 1x2.5mg
+ Paracetamol 3x500mg
Jumat, 21 Juni 2019 (POD 4)
S: Nyeri pada luka post OP (+) Bekas OP terasa sulit untuk digerakan.
lemas (+), sesak (+)
O: KU:Tampak sakit berat Kes: CM
TD: 151/83mmHg, N: 109x/m, R:29x/m, S:37.7o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+),
Rembes darah (-) Pus (-) DC : 1500cc
Table 8. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19-6-2019

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan

Albumin 2.75 ↓ 13.4-4.8 g/dL

A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik


P: - Tx. Lanjut
+ Asam folat 3x1tab
- concor stop
Sabtu, 22 Juni 2019 (POD 5)
S: Nyeri pada luka post OP (+) Bekas OP terasa sulit untuk digerakan.
lemas (+) sesak <<
O: KU:Tampak sakit sedang Kes: CM
TD: 139/78 mmHg, N: 123x/m, R:20x/m, S:37.9o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+),
Rembes darah (-) Pus (-) DC : 1700cc
A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik
P: - Tx. lanjut
- Jika acc senin debridemen
- Ganti balutan k/p, jika pasien tidak nyaman
Senin, 24 Juni 2019 (POD 7)
S: Nyeri pada luka post OP (+) Bekas OP terasa sulit untuk digerakan.
lemas (+) sesak <<, menggigil (+)
O: KU:Tampak sakit sedang Kes: CM
TD: 155/86 mmHg, N: 123x/m, R:20x/m, S:37.7o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+),
Rembes darah (-) Pus (-) DC : 1600cc kuning bening
A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik
P: - Tx. lanjut
- Debridement tunda, GV diHCU saja
- Jika pasien tidak menggigil pindah ruangan
Selasa, 25 Juni 2019 (POD 8)
S: Nyeri pada luka post OP (+) Bekas OP terasa sulit untuk digerakan.
lemas (+) sesak <<,
O: KU:Tampak sakit sedang Kes: CM
TD: 136/73 mmHg, N: 106x/m, R:20x/m, S:36.7o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+),
Rembes darah (-) Pus (-) DC : 1800cc kuning bening
A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik
P: - Tx. lanjut
Rabu, 26 Juni 2019 (POD 9)
S: Nyeri pada luka post OP (+) Bekas OP terasa sulit untuk digerakan.
belum BAB sudah 10 hari
O: KU:Tampak sakit sedang Kes: CM
TD: 128/83 mmHg, N: 106x/m, R:20x/m, S:36.7o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+),
Rembes darah (-) Pus (-) DC : 1700cc kuning bening
A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik
P: - Tx. Lanjut
+ microlac supp 0-0-1
+ Lactulac 2x1c
Kamis, 27 Juni 2019 (POD 10)
S: Nyeri pada luka post OP (+) Bekas OP terasa sulit untuk digerakan.
BAB (+)
O: KU:Tampak sakit sedang Kes: CM
TD: 120/80 mmHg, N: 104x/m, R:22x/m, S:36.4o C
Bekas luka bakar tertutup verban, nyeri bila digerakkan (+),
Rembes darah (-) Pus (-) DC : 1800cc kuning bening
A: Luka Bakar grade II AB & III 24% ec Trauma Listrik
P: - BLPL
- Asam Mefenamat 3x1tab
- Ciprofloxacin 3x1tab

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik,
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok)
sampai fase lanjut.1,2
3.2. Epidemiologi
Dari laporan American Burn Association 2012 dikatakan bahwa angka
morbiditas 96,1% lebih banyak terjadi pada wanita (69%). Berdasarkan tempat
kejadian, 69 % di rumah tangga dan 9% di tempat kerja, 7% di jalan raya, 5% di
rekreasi atau olahraga 10% dan lain-lain.
Menurut surat kabar Tribun pada tanggal 8 Februari 2012, pada Simposium
Indonesia Burn and Wound Care Meeting yang diselengarakan Universitas
Padjadjaran di Bandung dilaporkan data terakhir yang dikeluarkan unit luka bakar
RSCM Januari 1998 - Mei 2001 menunjukkan bahwa 60% karena kecelakaan rumah
tangga, 20% karena kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain. Dan
angka kematian akibat luka bakar pun di Indonesia masih tinggi, sekitar 40%,
terutama diakibatkan luka bakar berat.4,5
3.3. Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin, ataupun zat
kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka dipengaruhi oleh derajat
panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit.1,2,4,5
1) Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal disebabkan oleh air panas (scald), jilitan api ke tubuh
(flash), koboran api ke tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-
objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas dan lain-lain).
2) Luka Bakar Zat Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabaka oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering digunakan
untuk keperluan rumah tangga.
3) Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling
rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya
tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun
ground.
Trauma listrik terjadi saat seseorang menjadi bagian dari sebuah perputaran
aliran listrik atau bisa disebabkan pada saat berada dekat dengan sumber listrik.
Secara umum ada 2 jenis tenaga listrik, yaitu :
1.Tenaga listrik alam, seperti petir
2.Tenaga listrik buatan, seperti arus listrik searah (DC) contohnya baterai dan
arus listrik bolak balik (AC) contohnya listrik PLN di rumah atau pabrik
4) Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
luka bakar ini sering disebabkan oleh penggunaaan radioaktif untuk keperluan
terapeutik dalam kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang
terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi. 1,2,4,5,6
3.4. Derajat Luka Bakar
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu
tinggi, adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Kedalaman luka bakar
dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat I, II, atau III:1,4,5,6
 Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak
jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya
sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya
tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau
hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

Gambar 5. Luka bakar derajat I


 Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun
masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.
Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat,
dan pangkal rambut. Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut,
luka dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa
gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena
perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar
derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan
penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-
thickness burn atau luka bakar derajat III.
Gambar 6. Luka bakar derajat II

 Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ
atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel
yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk
menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala
yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh
jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.

Gambar 7. Luka bakar derajat III


Gambar 8. Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman

3.5. Luas Luka Bakar


Luas luka dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau
Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of
Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan
pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada
anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.1,2, 4,7,8

Gambar 9. Wallence Rule of Nines(1)


Gambar 10. Lund and Browder(1)
3.6. Klasifikasi Luka Bakar
Berdasarkan derajat ringan luka bakar menurut American Burn Association:
1,7,9

a. Luka Bakar Ringan


i. Luka bakar derajat II < 5%
ii. Luka bakar derajat II 10% pada anak
iii. Luka bakar derajat II < 2%(1,3.6, 8)
b. Luka Bakar Sedang
i. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
ii. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
iii. Luka bakar derajat III < 10%(1,3.6, 8)
c. Luka Bakar Berat
i. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
ii. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
iii. Luka bakar derajat III 10% atau lebih
iv. Luka bakar mengenai tangan, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
v. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma
lain.1,7
3.7. Patofisiologi

Gambar 11. Patofisiologi luka bakar


Akibat pertama luka bakar adalah syok hipovolemi dan neurogenik. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang
ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya
permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak
elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan
yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II,
dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.1,7,8,10
Mekanisme utama akibat luka listrik adalah sebagai berikut:
1. Energi listrik menyebabkan kerusakan jaringan langsung, mengubah potensial
sel membran istirahat, dan tetany memunculkan otot. 
2. Konversi energi listrik menjadi energi panas, menyebabkan kerusakan jaringan
besar dan nekrosis coagulative.
3. Cedera mekanis dengan trauma langsung akibat jatuh atau kontraksi otot
kekerasan.
Sengatan listrik diklasifikasikan sebagai tegangan tinggi (> 1000 volt) atau
tegangan rendah (<1000 volt). Sebagai aturan umum, tegangan tinggi dikaitkan
dengan morbiditas dan kematian yang lebih besar, meskipun cedera fatal dapat terjadi
pada tegangan rendah. Tubuh memiliki tahanan yang berbeda-beda. Secara umum,
jaringan dengan cairan yang tinggi dan mengandung banyak elektrolit mampu
mengkonduksi listrik lebih baik. Tulang memiliki tahanan paling tinggi. Sedangkan
jaringan saraf memiliki tahanan paling rendah, dan bersama-sama dengan pembuluh
darah, otot, dan selaput lender juga memiliki tahanan yang rendah terhadap listrik.
Kulit memberikan tahanan “intermediate” dan merupakan faktor yang paling penting
menghambat aliran arus. Kulit adalah resistor utama terhadap arus listrik, dan derajat
resistensi ditentukan oleh ketebalan dan kelembaban.11,12
Jalur arus menentukan jaringan yang berisiko dan apa jenis cedera yang
dihasilkan. Arus listrik yang melewati kepala atau dada lebih mungkin menghasilkan
luka fatal. Arus transthoracic dapat menyebabkan aritmia fatal, kerusakan jantung
langsung, atau pernapasan. Transcranial arus dapat menyebabkan cedera otak
langsung, kejang, pernapasan, dan kelumpuhan.
Cedera electrothermal mengakibatkan edema jaringan. Meningkatnya
permeabilitas kapiler akibat terpajan suhu tinggi menyebabkan terjadinya
perpindahan cairan yang berasal dari jaringan interstisial yang mengawali terjadinya
edema yang akan menghasilkan sindrom kompartemen. Ekstremitas adalah struktur
yang paling sering terlibat untuk pengembangan sindrom kompartemen. Sindrom
kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstitial pada kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.1,9,10
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan
cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan
terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang
tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas
karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya
dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea,
stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai
dengan meningkatnya diuresis.

3.8. Kriteria Perawatan


Kriteria perawatan luka bakar menurut American Burn Association yang
digunakan untuk pasien yang harus dirawat khusus di unit luka bakar adalah seperti
berikut: 1,7,9
1. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >10 % dari TBSA pada pasien berumur kurang dari 10
tahun atau lebih dari 50 tahun.
2. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) dengan >20 % dari TBSA pada kelompok usia lainnya.
3. Partial- thickness burns (luka bakar derajat II) dan full-thickness burns (luka
bakar derajat III) yang melibatkan wajah, tangan, kaki, alat kelamin, perineum,
atau sendi utama.
4. Full-thickness burns (luka bakar derajat III) lebih >5 persen TBSA pada semua
kelompok usia.
5. Luka bakar listrik, termasuk cedera petir.
6. Luka bakar pada pasien dengan riwayat gangguan medis sebelumnya yang bisa
mempersulit manajemen, memperpanjang periode pemulihan, atau
mempengaruhi kematian.
7. Luka bakar kimia.
8. Trauma inhalasi
9. Setiap luka bakar dengan trauma lain (misalnya, patah tulang) di mana luka
bakar tersebut menimbulkan risiko terbesar dari morbiditas dan mortalitas.
10. Luka bakar pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit tanpa unit perawatan
anak yang berkualitas maupun peralatannya.
11. Luka bakar pada pasien yang membutuhkan rehabilitasi khusus seperti sosial,
emosional, termasuk kasus yang melibatkan keganasan pada anak.
3.9. Penatalaksanaan
1. Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemukan pasien luka bakar di
tempat kejadian adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah
membebaskan pasien dari pajanan atau sumber dengan memperhatikan keselamatan
diri sendiri. Bahan yang meleleh atau menempel pada kulit tidak bisa dilepaskan. Air
suhu kamar dapat disiriamkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian,
namun air dingin tidak dapat diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan
vasokonstriksi. 1,7,11,12
2. Burn Resusitasi
Burn shock akan berkembang menjadi hypovolemi dan penghancuran
jaringan selular. Karakteristik dari tipe shock ini adalah penurunan cardiac output dan
volume plasma dan terjadi peningkatan cairan ekstraseluler, edema dan oligouria.
3. Resusitasi jalan nafas
Bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka bakar
dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema
mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Sebelum dilakukan intubasi, oksigen
100% diberikan dengan menggunakan face mask. Intubasi bertujuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas pemeliharaan jalan napas
(penghisapan sekret) dan broncoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih menjadi
perdebatan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar
dibandingkan intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan
akan lama menggunakan ETT yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang
disertai cedera inhalasi. Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 liter/menit
melalui pipa endotracheal. Terapi inhalasi mengupayakan suasana udara yang lebih
baik disaluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu yang meningkat pada
proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala dan distres
pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah,takipneu, pernapasan dangkal,
bekerjanya otot-otot bantu pernapasan dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang
perlu dilakukan adalah analisa gas darah serial dan foto thorax.1,7,12
4. Resusitasi cairan
Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
 Preservasi reperfusi yang adekuat dan seimbang diseluruh pembuluh vaskuler
regional sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
 Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan.
 Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival
seluruh sel
 Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi
pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis. 1,7,11
a. Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid, cairan hipertonik dan
koloid:
Larutan kristaloid
Larutan ini terdiri atas cairan dan elektrolit. Contoh larutan ini adalah Ringer
Laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau
memiliki osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini
tidak hanya dipertahankan di ruang intravaskular karena cairan ini banyak keluar ke
ruang interstisial. Pemberian 1 L Ringer Laktat (RL) akan meningkatkan volume
intravaskuer 300 ml.
Larutan hipertonik
Larutan ini dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan
penggunaannya dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid. Larutan garam
hiperonik tersedia dalam beberapa konsentrasi, yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5 %, 7,5% dan
10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan intraseluler sehingga cairan akan
berpindah dari intraseluler ke ekstraseluler. Larutan garam hipertonik meningkatkan
volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES) dan Dextran.
Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh
karena itu sebagian akan tetap dipertahankan didalam ruang intravaskuler. Pada luka
bakar dan sepsis, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan
berpindah ke ruang interstisium. Hal ini akan memperburuk edema interstisium yang
ada. (1,3.6, 8)
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substitued amilopectin sintetik, HES
berbentuk larutan 6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T ½ dalam plasma selama 5
hari, tidak bersifat toksik, memiliki efek samping koagulopati namun umumnya tidak
menyebabkan masalah klinis. HES dapat memperbaiki permeabilitas kapiler dengan
cara menutup celah interseluler pada lapisan endotel sehingga menghentikan
kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan bahwa
HES memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex yang
dihasilkan oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek
antiinflamasi diharapkan dapat mencegah terjadinya SIRS.
b. Dasar pemilihan Cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek
hemodinamik, distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oksigen,
PH buffering, efek hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor keamanan,
eliminasi praktis dan efisien. Jenis cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai
kondisi klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti. Sebagian orang berpendapat
bahwa kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan resusitasi
awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian pendapat koloid bermanfaat untuk entitas
klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang
memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan ciran
di kompartemen interstisial secara masif dan bermakna sehingga dalam 24 jam
pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid. 12,13
c. Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai
empat kali jumlah defisit intravaskuler. 1 L cairan kristaloid akan meningkatkan
volume intravaskuler 300 ml. Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac output
dan memperbaiki transpor oksigen.1,7,11

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama


Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau ringer asetat, menggunakan
beberapa jalur intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar > 25-
30% atau dijumpai keterlambatan > 2 jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan
kristaloid sebanyak 3[25%(70%xBBkg)] ml. 70% adalah volume total cairan tubuh,
sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh dapat menimbulkan
gejala klinik sidrom syok. (1,4,7,10)
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas < 25-30%,
tanpa atau dijumpai keterlambatan < 2 jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus
baxter 3-4 ml/kgBB/% LB. 1,11
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan
pada kasus luka bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada
waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8 jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus
luka bakar yang tidak terlalu luas tanpa keterlambatan.
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
 Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jampertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak dan orang tua,
kebutuhan cairan adalah 4 ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan
cairan 4 ml ditambah 1% dari kebutuhan.
 Penggunaan zat vasoaktif (dopamin dan dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB
dengan titrasi atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5% jumlah tetesan dibagi
rata dalam 24 jam.
 Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral
(minimal 6-12cm H20) sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin
melalui kateter, saat resusitasi (0,5- 1ml /kg BB/jam maka jumlah cairan
ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya.
 Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan
sedimen).
 Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan
lambung melaui pipa nasogastrik. Jika , 200ml tidak ada gangguan pasase
lambung, 200-400ml ada gangguan ringan, >400 ml gangguan berat.

Penatalaksanaan 24 jam kedua


 Pemberian cairan yang menggunakan glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam.
Jenis cairan yang dapat diberikan adalah glukosa 5% atau 10% 1500-2000 ml.
Batasan ringer laktat dapat memperberat edema interstisial.
 Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi
uin <1-2 ml/kgBB/jam,berikan vasoaktif samapi 5 mg/kgBB
 Pemantauan analisa gas darah, elektrolit1,4,7,10

Penatalaksanaan setelah 48 jam


 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintanance
 Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4 ml/kgBB), hemoglobin
dan hematokrit.

Rumus Baxter:
Pada dewasa:
 Hari I: 3-4 ml x kgBB x % luas luka bakar
 Hari II:Koloid: 200-2000 cc + glukosa 5%
Pemberian cairan ½ volume pada 8 jam pertama dan ½ volume diberikan 16 jam
berikutnya.
Pada anak:
 Hari I:
RL:dex 5% = 17:3
(2cc x kgBB x % luas luka bakar) + keb. faal
Kebutuhan Faal:
<1 thn = kgBB X 100cc
5-15 thn = kgBB X 75cc
>15 thn = kgBB X 50cc
 Hari II: sesuai kebutuhan faal
Formula Parkland:
 Hari I (24jam pertama):
8 jam pertama: [0,5 x (4 cc x kgBB x % TBSA )] / 8 jam =cc/jam
16 jam kedua: [0,5 X (4 cc x kg BB x % TBSA)] / 16 jam = cc/jam
 Penambahan cairan rumatan pada anak :
4 cc/kgBB/jam dalam 10 kg pertama
2 cc/kg BB/jam dalam 10 kg kedua (11-20kg)
1 cc/kgBB/jam untuk tiap >20kg
Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4 ml ditambah 1% dari
kebutuhan.Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi
urin yaitu pada dewasa 0,5-1,0 cc/kg/jam dan pada anak 1,0-1,5 cc/kg/jam.

5. Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme
bernapas dan resusitasi cairan dilakukan. Tindakan meliputi debridement secara
alami, mekanik (nekrotomi) atau tindakan bedah (eksisi), pencucian luka, wound
dressing dan pemberian antibiotik topikal . Tujuan perawatan luka adalah untuk
menutup luka dengan mengupaya proses reepiteliasasi, mencegah infeksi,
mengurangi jaringan parut dan kontraktur dan untuk menyamankan pasien.
Debridement diusahakan sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan
jalan eksisi tangensial. Tindakan ini dilakukan setelah keadaan penderita stabil,
karena merupakan tindakan yang cukup berat. Untuk bullae ukuran kecil
tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar(>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapisan epidermis diatasnya.1,7
Pengangkatan keropeng (eskar) atau eskarotomi dilakukan juga pada luka
bakar derajat III yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh sebab pengerutan
keropeng(eskar) da pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan
penjepitan (compartment syndrome) yang membahayakan sirkulasi sehingga bahgian
distal iskemik dan nekrosis(mati). Tanda dini penjepitan (compartment syndrome)
berupa nyeri kemudian kehilangan daya rasa (sensibilitas) menjadi kebas pada ujung-
ujung distal. Keaadan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang
yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas. 1,4,7,10
Pencucian luka dilakukan dengan hidroterapi yaitu memandikan pasien atau
dengan air hangat mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa
lembab steril dengan atau tanpa krim pelembap. Perawatan luka tertutup dengan
occlusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan. Penggunaan tulle
(antibiotik dalam bentuk sediaan kasa) berfungsi sebagai penutup luka yang
memfasilitasi drainage dan epitelisasi. Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk
mengatasi infeksi pada luka. 9,12
6. Lain-lain
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis
infeksi dan mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Dalam3-5 hari pertana populasi
kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram positif non-patogen.Sedangkan
hari 5-10 adalah bakteri Gram negative patogen. Dalam 1-3 hari pertama pasca
cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik.
Beberapa antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazine 1%,
silver nitrate dan mafenide (sulfamylon) dan xerofom/bacitracin. Antasida diberikan
untuk pencegahan tukak beban (tukak stress/stress ulcer), antipiretik bila suhu tinggi
dan analgetik bila nyeri.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbnagan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-
3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan
melalui enteral atau ditambah dengan nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi enteral dini
melalui nasaogastik dalam 24 jam pertama pasca cedera bertujuan untuk mencegah
terjadinya atrofi mukosa usus. Pemberian enteral dilakukan dengan aman bila Gastric
Residual Volume (GRV) <150 ml/jam yang menandakan pasase saluran cerna baik.
8.10

Penderita yang sudah mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk


memperlancarkan peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi. Kalau perlu sendi
diistirahatkan dalam posisi fungsional degan bidai.Penderita luka bakar luas harus
dipantau terus menerus. Keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis
normal yaitu 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga adalah sirkulasi normal atau tidak
dengan menilai produksi urin,analisa gas darah, elektrolit, hemoglobin dan
hematokrit. 12

3.10. Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat
perawatan kritis atau akut dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan
grafting. Kompilkasi yang dapat terjadi pada masa akut adalah SIRS, sepsis dan
MODS.Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat terjadi, yaitu atrofi
mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa, motilitas usus menurun dan ileus. Pada
ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal menurun. Skin graft
loss merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma,
infeksi dan robeknya graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan
parut pada kulit berupa jaringan parut hipertrofik., keloid dan kontraktur. Kontraktur
kulit dapat menganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi. Kekakuan sendi
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan kontraktur memerlukan tindakan
bedah.9,10
a. Ileus Paralitik
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut,
peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,
peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

b. Rhabdomyolisis
Panas yang dihasilkan oleh arus listrik akan merusak sarkolemma pada otot
rangka dan melibatkan kebocoran cairan intraseluler (myoglobin, creatinin kinase,
kalium, fosfat dan asam urat) dalam jumlah besar ke dalam plasma. Hal ini yang
disebut rhabdomyolysis. Pada orang dewasa, rhabdomyolysis mempunyai 3 ciri khas
yaitu kelemahan otot,myalgia dan urin yang berwarna kecoklatan gelap. Namun
ketiga karakter ini terkadang jarang muncul bersamaan. Myoglobin hasil dari
kerusakan sel otot akan masuk ke aliran darah dan masuk ke ginjal. Myoglobin ini
mudah melewati glomerulus dan mudah di eksreksikan ke urin (myoglobinuria).
Dengan demikian, terjadi pengendapan mioglobin dalam tubulus ginjal yang akan
mengakibatkan gagal ginjal akut.1,10,11

c. Tukak Curling
Pada luka bakar terjadi penurunan aliran volume darah ke tubuh, salah
satunya ke usus. Penurunan aliran darah terjadi pada semua jenis syok. Kebanyakan
ulkus terjadi jika sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan produksi mukus yang
adekuat sebagai perlindungan terhadap asam lambung. Penyebab penurunan produksi
mukus dapat termasuk segala hal yang menurunkan aliran darah ke usus dan akan
menyebabkan hipoksia lapisan mukosa dan cedera atau kematian sel-sel penghasil
mukus. Ulkus jenis ini disebut ulkus iskemik. Jenis khusus ulkus iskemik yang timbul
setelah luka bakar yang parah disebut dengan ulkus Curling.
Ulkus curling ini terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan sehingga produksinya terus
meningkat, sehinga terjadi erosi pada lapisan gastroduodenal. Mukosa yang rusak
tidak dapat mensekresi mukus yang cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap
asam klorida atau asam lambung. Peningkatan aktivitas saraf simpatis karena stress
akan menurunkan peristaltic dan peningkatan kekuatan sfingter sehingga asam
lambung akan semakin sulit untuk dimobilisasi, sedangkan barier lambung pelindung
asam lambung berkurang maka resiko untuk terjadinya perdarahan lambung akan
semakin meningkat.
d. Kompartemen sindrom

Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal


normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah
kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia. Ketika tekanan dalam
kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan menyebabkan kapiler kolaps.
Pertama-tama sel akan mengalami oedem, kemudian sel akan berhenti melepaskan
zat-zat kimia sehingga menyebabkan terjadi oedem lebih lanjut dan menyebabkan
tekanan meningkat.Aliran darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam keadaan
ini penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia menyebabkan sel-
sel akan melepaskan substansi vasoaktif yang meningkatkan permeabilitas endotel.
Dalam kapiler-kapiler terjadi kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan
jaringan dan memperberat kerusakan disekitar jaringan dan jaringan otot mengalami
nekrosis.
Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi :
1. Pain : Nyeri pada pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena.
2. Pallor : Kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya
pucat.
3. Parestesia : Biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi.
4. Paralisis : Diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan
sendi.
5. Pulselesness: Berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya
gangguan perfusi arterial.
e. Infeksi
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi
ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang
mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit
penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi
kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya
karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
f. Syok Sepsis
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman
dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian
disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus
atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah
(bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan
kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen
epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat,
atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan
parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat
III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di
persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat
dan cedera termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang
menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir
selalu berlanjut dengan Mutli-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS
terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang berkepanjangan akibat gangguan
sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (sirkulasi
mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.

3.11. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan
badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan
pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor ini dapat sembuh 5-10 hari tanpa
adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan
mugkin dapat menimbulkan luka parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan
fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan dapat diperlukan untuk membuang
jaringan parut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
EGC. Jakarta. p 66-88
2. Mansjoer, Arif, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Fakultas Kedokteran
UI, Jakarta, 2000; p 218, 222-223 2.
3. Babik J, Sandor, Sopko., Electrical Burn Injuries [online] [cited on 2008 March
26th]; Annals of Burns and Fire Disasters vol.11.no.3;p153 available at:
http://www.medbc.com/annals/review/vol_11/num_3/text/vol11n3 p153.html
4. Hoediyanto.H, 2008. Trauma Listrik. Universitas Airlangga. Surabaya.
http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Forensik/Tr.%20Listrik.pdf
5. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
6. Benjamin C. Wedro. Agustus 2008. First Aid for Burns.
http://www.medicinenet.com.
7. Rubangi. S, 1990. Trauma listrik dan Halilintar. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.http://eprints.ui.ac.id/13260/1/82850-T6046-Trauma
%20listrik-TOC.pdf
8. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier. Philadelphia.
p 118-129
9. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
10. Jerome FX Naradzay. November 2006. Burns, Thermal.http: // www. emedicine.
com/ med/ Mayo clinic staff. Januari 2008. Burns First Aids.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus.
11. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s Principles
of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
12. Klein, MB. 2007. Thermal,chemical,and electrical injuries.In: Thorne CH et all
(editor’s) Grabb & Smit’s Plastic surgery. 6th Edition. US: Lippincott Williams &
Wilkins, Wolters Kluwer business.p 146-7.

Anda mungkin juga menyukai