Pendekatan ini menggunakan dasar pemikiran bahwa semakin tidak pasti arus
kas suatu investasi, semakin beresiko investasi tersebut. Dengan demikian
analisis akan dipusatkan pada arus kas. Dengan memperkirakan distribusi arus
kas tersebut, bagaimana probabilitas proyek tersebut akan menghasilkan NPV
negatif?
Bila menerima sejumlah uang tertentu di masa yang akan datang akan
mengatakan bahwa penerimaan tersebut mempunyai sifat pasti (certainty).
Karena itu investasi yang mempunyai karakteristik seperti itu dikatakan bersifat
bebas resiko. Sebagian besar investasi pada kativa rill membangun pabrik,
meluncur produk baru, membuka usaha dagang baru, dan sebagainya
merupakan investasi yang mempunyai unsur ketidak pastian atau mrmpunyai
unsur resiko. Jika berbicara masa yang akan datang dan ada unsur ketidak
pastian maka kita hanya bisa mengatakan tentang nilai yang diharapkan
(expected value). Sedangkan dekemungkinan menyimpang dari nilai yang
diharapkan diukur dengan deviasi standar. Secara formal kedua parameter
tersebut bisa dinyatakan sebagai berikut
n
E ( V )=∑ V ͥ ᵢPᵢ
t =1
Pᵢ = probabilitas ke-i
n
σ =∑ (Vᵢ−E ( V ) ) ² Pᵢ
t=1
Contoh :
Ada dua proyek A dan proyek B, yang (untuk mudahnya) mempunyai usia
ekonomis hanya satu tahun. Karakteristik arus kas untuk kedua proyek tersebut
E (VB) = Rp.5000
Sedangkan
σA = 1095
σB = 894
Apabila E(V) dari kedua investasi tersebut tidak sama, maka pengguna σ
sebagai indikator resiko menjadi sulit dilakukan. Untuk itu kemudian
dipergunakan coefficient of variation,yang merupakan perbandingan antara
σ/E(V). Misalkan mempunyai informasi sebagai berikut:
C D
E(V) 1000 1500
Σ 400 500
Coeff. of var 0,40 0,33
Yang menggunakan coefficient of variation mengatakan bahwa proyek c lebih
beresiko dibandingkan dengan D, karena coefficient of variation nya lebih
besar.
Dapat dilihat bahwa pada suatu titik tertentu akan terdapat situasi dimana
penghasilan dengan total biaya. Pada jumlah produksi dan penjualan itulah
dikatakan bahwa perusahaan berada dalam keadaan impas (break even). Cara
memperoleh titik impas.
Apabila
Maka titik impas tercapai pada saat R = TC. Ini berati bahwa
PQ = FC + VQ
FC = PQ – VQ
FC =Q(P–V)
Q = FC/ ( P – V )
Contoh :
= Rp.1000.000 – Rp.800.000
= Rp.200.000
Meskipun demikian, jika dihitung titik impas kedua perusahaan tersebut akan
memperoleh hasil yang berbeda.
Untuk PT Anna
= 600 unit
Untuk PT Paramita
Q = 500.000/(1.000 – 300)
= 714 unit
Bahwa titik impas PT.Paramita lebih besar dibandingkan dengan PT.Anna. hal
tersebut menunjukkan bahwa resiko PT.Paramita lebih besar dari pada
PT.Anna.
Untuk melihat ketidak pastian arus kas, melakukan analisi terhadap laba operasi
perusahaan – perusahaan. Misalkan penjualan menurun 10%.
Penurunan labaoperasi untuk PT. Paramita lebih besar dari PT.Anna. rasio
antara penurunan penjualan sebagai degree of operatingleverage (DOL). Dalam
contoh DOLparamita > DOLAnna menunjukkan bahwa arus PT.Paramita lebih tidak
pasti. Secara mudah akan dikatakan perusahaan yang mempunya overating
leverage yang tinggi akan mempunyai resiko yang tinggi. PT Paraita mempuny
operating leverage yang tinggi karena proposi biaya tetapnya lebih besar
dibandingkan PT.Anna.
Yang perlu diketahui adalah bahwa resiko tersebut mempunyai dua sisi. Artinya
jika terjadi kenaikan penjualan maka penambahan laba operasi PT. Paramita
juga lebih besar. Perusaha yang beresiko lebih besar berati
arus kasnya lebih tidak pasti. Kemungkinan menyimpang dari yang diharapkan
adalah lebih besar. Perlu diingat bahwa penyimpangan tersebut bisa menjadi
lebih kecil ataupun lebih besar.
Resiko Proyek
Bila dipergunakan ketidak pastian arus kas sebagai pengukur resiko, maka
pemikiran ini berati bahwa semakin beresiko proyek tersebut. Masalah yang
timbul adalah bahwa proyek investasi mempunyai jangka waktu cukup lama.
Sementara perusahaan menaksir arus kas setiap tahun, proyek tersebut mungkin
diharapkan akan menghasilkan arus kas selama beberapa tahun. Dengan kata
lain, kitaperlu menaksir arus kas yang diharapkan (expected cash flow) dan
deviasi standarnya pada tahun 1, tahun 2, sampai tahun ke-n. Untuk proyek
secara keseluruhan, penghitungan deviasi standar NPV perlu memperhatikan
keterkaitan arus kas pada tahun 1 dengan tahun ke-2, tahun ke-2 dengan tahun
ke-3, dan tahun ke n – 1 dengan tahun ke – n.
Pola arus kas bisa dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu (1) tidak mempunyai
kolerasi sama sekali (independen), dan (2) berkolerasi sempurna. Kemungkinan
lainnya yaitu bentuk – bentuk antara (berkolerasi moderat).
