Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

Pneumothorax

NAMA : Imro’atul Jamila


NIM : 19020036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial
antara pleural visceral dan parietal. Pneumothoraks terjadi bila udara masuk
kedalam rongga pleura, akibatnya jaringan paru terdesak seperti halnya rongga
pleura kemasukan cairan. Lebih tepat kalau dikatakan paru kolaps ( jaringan
paru elastis ).
Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang
terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi
paru. ( Corwin, 2012)

B. Etiologi
Terdapat beberapa jenis pneumothorax yang dikelompokan
berdasarkan penyebabnya :
a. Pneumothoraks Spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothorax spontan primer
terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakait paru-paru.
Pneumothoraks ini diduga disebabkan pecahnya kantong kecil berisi udara
di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Pneumothorak spontan
sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru-paru (misalnya
penyakit paru obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberkulosis, batuk
rejan).
b. Pneumothoraks Traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik pada dada. Traumanya bisa bersifat
menembus (luka tusuk) atau tumpul (benturan pada kecelakaan).
Pneumothoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis
tertentu (misalnya torakosentesis). Bila akibat jatuh atau patah rusuk,
sering akan kita temukan emfisema subkutan, karena pleura perietalnya
juga mengalami kerusakan (robek).
c. Ketegangan Pneumothoraks
Pneumothoraks progresif menyebabkan kenaikan tekanan
intrapleural ketingkat yang menjadi positif sepanjang siklus pernafasan
dan menutup paru-paru, pergeseran mediastinum, dan merusak vena
kembali kejantung. udara terus masuk kedalam rongga pleura tetapi tidak
dapat keluar.
d. Pneumothoraks Iatiogenik
Disebabkan oleh intervensi medis, termasuk jarum trausthoracic
aspirasi, thoracentesis, penempatan kateter vena pusat, pentilasi mekanik
dan resusitasi cardiopulmonari.

C. Patofisiologi
Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan
kemampuan dilatasi alveoli menurun dan lama-kelamaan mengakibatkan
atelektasis (layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan
klien masih mampu bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga
tekanan udara di dalam rongga pleura akan kembali normal.
Karena adanya luka terbuka atau oleh pecahnya dinding paru-paru,
kuman dapat terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi inspeksi
pleuritis. Jenis kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F
nechrophorum, chorinebacterium Spp, dan streptococcus spp. Oleh radang
akan terbentuk exudat yang bersifat pnukopurulent, purulent akan
serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin.
Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka
tembus. Yang selanjutnya disebut “sucking chest wound” (luka dada
menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan
kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan
dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior
dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac
output. Jika ini tidak ditangani, pneumothoraks makin berat dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Beberapa pneumothoraks
spontan disebabkan pecahnya “blebs”, semacam struktur gelembung pada
permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum
pleura.

D. Tanda dan gejala


Gejala dan tandanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara
yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami
kolaps. Gejalanya bisa berupa :
 Nyeri dada yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
 Sesak nafas
 Dada terasa sempit
 Mudah lelah
 Denyut jantung cepat
 Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur.
Gejala lain yang mungkin ditemukan :
 Hidung tampak kemerahan
 Cemas, stress, tegang
 Tekanan darah rendah (hipotensi)
E. Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru
yang sehat juga dapat terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan
cepat.
Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu
pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy,
trachea berubah.

F. Diagnosis banding pneumothorax


 Infark Miokard.
 Perforasi Ulkus Peptikum.
 Emfisema Bulosa Ekstensif.
 Pneumomediastinum
G. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
penurunan suara
 Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
 Pemeriksaan EKG
 Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural,
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
 Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
 Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
 Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
 Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %

H. Penatalaksanaan Medis
1. Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau
balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik
bersih. Pembalut plastik yang steril merupan alat yang baik, namun plastik
pembalut selofan dapat juga digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga
salah satu ujungnya dibiarkan tebuka untuk memungkinkan udara yang
terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya tension
pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara
dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
2. Blast injury or tention
Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru,
perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan
untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
3. Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
4. Perawatan Per-hospital
Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis untuk
mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera
dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perwatan medis lebih
lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk
dukungan ventilasi mekanik.

I. Asuhan Keperawatan Pneumothoraks


1. Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
2. Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan
Glassglow Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension
pneumothoraks, biasanya kesadaranya menurun. Dapat juga dinilai melalui
cara berikut :
A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
P = Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh
penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh
penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama
sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
3. Primary Survey
a. Airway
1). Perhatikan patensi airway.
Apabila pasien mengalami penurunan kesadaran Inspeksi orofaring
secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan
benda yang menghalangi jalan napas. Re-posisi kepala, pasang collar-neck
(apabila terdapat cidera leher). Selain itu lakukan traheostomi atau intubasi
(oral / nasal)
2). Dengar suara napas.
3). Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada.
Pada pasien pneumothorax biasanya terdapat retraksi dada karena
mengalami penurunan ekspansi paru.
b. Breathing
1). Periksa frekwensi napas, pada pasien pneumothorax frekuensi
napasnya tidak teratur, lakukan bantuan ventilasi bila perlu
2).Auskultasi dan dengarkan bunyi napas pada pasien pneumothorax
terdapat penurunan suara napas. Lakukan tindakan bedah emergency
untuk atasi tension pneumotoraks
c. Circulation
1). Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi pada pasien
pneumothorax biasanya terjadi takikardi
2). Periksa tekanan darah pada pasien pneumathoraks dapat menyebabkan
pembuluh darah kolaps, akibatnya pengisian jantung menurun sehingga
tekanan darah menurun
3). Pemeriksaan pulse oxymetri
4). Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis) pada keadaan
yang darurat dapat dilakukan Pemasangan WSD
 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan terdiri dari:
a. Foto Rontgen
 Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
 Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massaradio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan
sesak napas yang dikeluhkan.
 Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostae melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila
ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,
kemungkinan besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intra
pleura yangtinggi.
b. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal
napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
c. CT-Scan Toraks
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumothorax spontan
primer dan sekunder.

II. Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru (00032)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka insisi
pembedahan) (00132)
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan tubuh
kekurangan oksigen (0024)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pemasangan WSD
(00085)
e. Resiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan dalam merawat luka WSD (00266)
2. Rencana keperawatan

Diagnosa
N
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan


Pola nafas b.dkeperawatan selama 1x intervensi napas (3140)
penurunan masalah Ketidakefektifan Pola nafas  Posisikan pasien
ekspansi paruteratasi dengan KH: untuk
(00032)  Status pernapasan (0415): memaksimalkan
Kode Indikator SA ST ventilasi dan
041501 Frekuensi 2 3 meringankan
pernapasan sesak napas
041502 Irama 2 3  Auskultasi suara
pernapasan nafas, catat
041504 Suara 2 3
adanya suara
auskultasi
napas
tambahan
041510 Penggunaan 2 3  Atur intake
otot bantu secara intravena
napas untuk
041511 Retraksi 2 3 mengoptimalkan
dinding keseimbangan
dada cairan.
 Terapi oksigen
Keterangan: 041501- 041504 (3320)
1= deviasi berat dari kisaran normal  Pertahankan
kepatenan jalan
2= deviasi cukup cukup berat dari
napas
kisaran normal  Siapkan
3= deviasi sedang dari kisaran normal peralatan
oksigen oksigen
4= deviasi ringan dari kisaran normal
 Berikan oksigen
5= tidak ada deviasi dari kisaran normal tambahan yang
sudah
diperintahkan
Keterangan: 041510- 041514  Monitor aliran
1 = sangat berat oksigen
2= berat
 Monitor TTV
3= cukup  Monitor TD,
4= ringan nadi, suhu,
5= tidak ada status
pernapasan
dengan tepat
 Monitor irama
dan laju
pernapasan
 Monitor sianosis
sentral dan
perifer
 
2. Nyeri akutSetelah dilakukan asuhan  Manajemen
berhubungan keperawatan selama 1x intervensi nyeri (1400)
dengan agenmasalah nyeri akut teratasi dengan
cidera fisik (lukaKH:  Lakukan
insisi pengkajian nyeri
pembedahan)  Tingkat nyeri (2102) komprehensif
(00132) yang meliputi
Kode Indikator S S
A T lokasi,
karakteristik,
21021 Nyeri yang 1 3 onset/ durasi,
dilaporkan frekuensi,
21022 Panjangnya 1 3 kualitas,
episode nyeri intensitasnatau
21026 Ekspresi nyeri 1 3 beratnya nyeri
wajah dan faktor
210220 Denyut nadi 1 3 pencetus
radial
210212 Tekanan darah 3 4
 Posisikan pasien
Keterangan: 21021- 21026
senyaman
1= Berat mungkin untuk
2= Cukup Berat mengurangi
nyeri
3= Sedang
4= Ringan  Berikan
5= Tidak ada informasi
mengenai nyeri,
seperti penyebab
Keterangan 210220- 210212 nyeri, berapa
1= deviasi berat dari kisaran normal lama nyeri akan
dirasakan dan
2= deviasi cukup cukup berat dari antisipasi dari
kisaran normal ketidaknyamana
3= deviasi sedang dari kisaran normal n akibat
prosedur
4= deviasi ringan dari kisaran normal
5= tidak ada deviasi dari kisaran  Pemberian
normal analgesik

 Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas dan
keparahan nyeri
sebelum
mengobati
pasien

 Cek perintah
pengobatan
meliputi obat,
dosis, dan
frekuensi obat
analgesik yang
diresepkan

 Kolaborasi
dengan dokter
mengenai
pemberian obat
analgesik

 Berikan obat
analgesic sesuai
resep yang telah
ditentukan
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan keperawatan  Perawatan
perfusi jaringanselama 1x intervensi masalah sirkulasi: alat
perifer bantu mekanik
berhubungan Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (4064)
dengan tubuhteratasi dengan KH:
kekurangan
 Status sirkulasi (0401)
 Lakukan
oksigen (0024) penilaian
Kode Indikator S S sirkulasi perifer
A T secara
040102 Tekanan darah 2 3 komprehensif
diastol (seperti
040103 Tekanan nadi 2 4 mengecek nadi
040157 Penurunan suhu 3 5
kulit
perifer)
Keterangan : 040102-040103
 Monitor TTV
1= deviasi berat dari kisaran normal
2= deviasi cukup cukup berat dari  Observasi
kisaran normal apakah kanul
oksigen bengkok
3= deviasi sedang dari kisaran normal atau terputus
4= deviasi ringan dari kisaran normal sambungannya
5= tidak ada deviasi dari kisaran normal
 Monitor intake
dan output
Keterangan 040157 cairan
1= Berat
 Lakukan
2= Cukup Berat pemeriksaan
3= Sedang rontgen
4= Ringan
5= Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2012. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan respiratory : Aplikasi Asuhan

Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

NANDA.(2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

NOC.(2013).Nursing Outcomes Clasification. Edisi Bahasa Indonesia Edisi ke

5.jakarta: Mocomedia

NIC. Nursing Intervention Clasification. Edisi Bahasa Indonesia Edisi ke

6.jakarta: Mocomedia

Saifuddin, Abdul Bari. 2011. Keperawatan Kegawatdaruratan Respyratory:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai