Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN 1

TOPIK : RESIKO DALAM INVESTASI


KELAS 3 M MANAJEMEN
KELOMPOK 1
ANGGOTA: RADEN FAJRIANI 0211 15 516
REFINNA SEPTIYANTI S 0211 15 522
ANASTHASIA NADYA P S 0211 15 525
FAHREZA SALLAHUDIN 0211 15 530
ADE SOFYAN 0211 15 537
GANI YUSUF 0211 15 544
Resiko Dalam Artian Ketidak Pastian Arus Kas

Pendekatan ini menggunakan dasar pemikiran bahwa semakin tidak pasti arus
kas suatu investasi, semakin beresiko investasi tersebut. Dengan demikian
analisis akan dipusatkan pada arus kas. Dengan memperkirakan distribusi arus
kas tersebut, bagaimana probabilitas proyek tersebut akan menghasilkan NPV
negatif?

Ketidak Pastian Arus Kas

Bila menerima sejumlah uang tertentu di masa yang akan datang akan
mengatakan bahwa penerimaan tersebut mempunyai sifat pasti (certainty).
Karena itu investasi yang mempunyai karakteristik seperti itu dikatakan bersifat
bebas resiko. Sebagian besar investasi pada kativa rill membangun pabrik,
meluncur produk baru, membuka usaha dagang baru, dan sebagainya
merupakan investasi yang mempunyai unsur ketidak pastian atau mrmpunyai
unsur resiko. Jika berbicara masa yang akan datang dan ada unsur ketidak
pastian maka kita hanya bisa mengatakan tentang nilai yang diharapkan
(expected value). Sedangkan dekemungkinan menyimpang dari nilai yang
diharapkan diukur dengan deviasi standar. Secara formal kedua parameter
tersebut bisa dinyatakan sebagai berikut
n
E ( V )=∑ V ͥ ᵢPᵢ
t =1

E(V) = nilai yang diharapkan

Vᵢ = nilai pada distribusi ke-i ( i = 1 ... n )

Pᵢ = probabilitas ke-i
n
σ =∑ (Vᵢ−E ( V ) ) ² Pᵢ
t=1

σ =adalah deviasi standar distribusi nilai tersebut

Contoh :

Ada dua proyek A dan proyek B, yang (untuk mudahnya) mempunyai usia
ekonomis hanya satu tahun. Karakteristik arus kas untuk kedua proyek tersebut

Usulan Investasi A Usulan Investasi B


Probabilitas Arus Kas Probabilitas Arus Kas

0,10 Rp. 3000 0,05 Rp. 3000


0,20 Rp. 4000 0,20 Rp .4000
0,40 Rp. 5000 0,50 Rp. 5000
0,20 Rp. 6000 0,20 Rp. 6000
0,10 Rp. 7000 0,05 Rp. 7000

Dengan menggunakan rumus 1 dan 2 bisa dihitung

E(Vᴀ) = Rp. 5000

E (VB) = Rp.5000

Sedangkan

σA = 1095

σB = 894

dengan demikian investasi A dinilai lebih beresiko dibandingkan investasi B.

Apabila E(V) dari kedua investasi tersebut tidak sama, maka pengguna σ
sebagai indikator resiko menjadi sulit dilakukan. Untuk itu kemudian
dipergunakan coefficient of variation,yang merupakan perbandingan antara
σ/E(V). Misalkan mempunyai informasi sebagai berikut:

Penggunaan coefficient of variation sebagai pengukur resiko

C D
E(V) 1000 1500
Σ 400 500
Coeff. of var 0,40 0,33
Yang menggunakan coefficient of variation mengatakan bahwa proyek c lebih
beresiko dibandingkan dengan D, karena coefficient of variation nya lebih
besar.

Operating Risk Dan Ketidak Pastian Arus Kas


Yang menyebabkan suatu perusahaan mempunyai ketidak pastian arus kas yang
lebih besar dari perusahaan lain. Bila faktor pendanaan kita pegang konstan
(perusahaan menggunakan struktur pendanaan yang sama, atau menggunakan
modal sendiri seluruhnya), perusahaan yang memiliki operating risk (rsiko
operating) yang tinggi berati laba operasi (yang menjadi sumber kas masuk)
sangat peka terhadap perubahan penjual. Dengan kata lain, perubahan penjual
yang kecil akan mempengaruhi laba operasi cukup besar.

Penyebabnya faktor operating leverage. Operating leverage menunjukkan


pengguna aktiva yang menimbulkan biaya tetap (fixed cost). Biaya tetap ikut
berubah kalau aktivitas perusahaan berubah. Untuk memudahkan analisis,
seringkali perubahan biaya variabel dianggap proporsional. Contoh biaya tetap
misalkan gaji karyawan, beban penyusutan dll. Sedangkan biaya variabel biaya
bahan baku, biaya bahan penolong, komisi penjualan, dll. Pemikiran yang
digunakan yaitu bahwa biaya – biaya yang ditanggung oleh perusahaan bisa
dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Dengan menggunakan asumsi
bahwa (1) biaya variabel per unit konstan, (2) harga jual per unit konstan, (3)
biaya tetap konstan sepanjang kapasitas produksi, maka keadaan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut

Dapat dilihat bahwa pada suatu titik tertentu akan terdapat situasi dimana
penghasilan dengan total biaya. Pada jumlah produksi dan penjualan itulah
dikatakan bahwa perusahaan berada dalam keadaan impas (break even). Cara
memperoleh titik impas.

Apabila

V = biaya variabel per unit

FC = Biaya tetap total (tidak per unit)

P = Harga jual per unit

Q = Unit yang di hasilkan dijual

R = penghasilan yang diterima dari penjualan

TC = Biaya total, yaitu biaya total plus biaya variabel total

Maka titik impas tercapai pada saat R = TC. Ini berati bahwa

PQ = FC + VQ

FC = PQ – VQ

FC =Q(P–V)

Q = FC/ ( P – V )

Contoh :

PT Anna mempunyai karakteristik biaya dan penghasilan sebagai berikut.


Penjualan bisa mencapai 1000 unit dalam satu tahun. Harga jual Rp.1.000 per
unit. Biaya tetap selama satu tahun sebesar Rp.300.000. biaya variabel Rp.500
per unit. Berapa laba operasi yang diharapkan pada penjualan sebesar 1000 unit

Laba Operasi = Penghasilan – Total Biaya

= (1.000 x Rp.1.000) – [Rp.300.000 + (1.000 x Rp.500)]

= Rp.1000.000 – Rp.800.000

= Rp.200.000

Perusahaan yang lain, PT Paramita, juga mengharapkan akan mampu menjual


1.000 unit dalam satu tahun, dengan harga jual Rp.1000. bedanya adalah bahwa
biaya tetap perusahaan tersebut mencapai Rp.500.000 per tahun, sedangkan
biaya variabel Rp.300 per unit. Kalau dihitung laba operasi pada penjualan
sebesar 1.000 unit. Maka akan memperoleh angka yang sama dengan PT.Anna,
yaitu Rp.200.000

Meskipun demikian, jika dihitung titik impas kedua perusahaan tersebut akan
memperoleh hasil yang berbeda.

Untuk PT Anna

Q = 300.000/ (1.000 – 500)

= 600 unit

Untuk PT Paramita

Q = 500.000/(1.000 – 300)

= 714 unit

Bahwa titik impas PT.Paramita lebih besar dibandingkan dengan PT.Anna. hal
tersebut menunjukkan bahwa resiko PT.Paramita lebih besar dari pada
PT.Anna.

Untuk melihat ketidak pastian arus kas, melakukan analisi terhadap laba operasi
perusahaan – perusahaan. Misalkan penjualan menurun 10%.

Penurunan labaoperasi untuk PT. Paramita lebih besar dari PT.Anna. rasio
antara penurunan penjualan sebagai degree of operatingleverage (DOL). Dalam
contoh DOLparamita > DOLAnna menunjukkan bahwa arus PT.Paramita lebih tidak
pasti. Secara mudah akan dikatakan perusahaan yang mempunya overating
leverage yang tinggi akan mempunyai resiko yang tinggi. PT Paraita mempuny
operating leverage yang tinggi karena proposi biaya tetapnya lebih besar
dibandingkan PT.Anna.

Untuk menghitung DOL pada tingkat penjualan tertentu, menggunakan rumus


sebagai berikut
X ( P−V )
DOL pada X unit=
X ( P−V )−FC

Yang perlu diketahui adalah bahwa resiko tersebut mempunyai dua sisi. Artinya
jika terjadi kenaikan penjualan maka penambahan laba operasi PT. Paramita
juga lebih besar. Perusaha yang beresiko lebih besar berati
arus kasnya lebih tidak pasti. Kemungkinan menyimpang dari yang diharapkan
adalah lebih besar. Perlu diingat bahwa penyimpangan tersebut bisa menjadi
lebih kecil ataupun lebih besar.

Resiko Proyek

Bila dipergunakan ketidak pastian arus kas sebagai pengukur resiko, maka
pemikiran ini berati bahwa semakin beresiko proyek tersebut. Masalah yang
timbul adalah bahwa proyek investasi mempunyai jangka waktu cukup lama.
Sementara perusahaan menaksir arus kas setiap tahun, proyek tersebut mungkin
diharapkan akan menghasilkan arus kas selama beberapa tahun. Dengan kata
lain, kitaperlu menaksir arus kas yang diharapkan (expected cash flow) dan
deviasi standarnya pada tahun 1, tahun 2, sampai tahun ke-n. Untuk proyek
secara keseluruhan, penghitungan deviasi standar NPV perlu memperhatikan
keterkaitan arus kas pada tahun 1 dengan tahun ke-2, tahun ke-2 dengan tahun
ke-3, dan tahun ke n – 1 dengan tahun ke – n.

Pola arus kas bisa dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu (1) tidak mempunyai
kolerasi sama sekali (independen), dan (2) berkolerasi sempurna. Kemungkinan
lainnya yaitu bentuk – bentuk antara (berkolerasi moderat).

Misalkan yaitu pemilihan tingkat bunga yang di anggap relevan untuk


menaksirkan NPV proyek tersebut. Bila ketidak pastian arus kas dipergunakan
dengan sebagai pengukur resiko, dan karenanya semakin tidak pasti arus kas,
semakin besar resikonya, maka tingkat bunga yang dipergunakan tentunya tidak
bisa mengakomodir faktor resiko tersebut. Dengan kata lain, tidak bisa
menggunakan tingkat bunga yang makin besar apabila merasa bahwa ketidak
pastian arus kas tersebut makin besar.

Mengukur Resiko Untuk Arus Kas Yang Independen

Arus kas yang independen berati arus kas pada tahun n + 1 tidak berkaitan
dengan arus kas pada tahun n. Artinya, apabila arus kas pada waktu ke-n
ternyata menurun 10% dari yang diharapkan, arus kas pada waktu n + 1 tidak
mesti akan menurun sebesar 10% juga. Bisa saja tetap sesuai dengan yang
diharapkan, atau kalau menyimpang, tidak mesti sejalan dengan tahun ke- n.

Misalkan suatu investasi sebesar Rp. 11.000 pada tahun ke-0. Diharapkan usia
ekonomis investasi tersebut adalah 3 tahun, dengan estimasi arus kas seperti
proyek A pada grafik sebelumnya. Diasumsikan bahwa pola arus kas tersebut
adalah independen. Apakah proyek tersebut menguntungkan?
Untuk itu perlu dihitung (1) NPV yang diharapkan ( expected NPV ), dan (2)
deviasi standar NPV tersebut. Perhitungan deviasi standar dimaksudkan untuk
memperkirakan resiko proyek tersebut.

Untuk menghitung NPV yang diharapkan sebagai berikut

Cͭᵼ
n
E ( NPV ) =∑
t =0 ( 1+ Rᵼ ) ͭ

Ct = arus kas pada waktu ke-t, dan t=0

Dapat diperhatikan karena t dimulai dari waktu ke-0, maka tanda untuk Ct bisa
positif (kas masuk) maupun negatif (kas keluar). Sedangkan tingkat bunga yang
dipergunakan adalah Rt yaitu tingkat bunga bebas resiko.

Misalkan Rt= 9%.


n
5.000
E ( NPV ) =−10.000+ ∑
t=1 (1+ 0,09 ) ͭ

Dengan demikian maka

E(NPV) = - 11.000 + 12.656

= + 1.656

Apakah proyek tersebut menguntungkan? Untuk menjawabnya karena


menghitung NPV yang diharapkan dengan menggunakan Rt. Untuk melengkapi
informasi, perlu menghitung deviasi standar NPV proyek tersebut. Deviasi
standar (σ) NPV dirumuskan sebagai berikut :

1.095 ² 1.095 ² 1.095 ²



σ = 0+ + +
(1+0,09) ² (1+ 0,09)⁴ (1+ 0,09)⁶

σNPV = 1.604

hasil tersebut menunjukkan bahwa proyek tersebut diharapkan memberikan


NPV sebesar +Rp.1.656 dengan mempunyai kemungkinan untuk menyimpang
dari expected NPV tersebut. Apabila distribusi arus kas diperkirakan normal,
dan kita berani mengasumsikan bahwa distribusi tersebut merupakan distribusi
yang kontinyu, maka bisa menggunakan bantuan tabel luas area di bawah kurva
normal.
Dalam tabel tersebut menunjukkan bahwa ada probabilitas sebesar 15,77%
untuk nilai yang lebih besar atau lebih kecil sati deviasi standar dari nilai yang
diharapkan.

Apabila menghitung NPV, maka kita akan tertarik pada cut off nya yaitu NPV =
0. Dari informasi tersebut, dapat dihitung beberapa probabilitas NPV < 0. Cara
yang dipergunakan adalah dengan menghitung berapa jarak dari E(NPV) yang
akan membuat NPV = 0.

S = [NPVᵢ -E(NPV)]/σ

S = jumlah deviasi standar yang distandardisir

NPVᵢ = NPV yang ingin dicari berapa probabilitasnya untuk mencapai NPV
tersebut atau lebih kecil atau lebih besar.

NPVᵢ = 0

S = (0-1.656)/1.604

= 1,03

Berati bahwa jarak NPV = 0 dari E(NPV) = Rp.1656 adalah sebesar 1,03
deviasi standar. Dengan demikian berati bahwa probabilitas akan mencapai
NPV = 0 atau kurang yaitu kira kira 15%.

Dengan kata lain hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa meskipun E(NPV)
= +Rp.1.656, tetapi ada probabilitas proyek tersebut akan menghasilkan NPV <
0. Probabilitasnya adalah 15%, karena dalam perhitungan NPV dipergunakan
tingkat bunga bebas resiko, maka hasil tersebut bisa ditafsirkan bahwa ada
probabilitas sebesar 15% bahwa proyek tersebut akan memberikan keuntungan
lebih kecil dari menginvestasikan pada kesepatan yang bebas resiko.

Mengukur resiko untuk arus kas yang tidak independen

Tahun 1 Tahun 2
Probabilitas Arus Kas Probabilitas Arus Kas Joint
semula P(1) Bersih Kondisional Bersih P(2/1) Probability
0,40 -Rp.60 0,12
0,30 -Rp.20 0,40 -Rp.20 0,12
0,20 Rp.10 0,06
0,30 Rp.20 0,12
0,40 Rp.40 0,40 Rp.40 0,16
0,30 Rp.60 0,12
0,20 Rp.40 0,06
0,30 Rp.80 0,40 Rp.80 0,12
0,40 Rp.100 0,12
Investasi pada awal tahun Rp.40 juta
Misalkan suatu proyek berusia ekonomis dua tahun, memerlukan investasi
sebesar Rp.40 juta. Taksir kas setiap tahun beserta probabilitasnya disajikan
pada tabel di atas. Probabilitas kondisional P(2/1) berati bahwa ada probabilitas
sebesar 0,4 pada tahun ke-2 untuk mempengaruhi arus kas negatif Rp.60,
apabila pada tahun pertama arus kasnya negatif Rp.20. dengan demikian maka
joint probability untuk arus kas seri 1 adalah (0,30 x 0,40) = 0,12

Seterusnya hinga dengan seri ke-9

Misalkan tingkat keuntungan bebas resiko adalah 4%. Untuk menghitung


expected NPV perlu menghitung NPV dari arus kas seri 1 sampai dengan seri 9.
Arus kas seri 1 dihitung sebagai berikut:

NPV1 = - 40 – [20/(1,040] – [60/(1,04)2]

= - 114,70

NPV arus kas seri ke-2

NPV1 = - 40 – [20/(1,040] – [20/(1,04)2]

= - 77,72

NPV masing – masing seri arus kas dan rata – rata tertimbangnya

(1) (2) (3) (4)


Seri ke NPV Probabilitas (2) x (3)
Kejadian
1 - 114,70 0,12 -Rp.13,76
2 - 77,72 0,12 -Rp. 9,33
3 -49,98 0,06 -Rp. 3,00
4 16,95 0,12 Rp. 2,03
5 35,44 0,16 Rp. 6,47
6 53,93 0,12 Rp. 5,67
7 73,90 0,06 Rp. 4,43
8 110,88 0,12 Rp.13,31
9 129,38 0,12 Rp.15,53
Rata – rata tertimbang Rp.21,53
σ NPV yaitu Rp.79,96

dengan demikian proyek terebut diharapkan memberikan NPV sebesar Rp.21,53


dan mempunyai deviasi standar sebesar Rp.79,96. Proyek ini dibutuhkan
judgement untuk memutuskan proyek ini aman atau tidak. Karena proyek ini
tampak tidak mempunyai distribusi normal⁴. Di dalam proyek tersebut terdapat
probabilitas sebesar 30% proyek tersebut akan menghasilkan NPV
negatif.dengan kata lain 70% peluang untuk memperoleh NPV +Rp.16,95 atau
lebih besar.

Cara lain adalah memperkirakan koefisien korelasi antara arus kas pada maing
masing periode. Apabila proyek tersebut mempunyai usia ekonomis 2 tahun,
maka variance NPV bisa dirumuskan sebagai berikut:

σ²NPV = σ²σ² 1 + σ4 σ2 2 + 2σ3 k 1,2 σ1 σ2


Dalam hal ini

σ = 1 / ( 1+R1 )

K1,2 = koefisien korelasi antara arus kas pada periode 1 dengan periode 2

Bahwa apabila koefisien korelasi sama dengan nol, dengan rumus tersebut
menjadi sama dengan hasil perhitungan pada saat arus kas independen.

Probabilitas kumulatif untuk memperoleh nilai NPV tertentu


NPV Probabilitas kumulatif
-114,70 0,12
-77,72 0,24
-49,98 0,30
16,95 0,42
35,44 0,58
53,93 0,70
73,90 0,76
110,88 0,88
129,38 1,00
Sedangkan apabila usia ekonomisnya 3 tahun, maka variance NPV dapat
dirumuskan

σ²NPV = σ²σ² 1 + σ4 σ2 2 + σ6 σ² 3 + 2[σ3 k 1,2 σ1 σ2+ σ4 k 1,3 σ1 σ3 + σ5 k 2,3 σ2 σ3]

Bahwa apabila proyek berusia tiga tahun, maka harus ditaksir koefisien korelasi
antara arus kas pada periode 1 dan 2, 1 dan 3, serta 2 dan 3. Cara ini lebih
mudah dari pada memberikan probabilitas kondisional seperti yang di uraikan di
atas. Meskipun demikian, apabila proyek mempunyai usia ekonomis yang
cukup lama (10 tahun misalnya), maka penggunaan cara tersebut mungkin
terjadi cukup rumit.

Metode Simulasi Monte Carlo

Metode yang mencoba menyederhanakan penaksiran probabilitas yaitu


menggunakan dengan simulasi. Simulasi bisa dilakukan banyak kali sehingga
diperlukan bantuan komputer.
Contoh:

Misalkan tim analisis proyek yang mempunyai usia ekonomis 3 tahun sampai
pada kesimpulan sebagai berikut:

(1) Taksiran unit yang terjual setiap tahun

Unit yang terjual Probabilitas


80.000 0,30
100.000 0,40
140.000 0,30
(2) Taksiran harga jual perunit setiap tahun

Harga Jual Probabilitas


Rp.5.000 0,10
Rp.8.000 0,70
Rp.9.000 0,20
(3) Biaya variabel per unit setiap
tahun

Biaya Variabel Probabilitas


Rp.3.000 0,20
Rp.5.000 0,60
Rp.6.000 0,20
(4) Biaya tetap yang bersifat tunai per
tahun

Harga Jual Probabilitas


Rp.80 juta 0,10
Rp.100 juta 0,80
Rp.120 juta 0,10
(5) Beban penyusutan per tahun
sebesar Rp.50 juta,
(6) Tarif pajak penghasilan 35%,
(7) Tingkat keuntungan bebas resiko 10%,
(8) Investasi pada awal tahun sebesar Rp500 juta,
(9) Terminal cash flow pada tahun ke-3 sebesar Rp.350 juta.

Cara melakukan simulasi dalam contoh di atas dipergunakan empat variabel


yang tidak pasti sifatnya yaitu

1. Unit yang terjual,


2. Harga jual,
3. Biaya variabel per unit,
4. Biaya tetap per unit.

Simulasi dapat dilakukan misalkan dengan cara sebagai berikut. Ditaruh


empat tumpuk kartu di atas meja, yang masing masing tumpuk terdiri dari 10
kartu dan di beri nomor 1 sampai 10. Tumpukan pertama mewakili unit yang
terjual, tumpukan kedua mewakili harga jual, tumpukan ketiga mewakili
biaya variabel, dan tumpukan keempat mewakili biaya tetap.

Untuk masing masing tumpuk kartu setiap nomor mewakili nilai tertentu,
yang bisa disajikan sebagai berikut

Tumpukan Kartu 1 Tumpukan Kartu 2


Nomor Variabel yang diwakil Nomor Variabel yang diwakil
01 Unit terjual 80.000 01 Harga jual Rp.5.000
02 Unit terjual 80.000 02 Harga jual Rp.8.000
03 Unit terjual 80.000 03 Harga jual Rp.8.000
04 Unit terjual 100.000 04 Harga jual Rp.8.000
05 Unit terjual 100.000 05 Harga jual Rp.8.000
06 Unit terjual 100.000 06 Harga jual Rp.8.000
07 Unit terjual 100.000 07 Harga jual Rp.8.000
08 Unit terjual 140.000 08 Harga jual Rp.8.000
09 Unit terjual 140.000 09 Harga jual Rp.9.000
10 Unit terjual 140.000 10 Harga jual Rp.9.000

Tumpukan Kartu 3 Tumpukan Kartu 3


Nomor Variabel yang diwakil Nomor Variabel yang diwakil
01 Biaya variabel Rp.3000 01 Biaya tetap Rp.80 juta
02 Biaya variabel Rp.3000 02 Biaya tetap Rp.100 juta
03 Biaya variabel Rp.5000 03 Biaya tetap Rp.100 juta
04 Biaya variabel Rp.5000 04 Biaya tetap Rp.100 juta
05 Biaya variabel Rp.5000 05 Biaya tetap Rp.100 juta
06 Biaya variabel Rp.5000 06 Biaya tetap Rp.100 juta
07 Biaya variabel Rp.5000 07 Biaya tetap Rp.100 juta
08 Biaya variabel Rp.5000 08 Biaya tetap Rp.100 juta
09 Biaya variabel Rp.6000 09 Biaya tetap Rp.100 juta
10 Biaya variabel Rp.6000 10 Biaya tetap Rp.120 juta
Simulasi pertama

Tumpukan 1 kartu nomor 05

Tumpukan 2 kartu nomor 10

Tumpukan 3 kartu nomor 01

Tumpukan 4 kartu nomor 04

Ini berati bahwa taksiran arus kas operasional setiap tahun yaitu :

Penjualan 100.000 x Rp.900.000 Rp.900,00 juta

Biaya biaya

Variabel 100.000 x Rp.3000 Rp.300,00 juta

Tetap Rp.100,00 juta

Penyusutan Rp. 50,00 juta Rp.450,00 juta

Laba operasi Rp.450,00 juta

Pajak (35%) Rp.157,50 juta

Laba setelah Pajak Rp.292,50 juta

Kas masuk operasional = Rp.292,50 + Rp.50 = Rp.342,50 juta

Dengan demikian NPV dari simulasi 1 bisa dihitung


3
342,50 350
NPV =−500+ ∑ + =+614 ,7
t=1 (1+0,10)ͥ (1+0,10) ³

Anda mungkin juga menyukai