Arus kas yang independen berati arus kas pada tahun n + 1 tidak berkaitan
dengan arus kas pada tahun n. Artinya, apabila arus kas pada waktu ke-n
ternyata menurun 10% dari yang diharapkan, arus kas pada waktu n + 1 tidak
mesti akan menurun sebesar 10% juga. Bisa saja tetap sesuai dengan yang
diharapkan, atau kalau menyimpang, tidak mesti sejalan dengan tahun ke- n.
Misalkan suatu investasi sebesar Rp. 11.000 pada tahun ke-0. Diharapkan usia
ekonomis investasi tersebut adalah 3 tahun, dengan estimasi arus kas seperti
proyek A pada grafik sebelumnya. Diasumsikan bahwa pola arus kas tersebut
adalah independen. Apakah proyek tersebut menguntungkan?
Untuk itu perlu dihitung (1) NPV yang diharapkan ( expected NPV ), dan (2)
deviasi standar NPV tersebut. Perhitungan deviasi standar dimaksudkan untuk
memperkirakan resiko proyek tersebut.
Cͭᵼ
n
E ( NPV ) =∑
t =0 ( 1+ Rᵼ ) ͭ
Dapat diperhatikan karena t dimulai dari waktu ke-0, maka tanda untuk Ct bisa
positif (kas masuk) maupun negatif (kas keluar). Sedangkan tingkat bunga yang
dipergunakan adalah Rt yaitu tingkat bunga bebas resiko.
= + 1.656
σNPV = 1.604
Apabila menghitung NPV, maka kita akan tertarik pada cut off nya yaitu NPV =
0. Dari informasi tersebut, dapat dihitung beberapa probabilitas NPV < 0. Cara
yang dipergunakan adalah dengan menghitung berapa jarak dari E(NPV) yang
akan membuat NPV = 0.
S = [NPVᵢ -E(NPV)]/σ
NPVᵢ = NPV yang ingin dicari berapa probabilitasnya untuk mencapai NPV
tersebut atau lebih kecil atau lebih besar.
NPVᵢ = 0
S = (0-1.656)/1.604
= 1,03
Berati bahwa jarak NPV = 0 dari E(NPV) = Rp.1656 adalah sebesar 1,03
deviasi standar. Dengan demikian berati bahwa probabilitas akan mencapai
NPV = 0 atau kurang yaitu kira kira 15%.
Dengan kata lain hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa meskipun E(NPV)
= +Rp.1.656, tetapi ada probabilitas proyek tersebut akan menghasilkan NPV <
0. Probabilitasnya adalah 15%, karena dalam perhitungan NPV dipergunakan
tingkat bunga bebas resiko, maka hasil tersebut bisa ditafsirkan bahwa ada
probabilitas sebesar 15% bahwa proyek tersebut akan memberikan keuntungan
lebih kecil dari menginvestasikan pada kesepatan yang bebas resiko.
Tahun 1 Tahun 2
Probabilitas Arus Kas Probabilitas Arus Kas Joint
semula P(1) Bersih Kondisional Bersih P(2/1) Probability
0,40 -Rp.60 0,12
0,30 -Rp.20 0,40 -Rp.20 0,12
0,20 Rp.10 0,06
0,30 Rp.20 0,12
0,40 Rp.40 0,40 Rp.40 0,16
0,30 Rp.60 0,12
0,20 Rp.40 0,06
0,30 Rp.80 0,40 Rp.80 0,12
0,40 Rp.100 0,12
Investasi pada awal tahun Rp.40 juta
Misalkan suatu proyek berusia ekonomis dua tahun, memerlukan investasi
sebesar Rp.40 juta. Taksir kas setiap tahun beserta probabilitasnya disajikan
pada tabel di atas. Probabilitas kondisional P(2/1) berati bahwa ada probabilitas
sebesar 0,4 pada tahun ke-2 untuk mempengaruhi arus kas negatif Rp.60,
apabila pada tahun pertama arus kasnya negatif Rp.20. dengan demikian maka
joint probability untuk arus kas seri 1 adalah (0,30 x 0,40) = 0,12
= - 114,70
= - 77,72
NPV masing – masing seri arus kas dan rata – rata tertimbangnya
Cara lain adalah memperkirakan koefisien korelasi antara arus kas pada maing
masing periode. Apabila proyek tersebut mempunyai usia ekonomis 2 tahun,
maka variance NPV bisa dirumuskan sebagai berikut:
σ = 1 / ( 1+R1 )
K1,2 = koefisien korelasi antara arus kas pada periode 1 dengan periode 2
Bahwa apabila koefisien korelasi sama dengan nol, dengan rumus tersebut
menjadi sama dengan hasil perhitungan pada saat arus kas independen.
Bahwa apabila proyek berusia tiga tahun, maka harus ditaksir koefisien korelasi
antara arus kas pada periode 1 dan 2, 1 dan 3, serta 2 dan 3. Cara ini lebih
mudah dari pada memberikan probabilitas kondisional seperti yang di uraikan di
atas. Meskipun demikian, apabila proyek mempunyai usia ekonomis yang
cukup lama (10 tahun misalnya), maka penggunaan cara tersebut mungkin
terjadi cukup rumit.
Misalkan tim analisis proyek yang mempunyai usia ekonomis 3 tahun sampai
pada kesimpulan sebagai berikut:
Untuk masing masing tumpuk kartu setiap nomor mewakili nilai tertentu,
yang bisa disajikan sebagai berikut
Ini berati bahwa taksiran arus kas operasional setiap tahun yaitu :
Biaya biaya